(Masalah Diagnosis)
Yuni Lidya
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta
PENDAHULUAN
Livedoid vasculitis dikenal juga dengan istilah livedoid vasculopathy, livedo
vaskulitis, segmental hyalini:ing vaskulitis dan atrophi blanche merupakan kelainan
vaskulopatik berupa ulkus nyeri pada ekstremitas bawah, kambuh-kambuhan dan
berhubungan dengan persisten livedo retikularis (livedo racemosa).
1
Secara epidemiologis, Livedoid vasculitis, lebih sering terjadi pada wanita,
dengan rasio pria dan wanita 1:4. Kelainan ini dapat muncul pada segala usia dengan
puncak awitan usia 30-60 tahun. Livedoid Jasculitis pernah juga dilaporkan terjadi pada
anak-anak. Tidak ada perbedaan wilayah geograIis ataupun ras pada penyakit ini.
2
Prevalensi diperkirakan berkisar 1:100.000 per tahun. Livedoid vaskulitis merupakan
kelainan yang jarang. Di Amerika Serikat tercatat 31 kasus selama periode waktu 20
tahun.
3
Lesi awal Livedoid vasculitis berupa makula dan atau papula purpurik yang
kemudian dapat berkembang menjadi ulkus-ulkus ireguler, kecil dan nyeri, pada tungkai
bawah, pergelangan kaki dan atau aspek dorsal kaki.
4
Penyembuhan ulkus ini lambat
dan apabila sembuh akan meninggalkan bekas berupa scar atroIik berwarna kuning
gading sampai putih dengan telangiektasi, deposisi hemosiderin dan hiperpigmentasi
disekitarnya.
Selama 5 tahun terakhir baru dilaporkan 2 kasus livedoid vasculitis di bagian
ilmu kesehatan kulit dan kelamin RSUP Dr.Sardjito. Pada makalah ini akan dilaporkan
satu kasus livedoid vaskulitis. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk menambah
wawasan mengenai livedoid vaskulitis. Pembahasan ditekankan pada penegakan
diagnosis
ASUS
Seorang wanita berumur 20 tahun, pekerjaan mahasiswa, beralamat di wonosari,
no RM 01.43.20.29, datang ke poli kulit dan kelamin RS Dr.Sardjito pada tanggal 13
Agustus 2009 dengan keluhan utama bercak merah pada kedua kaki disertai
pembengkakan. Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa sejak 8 bulan yang lalu
muncul bercak merah pada kedua tungkai, tidak gatal dan tidak nyeri, tetapi pasien
merasakan pegal-pegal di kaki. Oleh penderita bercak tersebut tidak diobati. Sekitar 3
bulan yang lalu, penderita berobat ke dokter umum dan dikatakan sakit jamur. Penderita
mendapat terapi krim Benoson N
dan Digenta
, Miconazol
digunakan untuk mendeskripsikan kelainan klinis berupa skar yang berwarna putih
gading.
5,6
Sebagian besar kasus livedoid vasculitis tidak memiliki latar belakang penyakit
lain. Beberapa literatur menyatakan livedoid vasculitis merupakan kelainan idiopatik.
7
Meskipun penyebab pastinya belum diketahui, gangguan trombosit, koagulasi dan
gangguan Iibrinolisis pernah dilaporkan pada beberapa kasus livedoid vasculitis,
termasuk antikoagulan lupus, deIisiensi protein C, mutasi Iaktor V (Leiden). Hal tersebut
dapat menimbulkan jendalan darah pada pembuluh darah-pembuluh darah kecil di
tungkai bawah.
8
Beberapa penyakit sistemik sering ditemukan pada livedoid vasculitis. Livedoid
vasculitis berhubungan dengan penyakit autoimun termasuk lupus eritematosus sistemik,
sklerosis sistemik dan sindroma antiIosIolipid.
9
Insidensi livedoid vasculitis pada
penyakit sistemik tidak diketahui pasti. Pada beberapa laporan kasus, livedoid vasculitis
juga pernah dideskripsikan pada kasus vaskulitis nekrotikan, krioglobulinemia,
thalasemia minor, trombositosis, deIisiensi glutation reduktase, sindrom klineIelter,
sindrom sneddon, polisitemia, leukimia mielogenik kronik dan limIoma. Livedoid
vasculitis paling sering dihubungkan dengan insuIisiensi vena kronis, namun tetap harus
dipahami bahwa penyakit tersebut merupakan entiti yang berbeda.
2
Secara klinis lesi awal livedoid vasculitis berupa makula atau papula purpurik
yang berkembang menjadi ulkus dalam beberapa bulan atau tahun. Apabila ulkus
menyembuh, akan meninggalkan skar berwarna putih kekuningan yang disebut dengan
atrophie blanche, kadang didapatkan hiperpigmentasi dan telengiektasi disekelilingnya.
Pada kasus didapatkan lesi yang serupa dengan gambaran livedoid vasculitis diatas yaitu
terdapat ulkus dangkal tertutup krusta kecoklatan , skar atroIi berwarna kekuningan,
disekelilingnya terdapat hiperpigmentasi. Selain itu terdapat papula purpurik, multipel,
konIluen pada tungkai kiri sebagai gambaran lesi awal dari livedoid vasculitis.
Diagnosis livedoid vasculitis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis
dan histopatologi. Secara histopatologis, gambaran livedoid vasculits dapat bervariasi.
Pada lesi primer yaitu lesi purpura akan didapatkan pembuluh darah yang dilatasi dan
proliIerasi pada endotelnya, oklusi lumen oleh material Iibrinoid berwarna merah muda.
Di sekitarnya terdapat sel inIlamasi ringan.
3
Pada lesi yang berupa skar atroIik terlihat
epidermis menipis, sklerotik dan penebalan pada dermis, hyalinisasi pada tunika intima
pembuluh darah dermis.
12
Pada lesi livedoid vasculitis yang telah lanjut akan didapatkan gambaran
bervariasi antara epidermis yang mendatar dan tipis, dengan parakeratosis lokal dan
spongiosis, deposisi melanin pada membran basalis, tergantung ujud klinisnya
hipopigmentasi atau hiperpigmentasi, dermis menebal dan sklerotik disertai hilangnya
papila dermis dengan hyalinisasi pada dinding pembuluh darah dermis.
13
terkadang
, Mikonazol
, Digenta
10.Cohen D, Jacob SE. Allergic Contact Dermatitis. dalam WolII K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Et al Fitzpatrick`s Dermatology in General Medicine. 7
th
ed.
New york, McGraw-Hill 2007: 135-146.
11.ScheinIeld NS. Livedoid vasculopathy. http://www.e-medicine.com/DERM/topic
142.htm diakses tanggal 20 september 2009
12.Kelly R. Cutaneus Vasculitis and Cutaneous Vasculopathy. Aust J Dermatol
1995;36:109-119
13.Busam JK, Barksdale SK. Vasculitis and Related Disorder. Dalam: Textbook oI
Dermathopathology 5
th
ed. McGraw-Hill 1998:167