Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2011, 67% korban
kecelakaan lalu lintas berada pada usia produktif yaitu pada umur 22-50
tahun. Trauma abdomen merupakan salah satu dampak terbesar dari
kecelakaan lalu lintas. Ruptur lien terjadi pada 40-55% dari semua trauma
tumpul abdomen. Ruptur lien terjadi akibat adanya deselerasi cepat,
kompresi, transmisi energi melalui dinding dada posterolateral lalu menuju
lien, atau bisa juga akibat fraktur iga sekitar yang menusuk ke dalam sehingga
mengenai lien. Lien memiliki fungsi bekerja sebagai resevoar cadangan
darah, penghasil respon imun spesifik, fagositosis zat-zat asing yang ada di
dalam sirkulasi dan penghancuran eritrosit tua.1
Ruptur pada trauma tumpul abdomen adalah terjadinya robekan atau
pecahnya lien yang merupakan organ lunak yang dapat bergerak. Trauma
tumpul menyebabkan laserasi kapsul linealis dan avulsi pedikel lien baik
sebagian atau seluruhnya.2
Trauma tajam pada ruptur limpa dapat terjadi akibat luka tembak, tusukan
pisau atau benda tajam lainnya. Pada luka jenis ini biasanya organ lain ikut
terluka. Organ yang sering ikut tercederai adalah paru, lambung, dan yang
lebih jarang adalah pankreas, ginjal kiri, dan pembuluh darah mesenterium.3

Universitas Tarumanagara 1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelusuran Literatur


2.1.1 Anatomi Lien
Lien atau limpa berasal dari diferesiasi jaringan mesenkimal mesogastrium
dorsale. Dengan berat berkisar 75-100 gram. Terletak di kuadran kiri atas
dorsal abdomen, menempel pada permukaan bawah diafragma, terlindung
oleh lengkungan iga. Lien terdapat pada lipatan peritoneum yang di perkuat
oleh beberapa ligamen supensoria, ligamen gastrosplenik yang berisi semua
vena gastrika brevis. Limpa menerima suplai darahnya terutama pada
bagian tengahnya yang di sebut hilum, yang di batasi oleh
kurvatura mayor gastrika dan kauda pancreas. Pancreas sering
berhubungan cukup dekat dengan limpa dan bias cedera selama
splenektomi. Tepi superior limpa terletak diatas diagfragma tepi
posterior berhubungan dengan ginjal kiri dan permukaan inferior
diatas kolon.3

Universitas Tarumanagara 2
Gambar 1. Anatomi Lien4

Gambar 2. Anatomi Lien4


Anatomi mikroskopis
Limpa terdiri dari 4 komponen yaitu jaringan pendukung, pulpa putih,
pulpa merah, pembuluh darah, dengan jaringan pendukung bersifat
fibroelastik dan membentuk kapsul, trabekula kasar, dan retikulum halus.
Pulpa putih terdiri dari nodul limfatik yang tersusun di sekitar arteriol
eksentrik yang disebut sel Malpighian. Pulpa merah dibentuk oleh
sekumpulan sel di celah retikulum di antara sinusoid. Populasi sel mencakup
semua jenis limfosit, sel darah, dan makrofag. Limfosit secara bebas diubah

Universitas Tarumanagara 3
menjadi sel plasma, yang dapat menghasilkan sejumlah besar antibodi dan
imunoglobulin sistem vaskular yang melintasi limpa.5

2.1.2 Fisiologi Lien


Struktur limpa merupakan organ yang berwarna ungu dengan tekstur lunak
dan berukuran kurang lebih satu kepal tangan. Terletak pada pojok atas kiri
abdomen dibawah costae. Memiliki permukaan luar yang konkad yang
berhadapan dengan lambung, fleksura lienalis, kolon dan ginjal kiri.
Terdiri atas jaringan fibroelastin, folikel limpa (massa jaringan limpa) dan
pulpa merah (jaringan ikat sel eritrosit, sel leukosit). Suplai darah beredar dari
arteri lienalis yang keluar dari arteri colica. Limpa adalah organ limfopoetik.6
Pada janin usia 5-8 bulan, limpa berfungsi sebagai tempat pembentukan
sel darah merah dan sel darah putih. Fungsi ini tidak berlanjut dan hilang
sama sekali pada usia dewasa. Selain itu limpa berfungsi menyaring darah.
Artinya sel yang tidak normal di antaranya eritrosit, leukosit, dan trombosit
tua di tahan dan di rusak oleh sistem retikuloendotelium.
Fungi hematologi lien merupakan:
- Pematangan sel darah merah
- Ekstraksi sel abdnormal melalui fagositosis
- Membuang bakteri opsonized, atau sel berlapis antibodi dari darah.

2.1.3 Definisi Trauma Lien


Ruptur pada trauma tumpul abdomen adalah terjadinya robekan atau
pecahnya lien yang merupakan organ lunak yang dapat bergerak, yang terjadi
karena trauma tumpul, secara langsung atau tidak langsung. Penyebab
utamanya adalah cedera langsung atau tidak langsung yang menyebabkan
laserasi kapsul linealis dan avulsi pedikel lien sebagian atau menyeluruh.
Trauma tumpul abdomen merupakan salah satu dampak terbesar dari
terjadinya ruptur lien. Perdarahan yang terjadi pada lien harus secepatnya
ditangani, karena akan berdampak pada homeostasis tubuh. Penentuan skala

Universitas Tarumanagara 4
pada ruptur lien sangat diperlukan karena tidak semua ruptur lien perlu
dilakukan tindakan pembedahan.2
Trauma tajam abdomen adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka
pada permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum yang
disebabkan oleh tusukan benda tajam. Trauma akibat benda tajam dikenal
dalam tiga bentuk luka yaitu luka iris atau luka sayat (vulnus scissum), luka
tusuk (vulnus punctum) atau luka bacok ( vulnus caesum)
Jika lien ruptur, terjadi perdarahan yang hebat karena sampai kapsul lien
yang bersfiat tipis sedangkan jaringan parenkim lien pun lunak.2

2.1.4 Epidemiologi

Cedera organ intra abdominal terjadi pada 10-15% anak dan lien adalah
organ yang paling sering terluka. Lien adalah organ kedua selain hepar yang
sering terkena cedera dari trauma tumpul adalah tabrakan kendaraan
bermotor, jatuh dari ketinggian, serangan, dan cedera saat olahraga (45%).7

2.1.5 Diagnosis
Robekan atau kerusakan lien akibat trauma abdomen dapat bervariasi yaitu
robekan transversak melalui hilus, robekan longitudinal dengan hematom
subcapsular sampai terputusnya arteri dan vena lienalis.
Luka tusuk maupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan
karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi
akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ
vicera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan
bisa pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya,
kerusakan dapat berupa perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau
organ padat. Bila mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar ke
dalam rongga perut dan menimbulkan iritasi peritoneum.
Trauma dapat terjadi baik karena trauma tumpul maupun trauma tembus
dengan derajat trauma lien :

Universitas Tarumanagara 5
I : laserasi non-perdarahan < 1 cm atau hematom subkapsuler <
10% dari luas permukaan lien.

II : Laserasi 1-3 cm, hematom subkapsuler 10-50% dari luas

 permukaan lien, atau perdarahan intraparenkim dengan luas


diameter < 10 cm.

III : Laserasi > 3 cm, hematom subkaspsuler > 50% dari


luaspermukaan lien, ruptur hematome subkapsuler, atau
perdarahan intaparenkim > 10 cm.
IV : Laserasi yang mengenai pembuluh darah segmental atau
ruptur hematom intraparenkim
V : Lien yang remuk total atau trauma hilus dengan devaskularisasi
lien.

Gambar 3. Grade menurut AAST (American Association for the Surgery of


Trauma)

Universitas Tarumanagara 6
Diagnosis ditegakan berdasarkan:
A. Anamnesis
Didapatkan adanya trauma. Berupa trauma berat atau ringan. Langsung
atau tidak langsung akibat kecelakaan atau jatuh dari ketinggian. Trauma
tadi dapat menimbulkan jejas atau tidak terdapat jejas pada dinding perut.
B. Pemeriksaan fisik
1. Tanda yang ditemukan pada trauma atau ruptur lien
a. tensi yang menurun, nadi yang meningkat dengan ada atau tidaknya tanda-
tanda syok dan anemia akibat perdarahan yang hebat
b. pekak pada sisi yang terjadi trauma dengan shifting dullness pada rongga
perut akibat adanya hematom subcapsular atau omentum yang
membungkus suatu hematom subcapsular atau omentum yang
membungkus suatu hematom subcapsuler yang disebut ballance sign
c. darah bebas yang memberi rangsangan pada peritoneum sehingga gejalanya
tegang otot perut dan rasa nyeri mencolok. Pada ruptur yang lambat
biasanya penderita datang dalam keadaan syok, tanda perdarahaan intra
abdomen atau dengan gambaran seperti ada tumor intra abdomen pada
bagian kiri atas yang nyeri tekan disertai tanda anemia.
d. pada pemeriksaan lokal yaitu didapatkan nyeri perut bagian atas tetapi pada
sepertiga kasus mengeluh nyeri perut kuadran kiri atas atau punggung kiri.
Bila darah tertumpuk pada perut kiri atas pada daerah lien akan
memberikan rasa nyeri bahu kiri (Kehr’s sign). Dan nyeri bahu kiri baru
timbul pada posisi trendelenberg.
2.1.6 Pemeriksaan penunjang dan gambaran radiologisnya
1. Pemeriksaan darah rutin yaitu kadar hemoglobin dan hematokrit, akan
terjadi penurunan karena adanya perdarahan yang hebat dan disertai
peningkatan leukosit.
Universitas Tarumanagara 7
2. untuk membantu menentukan adanya darah bebas didakam rongga
peritoneum yang meragukan bagi pemeriksa dapat dilakukan:
a. peritoneum lavage adalah tindakan melakukan bilasan rongga perut
dengan memasukkan 1 liter cairan NaCl 0,9% yang steril melalui kanul
dimasukkan kedalam rongga peritoneum setelah 10-15 menit cairan tadi
dikeluarkan lagi bila cairan yang keluar berwarna merah makan
kesimpulannya adalah ada darah dalam rongga perut.
3. pemeriksaan foto abdomen yaitu foto polos abdomen 3 posisi yang
perlu diperhatikan adalah adanya gambaran patah tulang iga sebelah kiri,
peninggian diafragma kiri, bayangan lien yang membesar, dan udara bebas
intra atau retroperitoneal. Pada foto polos abdomen memperlihatkan
terdorongnya lambung atau kolon transversa, dan peningkatan suatu
bayangan opak di hipokondrium atas kirim obliteasi pada ginjal kiri,
bayangan psoas kiri dan hemidiafragma kiri naik.
4. Pemeriksaan CT-Scan dapat menentukan diagnosis pasti dari trauma
atau ruptur lien selain untuk mendiagnosis, scanning dapat dipakai untuk
mengevaluasi berat ringannya kerusakan untuk pengamatan lebih lanjut
dan untuk melihat penyembuhan dan kerusakan pada lien. Dengan
scanning dapat dilihat hbahwa 2 sampai 5 bulan setelah trauma pada lien,
gambaran lien sudah dapat normal kembali. CT-Scan adalah modalitas
diagnostik pilihan untuk mendeteksi cedera organ padat CT scam dapat
menunjukan gangguan pada parenkim lien normal, hemaotoma di
sekitarnya dan darah intra abdominal yang bebas. CT-Scan juga berguna
dalam mengindentifikasi cedera vaskular organ padat.

2.1.7 Penatalaksanaan
Cedera lien merupakan cedera paling umum yang terjadi pada trauma
tumpul abdomen. Sebanyak 31-50% dari kasus cedera lien yang
dilaporkan operasi tertap menjadi standar emas untuk merawat pasien
dengan cedera limpa dengan ketidakstabilan hemodinamik.

Universitas Tarumanagara 8
Pada pasien dewasa yang mengalami trauma lien setelah dinilai stabil atau
tidaknya hemodinamika dimana pernapasan lebih dari 20x/menit, tekanan
sitol >90 mmHg, kesadaran baik. Bila hemodinamik stabil dilakukan
pemerikaan CT-Scan dan eksplorasi lokal pada daerah luka. Setelah
dilakukan pemeriksaan CT-Scan dinilai lesi luka dengan grade AAST
(american Assiciation for the surgery trauma). Lesi luka derajat ringan-
sedang dengan grade 1-3 dilakukan NOM (non operative management
dengan transfusi) dengan memperhatikan tidak adanya tanda-tanda
perdarahaan aktif. Namun pada grade 4-5 menurut AAST dilakukan
pemeriksaan angiografi dan melihat tanda-tanda perdarahaan. Apabila ada
tanda perdarahaan jika aktif, akan dilakukan terapi angioembolisasi untuk
memberhentikan perdarahaan. Apabila
2.1.8 Prognosis
Dari seluruh total kasus tumor mediastinum 75% ada tumor massa
mediastinum posterior. 70-80% dari tumor posterior mediastinum adalah
tumor jinak yang berasal dari jaringan saraf. Sementara 25% massa lain
seperti lyphoma, teratoma, sarcoma. Pada post operative didapatkan
morbiditas 26,6%. Penyebabnya antara lain atelektasis dan meningitis. Pada
kasus keganasan 16,6% pasien berkembang menjadi metastasis. Dengan
keseluruhan survival free rate adalah 55,9%.4
Adapula kriteria untuk prognosis pada kasus neuroblastoma dan
ganglionblastooma berdasarkan penggelompokan derajat sebagai berikut.2

Universitas Tarumanagara 9
Gambar 2.1,8 Prognosis berdasarkan derajat neuroblastoma dan
ganglionblastom.2

2.1.9 Diagnosa Banding


Diagnosa banding untuk mediastinum dapat di bedakan berdasarkan lokasi
massa. Pada mediastinum anterior seperti:2
- Thymoma
- Teratoma, seminoma
- Lymphoma
- Carcinoma
- Parathroid adenoma
- Intrathoracic goiter
- Lipoma
- Lymphangioma
- Aortic Aneurysm

Pada mediastinum medial seperti:

- Lymphoma
- Pericardial kista
- Brokogenik kista
- Metastatis kista
- Sistemik granuloma.2

Universitas Tarumanagara 10
DAFTAR PUSTAKA

1. Hasbi A, Ani M, Abdul M. Hubungan antara skala ruptur lien pada trauma
tumpul abdomen yang memerlukan pembedahan dan yang tidak memerlukan
pembedahan di rsup dr kariadi semarang. Jurnal Medika muda program
pendidikan sarjana kedokteran FK UNDIP. 2014.
2. Mochamad AS. Kasus serial ruptur lien akibat trauma abdomen: bagaimana
pendekatan diagnosis dan penatalaksanaannya. Ejournal umm. 2018
3. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Theddeus OH. Buku ajar ilmu bedah. 3th
ed. RGC. Jakarta.
4. Paulsen F. & Waschke J Sobotta Atlas Anatomi manusia Organ-organ
Manusia. 23th Ed. Jakarta.
5. Ashwin P, MBSS, MS. Spleen anatomy. MRCS Honorary Assistant Medical
Officer. Departement of surgery. India. 2014/
6. Muhhamad W. Splenic Injury. Treasure Island (FL). 2018
7. Abdullah, Tariq, Huda. The incidence of splenic injury following blunt
abdominal trauma. Collage of medicine and health science. 2017.
8.
9. Duwe BV, Sterman DH, Musani AI. Tumors of the mediastinum. Chest
journal. 2006.
10. Whitten CR, Khan S, Munneke GF, Grubnic S. A diagnostic approach to
mediatinal abnormalities. 2007.
11. Rahman AR, Sedera MA, Mourad IA, Aziz SA, Saber TKH, Alsakary MA.
Posterior mediatinal tumors: outcome of surgery. Journal od the Egyptioan
Nat. Cancer Inst. Vol 17. No.1, March:1-8. 2005.
12. Syahruddin E, Hudoyo A, Jusuf A. Penatalaksanaan tumor mediastinum
ganas. Departemen Pulmologi dan Ilmu kedokteran respirasi. 2001.
Universitas Tarumanagara 11
13. Herring W. Learning radiology rocognizing the basics. 3th ed. Elsevier. 2016.
14. Liu T, Al-kzayer LFY, Xie X, Fan H, etc. Mediastinal lesions across the age
spectrum: a clinicopathological comparison between pediatric and adult
patients. Impact jounal oncotarget. Vol 8 (no.35). 2017.
15. Amin Z. Characteristics od mediastinal tumor patients in Cipto
Mangunkusumo National Hospital Jakarta. Divisi respirologi dan Critical care,
departemen of internal medicine faculty of medicine of Universitas Indonesia.
2013.
16. Nin CS, Souza VV, Amaral RH, Neto RS, etc. Thoracic lymphadenopathy i
benign diseases: A state of the art review. Elsevier. 2016.
17. Occhipinti M, Heidinger M, Franquet E, Eisenberg RL, Bankier AA. Imaging
the posterior mediastinum: a multimodality approach. Turkish society of
radiology. 2015.
11. Kembhavi SA, Shah S, Rangarajan V, etc. Imaging in neuroblastoma: An
update. Imagin in Oncology: Recent Advance. 2018.
12. Fatimi SH, Bawany SA, Ashfaq A. Ganglioneuroblastoma of the posterior
mediastinum: a case report. Journal od medical case report. 2011.
13. Haddad Rui. Multiple asymptomatic lateral thoracic meningocele. European
journal of cardiothoracic surgery. 2008.
14. Rangasam R, Chandrasekharan A, Archana L, Santhosh J. Case report:
Antenatal MRI diagnosis of esofageal duplication cyst. Obstetric symposium.
2018.
15. Sfara A, Dumitrascu DL. The management of hiatal hernia: an update on
diagnosis and treatment. Medicine and Pharmacy Report. 2019.

Universitas Tarumanagara 12

Anda mungkin juga menyukai