Anda di halaman 1dari 35

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.

Latar belakang Limpa merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul abdomen atau trauma toraks kiri bagian bawah. Keadaan ini mungkin disertai kerusakan usus halus, hati dan pankreas. Limpa mendapat vaskularisasi yang banyak, yaitu dilewati kurang lebih 350 liter darah per harinya yang hampir sama dengan satu kantung unit darah sekali pemberian. Karena alasan ini, trauma pada limpa mengancam kelangsungan hidup seseorang.1,2 Limpa kadang terkena ketika trauma pada torakoabdominal dan trauma tembus abdomen. Penyebab utamanya adalah cedera langsung karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari tempat tinggi, pada olahraga luncur atau olahraga kontak, seperti yudo, karate, dan silat. Trauma limpa terjadi pada 25% dari semua trauma tumpul abdomen. Perbandingan laki-laki dan perempuan yaitu 3 : 2, ini mungkin berhubungan dengan tingginya kegiatan dalam olahraga, berkendaraan dan bekerja kasar pada laki-laki. Angka kejadian tertinggi pada umur 15-35 tahun.1,2 Diagnosis untuk trauma tembus limpa mudah ditegakkan karena biasanya pasien datang dirujuk untuk tindakan operasi. Pada banyak kasus, foto thoraks dan abdomen menjadi langkah awal untuk menilai pasien dengan trauma tumpul abdomen. Namun efek dari trauma tumpul abdomen kadang tertutupi oleh trauma yang lebih nyata. Pada beberapa pasien, kadang tanpa gejala, Hal ini membuat tingginya mortalitas trauma tumpul abdomen dibanding trauma tembus. Oleh karena itu, radiologis harus mempunyai indeks kecurigaan lebih tinggi dan menyarankan pemeriksaan pencitraan bentuk lain lebih lanjut untuk mengevalusi ulang.2 Mengingat besarnya masalah serta tingginya angka kematian dan kesakitan trauma limpa serta sulitnya mendiagnosis segera, maka kami menulis referat yang membahas trauma limpa dan pemeriksaan radiologisnya.

1.2. Batasan masalah Referat ini membahas tentang anatomi dan fisiologi limpa, manifestasi klinik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis, diagnostik dan diagnosis banding serta penatalaksaan trauma limpa. 1.3. Tujuan penulisan Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang anatomi dan fisiologi limpa, manifestasi klinik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis, diagnostik dan diagnosis banding serta penatalaksaan trauma limpa. 1.4. Metode penulisan Metode yang dipakai dalam penulisan referat ini berupa tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada berbagai literatur dan makalah ilmiah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Trauma limpa terjadi ketika suatu dampak penting kepada limpa dari beberapa sumber menyebabkan kerusakan atau ruptur limpa. Dapat berupa trauma tumpul, trauma tajam, ataupun trauma sewaktu operasi.1 2.2. Anatomi dan Fisiologi Limpa berasal dari diferensiasi jaringan mesenkimal mesogastrium dorsal. Berat rata-rata pada manusia dewasa berkisar 75-100 gram, biasanya sedikit mengecil setelah berumur 60 tahun sepanjang tidak disertai adanya patologi lainnya , ukuran dan bentuk bervariasi, panjang 10-11cm, lebar + 6-7 cm, tebal + 3-4 cm.1 Limpa terletak di kuadran kiri atas dorsal di abdomen pada permukaan bawah diafragma, terlindung oleh iga ke IX, X, dan XI. Limpa terpancang ditempatnya oleh lipatan peritoneum yang diperkuat oleh beberapa ligamentum suspensorium yaitu1,2 : 1. Ligamentum splenoprenika posterior (mudah dipisahkan secara tumpul). 2. Ligamentum gastrosplenika, berisi vasa gastrika brevis 3. Ligamentum splenokolika terdiri dari bagian lateral omentum majus 4. Ligamentum splenorenal. Limpa merupakan organ paling vaskuler, dialiri darah sekitar 350 L per hari dan berisi kira-kira 1 unit darah pada saat tertentu. Vaskularisasinya meliputi arteri lienalis, variasi cabang pankreas dan beberapa cabang dari gaster (vasa Brevis). Arteri lienalis merupakan cabang terbesar dari trunkus celiakus. Biasanya menjadi 5-6 cabang pada hilus sebelum memasuki limpa. Pada 85 % kasus, arteri lienalis bercabang menjadi 2 yaitu ke superior dan inferior sebelum memasuki hilus. Sehingga hemi splenektomi bisa dilakukan pada keadaan tersebut.Vena lienalis bergabung dengan vena mesenterika superior membentuk vena porta.1,2 Limpa asesoria ditemukan pada 30 % kasus. Paling sering terletak di hilus limpa, sekitar arteri lienalis, ligamentum 3 splenokolika, ligamentum

gastrosplenika, ligamentum splenorenal, dan omentum majus. Bahkan mungkin ditemukan pada pelvis wanita, pada regio presakral atau berdekatan dengan ovarium kiri dan pada scrotum sejajar dengan testis kiri. Dibedakan menjadi 2 tipe 3 : 1. Berupa konstriksi bagian organ yang dibatasi jaringan fibrosa. 2. Berupa massa terpisah.

Gambar 1. Anatomi Limpa Secara fisik, limpa banyak berhubungan dengan organ vital abdomen yaitu, diafragma kiri di superior, kaudal pankreas di medial, lambung di anteromedial, ginjal kiri dan kelenjar adrenal di posteromedial, dan fleksura splenikus di inferior.2

Fisiologi Fungsi limpa dibagi menjadi 5 kategori 1,3 : 1. 2. 3. 4. 5. Filter sel darah merah Produksi opsonin-tufsin dan properdin Produksi Imunoglobulin lg M Produksi hematopoesis in utero Regulasi T dan B limfosit

Pada janin usia 5-8 bulan limpa berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah merah dan putih, dan tidak berfungsi pada saat dewasa. Selain itu, limpa berfungsi menyaring darah, artinya sel yang tidak normal, diantaranya eritrosit, leukosit, dan trombosit tua ditahan dan dirusak oleh sistem retikuloendotelium disana.1 Limpa juga merupakan organ pertahanan utama ketika tubuh terinvasi oleh bakteri melalui darah dan tubuh belum atau sedikit memiliki antibodi. Kemampuan ini akibat adanya mikrosirkulasi yang unik pada limpa. Sirkulasi ini memungkinkan aliran yang lambat sehingga limpa punya waktu untuk memfagosit bakteri, sekalipun opsonisasinya buruk. Antigen partikulat dibersihkan dengan cara yang mirip oleh efek filter ini dan antigen ini merangsang respon anti bodi lg M di centrum germinale. Sel darah merah juga dieliminasi dengan cara yang sama saat melewati limpa.1,3 Limpa dapat secara selektif membersihkan bagian-bagian sel darah merah, dapat membersihkan sisa sel darah merah normal. Sel darah merah tua akan kehilangan aktifitas enzimnya dan limpa mengenali kondisi ini akan menangkap dan menghancurkannya. Pada asplenia kadar tufsin ada dibawah normal. Tufsin adalah sebuah tetra peptida yang melingkupi sel sel darah putih dan merangsang 5

fagositosis dari bakteri dan sel-sel darah tua. Properdin adalah komponen penting dari jalur alternatif aktivasi komplemen, bila kadarnya dibawah normal akan mengganggu proses opsonisasi bakteri yang berkapsul seperti meningokokkus, dan pneumokokkus.1,3

2.3. Patogenesis Berdasarkan penyebab, trauma limpa dibagi atas1 : 1. Trauma Tajam Trauma ini dapat terjadi akibat luka tembak, tusukan pisau atau benda tajam lainnya. Pada luka ini biasanya organ lain ikut terluka tergantung arah trauma. Yang sering dicederai adalah paru, lambung, lebih jarang pankreas, ginjal kiri dan pembuluh darah mesenterium. Pemeriksaan splenografi yang dilakukan melalui pungsi dapat

menimbulkan perdarahan. Perdarahan pasca splenografi ini jarang terjadi selama jumlah trombosit > 70.000 dan waktu protrombin 20 % di atas normal. 2. Trauma Tumpul Limpa merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul abdomen atau trauma thoraks kiri bawah. Keadaan ini mungkin disertai kerusakan usus halus, hati, dan pankreas. Penyebab utamanya adalah cedera langsung atau langsung karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari tempat tinggi, pada olahraga luncur dan olahraga kontak seperti judo, karate dan silat. Ruptur limpa yang lambat dapat terjadi dalam jangka waktu beberapa hari sampai beberapa minggu setelah trauma. Pada separuh masa laten ini kurang dari 7 hari. Hal ini karena adanya tamponade sementara pada

laserasi kecil, atau adanya hematom subkapsuler yang membesar secara lambat dan kemudian pecah.

3. Trauma Iatrogenik Ruptur limpa sewaktu operasi dapat terjadi pada operasi abdomen bagian atas, umpamanya karena retractor yang dapat menyebabkan limpa terdorong atau ditarik terlalu jauh sehingga hilus atau pembuluh darah sekitar hilus robek. Cedera iatrogen lain dapat terjadi pada punksi limpa (splenoportografi).

Kelainan patologi dikelompokkan menjadi 1,3 : i. Cedera kapsul ii. Kerusakan parenkim , fragmentasi, kutub bawah hampir lepas iii. Kerusakan hillus dilakukan splenektomi parsial iv. Avulsi limpa dilakukan splenektomi total\ v. Hematoma subkapsuler 2.4. Manifestasi klinik Tanda fisik yang ditemukan pada ruptur limpa bergantung pada adanya organ lain yang ikut cedera, banyak sedikitnya perdarahan, dan adanya kontaminasi rongga peritoneum. Perdarahan dapat sedemikian hebatnya sehingga mengakibatkan renjat (syok) hipovolemik hebat yang fatal. Dapat pula terjadi

perdarahan yang berlangsung sedemikian lambat sehingga sulit diketahui pada pemeriksaan.1 Pada setiap kasus trauma limpa harus dilakukan pemeriksaaan abdomen secara berulang-ulang oleh pemeriksa yang sama karena yang lebih penting adalah mengamati perubahan gejala umum (syok, anemia) dan lokal di perut (cairan bebas, rangsangan peritoneum).1 Pada ruptur yang lambat, biasanya penderita datang dalam keadaan syok, tanda perdarahan intrabdomen, atau seperti ada tumor intraabdomen pada bagian kiri atas yang nyeri tekan disertai anemia sekunder. Oleh karena itu, menanyakan riwayat trauma yang terjadi sebelumnya sangat penting dalam menghadapi kasus ini.1 Penderita umumnya berada dalam berbagai tingkat renjat hipovolemi dengan atau tanpa (belum) takikardi dan penurunan tekanan darah. Penderita mengeluh nyeri perut bagian atas, tetapi sepertiga kasus mengeluh nyeri perut kuadran kiri atas atau punggung kiri. Nyeri di daerah puncak bahu disebut tanda Kehr, terdapat pada kurang dari separuh kasus. Mungkin nyeri di daerah bahu kiri baru timbul pada posisi tredenlenberg. Pada pemeriksaan fisik ditemukan masa di kiri atas dan pada perkusi terdapat bunyi pekak akibat adanya hematom subkapsular atau omentum yang membungkus suatu hematoma ekstrakapsular disebut tanda Ballance. Kadang darah bebas di perut dapat dibuktikan dengan perkusi pekak geser.1 2.5. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan hematokrit perlu dilakukan berulang-ulang. Selain itu biasanya didapat leukositosis1 Pemeriksaan kadar Hb, hematokrit, leukosit dan urinalisis. Bila terjadi perdarahan akan menurunkan Hb dan hematokrit serta terjadi leukositosis. sedangkan bila terdapat eritrosit dalam urine akan menunjang akan adanya trauma saluran kencing.7 2.6. Pemeriksaan Radiologi

Setelah trauma tumpul, organ intraabdominal yang sering terkena yaitu limpa, dan limpa akan cedera dan terbentuk hematom. Meskipun ahli bedah biasanya mencoba untuk mengatasi trauma ini dengan konservatif, ruptur limpa mungkin baru disadari setelah seminggu atau sepuluh hari setelah trauma pertama. Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilaukan, diantaranya USG, CT scan dan Angiography. Jika ada kecurigaan trauma limpa, CT Scan merupakan pemeriksaan pilihan utama. Pendarahan dan hematom akan tampak sebagai daerah yang kurang densitasnya dibanding limpa. Daerah hitam melingkar atau ireguler dalam limpa menunjukkan hematom atau laserasi, dan area seperti bulan sabit abnormal pada tepi limpa menunjukkan subkapular hematom. Kadang, dengan penanganan konservatif, abses mungkin akan terbentuk kemudian dan dapat diidentifikasi pada CT Scan karena mengandung gas. Sensitivitas pada CT Scan tinggi, namun spesifikasinya rendah, dan kadang riwayat dan gejala penting untuk menentukkan diagnosis banding.2

Gambaran yang paling sering ditemui yaitu fraktur tulang iga kiri bawah. Fraktur iga menunjukkan adanya tekanan yang kuat pada kuadran kiri atas yang menyebabkan keadaan patologi pada limpa. Fraktur iga kiri bawah terdapat pada 44 % pasien dengan ruptur limpa pemeriksaan CT Scan lebih lanjut.2 dan perlu dilakukan

Tanda klasik yang menentukan adanya akut ruptur limpa (tingginya diafragma sebelah kiri, atelektasis lobus bawah kiri, dan efusi pleura) tidak selalu ada dan tidak bisa dijadikan tanda yang pasti. Namun, tiap pasien dengan diafragma sebelah kiri yang meninggi disertai dengan trauma tumpul abdomen harus dipikirkan sebagai trauma limpa sampai dibuktikan sebaliknya. 2

Tanda yang lebih dapat dipercaya dari trauma pada kuadran kiri atas yaitu perpindahan ke medial udara gaster dan perpindahan inferior dari pola udara limpa. Gambaran ini menunjukkan adanya massa pada kuadran kiri atas dan menunjukkan adanya hematom subkapsular atau perisplenik.
o

Hematom kuadran kiri atas, jika besar, dapat menggeser bayangan dari tepi caudal bawah limpa, menjadi gambaran splenomegali.

Hematom subkapsular dapat memberikan gambaran yan ghampir sama, dan massa yang ada memiliki batas yang tegas. Pergeseran gambaran ginjal kiri juga mungkin ditemukan. 2

Gambaran yang dapat menunjang yaitu ketika adanya perdarahan retroperitonial atau darah bebas intraabdominal terlihat kontras dengan yang disebutkan diatas. 2
o o o

Sedikit, jika ada, munculnya efek masa pada kuadran kiri atas Batas limpa tidak jelas, tapi gambaran ini tidak spesifik. Darah retroperitoneal dapat menghapus gambaran ginjal kiri dan batas otot psoas. Kumpulan darah bebas di sekitar kolon kiri, menggeser pola udara pada kolon desenden ke medial. Pendarahan yang banyak pada abdomen dapat menghilangkan garis flank. Pola udara usus yang sedikit dapat digeser keluar pelvis oleh kumpulan darah. Gambaran midpelvik yang opak dengan tepi lateral yang konveks dan tajam dapat ditemukan. Tepi kandung kemih bertambah dan dibatasi oleh gambaran lusen yang tipis membentuk kubah dan seperti ekstraperitonial fat.

Hematom limpa kronik memberikan gambaran yang berbeda dan lebih komplek karena diikuti dengan daftar panjang diagnosis banding. Perubahan dari hematom subkapsuler atau parenkimal yaitu menetap, menjadi cair, dan biasanya terserap lagi. 2

Kadang, degenerasi kistik dari hematom intrasplenik menyebabkan formasi yang salah dari kista.
o

Sekitar 80 % dari kista limpa diperkirakan berasal dari posttrauma. Sekitar 80 % terbentuk dari kista hemoragik, dan 20 % dari kista serous dan kemungkinan adanya darah telah diserap kembali semuanya. Tipis, teratur dan annular kalsifikasi terbentuk sebgai garis fibrosis pada sekitar 30 % kista.

10

Bentuk kista simetris dan unilokal, dan terdapat garis kalsifikasi di dalam dan luar batas.. Satu buah, besar, annular kalsifikasi limpa mirip seperti sebuah kista residual traumatik pada area tindak endemic untuk organisme Echinococcus. Karakteristik dari gambaran kista traumatik tidak begitu spesifik. Penyebab utama dari penyebaran kalsifikasi kista limpa yaitu infeksi dari Echinococcus granulosus, tapi organisme ini jarang ada di normal geografik. 2

o o

Hematom subkapsular merupakan hasil yang umum terjadi dari trauma limpa dan karakteristik gambarannya berbeda dari patologi parenkim. Dalam penyembuhan hematom, kalsifikasi dari batas kavitas dapat muncul. Tergantung pada proyeksi, kalsifikasi kavitas dapat muncul linear atau diskoid. Derajat dari efek masa tergantung dari ukuran regresi hematom. 2

Banyak kelainan patologi lain yang dapat memberikan gambaran yang hampir sama, seperti pada penyakit sickle sel. Infark limpa kronik dapat berkembang menjadi kalsifikasi yang mirip dengan hematom subkapsular.

11

Gambar 2. Gambaran trauma limpa Tampak gambaran masa yang pinggirnya mengalami kalsifikasi pada kuadran kiri atas dibawah diafragma. Masa tersebut menggambarkan kalsifikasi hematom limpa

Gambar 3. Gambaran cedera limpa 2.6.1. USG Pemeriksaan USG sulit dilakukan pada pasien trauma yang distensi abdomen, luka-luka, memakai WSD (water ) dll. USG berguna untuk mendiagnosis darah bebas intraperitoneal. Darah dalam peritoneum tampak sebagai gambaran cairan anechoic, kadang dengan septiasi, memisahkan bagian usus dengan organ solid disekitarnya. USG kurang sensitif dibanding CT Scan untuk mendiagnosis trauma organ solid atau trauma intestinal.4 Gambaran 2

12

Tujuan utama pemeriksaan USG limpa pada trauma tumpul abdomen yaitu untuk menentukan apakah ada darah di kuadran kiri atas.

Perdarahan akut tampak hipoechoic dan dapat juga hampir anechoic. Membedakan perdarahan subkapsular dan perisplenic sulit, tapi beberapa tanda dapat ditemukan yaitu :
o

Sebuah gambaran bulan sabit halus sesuai dengan tepi limpa dapat dipikirkan sebagai subkapsular. Sebagai perbandingan, perdarahan ekstrakapsular biasanya

bentuknya tidak reguler.


o

Walaupun efek massa dihasilkan juga pada kedua kasus, perdarahan subkapsular lebih mungkin merubah bentuk limpa. Membran diatas subkapsular tipis dan jarang digambarkan, oleh karena itu tidak adanya temuan ini tidak menunjukkan diagnosis.

Dalam beberapa jam, pembekuan darah terjadi. Echogenesiti meningkat seiring pembentukkan trombus. Hematom yang telah lama menunjukkan echogenesiti yang sama atau lebih terang dibanding parenkim dan tetap tampak dalam 48 jam sampai lisis dimulai. Fase echogenik biasanya sesuai dengan waktu ketika pencitraan dilakukan dalam keadaan yang paling akut. Sebagai hasil lisis, hematom kembali ke echogenesiti cairan, dan patologi ini kembali lebih jelas. 2

Kelainan parenkim umum yang halus.


o

Laserasi tampak sebagai daerah yang hipoechoic, yang dapat berbentuk tidak teratur ataupun linear. Infark limpa mempunyai gambaran yang sama, tapi biasanya lebih baik dapat ditentukan. Infark berbentuk baji, dengan puncak mengarah ke hilus. Dibandingkan dengan cedera traumatis dimana distribusi lebih kompleks terlihat.

13

Kehalusan cedera parenkim mungkin berhubungan dengan perdarahan lokal yang terkait. Setiap darah terjebak segera menggumpal, menjadi isoechoic dengan jaringan sekitarnya

Gambar 4. USG abdomen yang menunjukkan cairan bebas peritoneum. Pada trauma tumpul abdomen biasanya hemoperiteneum.

Gambar 4. (a) USG abdomen tampak area anechoic pada daerah (b) hematom subkapsular. 2.6.2. Computed Tomography

trauma.

CT digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan trauma tumpul tidak hanya sebagai awal, tetapi juga untuk tindak lanjut, ketika pasien ditangani secara non-bedah. CT juga semakin banyak digunakan untuk trauma tembus yang secara tradisional ditangani dengan operasi.2 CT pada trauma abdomen: 1. Evaluasi awal dari:

14

a. Trauma tumpul b. Trauma tembus 2. Follow up dari pengelolaan non-operatif 3. Menyingkirkan adanya cedera Beberapa gambaran CT scan pada trauma limpa:6

Gambar 5 Temuan gambar adalah sebagai berikut: 1. Terdapat beberapa daerah yang kurang jelas pengurangan atenuasinya. Bentuknya tidak linear oleh sebab itu ini bukanlah sebuah laserasi limpa. Ini merupakan penampakan klasik dari kontusio. 2. Tidak ada contrast blush maupun hemoperitoneum

15

Gambar 5. a Karena tidak adanya hemoperitoneum atau perdarahan aktif, pasien ini memiliki prognosis yang baik dan akan ditangani secara non-operatif.

Gambar 6 Temuan adalah sebagai berikut: 1. Area hipodens linear menggambarkan laserasi. 2.Area hipodense bulat dan oval menggambarkan hematom intrasplenic 3. Hemoperitoneum.

16

Tergantung pada kondisi klinis, pasien ini akan ditatalksana secara non-operatif, karena tidak ada perdarahan aktif.

Gambar 6.a

Gambar 6.b

Gambar 6.c

17

Gambar 6.d

Gambar 7. Pria berusia 22 tahun, 3 jam setelah kecelakaan papan ski

Gambar 7.a

18

Gambar 7.b

Gambar 7.c

Gambar 7.d Temuan adalah sebagai berikut: 1. Hemoperitoneum sekitar limpa dan hati. 2. Daerah oval atau bulat di limpa menunjukkan adanya hematoma. 3. Daerah hipodens linear di bagian anterior limpa menunjukkan adanya laserasi. 4. Bagian depan serta medial limpa terdapat penumpukan kontras yang menunjukkan adanya ekstravasasi. 19

Jadi dalam hal ini ada kemungkinan besar kegagalan pengelolaan dengan nonoperatif. Grading untuk trauma limpa menurut gambaran CT

Sumber: American Association for the Surgery of Trauma Splenic Injury Scale6 Sebuah cara untuk mengingat sistem ini adalah: 1. Grade 1 kurang dari 1 cm. 2. Grade 2 adalah sekitar 2 cm (1-3 cm). 3. Grade 3 lebih dari 3 cm. 4. Grade 4 adalah lebih dari 10 cm. 5. Grade 5 adalah devascularization total atau maserasi. Kelemahan grading ini adalah: 1. Sering meremehkan tingkat cedera. 2. kemungkinan variasi antar pembaca 3. Tidak memasukkan: a. Adanya perdarahan aktif b. Kontusio

20

4. Post-traumatik infark 5. Yang paling penting: tidak ada nilai prediktif untuk manajemen nonoperasi (NOM)

Gambar 8. Gambaran trauma limpa dengan laserasi. Tampak hemoperitoneum, dan kemungkinan pasien memerlukan tindakan operatif.6

Gambar 9. Penyangatan kontras pada arterial-phase menunjukkan bintik-bintik pada limpa. 2

CT scan abdomen

Temuan ini tidak dapat salah disalahartikan sebagai cedera limpa. Konfirmasi dari limpa normal dapat ditunjukkan oleh pencitraan ulang di fase berikutnya dari penyangatan kontras. Limpa kemudian tampak lebih homogen.

21

Gambar 10. Penyangatan kontras CT scan abdomen menunjukkan penumpukan cairan perisplenic dengan peningkatan atenuasi internal. Batas lien digantikan oleh efek massa. Ini adalah hematoma subcapsular subakut. Ini adalah cedera derajat 1.2

Gambar 11. Menunjukkan laserasi kompleks dari pul bawah limpa. Ini adalah cedera derajat II.2

22

Gambar 12. Menunjukkan penumpukan cairan yang banyak di bagian atas abdomen. Ini adalah hematoma kronis lien subcapsular dan merupakan cedera derajat III.2

Gambar 13. Menunjukkan laserasi hilar kecil. Ini adalah cedera derajat III-IV.2

Gambar 14. Menunjukkan laserasi kompleks yang meluas ke hilus. Ini adalah cedera kelas IV.2

23

Gambar 15. Menunjukkan area yang terlokalisasi dari penumpukan kontras padat di hilus limpa, dengan sejumlah besar cairan / darah di sekitarnya. Temuan di sini mengindikasikan ekstravasasi aktif dari kontras pada pasien dengan autosplenectomy traumatik. Ini adalah cederaderajat V.2 The Organ Injury Scaling Committee of the American Association for the Surgery of Trauma juga telah menyusun sistem grading yang telah direvisi pada tahun 1994, sebagai berikut:6 Grade I Hematoma subcapsular kurang dari 10% dari luas permukaan Capsular tear kedalamannya kurang dari 1 cm.

Grade II Hematoma Subkapsular sebesar 10-50% dari luas permukaan Hematoma intraparenkim kurang dari diameter 5 cm Laserasi dengan kedalaman dari 1-3 cm dan tidak melibatkan pembuluh darah trabecular. Grade III Hematoma subcapsular lebih besar dari 50% dari luas permukaan atau meluas dan terdapat ruptur hematoma subcapsular atau parenkim Hematoma Intraparenkim lebih besar dari 5 cm atau mengalami perluasan Laserasi yang lebih besar dari 3 cm kedalamannya atau melibatkan pembuluh darah trabecular. Grade IV Laserasi melibatkan pembuluh darah segmental atau hilar dengan devascularisasi lebih dari 25% dari limpa.

24

Grade V Shattered spleen atau cedera vaskuler hilar.

Tingkat Keyakinan Dalam pengalaman penulis, secara keseluruhan sensitivitas dan spesifisitas CT dalam deteksi cedera limpa mendekati 100%.

2.6.3. ANGIOGRAPHY2

Gambar 16. Arteriogram yang diperoleh dengan injeksi kateter arteri utama limpa menunjukkan beberapa daerah ekstravasasi agen kontras parenkim.

25

Gambar 17. Arteriogram lienalis selektif menunjukkan pseudoaneurysms traumatis dengan ekstravasasi di kutub atas.

Gambar 18. Arteriogram diperoleh dengan suntikan arteri lienalis utama setelah embolisasi koil superselectif dari pseudoaneurisma. Opasifikasi kontras irregular masih tampak dengan area avaskular, itu mungkin mewakili daerah lain dari cedera vaskular.

Gambar 19. Arteriogram diperoleh dengan suntikan arteri lien superselektif di kutub atas, menegaskan zona kedua dari gangguan vaskular dengan ekstravasasi agen kontras.

26

Gambar 20. Gambaran arteriographic akhir dari injeksi kateter arteri utama lienalis setelah selektif / embolisasi koil superselektif. Sekitar 50% dari limpa telah devascularisasi. Tidak ada sisa cedera pembuluh darah arteri atau tampak ekstravasasi. Penemuan2 Trauma limpa dapat menghasilkan berbagai temuan angiografik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanda-tanda tidak langsung termasuk perpindahan limpa dari dinding perut dan daerah parenkim avaskular dari hematoma. Ketidakteraturan parenkim atau bintik-bintik pada limpa mungkin akibat dari edema lokal dari memar tanpa kelainan yang jelas. Fragmentasi limpa atau cedera arteri utama menandakan komplikasi yang mengancam nyawa pada kebanyakan pasien, dan mereka memerlukan intervensi bedah segera.

2.7. Diagnosis banding 2 Pada kebanyakan kasus, diagnosis ruptur limpa tidaklah sulit. Bagaimanapun juga, ahli radiologi harus waspada terhadap proses trauma yang memungkinkan terjadinya trauma limpa. 1. Benda Asing Terkadang, bahan yang dimasukkan secara iatrogenic dapat menimbulkan gambaran ruptur limpa pada CT scan. Pada kebanyakan pusat trauma, dilakukan pemasangan NGT, dan bahan kontras dimasukkan secara oral sebelum pemeriksaan CT scan. Artefak dan bahan yang tak tembus sinar 27

dari NGT dan bahan kontras dapat menutupi limpa dan menimbulkan kebingungan. Bahan yang tidak tembus sinar dari iga dan artefak dari air fluid level dari lambung dapat juga menimbulkan hasil positif palsu. Gabungan dari efek-efek ini, ditambah dengan scan yang berkualitas buruk dan besarnya ukuran pasien, sering terjadi pada praktek sehari-hari. 2. Hematom Pada derajat tertentu, hemoperitoneum selalu mengikuti terjadinya trauma limpa, kecuali jika bagian subkapsular intak. Walaupun begitu, tidak semua cairan intra abdomen merupakan hematom. Ahli radiologi harus berhati-hati dalam mengasumsikan bahwa trauma limpa adalah penyebab adanya cairan dalam abdomen atau di sekitar limpa. Kebanyakan trauma tumpul limpa terlihat pada anak-anak yang ditabrak oleh kendaraan bermotor, kejadian yang berhubungan dengan jatuh, atau pengendara kendaraan bermotor yang mengalami kecelakaan. Kemungkinan terbesar terjadinya positif palsu pada kecelakaan kendaraan bermotor adalah karena pasien cenderung tua dan telah memiliki penyakit sebelumnya. 3. Akumulasi cairan Penyakit hati, pankreas, ginjal, dan kolon bagian kiri dapat menuju pada akumulasi cairan pada bagian bawah limpa. Penyebab lain yang dapat menyebabkan akumulasi cairan tidak boleh dilupakan, termasuk adanya keganasan abdomen yang tidak terdiagnosis dengan asites dan dialisis peritoneal. Walau banyak keadaan ini tidak mungkin terjadi, kesempatan untuk memperoleh informasi dari pasien mungkin tidak ada. Pada kebanyakan kecelakaan kendaraan bermotor, ada beberapa orang yang terluka. Orang tua tidak dapat mentoleransi bahkan trauma kecil sekalipun, dan keadaan hemodinamik mereka biasanya tidak sesuai dengan trauma yang terlihat. Sebagai tambahan, banyak pasien trauma yang mengalami kecelakaan tiba di rumah sakit setelah penggunaan alcohol dan obatobatan. Akibatnya pasien dibawa ke bagian radiologi dalam keadaan disedasi atau diintubasi.

28

4. Kista Banyak hal yang dapat mempengaruhi limpa dan menimbulkan gambaran laserasi atau hematom lien. Ada banyak etiologi kista limpa yang telah dilaporkan dalam literatur. Salah satu etiologi ini dapat menyebabkan kesalahan diagnosis sebagai trauma limpa, tapi biasanya tidak menimbulkan hemoperitonium. Abses limpa yang disebabkan oleh endokarditis bakterial, infark limpa, dan prosedur invasif dapat menyebabkan trauma limpa, dan ini dapat dihubungkan dengan cairan perilien. Lesi kistik yang menyerupai trauma dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kongenital : Epidermoid. Vaskular : Hematom, kista post trauma (80%), infark kistik, dan peliosis.
-

Inflamasi : Abses piogenik, mikroabses jamur akibat Candida, Aspergilus, atau Cryptococcus. Tuberculosis akibat Mycobacterium avium intracellular, Pneumocytis carinii, atau Echinococcus. Dan pseudokista pancreas.

Neoplasma : Hemangioma kavernosus, angiosarkoma, limpangioma, dan metastasis (melanoma 50%).

5. Infark Infark pada limpa dapat menimbulkan gambaran trauma. Secara klasik, infark dapat dibedakan dengan bentuk baji atau segitiga. Infark dapat melebar dari batas luar dengan apeks menuju ke hilus limpa. Lingkaran halus parenkim normal dapat terlihat sepanjang batas luar. Walau infark tidak meningkat, pada lingkaran luar mungkin dapat terlihat peningkatan karena terdapatnya pembuluh darah. Pada USG dan CT scan, infark dapat disalah artikan sebagai laserasi tanpa cairan perilien. 6. Keganasan

29

Tumor pada limpa jarang terjadi. Kebanyakan tumor yang berhubungan dengan limpa adalah limfoma, yang mencakupi 70% dari lesi. Sebagai tambahan, penyakit metastatik pada limpa tidak jarang terjadi, dan melanoma, kanker payudara, paru, ginjal, dan ovarium merupakan kanker primernya. Proses ini terlihat hipoekoik pada USG dan hipodens pada CT scan, dan dapat menimbulkan gambaran laserasi atau perdarahan intraparenkim. Penyakit metastatik dapat berhubungan dengan asites yang menimbulkan gambaran hemoperitoneum. Lesi serupa pada organ lain dan limfadenopati muncul dan mengecualikan trauma. 7. Tumor jinak Tumor jinak yang paling sering pada limpa adalah hemangioma kavernosus. Tumor ini dapat terlihat hiperekoik atau hipoekoik pada USG dan dapat menimbulkan gambaran hematom dan darah yang tidak menggumpal. Hemangioma terlihat hipodens pada CT scan. Lesi jinak dapat menimbulkan gambaran hematom parenkim atau laserasi kecil jika dekat perifer. Petunjuk untuk diagnosis yang benar adalah perbedaan pada batas dan bentuk hemangioma dibandingkan dengan trauma. Kalsifikasi seperti bentuk salju atau phlebolits jarang terjadi, tapi dapat dibedakan dengan trauma. Hemangiomatosis lien difus adalah keadaan dimana limpa membesar dan digantikan hampir seluruhnya oleh hemangioma. Gambarannya terlihat seperti trauma saat pertama terlihat. 8. Ruptur limpa nontraumatik Ruptur limpa nontraumatik jarang terjadi, tapi telah dihubungkan dengan beberapa proses penyakit. Ini dapat menimbulkan kebingungan, pertama karena kelangkaannya dan kedua karena dugaan penyebab traumatik. Pemeriksaan teliti terhadap gambar akan menuju kepada diagnosis yang benar. 9. Sarkoidosis Sakoidosis adalah penyakit yang tidak diketahui etiologinya yang mana granuloma muncul di jaringan dan organ terutama pada sistem limfatik. Limpa terlibat dalam 24-59% dari pasien dengan sarkoid, tapi biasanya 30

asimptomatik. Dapat juga menunjukkan gejala abdominal. Kasus berat dapat menuju kepada hipersplenisme dan ruptur spontan tanpa etiologi yang jelas. Pada kebanyakan kasus, limpa terkena secara difus, dan gambarannya dapat menyerupai limfoma. Splenomegali tampak pada sekitar sepertiga kasus dan sering dihubungkan dengan limfadenopati. Nodul hipodens yang terpisah tampak pada CT scan pada sekitar 15% pasien. 10. Amiloidosis Limpa terlibat pada amiloidosis, penyakit dimana pada sel plasma terjadi penumpukan amiloid, protein kompleks yang terbentuk terutama dari rantai polipeptida, yang terjadi di berbagai jaringan dan organ. Amiloidosis dapat terjadi secara primer ataupun sekunder, berhubungan dengan inflamasi kronik (terutama arthritis reumatoid), dan terjadi berhubungan dengan myeloma multiple. Limpa terkena dalam berbagai bentuk amiloidosis dan muncul secara difus dan homogen pada kebanyakan pasien. Ini dapat terlihat pada CT scan dengan kontras, tapi abnormalitas focal yang dapat menyerupai laserasi juga dapat terjadi. Ruptur limpa spontan, yang diyakini sebagai akibat kelemahan kapsul akibat penumpukan amiloid, telah dilaporkan. Berkurangnya atenuasi pada organ yang terlibat dapat membantu dalam membedakan amiloid dengan trauma. 11. Infeksi Bartonella adalah organism gram negatif awalnya dianggap terutama menginfeksi pasien dengan HIV. Tapi, penelitian terkini telah menunjukkan spesies Bartonella yang dapat menyebabkan penyakit catscratch. Dua proses primer dari infeksi Bartonella, yang melibatkan hati dan limpa disebut bacillary peliosis hepatis. Secara patologis, basili ini menyebabkan dilatasi kapiler, yang menyebabkan sejumlah kavitas berdinding tipis yang berisi darah pada hati dan limpa. CT scan abdomen menunjukkan adanya lesi multiple pada hati dan limpa dengan

31

limpadenopati dan kemunkinan asites. Lesi dapat bergabung membentuk lesi multilokus atau berseptum. Ruptur limpa spontan telah dilaporkan pada pasien dengan bacillary peliosis hepatis. 12. Trauma sekunder Proses-proses yang telah disebutkan di atas dapat menyebabkan ruptur limpa, yang menyebabkan derajat trauma. Limpa yang membesar dengan massa tumor atau anemia dapat terluka dengan trauma ringan seperti jatuh saat berjalan. Hemangioma atau kista dapat ruptur dengan trauma ringan akibat kelemahan pada kapsul. Kondisi-kondisi ini dihubungkan dengan hemoperitonium atau perdarahan parenkim dan sulit dibedakan dengan trauma limpa. 2.8. Penatalaksanaan1,5 Penatalaksanaan secara tradisional adalah splenektomi. Akan tetapi, splenektomi sedapat mungkin dihindari, terutama pada anak-anak, untuk menghindari kerentanan permanen terhadap infeksi. Kebanyakan laserasi kecil dan sedang pada pasien stabil, terutama anak-anak, ditatalaksana dengan observasi dan transfusi. Kegagalan dalam penatalaksanaan obsevatif lebih sering terjadi pada trauma grade III, IV, dan V daripada grade I dan II. Pada banyak penelitian, embolisasi arteri lienalis telah dijelaskan menggunakan berbagai pendekatan. Satu poin utama dalam pembahasan tentang perbedaan antara embolisasi arteri lienalis utama, embolisasi arteri lienalis selektif atau superselektif, dan embolisasi arteri lienalis di berbagai tempat. Embolisasi ini menghambat aliran pada pembuluh yang mengalami perdarahan. Jika pembedahan diperlukan, limpa dapat diperbaiki secara bedah. Splenorafi adalah operasi yang bertujuan mempertahankan limpa yang fungsional dengan teknik bedah. Tindakan ini dapat dilakukan pada trauma tumpul maupun tajam. Tindak bedah ini terdiri atas membuang jaringan nonvital, mengikat pembuluh darah yang terbuka, dan menjahit kapsul limpa yang terluka. Jika penjahitan laserasi saja kurang memadai, dapat ditambahkan dengan pemasangan kantong khusus dengan atau tanpa penjahitan omentum.

32

Mengingat

fungsi

filtrasi

limpa,

indikasi

splenektomi

harus

dipertimbangkan benar. Selain itu, splenektomi merupakan suatu operasi yang tidak boleh dianggap ringan. Eksposisi limpa sering tidak tidak mudah karena splenomegali biasanya disertai dengan perlekatan pada diafragma. Pengikatan a.lienalis sebagai tindakan pertama sewaktu operasi sangat berguna. Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan limpa yan gtidak dapat diatasi dengan splenorafi, splenektomi parsial, atau pembungkusan. Splenektomi parsial yang bisa terdiri dari eksisi satu segmen dilakukan jika ruptur limpa tidak mengenai hilus dan bagian yang tidak cedera masih vital. Tapi splenektomi tetap merupakan terapi bedah utama dan memiliki tingkat kesuksesan paling tinggi. 2.9. Prognosis 2 Hasil dari penatalaksanaan baik operatif ataupun nonoperatif dari ruptur limpa penyembuhan 90% lebih baik pada pasien yang ditatalaksana secara nonoperatif. Angka kematian yang berhubungan dengan trauma limpa berkisar antara 10% hingga 25% dan biasanya akibat trauma pada organ lain dan kehilangan darah yang banyak.

BAB 3 PENUTUP 3.1. Kesimpulan Limpa merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul abdomen atau trauma toraks bagian kiri bawah. Penyebab utamanya adalah cedera langsung atau tidak langsung, yaitu kecelakaan atau kekerasan lain, iatrogenik ataupun spontan pada penyakit limpa.

33

Tanda-tanda trauma limpa yaitu rudapaksa dalam anamnesis, tanda kekerasan di pinggang kiri atau perut kiri atas, patah tulang iga kiri bawah, tanda umum perdarahan (hipotensi, takikardi, anemia), tanda masa di perut kiri atas, tanda cairan bebas di dalam rongga perut, dan tanda iritasi peritoneum lokal (kehr) atau iritasi umum. Pada foto abdomen mungkin tampak gambaran patah tulang iga sebelah kiri, peninggian diafragma kiri, bayangan limpa yang membesar, dan adanya desakan terhadap lambung ke arah garis tengah. Pemeriksaan CT Scan, payaran radionukleotida, atau angiografi jarang berguna pada keadaan darurat. Namun CT Scan masih merupakan pemeriksaan pilihan utama karena sensitivitas pada CT Scan tinggi. Pada pemeriksaan akan tampak sebagai daerah yang kurang densitasnya dibanding limpa. Daerah hitam melingkar atau ireguler dalam limpa menunjukkan hematom atau laserasi, dan area seperti bulan sabit abnormal pada tepi limpa menunjukkan subkapular hematom. USG abdomen akan tampak hipoechoic pada perdarahan akut, dan pada pemeriksaan angiografi akan tampak ekstravasasi agen kontras ke parenkim limpa. Setelah diagnosis ditegakkan, trauma limpa dapat ditatalaksana konservatif ataupun dengan pembedahan. Pembedahan yang dapat dilakukan yaitu splenorafi dan splenektomi. Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan limpa yang tidak dapat diatasi dengan splenorafi.

DAFTAR PUSTAKA 1. R. Syamsuhidat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2004. Hal 608-612. 2. Klepac Steven R. Spleen Trauma. University of Illinois School of Medicine, Department of Radiology. 2009. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/373694-overview pada tanggal 34

28-12-2010. 3. Brunicardy, Charles, et all. Schwartzs Principles of Surgery. The Mc Graw-Hill Companies. 2005.
4.

Lisle, David. Imaging for Student, second edition.Arnold, New York.2001. Beers, Mark Porter, Robert Jones, Thomas. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy (18th ed.). New Jersey: Merck Research Laboratories. 2006. Diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/Blunt_splenic_trauma pada

5.

tanggal 28-12-2010 6. Ledbetter, S, Smithuis, R. Abdominal Trauma Role of CT. Department of Radiology of the Brigham and Women's Hospital, Boston and the Rijnland Hospital in Leiderdorp, 7. Samudra, L. the Netherlands. Ruptur Limpa. 2007. 2009. Diakses Diakses dari dari pada http://www.radiologyassistant.nl/en/466181ff61073 pada tanggal 28-12-2010 http://banyakbaca.wordpress.com/2009/11/24/ruptur-limpa-2009/ tanggal 28-12-2010.

35

Anda mungkin juga menyukai