Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Ruptur Lien

1. Definisi

Ruptur lien merupakan kondisi rusaknya lien akibat suatu dampak penting kepada lien dari

beberapa sumber. Dapat berupa trauma tumpul, trauma tajam, ataupun trauma sewaktu operasi.

(R.sjamsuhidajat&Wim de jong, 2005)

Ruptur pada trauma tumpul abdomen adalah terjadinya robekan atau pecahnya lien yang

merupakan organ lunak yang dapat bergerak, yang terjadi karena trauma tumpul, secara langsung

atautidak langsung. (sjamsuhidayat&Wim dejong,1997)

2. Anatomi dan Fisiologi

Lien berasal dari diferensiasi jaringan mesenkimal mesogastrium dorsal. Berat rata-

rata pada manusia dewasa berkisar 75-100 gram, biasanya sedikit mengecil setelah berumur 60

tahun sepanjang tidak disertai adanya patologi lainnya, ukuran dan bentuk bervariasi, panjang ±

10-11cm, lebar + 6-7 cm, tebal + 3-4 cm.

Lien terletak di kuadran kiri atas dorsal di abdomen pada permukaan bawah

diafragma, terlindung oleh iga ke IX, X, dan XI. Lien terpancang ditempatnya oleh lipatan

peritoneum yang diperkuat oleh beberapa ligamentum suspensorium yaitu :

a. Ligamentum splenoprenika posterior (mudah dipisahkan secara tumpul).

b. Ligamentum gastrosplenika, berisi vasa gastrika brevis

c. Ligamentum splenokolika terdiri dari bagian lateral omentum majus

d. Ligamentum splenorenal.
Lien merupakan organ paling vaskuler, dialiri darah sekitar 350 L per hari dan berisi kira-

kira 1 unit darah pada saat tertentu. Vaskularisasinya meliputi arteri lienalis, variasi cabang

pankreas dan beberapa cabang dari gaster (vasa Brevis). Arteri lienalis merupakan cabang

terbesar dari trunkus celiakus. Biasanya menjadi 5-6 cabang pada hilus sebelum memasuki lien.

Pada 85 % kasus, arteri lienalis bercabang menjadi 2 yaitu ke superior dan inferior sebelum

memasuki hilus. Sehingga hemi splenektomi bisa dilakukan pada keadaan tersebut.Vena lienalis

bergabung dengan vena mesenterika superior membentuk vena porta. Lien asesoria ditemukan

pada 30 % kasus. Paling sering terletak di hilus lien, sekitar arteri lienalis, ligamentum

splenokolika, ligamentum gastrosplenika, ligamentum splenorenal, dan omentum majus. Bahkan

mungkin ditemukan pada pelvis wanita, pada regio presakral atau berdekatan dengan ovarium

kiri dan pada scrotum sejajar dengan testis kiri.(

Dibedakan menjadi 2 tipe :

a. Berupa konstriksi bagian organ yang dibatasi jaringan fibrosa.

b. Berupa massa terpisah.

Gambar 1. Anatomi Lien

http://evialfadhl.files.wordpress.com/2010/04/anatomy_spleen.jpg?w=300&h=247
Secara fisik, lien banyak berhubungan dengan organ vital abdomen yaitu, diafragma kiri di

superior, kaudal pankreas di medial, lambung di anteromedial, ginjal kiri dan kelenjar adrenal di

posteromedial, dan fleksura splenikus di inferior.

Fungsi lien dibagi menjadi 5 kategori :

a. Filter sel darah merah

b. Produksi opsonin-tufsin dan properdin

c. Produksi Imunoglobulin M

d. Produksi hematopoesis in utero

e. Regulasi T dan B limfosit

Pada janin usia 5-8 bulan lien berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah merah dan

putih, dan tidak berfungsi pada saat dewasa. Selain itu, lien berfungsi menyaring darah, artinya

sel yang tidak normal, diantaranya eritrosit, leukosit, dan trombosit tua ditahan dan dirusak oleh

sistem retikuloendotelium disana.

Lien juga merupakan organ pertahanan utama ketika tubuh terinvasi oleh bakteri melalui

darah dan tubuh belum atau sedikit memiliki antibodi. Kemampuan ini akibat adanya

mikrosirkulasi yang unik pada lien. Sirkulasi ini memungkinkan aliran yang lambat sehingga

lien punya waktu untuk memfagosit bakteri, sekalipun opsonisasinya buruk. Antigen partikulat

dibersihkan dengan cara yang mirip oleh efek filter ini dan antigen ini merangsang respon anti

bodi. Sel darah merah juga dieliminasi dengan cara yang sama saat melewati lien.

Lien dapat secara selektif membersihkan bagian-bagian sel darah merah, dapat

membersihkan sisa sel darah merah normal. Sel darah merah tua akan kehilangan aktifitas

enzimnya dan lien yang mengenali kondisi ini akan menangkap dan menghancurkannya. Pada
asplenia kadar tufsin ada dibawah normal. Tufsin adalah sebuah tetra peptida yang melingkupi

sel – sel darah putih dan merangsang fagositosis dari bakteri dan sel-sel darah tua. Properdin

adalah komponen penting dari jalur alternatif aktivasi komplemen, bila kadarnya dibawah

normal akan mengganggu proses opsonisasi bakteri yang berkapsul seperti meningokokkus, dan

pneumokokkus.

3. Patofisiologi

Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme lain

karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma

abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri

setelah perforasi gaster. Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster

beresiko terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam

lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika kebocoran

tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga peritoneal, peritonitis kimia bertahap

menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas gejala untuk beberapa jam antara peritonitis

kimia awal sampai peritonitis bakterial kemudian.

Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut. Omentum

dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi, membentuk flegmon (ini

biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia yang diakibatkan di area memfasilitasi

pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit,

yang mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan

membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses, dan pembesaran

abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general, kegagalan multi organ, dan syok

dapat terjadi.
4. Patogenesis

Berdasarkan penyebab, ruptur lien dapat dibagi berdasar trauma pada lien yang meliputi :

a. Trauma Tajam
Trauma ini dapat terjadi akibat luka tembak, tusukan pisau atau benda tajam lainnya. Pada

luka ini biasanya organ lain ikut terluka tergantung arah trauma. Yang sering dicederai adalah

paru, lambung, lebih jarang pankreas, ginjal kiri dan pembuluh darah mesenterium.
Pemeriksaan splenografi yang dilakukan melalui pungsi dapat menimbulkan perdarahan.

Perdarahan pasca splenografi ini jarang terjadi selama jumlah trombosit > 70.000 dan waktu

protrombin 20 % di atas normal.


b. Trauma Tumpul
Lien merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul abdomen atau trauma

thoraks kiri bawah. Keadaan ini mungkin disertai kerusakan usus halus, hati, dan pankreas.

Penyebab utamanya adalah cedera langsung atau tidak langsung karena kecelakaan lalu lintas,

terjatuh dari tempat tinggi, pada olahraga luncur dan olahraga kontak seperti judo, karate dan

silat.
Ruptur lien yang lambat dapat terjadi dalam jangka waktu beberapa hari sampai beberapa

minggu setelah trauma. Pada separuh kasus masa laten ini kurang dari 7 hari. Hal ini karena

adanya tamponade sementara pada laserasi kecil, atau adanya hematom subkapsuler yang

membesar secara lambat dan kemudian pecah.


c. Trauma Iatrogenik
Ruptur lien sewaktu operasi dapat terjadi pada operasi abdomen bagian atas, umpamanya

karena retractor yang dapat menyebabkan lien terdorong atau ditarik terlalu jauh sehingga hilus

atau pembuluh darah sekitar hilus robek. Cedera iatrogen lain dapat terjadi pada punksi lien

(splenoportografi).

Kelainan patologi dikelompokkan menjadi 5 :

1) Cedera kapsul
2) Kerusakan parenkim, fragmentasi, kutub bawah hampir lepas

3) Kerusakan hillus dilakukan splenektomi parsial

4) Avulsi lien dilakukan splenektomi total

5) Hematoma subkapsuler

5. Manifestasi klinik

Tanda fisik yang ditemukan pada ruptur lien bergantung pada adanya organ lain yang

ikut cedera, banyak sedikitnya perdarahan, dan adanya kontaminasi rongga peritoneum.

Perdarahan dapat sedemikian hebatnya sehingga mengakibatkan renjat (syok) hipovolemik hebat

yang fatal. Dapat pula terjadi perdarahan yang berlangsung sedemikian lambat sehingga sulit

diketahui pada pemeriksaan.

Pada setiap kasus trauma lien harus dilakukan pemeriksaaan abdomen secara

berulang-ulang oleh pemeriksa yang sama karena yang lebih penting adalah mengamati

perubahan gejala umum (syok, anemia) dan lokal di perut (cairan bebas, rangsangan

peritoneum).

Pada ruptur yang lambat, biasanya penderita datang dalam keadaan syok, tanda perdarahan

intrabdomen, atau seperti ada tumor intra abdomen pada bagian kiri atas yang nyeri tekan

disertai anemia sekunder. Oleh karena itu, menanyakan riwayat trauma yang terjadi sebelumnya

sangat penting dalam menghadapi kasus ini.

Penderita umumnya berada dalam berbagai tingkat renjat hipovolemi dengan atau

tanpa (belum) takikardi dan penurunan tekanan darah. Penderita mengeluh nyeri perut bagian

atas, tetapi sepertiga kasus mengeluh nyeri perut kuadran kiri atas atau punggung kiri. Nyeri di

daerah puncak bahu disebut tanda Kehr, terdapat pada kurang dari separuh kasus. Mungkin
nyeri di daerah bahu kiri baru timbul pada posisi Tredenlenberg. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan masa di kiri atas dan pada perkusi terdapat bunyi pekak akibat adanya hematom

subkapsular atau omentum yang membungkus suatu hematoma ekstrakapsular disebut tanda

Ballance. Kadang darah bebas di perut dapat dibuktikan dengan perkusi pekak geser.

6. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan hematokrit perlu dilakukan berulang-ulang. Selain itu biasanya didapat

leukositosis. Pemeriksaan kadar Hb, hematokrit, leukosit dan urinalisis. Bila terjadi perdarahan

akan menurunkan Hb dan hematokrit serta terjadi leukositosis. Sedangkan bila terdapat eritrosit

dalam urine akan menunjang akan adanya trauma saluran kencing.

7. Pemeriksaan Radiologi

Setelah trauma tumpul, organ intraabdominal yang sering terkena yaitu lien, dan lien

akan cedera dan terbentuk hematom. Meskipun ahli bedah biasanya mencoba untuk mengatasi

trauma ini dengan konservatif, ruptur lien mungkin baru disadari setelah seminggu atau sepuluh

hari setelah trauma pertama. Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan, diantaranya USG,

CT scan dan angiography. Jika ada kecurigaan trauma lien, CT Scan merupakan pemeriksaan

pilihan utama. Pendarahan dan hematom akan tampak sebagai daerah yang kurang densitasnya

dibanding lien. Daerah hitam melingkar atau ireguler dalam lien menunjukkan hematom atau

laserasi, dan area seperti bulan sabit abnormal pada tepi lien menunjukkan subkapular hematom.

Kadang, dengan penanganan konservatif, abses mungkin akan terbentuk kemudian dan dapat

diidentifikasi pada CT Scan karena mengandung gas. Sensitivitas pada CT Scan tinggi, namun
spesifikasinya rendah, dan kadang riwayat dan gejala penting untuk menentukkan diagnosis

banding.

Gambaran yang paling sering ditemui yaitu fraktur tulang iga kiri bawah. Fraktur iga

menunjukkan adanya tekanan yang kuat pada kuadran kiri atas yang menyebabkan keadaan

patologi pada lien. Fraktur iga kiri bawah terdapat pada 44 % pasien dengan ruptur lien dan

perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan lebih lanjut.

Tanda klasik yang menentukan adanya ruptur lien akut (tingginya diafragma sebelah kiri,

atelektasis lobus bawah kiri, dan efusi pleura) tidak selalu ada dan tidak bisa dijadikan tanda

yang pasti. Namun, tiap pasien dengan diafragma sebelah kiri yang meninggi disertai dengan

trauma tumpul abdomen harus dipikirkan sebagai trauma lien sampai dibuktikan sebaliknya.

Tanda yang lebih dapat dipercaya dari trauma pada kuadran kiri atas yaitu perpindahan ke

medial udara gaster dan perpindahan inferior dari pola udara lien. Gambaran ini menunjukkan

adanya massa pada kuadran kiri atas dan menunjukkan adanya hematom subkapsular atau

perisplenik.

a. Hematom kuadran kiri atas, jika besar, dapat menggeser bayangan dari tepi caudal

bawah lien, menjadi gambaran splenomegali.

b. Hematom subkapsular dapat memberikan gambaran yang hampir sama, dan

massa yang ada memiliki batas yang tegas.

c. Pergeseran gambaran ginjal kiri juga mungkin ditemukan.

d. Sedikit, jika ada, munculnya efek masa pada kuadran kiri atas

e. Batas lien tidak jelas, tapi gambaran ini tidak spesifik.


f. Darah retroperitoneal dapat menghapus gambaran ginjal kiri dan batas otot psoas.

g. Kumpulan darah bebas di sekitar kolon kiri, menggeser pola udara pada kolon

desenden ke medial.

h. Pendarahan yang banyak pada abdomen dapat menghilangkan garis flank.

i. Pola udara usus yang sedikit dapat digeser keluar pelvis oleh kumpulan darah.

j. Gambaran midpelvik yang opak dengan tepi lateral yang konveks dan tajam dapat

ditemukan.

k. Tepi kandung kemih bertambah dan dibatasi oleh gambaran lusen yang tipis

membentuk kubah dan seperti ekstraperitonial fat.

Hematom lien kronik memberikan gambaran yang berbeda dan lebih komplek karena diikuti

dengan daftar panjang diagnosis banding. Perubahan dari hematom subkapsuler atau parenkimal

yaitu menetap, menjadi cair, dan biasanya terserap lagi.

Kadang, degenerasi kistik dari hematom intrasplenik menyebabkan formasi yang salah dari kista.

a. Sekitar 80 % dari kista lien diperkirakan berasal dari posttrauma. Sekitar 80 % terbentuk dari

kista hemoragik, dan 20 % dari kista serous dan kemungkinan adanya darah telah diserap

kembali semuanya.

b. Tipis, teratur dan annular kalsifikasi terbentuk sebagai garis fibrosis pada sekitar 30 % kista.

c. Bentuk kista simetris dan unilokal, dan terdapat garis kalsifikasi di dalam dan luar batas..

d. Satu buah, besar, annular kalsifikasi lien mirip seperti sebuah kista residual traumatik pada area

tindak endemic untuk organisme Echinococcus.


e. Karakteristik dari gambaran kista traumatik tidak begitu spesifik.

f. Penyebab utama dari penyebaran kalsifikasi kista lien yaitu infeksi dari Echinococcus

granulosus, tapi organisme ini jarang ada di normal geografik.

g. Hematom subkapsular merupakan hasil yang umum terjadi dari trauma lien dan karakteristik

gambarannya berbeda dari patologi parenkim. Dalam penyembuhan hematom, kalsifikasi dari

batas kavitas dapat muncul. Tergantung pada proyeksi, kalsifikasi kavitas dapat muncul linear

atau diskoid. Derajat dari efek masa tergantung dari ukuran regresi hematom.

h. Banyak kelainan patologi lain yang dapat memberikan gambaran yang hampir sama, seperti

pada penyakit sickle sel. Infark lien kronik dapat berkembang menjadi kalsifikasi yang mirip

dengan hematom subkapsular.

Tampak gambaran masa yang pinggirnya mengalami kalsifikasi pada kuadran kiri

atas dibawah diafragma. Masa tersebut menggambarkan kalsifikasi hematom lien


Gambar 3a dan 3b. Gambaran cedera lien

Sumber : Ledbetter, S. dan Smithuis, R., 2007, diakses dari

http://www.radiologyassistant.nl/en/466181ff61073

Tabel 1 : Grading untuk trauma lien menurut gambaran CT-Scan

Sumber: American Association for the Surgery of Trauma Splenic Injury Scale

Sebuah cara untuk mengingat sistem ini adalah:

a. Grade 1 kurang dari 1 cm.

b. Grade 2 adalah sekitar 2 cm (1-3 cm).

c. Grade 3 lebih dari 3 cm.

d. Grade 4 adalah lebih dari 10 cm.

e. Grade 5 adalah devascularization total atau maserasi.

Kelemahan grading ini adalah:

a. Sering meremehkan tingkat cedera.

b. kemungkinan variasi antar pembaca

c. Tidak memasukkan:

1) Adanya perdarahan aktif


2) Kontusio

d. Post-traumatik infark

e. Yang paling penting: tidak ada nilai prediktif untuk manajemen non-operasi (NOM)

The Organ Injury Scaling Committee of the American Association for the Surgery of Trauma

juga telah menyusun sistem grading yang telah direvisi pada tahun 1994, sebagai berikut:

Grade I

 Hematoma subcapsular kurang dari 10% dari luas permukaan

 Capsular tear kedalamannya kurang dari 1 cm.

Grade II

 Hematoma Subkapsular sebesar 10-50% dari luas permukaan

 Hematoma intraparenkim kurang dari diameter 5 cm

 Laserasi dengan kedalaman dari 1-3 cm dan tidak melibatkan pembuluh darah trabecular.

Grade III

 Hematoma subcapsular lebih besar dari 50% dari luas permukaan atau meluas dan terdapat

ruptur hematoma subcapsular atau parenkim

 Hematoma Intraparenkim lebih besar dari 5 cm atau mengalami perluasan

 Laserasi yang lebih besar dari 3 cm kedalamannya atau melibatkan pembuluh darah trabecular.

Grade IV

 Laserasi melibatkan pembuluh darah segmental atau hilar dengan devascularisasi lebih dari 25%

dari lien.

Grade V
 Shattered spleen atau cedera vaskuler hilar.

Tingkat Keyakinan

Dalam pengalaman penulis, secara keseluruhan sensitivitas dan spesifisitas CT dalam deteksi

cedera lien mendekati 100%.

9. Diagnosis banding

Pada kebanyakan kasus, diagnosis ruptur lien tidaklah sulit. Bagaimanapun juga, ahli

radiologi harus waspada terhadap proses trauma yang memungkinkan terjadinya trauma lien.
a. Benda Asing
Terkadang, bahan yang dimasukkan secara iatrogenic dapat menimbulkan gambaran ruptur

lien pada CT scan. Pada kebanyakan pusat trauma, dilakukan pemasangan NGT, dan bahan

kontras dimasukkan secara oral sebelum pemeriksaan CT scan. Artefak dan bahan yang tak

tembus sinar dari NGT dan bahan kontras dapat menutupi lien dan menimbulkan kebingungan.

Bahan yang tidak tembus sinar dari iga dan artefak dari air fluid level dari lambung dapat juga

menimbulkan hasil positif palsu. Gabungan dari efek-efek ini, ditambah dengan scan yang

berkualitas buruk dan besarnya ukuran pasien, sering terjadi pada praktek sehari-hari.
b. Hematom
Pada derajat tertentu, hemoperitoneum selalu mengikuti terjadinya trauma lien, kecuali jika

bagian subkapsular intak. Walaupun begitu, tidak semua cairan intra abdomen merupakan

hematom. Ahli radiologi harus berhati-hati dalam mengasumsikan bahwa trauma lien adalah

penyebab adanya cairan dalam abdomen atau di sekitar lien. Kebanyakan trauma tumpul lien

terlihat pada anak-anak yang ditabrak oleh kendaraan bermotor, kejadian yang berhubungan

dengan jatuh, atau pengendara kendaraan bermotor yang mengalami kecelakaan. Kemungkinan
terbesar terjadinya positif palsu pada kecelakaan kendaraan bermotor adalah karena pasien

cenderung tua dan telah memiliki penyakit sebelumnya.


c. Akumulasi cairan
Penyakit hati, pankreas, ginjal, dan kolon bagian kiri dapat menuju pada akumulasi cairan

pada bagian bawah lien. Penyebab lain yang dapat menyebabkan akumulasi cairan tidak boleh

dilupakan, termasuk adanya keganasan abdomen yang tidak terdiagnosis dengan asites dan

dialisis peritoneal. Walau banyak keadaan ini tidak mungkin terjadi, kesempatan untuk

memperoleh informasi dari pasien mungkin tidak ada. Pada kebanyakan kecelakaan kendaraan

bermotor, ada beberapa orang yang terluka. Orang tua tidak dapat mentoleransi bahkan trauma

kecil sekalipun, dan keadaan hemodinamik mereka biasanya tidak sesuai dengan trauma yang

terlihat. Sebagai tambahan, banyak pasien trauma yang mengalami kecelakaan tiba di rumah

sakit setelah penggunaan alcohol dan obat-obatan. Akibatnya pasien dibawa ke bagian radiologi

dalam keadaan disedasi atau diintubasi.


d. Kista
Banyak hal yang dapat mempengaruhi lien dan menimbulkan gambaran laserasi atau

hematom lien. Ada banyak etiologi kista lien yang telah dilaporkan dalam literatur. Salah satu

etiologi ini dapat menyebabkan kesalahan diagnosis sebagai trauma lien, tapi biasanya tidak

menimbulkan hemoperitonium. Abses lien yang disebabkan oleh endokarditis bakterial, infark

lien, dan prosedur invasif dapat menyebabkan trauma lien, dan ini dapat dihubungkan dengan

cairan perilien. Lesi kistik yang menyerupai trauma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- Kongenital : Epidermoid.
- Vaskular : Hematom, kista post trauma (80%), infark kistik, dan peliosis.
- Inflamasi : Abses piogenik, mikroabses jamur akibat Candida, Aspergilus, atau Cryptococcus.

Tuberculosis akibat Mycobacterium avium intracellular, Pneumocytis carinii, atau

Echinococcus. Dan pseudokista pancreas.


- Neoplasma : Hemangioma kavernosus, angiosarkoma, lienngioma, dan metastasis (melanoma

50%).
e. Infark
Infark pada lien dapat menimbulkan gambaran trauma. Secara klasik, infark dapat dibedakan

dengan bentuk baji atau segitiga. Infark dapat melebar dari batas luar dengan apeks menuju ke

hilus lien. Lingkaran halus parenkim normal dapat terlihat sepanjang batas luar. Walau infark

tidak meningkat, pada lingkaran luar mungkin dapat terlihat peningkatan karena terdapatnya

pembuluh darah. Pada USG dan CT scan, infark dapat disalah artikan sebagai laserasi tanpa

cairan perilien.
f. Keganasan
Tumor pada lien jarang terjadi. Kebanyakan tumor yang berhubungan dengan lien adalah

limfoma, yang mencakupi 70% dari lesi. Sebagai tambahan, penyakit metastatik pada lien tidak

jarang terjadi, dan melanoma, kanker payudara, paru, ginjal, dan ovarium merupakan kanker

primernya. Proses ini terlihat hipoekoik pada USG dan hipodens pada CT scan, dan dapat

menimbulkan gambaran laserasi atau perdarahan intraparenkim. Penyakit metastatik dapat

berhubungan dengan asites yang menimbulkan gambaran hemoperitoneum. Lesi serupa pada

organ lain dan limfadenopati muncul dan mengecualikan trauma.


g. Tumor jinak
Tumor jinak yang paling sering pada lien adalah hemangioma kavernosus. Tumor ini dapat

terlihat hiperekoik atau hipoekoik pada USG dan dapat menimbulkan gambaran hematom dan

darah yang tidak menggumpal. Hemangioma terlihat hipodens pada CT scan. Lesi jinak dapat

menimbulkan gambaran hematom parenkim atau laserasi kecil jika dekat perifer. Petunjuk untuk

diagnosis yang benar adalah perbedaan pada batas dan bentuk hemangioma dibandingkan

dengan trauma. Kalsifikasi seperti bentuk salju atau phlebolits jarang terjadi, tapi dapat

dibedakan dengan trauma. Hemangiomatosis lien difus adalah keadaan dimana lien membesar

dan digantikan hampir seluruhnya oleh hemangioma. Gambarannya terlihat seperti trauma saat

pertama terlihat.
h. Ruptur lien nontraumatik
Ruptur lien nontraumatik jarang terjadi, tapi telah dihubungkan dengan beberapa proses

penyakit. Ini dapat menimbulkan kebingungan, pertama karena kelangkaannya dan kedua karena

dugaan penyebab traumatik. Pemeriksaan teliti terhadap gambar akan menuju kepada diagnosis

yang benar.
i. Sarkoidosis
Sakoidosis adalah penyakit yang tidak diketahui etiologinya yang mana granuloma muncul

di jaringan dan organ terutama pada sistem limfatik. Lien terlibat dalam 24-59% dari pasien

dengan sarkoid, tapi biasanya asimptomatik. Dapat juga menunjukkan gejala abdominal. Kasus

berat dapat menuju kepada hipersplenisme dan ruptur spontan tanpa etiologi yang jelas. Pada

kebanyakan kasus, lien terkena secara difus, dan gambarannya dapat menyerupai limfoma.

Splenomegali tampak pada sekitar sepertiga kasus dan sering dihubungkan dengan

limfadenopati. Nodul hipodens yang terpisah tampak pada CT scan pada sekitar 15% pasien.
j. Amiloidosis
Lien terlibat pada amiloidosis, penyakit dimana pada sel plasma terjadi penumpukan

amiloid, protein kompleks yang terbentuk terutama dari rantai polipeptida, yang terjadi di

berbagai jaringan dan organ. Amiloidosis dapat terjadi secara primer ataupun sekunder,

berhubungan dengan inflamasi kronik (terutama arthritis reumatoid), dan terjadi berhubungan

dengan myeloma multiple. Lien terkena dalam berbagai bentuk amiloidosis dan muncul secara

difus dan homogen pada kebanyakan pasien. Ini dapat terlihat pada CT scan dengan kontras, tapi

abnormalitas focal yang dapat menyerupai laserasi juga dapat terjadi. Ruptur lien spontan, yang

diyakini sebagai akibat kelemahan kapsul akibat penumpukan amiloid, telah dilaporkan.

Berkurangnya atenuasi pada organ yang terlibat dapat membantu dalam membedakan amiloid

dengan trauma.
k. Infeksi
Bartonella adalah organism gram negatif awalnya dianggap terutama menginfeksi pasien

dengan HIV. Tapi, penelitian terkini telah menunjukkan spesies Bartonella yang dapat
menyebabkan penyakit catscratch. Dua proses primer dari infeksi Bartonella, yang melibatkan

hati dan lien disebut bacillary peliosis hepatis. Secara patologis, basili ini menyebabkan dilatasi

kapiler, yang menyebabkan sejumlah kavitas berdinding tipis yang berisi darah pada hati dan

lien. CT scan abdomen menunjukkan adanya lesi multiple pada hati dan lien dengan liendenopati

dan kemunkinan asites. Lesi dapat bergabung membentuk lesi multilokus atau berseptum. Ruptur

lien spontan telah dilaporkan pada pasien dengan bacillary peliosis hepatis.
l. Trauma sekunder
Proses-proses yang telah disebutkan di atas dapat menyebabkan ruptur lien, yang

menyebabkan derajat trauma. Lien yang membesar dengan massa tumor atau anemia dapat

terluka dengan trauma ringan seperti jatuh saat berjalan. Hemangioma atau kista dapat ruptur

dengan trauma ringan akibat kelemahan pada kapsul. Kondisi-kondisi ini dihubungkan dengan

hemoperitonium atau perdarahan parenkim dan sulit dibedakan dengan trauma lien.

10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara tradisional adalah splenektomi. Akan tetapi, splenektomi sedapat

mungkin dihindari, terutama pada anak-anak, untuk menghindari kerentanan permanen terhadap

infeksi. Kebanyakan laserasi kecil dan sedang pada pasien stabil, terutama anak-anak,

ditatalaksana dengan observasi dan transfusi. Kegagalan dalam penatalaksanaan obsevatif lebih

sering terjadi pada trauma grade III, IV, dan V daripada grade I dan II. Pada banyak penelitian,

embolisasi arteri lienalis telah dijelaskan menggunakan berbagai pendekatan. Satu poin utama

dalam pembahasan tentang perbedaan antara embolisasi arteri lienalis utama, embolisasi arteri

lienalis selektif atau superselektif, dan embolisasi arteri lienalis di berbagai tempat. Embolisasi

ini menghambat aliran pada pembuluh yang mengalami perdarahan. Jika pembedahan

diperlukan, lien dapat diperbaiki secara bedah. Tindakan bedah yang dapat dilakukan pada

keadaan rupture lien meliputi splenorafi dan splenektomi.


a. SPLENORAFI

Splenorafi adalah operasi yang bertujuan mempertahankan lien yang fungsional

dengan teknik bedah. Tindakan ini dapat dilakukan pada trauma tumpul maupun tajam. Tindak

bedah ini terdiri atas membuang jaringan nonvital, mengikat pembuluh darah yang terbuka, dan

menjahit kapsul lien yang terluka. Jika penjahitan laserasi saja kurang memadai, dapat

ditambahkan dengan pemasangan kantong khusus dengan atau tanpa penjahitan omentum.

b. SPLENEKTOMI

Mengingat fungsi filtrasi lien, indikasi splenektomi harus dipertimbangkan benar.

Selain itu, splenektomi merupakan suatu operasi yang tidak boleh dianggap ringan. Eksposisi

lien sering tidak mudah karena splenomegali biasanya disertai dengan perlekatan pada

diafragma. Pengikatan a.lienalis sebagai tindakan pertama sewaktu operasi sangat berguna.
Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan lien yang tidak dapat diatasi dengan

splenorafi, splenektomi parsial, atau pembungkusan. Splenektomi parsial bisa terdiri dari eksisi

satu segmen yang dilakukan jika ruptur lien tidak mengenai hilus dan bagian yang tidak cedera

masih vital. Tapi splenektomi tetap merupakan terapi bedah utama dan memiliki tingkat

kesuksesan paling tinggi.


Pengangkatan lien dapat dilakukan pada kondisi berikut :
1). Pecahnya lien dalam kecelakaan karena lien tidak dapat dijahit karena sangat vaskular dan rapuh

oleh karena itu untuk menyelamatkan lien pasien harus diangkat.


2). Pada penyakit kronis misalnya malaria, lien sangat membesar sehingga menghasilkan

ketidaknyamanan kepada pasien karena itu lien harus diangkat.

Efek Pengangkatan Lien :


1). Sel darah merah harus benar-benar dihitung (seharusnya mengalami peningkatan sel darah merah)

karena penghancuran sel darah merah oleh lien terhenti, tapi mengejutkan karena jumlah sel

darah merah yang dihitung akan sedikit berkurang yaitu anemia ringan.

2). Sel darah putih dan trombosit akan meningkat.

3). Mekanisme pertahanan oleh sistem kekebalan tubuh akan kurang.

4). Tidak akan ada pertahanan terhadap tetanus karena lien satu-satunya tempat di mana ada

kekebalan terhadap tetanus.

Seperti yang terlihat dari poin di atas setelah pengangkatan lien orang dapat hidup normal,

kecuali dia harus sangat berhati-hati terhadap infeksi tetanus.

OVERWHELMING POST SPLENECTOMY INFECTION

Pasien yang liennya telah diangkat merupakan pasien dengan risiko infeksi yang signifikan,

karena lien adalah jaringan limfoid terbesar dalam tubuh. Infeksi postsplenectomy berat (OPSI)

adalah proses fulminan serius yang membawa tingkat kematian yang tinggi. Patogenesis dan

risiko berkembangnya infeksi postsplenectomy berat (OPSI) yang fatal tetap tidak jelas.

Gejala Infeksi Postsplenectomy Berat (OPSI)

King dan Shumacker pertama kali mendeskripsikan sepsis akibat bakteri setelah splenektomi

pada bayi dan anak-anak pada tahun 1952. Kemudian muncul bahwa sindrom ini setara terjadi

pada orang dewasa asplenic. Gejala yang tidak spesifik dan gejala fisik ringan postsplenectomy

muncul pada tahap awal OPSI, yang meliputi kelelahan, kulit menjadi berwarna, penurunan berat

badan, sakit perut, diare, sembelit, mual, dan sakit kepala. Pneumonia dan meningitis

concomitants sering lebih parah. Perjalanan klinis menjadi cepat dan dapat berkembang menjadi

koma dan kematian dapat terjadi dalam waktu 24 sampai 48 jam, karena tingginya insiden shock,
hipoglikemia, serta asidosis yang ditandai dengan gangguan elektrolit, distress pernapasan, dan

koagulasi intravaskular diseminata. Angka kematian adalah 50% -70% meskipun dengan terapi

agresif yang mencakup cairan infus, antibiotik, vasopressor, steroid, heparin, Packed Red Cell

(PRC), trombosit, cryoprecipitates, dan Fresh Frozen Plasma (FFP). Perjalanan klinis kemudian

sering disebut cermin dari sindrom Waterhouse-Friderichsen (WFS), dan perdarahan adrenal

bilateral dapat ditemukan pada otopsi. Mekanisme yang menghubungkan splenektomi untuk

WFS tidak diketahui tetapi kemungkinan penyebab OPSI termasuk hilangnya fungsi fagositik

lien, penurunan kadar imunoglobulin serum, penekanan kepekaan limfosit, atau perubahan dalam

sistem opsonin.

Tabel 2. Manifestasi Klinis Infeksi Postsplenectomy Berat (OPSI)


Infeksi samar (cryptic) (fokus tidak jelas)

Prodromal singkat, tidak spesifik

Bakteremia massif dengan organisme berkapsul

Shock septic dengan koagulasi intravaskular diseminata (DIC)

Virulensi: kematian 50% sampai 70%

Kematian terjadi kemudian dalam 24 hingga 48 jam


Sumber : Okabayashi, T., Hanazaki, K., 2008, Diakses dari www.wjgnet.com

Infeksi postsplenectomy berat telah didefinisikan sebagai septikemia dan / atau meningitis,

biasanya fulminan tetapi belum tentu fatal, dan terjadi setiap saat setelah pengangkatan lien.

Sepsis pada pasien asplenic dapat disebabkan oleh organisme apapun, baik itu bakteri, virus,

jamur, atau protozoa, namun organisme yang berkapsul sering berhubungan dengan sepsis pada

pasien dengan pengangkatan lien. Organisme yang berkapsul seperti Streptococcus pneumoniae

sangat resisten terhadap fagositosis, tapi dengan cepat diatasi dengan adanya atau bahkan dengan

sejumlah kecil jenis-antibodi spesifik. Tanpa lien, produksi antibodi segera terhadap antigen yang

baru ditemui terganggu dan bakteri dapat berkembang biak cepat. Oleh karena itu, risiko
penyakit pneumokokus invasif pada pasien tanpa lien adalah 12-25 kali lebih besar dari populasi

pada umumnya. Penyakit invasif pada pasien asplenic karena organisme yang berkapsul seperti

Streptcoccus pneumoniae (50% -90%), Neisseria meningitides, Hemophilus influenzae, dan

Streptococcus pyogens (25%) menyebabkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan tanpa

hambatan.

11. Prognosis

Hasil dari penatalaksanaan baik operatif ataupun nonoperatif dari ruptur lien

penyembuhan 90% lebih baik pada pasien yang ditatalaksana secara nonoperatif. Angka

kematian yang berhubungan dengan trauma lien berkisar antara 10% hingga 25% dan biasanya

akibat trauma pada organ lain dan kehilangan darah yang banyak.
B. Gambaran Umum Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Ruptur Lien

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek

keperawatan. Hal ini bisa disebut problem solving (proses pemecahan masalah) yang

memerlukan ilmu, teknik dan ketrampilan interpersonal dan ditunjukkan untuk memenuhi

kebutuhan pasien atau keluarga. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang meliputi :

pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Tahap tersebut berintegrasi

terhadap fungsi intelektual problem solving dalam mendefinisikan suatu tindakan keperawatan.

(Nursalam, 2008).

Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan

keperawatan yang mempunyai 5 tahap yaitu :

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang

sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengidentifikasi dan

mengevaluasi status kesehatan pasien. (Nursalam, 2008).


Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan. Oleh

karena itu pengkajian yang akurat, lengkap sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat

penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan

keperawatan sesuai dengan respon individu. (Nursalam, 2008).

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi (data-data) dari pasien

yang meliputi unsur bio-psiko-sosio spritual yang komprehensif untuk mendapatkan data-data

yang lengkap dan relevan, perawat membutuhkan dasar yang kuat dari berbagai disiplin ilmu.

(Nursalam, 2008).

1) Sumber data primer

Adalah data yang dikumpulkan dari pasien

2) Sumber data sekunder

Adalah data yang dikumpulkan dari orang terdekat pasien (keluarga pasien).

3) Sumber lain

Catatan pasien apakah dari perawat atau rekam medis yang merupakan riwayat penyakit dan

perawatan pasien yang lalu.

b. Jenis data

1) Data obyektif

Adalah data yang sesungguhnya yang dapat diobeservasi dan dilihat oleh perawat.

2) Data Subyektif

Merupakan pernyataan yang disampaikan oleh pasien dan dicatat sebagai kutipan langsung.

(Nursalam, 2008).
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis respon individu, keluarga, atau komunitas

terhadap masalah kesehatan/proses hidup yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan

memberikan dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil akhir yang perawat

bertanggung gugat. (NANDA, 2009-2011).

Ada lima tipe diagnosa keperawatan menurut NANDA (2009-2011) yaitu:

a. Diagnosa Keperawatan Aktual

Menjelaskan respon manusia terhadap kondisi kesehatan/proses hidup yang ada pada

individu, keluarga, atau komunitas. Diagnosa ini didukung oleh batasan karakteristik

(manifestasi, tanda dan gejala) yang berkelompok dalam pola isyarat atau kesimpulan terkait.

b. Diagnosa Keperawatan Promosi Kesehatan

Penilaian klinis motivasi dan keinginan seseorang, keluarga, atau komunitas untuk

meningkatkan kesejahteraan dan mewujudkan potensi kesehatan manusia seperti yang

dinyatakan dalam kesiapan untuk meningkatkan perilaku sehat khusus, seperti nutrisi dan latihan

fisik.
Diagnosa promosi kesehatan dapat digunakan pada kondisi kesehatan apapun dan tidak

memerlukan tingkat/level kesehatan/kesejahteraan saat ini. Kesiapan ini didukung oleh batasan

karakteristik. Intervensi dipilih dalam kesepakatan dengan individu/keluarga/komunitas untuk

paling baik memastikan kemampuan untuk mencapai hasil akhir yang disebutkan.

c. Diagnosa Keperawatan Risiko

Menjelaskan respon manusia terhadap kondisi kesehatan/proses hidup yang dapat

terjadi pada individu, keluarga, atau komunitas yang rentan. Diagnosis ini didukung oleh faktor

risiko yang berperan meningkatkan kerentanan.

d. Diagnosa Keperawatan Sindrom


Sekumpulan atau sekelompok tanda dan gejala yang hampir selalu terjadi bersama-sama.

Bersama-sama sekelompok tanda dan gejala ini menunjukkan gambaran klinis yang berbeda.

e. Diagnosis Keperawatan Sejahtera

Menjelaskan respon manusia terhadap tingkat kesejahteraan pada individu, keluarga,

atau komunitas. Diagnosis ini didukung oleh batasan karakteristik (manifestasi, tanda, dan

gejala) yang berkelompok dalam pola isyarat atau kesimpulan terkait.

Kompenan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2009-2011) yaitu:

a. Label Diagnosis

Memberiakn sebuah label/nama untuk sebuah diagnosis. Label ini merupakan sebuah istilah

atau frase singkat yang menunjukkan sebuah pola isyarat terkait. Label ini dapat memasukkan

modifier/pengubah.

b. Definisi

Memberi deskripsi/penjelasan yang jelas dan tepat, menggambarkan maknanya dan

membantu membedakannya dari diagnosis yang serupa.

c. Batasan Karakteristik

Isyarat/kesimpulan yang dapat diobservasi dan berkelompok sebagai manfestasi diagnosa

aktual, sejahtera, atau promosi kesehatan.

d. Faktor Risiko

Faktor lingkungan dan unsur fisiologis, psikologis, genetik, atau kimia yang meningkatkan

kerentanan individu, keluarga, kelompok atau komunitas terhadap peristiwa/kondisi yang tidak

sehat.

e. Faktor yang berhubungan


Faktor-faktor yang muncul untuk menunjukkan beberapa jenis hubungan berpola

dengan diagnosis keperawatan. Faktor tersebut dapat digambarkan sebagai didahului dengan,

berhubungan dengan, terkait dengan, turut berperan terhadap, atau disertai. Hanya diagnosa

keperawatan aktual yang memiliki faktor terkait.


Unsur penulisan diagnosa keperawatan Aktual dan Risiko menurut Nursalam (2008) :

a. Problem (masalah)

Tujuan menuliskan masalah pada diagnosa keperawatan adalah menjelaskan status kesehatan

pasien dengan jelas dan singkat. Karena bagian ini mengidentifikasi hal yang tidak sehat dan hal

yang harus diubah mengenai status kesehatan pasien dan juga memberikan pedoman terhadap

tujuan dari asuhan keperawatan.

b. Etiologi (penyebab)

Etiologi mengidentifikasi fisiologis, psikologis, sosiologis, spiritual, dan faktor lingkungan

yang dipercaya berhubungan dengan masalah baik sebagai penyebab ataupun faktor risiko.

Karena etiologi mengidentifikasi faktor pendukung terhadap masalah kesehatan pasien, maka

etiologi berperan sebagai pedoman atau sasaran langsung dari intervensi keperawatan.

c. Sign / Symtom (tanda / gejala) atau definisi karakteristik

Definisi karakteristik adalah data subjektif dan data objektif yang diperoleh sebagai

komponen pendukung terhadap diagnosis keperawatan baik aktual maupun risiko.

Diagnosa Keperawatan yang muncul pada pasien dengan Ruptur Lien berdasarkan Doenges

(2000), yaitu :

3. Perencanaan
Rencana keperawatan diartikan sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan

masalah, tujuan dan intervensi. Sebagaimana, rencana keperawatan merupakan metode

komunikasi tentang asuhan keperawatan kepada pasien (Nursalam, 2008).

a. Menentukan prioritas masalah

Melalui pengkajian, perawat akan mampu mengidentifikasi respon pasien yang aktual atau

potensial yang memerlukan suatu tindakan. Dalam menentukan suatu tindakan perlu menyusun

suatu “sistem” untuk menentukan diagnosa yang akan diambil tindakan pertama kali. Salah satu

sistem yang biasa digunakan adalah Hirarki “kebutuhan manusia”. (Nursalam, 2008)

Kebutuhan manusia yang bisa digunakan untuk menentukan realitas perencanaan :

Hirarkhi Maslow :

1) Fisiologis

2) Rasa aman dan nyaman

3) Sosial

4) Harga diri

5) Aktualisasi diri

b. Merumuskan kriteria hasil

Tujuan pasien dan tujuan perawat adalah standar atau ukuran yang digunakan untuk

mengevaluasi kemajuan pasien atau keterampilan perawat. (Nursalam, 2008).

Pedoman penulisan kriteria hasil berdasarkan “SMART” (Nursalam, 2008) :

S = Spesifik (tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti

ganda).
M = Measurable (tujuan keperawatan harus bisa diukur, khususnya

perilaku pasien : dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan dan

dibau).
A = Achievable (tujuan harus dapat dicapai).
R = Realistis (tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah).
T = Time (tujuan keperawatan / waktu).

Nursing Outcome Classification (NOC) adalah proses memberitahukan status pasien setelah

dilakukan intervensi keperawatan. Standar kriteria hasil dikembangkan untuk mengukur hasil

dari tindakan keperawatan yang digunakan pada semua area keperawatan dan semua pasien

(individu, keluarga, kelompok dan masyarakat). NOC mempunyai tujuh domain yaitu fungsi

kesehatan, fisiologi kesehatan, kesehatan psikososial, pengetahuan dan perilaku kesehatan,

persepsi kesehatan, kesehatan keluarga dan kesehatan masyarakat.

Nursing outcome classification (NOC) menggambarkan respon pasien terhadap tindakan

keperawatan. NOC mengevaluasi hasil pelayanan keperawatan sebagai bagian dari pelayanan

kesehatan. Standar kriteria hasil pasien sebagai dasar untuk menjamin keperawatan sebagai

partisipan penuh dalam evaluasi klinik bersama dengan disiplin ilmu kesehatan lain. Klasifikasi

berisi 190 kriteria hasil yang diberi label, definisi dan indikator atau ukuran untuk menentukan

kriteria hasil yang diterima. (Moorhead & Johnson, 2004).

Manfaat NOC dalam keperawatan adalah sebagai berikut :

1) Memberikan label dan ukuran-ukuran untuk kriteria hasil yang komprehensif.

2) Sebagai hasil dari intervensi keperawatan.

3) Mendefinisikan kriteria hasil yang berfokus pada pasien dan dapat digunakan perawat-perawat

dan disiplin ilmu lain.

4) Memberikan informasi kriteria hasil yang lebih spesifik dari status kesehatan yang umum.

5) Menggunakan skala untuk mengukur kriteria hasil dan memberikan informasi kuantitatif.

(Moorhead & Johnson, 2004)


c. Menentukan rencana asuhan keperawatan

Rencana intervensi keperawatan adalah desain spesifik dari intervensi yang disusun untuk

membantu pasien dan mencapai kriteria hasil. Rencana intervensi tersebut disusun berdasarkan

komponen penyebab dari diagnosa keperawatan.(Nursalam, 2008).

NIC (Nursing Intervention Classification ) adalah suatu daftar lis intervensi diagnosa

keperawatan yang menyeluruh dan dikelompokkan berdasarkan label yang mengurai pada

aktifitas yang dibagi menjadi 7 bagian dan 30 kelas. Sistim yang digunakan dalam berbagai

diagnosa keperawatan dan mengatur pelayanan kesehatan. NIC digunakan perawat pada semua

spesialis dan semua area keperawatan.

Nursing Interventions Classification (NIC) diperkenalkan untuk pertama kali pada tahun

1987 dan menyusul Nursing Outcomes Classification (NOC) pada tahun 1991. Nursing

Intervention Classification digunakan disemua area keperawatan dan spesialis. Intervensi

keperawatan merupakan tindakan yang berdasarkan kondisi klinik dan pengetahuan yang

dilakukan perawat untuk membantu pasien mencapai hasil yang diharapkan. Perawat dapat

memberikan alasan ilmiah yang terbaru mengapa tindakan itu yang diberikan. Alasan ilmiah

dapat merupakan pengetahuan berdasarkan literature, hasil penelitian atau pengalaman praktik.

Rencana tindakan berupa: tindakan konseling atau psikoterapeutik, pendidikan kesehatan,

perawatan mandiri dan aktivitas hidup sehari-hari, terapi modalitas keperawatan, perawatan

berkelanjutan (continuity care), tindakan kolaborasi (terapi somatic dan psikofarmaka). (MC

Closkey & Bulechek,2004).

Bulecheck dan McClokey (1996) menyatakan bahwa keuntungan NIC adalah sebagai

berikut :
1) Membantu menunjukkan aksi perawat dalam sistem pelayanan kesehatan.

2) Menstandarisasi dan mendefinisikan dasar pengetahuan untuk kurikulum dan praktik

keperawatan.

3) Memudahkan memilih intervensi keperawatan yang tepat.

4) Memudahkan komunikasi tentang perawat kepada perawat lain dan penyedia layanan kesehatan

lain.

5) Memperbolehkan peneliti untuk menguji keefektifan dan biaya perawatan.

6) Memudahkan pengajaran pengambilan keputusan klinis bagi perawat baru.

7) Membantu tenaga administrasi dalam perencanaan staf dan peralatan yang dibutuhkan lebih

efektif.

8) Memudahkan perkembangan dan penggunaan sistem informasi perawat.

9) Mengkomunikasikan kealamiahan perawat kepada publik.

Adapun kelebihan NIC adalah :

1) Komprehensif.

2) Berdasarkan riset.

3) Dikembangkan lebih didasarkan pada praktek yang ada.

4) Mempunyai kemudahan untuk menggunakan struktur organisasi (Domain, kelas, intervensi,

aktivitas).

5) Bahasa jelas dan penuh arti klinik.

6) Dikembangkan oleh tim riset yang besar dan bermacam-macam tim.

7) Menjadi dasar pengujian.

8) Dapat diakses melalui beberapa publikasi

9) Dapat dihubungkan Diagnosa Keperawatan NANDA


10) Dapat dikembangkan bersama NOC.

11) Dapat diakui dan diterima secara nasional. (MC Closkey & Bulechek, 2004).

Perencanaan dari diagnosa keperawatan pasien dengan Ruptur Lien (NOC & NIC, 2004) diatas

adalah :

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah inisiatif dalam rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, yang

mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi

koping, (Nursalam, 2008).

a. Secara mandiri

Adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan pemerintah dari

dokter atau petugas kesehatan lainnya. Tindakan ini merupakan suatu respon dimana perawat

mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan keperawatan secara pasti berdasarkan

pendidikan dan pengalaman.

b. Saling ketergantungan atau kolaborasi

Adalah suatu tindakan keperawatan menjelaskna suatu kegiatan yang memerlukan suatu

kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial ahli gizi, fisioterapi dan

dokter.

c. Rujukan atau ketergantungan

Adalah tindakan yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis. Tindakan

ini menandakan suatu cara dimana tindakan medis dilaksanakan. (Nursalam, 2008)

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual yang melengkapi proses keperawatan yang menandakan

keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan implementasinya. (Nursalam,

2008).

Langkah-langkah evaluasi :

a. Mengumpulkan data baru tentang pasien

b. Menafsirkan data baru

c. Membandingkan data baru dengan standar yang berlaku.

Hasil evaluasi meliputi :

1) Tujuan tercapai

Jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

2) Tujuan tercapai sebagian

Jika pasien menunjukkan perubahan sebagai dari standar yang telah ditetapkan.

3) Tujuan tidak tercapai

Jika pasien menunjukkan perubahan dan kemajuan sama seklai dan bahkan menimbulkan

masalah baru. (Nursalam, 2008).

6. Dokumentasi

Dokumentasi keperawatan merupakan komunikasi yang efektif diantara para profesional

kesehatan sangat penting untuk kualitas perawatan klien. Personel kesehatan biasanya

berkomunikasi melalui diskusi, laporan, dan catatan. Diskusi adalah pertimbangan lisan informal

tentang suatu subjek oleh dua atau lebih personel perawatan kesehatan untuk mengidentifikasi

suatu masalah atau menetapkan strategi untuk menyelesaikan masalah. Laporan adalah

komunikasi lisan, tulisan atau berbasis komputer yang ditujukan untuk menyampaikan informasi
kepada orang lain. Catatan adalah komunikasi tertulis atau berbasis komputer. Proses membuat

entri pada catatan klien disebut perekaman, pencatatan atau pendokumentasian. (Kozier, 2010).

Berbagai sistem dokumentasi yang digunakan saat ini menurut Kozier (2010) yaitu :

a. Catatan yang berorientasi pada sumber

Catatan tradisional klien adalah catatan yang berorientasi pada sumber. Setiap individu atau

departemen membuat catatan dibagian yang terpisah atau perbagian catatan klien.

b. Rekam medis yang berorientasi pada masalah

Pada rekam medis yang berorientasi pada masalah (Problem Oriented Medical

Record/POMR) atau catatan yang berorientasi pada masalah (Problem Oriented Record/POR)

adalah data yang disusun berdasarkan masalah klien, bukan sumber informasi.

POMR memiliki empat komponen dasar yaitu sebagai berikut :

1) Data dasar

Data dasar terdiri atas semua informasi yang diketahui tentang klien ketika klien pertama kali

masuk ke institusi perawatan kesehatan.

2) Daftar masalah

Daftar ini biasanya dicantumkan pada bagian depan catatan dan berfungsi sebagai indeks

untuk entri yang diberi nomor pada catatan perkembangan.

3) Rencana asuhan

Daftar awal program atau rencana asuhan dibuat dengan mengacu pada masalah aktif.

Rencana asuhan disusun oleh individu yang membuat daftar masalah.


4) Catatan perkembangan

Catatan perkembangan dalam POMR adalah entri catatan yang dibuat oleh profesional

kesehatan yang terlibat dalam perawatan klien, mereka semua menggunakan jenis lembar yang

sama untuk pencatatan. Pada tekhnik ini menggunakan bentuk SOAP.


S : Data Subjektif
Data ini menggambarkan persepsi dan pengalaman klien dengan masalah yang diperoleh dari

pernyataan klien.
O : Data Objektif
Data yang dapat diukur atau diobservasi melalui indera.
A : Pengkajian
Interpretasi atau kesimpulan yang ditarik tentang data subjektif dan objektif. Harus menjelaskan

kondisi klien dan tingkat perkembangan, bukan hanya menyatakan kembali diagnosis atau

masalah.

P : Rencana

Rencana asuhan yang dirancang untuk menyelesaikan masalah yang ditetapkan.

C. Problem Intervention Evaluation (PIE)

PIE adalah akronim untuk masalah, intervensi, dan evaluasi asuhan keperawatan. Sistem ini

terdiri atas bagan alir pengkajian perawatan dan catatan perkembangan klien.

d. Pencatatan fokus

Pencatatan fokus ditujukan untuk menjadikan klien dan masalah serta kekuatan klien sebagai

fokus asuhan.

e. Pencatatan berdasarkan penyimpangan


Pencatatan berdasarkan penyimpangan (Charting By Exception/CBE) adalah sistem

dokumentasi yang memuat hanya hasil temuan abnormal atau signifikan atau yang menyimpang

dari normal.

f. Dokumentasi terkomputerisasi

Sistem catatan klinis terkomputerisasi dikembangkan sebagai cara untuk mengatasi

banyaknya informasi yang diperlukan dalam perawatan kesehatan masa kini.

g. Manajemen kasus

Model manajemen kasus menekankan kualitas asuhan yang efektif biaya dan diberikan

selama masa rawat yang telah ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai