Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
Trauma tumpul abdomen merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortilitas pada semua kelompok umur. Identifikasi dari kelainan intra-abdominal
yang serius seringkali merupakan suatu hal yang menantang. Banyak cederacedera yang tidak menimbulkan manifestasi selama periode awal penilaian dan
pengobatan. Mekanisme dari cedera seringkali mengakibatkan hal lain yang
berkaitan dengan cedera tersebut, sehingga dapat mengalihkan perhatian dokter
dari potensi kelainan intra-abdominal yang dapat mengancam nyawa.
Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada
permukaann tubuh, tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau
organ di bawahnya 1.
Kebanyakan dokter menganggap bahwa ruptur organ abdomen yang
berongga atau perdarahan dari organ yang padat menyebabkan peritonitis yang
mudah dikenal, padahal penilaian terhadap penderita seringkali terganggu karena
intoksikasi alkohol, penggunaan obat-obatan terlarang, cedera otak atau saraf
tulang belakang, atau cedera pada struktur yang berdekatan seperti tulang iga,
tulang belakang, atau tulang panggul. Hal-hal tersebut merupakan penyebab
utama luputnya diagnosa trauma abdomen 2.
Kejadian trauma tumpul abdomen merupakan kasus kegawatdaruratan
bedah yang harus ditangani dengan baik. Penanganan yang cepat dan tepat akan
menurunkan angka mortalitas dan mortalitas. Pada kasus trauma tumpul abdomen
didapatkan trauma pada duodenum sekitar 5% dan colon sekitar 9%. Diperlukan
keterampilan dari seorang ahli bedah untuk penanganan yang tepat 3.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga
abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen,
terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus
halus, usus besar, pembuluh pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan
ruptur abdomen 4.
Trauma tumpul abdomen merupakan trauma pada perut tanpa penetrasi
kedalam rongga peritoneum. 5. Benturan benda tumpul pada abdomen dapat
menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi, atau pada organ padat
berupa perdarahan 1.
2.2. Insidensi
Satu tinjauan dari National Pediatric Trauma Registry oleh Cooper dkk
melaporkan bahwa 8% dari pasien (total = 25301) telah cedera abdominal. 83%
dari cedera mereka disebabkan karena mekanisme trauma tumpul. 59% dari
trauma tumpul tersebut berhubungan dengan kecelakaan mobil 6.
Tinjauan dari Singapura menjelaskan trauma sebagai penyebab kematian
terkemuka pada usia 1-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas, luka bacokan, dan jatuh
dari ketinggian merupakan penyebab terjadinya trauma tersebut.Trauma abdomen
tumpul menyumbang 79% kasus tersebut 6.
Jenis Kelamin Berdasarkan data dari nasional dan internasional angka
kejadian Pria dengan wanita adalah 60: 40. Usia Puncak insidensi terjadi pada
usia 14-30 tahun 6.
2.3. Etiologi
Data

internasional

yang

didapat

dari World

Health

Organization

mengindikasikan penyebab utama dari trauma tumpul pada abdomen adalah jatuh
dari ketinggian kurang dari 5 meter dan kecelakaan mobil.data ini mencakup
2

semua jenis luka, bukan luka akibat trauma tumpul abdomen saja. Penyebab
tersering dari trauma tumpul abdomen akibat kecelakaan kendaraan bermotor.
Penyebab-penyebab umum lainnya termasuk terjatuh dan kecelakaan industri atau
rekreasi. Trauma tumpul abdomen dapat disebabkan oleh: pukulan, benturan,
ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt) 5.
2.4. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor
faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang
terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk
menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan
dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Trauma juga
tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah
kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas
adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada
benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan
tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya
yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap
permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cedera organ intra abdominal yang
disebabkan beberapa mekanisme :

Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh


gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang
letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ
padat maupun organ berongga.

Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan


vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.

Terjadi gaya akselerasi deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan


gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler 4.
3

Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju)


biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas
tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel, seperti organ padat ( hepar,
lien, ginjal ) dari pada organ-organ berongga. 7.
Cedera pada struktur intraabdomen dapat diklasifikasikan menjadi dua
mekanisme utama yaitu kekuatan kompresi dan deselerasi 6.
Kekuatan kompresi dapat disebabkan dari aliran langsung atau kompresi
eksternal terhadap objek tetap (misalnya, putaran belt, tulang belakang). Paling
sering, kekuatan yang menghancurkan ini menyebabkan perdarahan dan hematom
subcapsular ke organ dalam yang padat. Kekuatan ini juga dapat menyebabkan
cacad pada organ berongga dan meningkatkan tekanan intraluminal secara
transient, sehingga menyebabkan ruptur. Peningkatkan tekanan yang sementara ini
merupakan mekanisme trauma tumpul pada usus kecil7.
Kekuatan deselerasi menyebabkan peregangan dan pemotongan linear
antara benda yang secara relatif tetap dan bebas. Pemotongan longitudinal ini
cenderung menyebabkan ruptur dari struktur penunjang pada penghubung antara
segmen bebas dan tetap. pencukuran pasukan ini cenderung mendukung struktur
perpecahan di persimpangan antara bebas dan tetap segmen. Cedera deselerasi
klasik meliputi perdarahan hepatik sepanjang ligamentum teres dan cedera intima
pada arteri-arteri ginjal. Sebagai loop usus yang berjalanan dari perlekatan
mesenterik mereka, trombosis dan perdarahan mesenterik, cedera pembuluh darah
splanchnic dapat terjadi 7.
2.5. Klasifikasi
Cedera tumpul abdomen dibagi menjadi :
1. Benturan benda tumpul, dgn akibat :

Perforasi pada organ visera berongga.

Perdarahan pada organ visera padat.

2. Cedera kompresi, dgn akibat :

Robekan dan hematom pada organ visera padat.

Ruptur pada organ visera berongga, krn peningkatan tekanan intra


luminer.

3. Cedera perlambatan (deselerasi), dgn akibat :

Peregangan dan ruptur pada jaringan ikat/ penyokong8.

2.6. Komplikasi

Ruptur diaphragma

Kontusi bokong dan panggul

Kontusio abdomen, pinggang, dan inguinal

Kontusio perineum dan genital

Ekskoriasi, laserasi superficial-multiple di abdomen, pinggang, dan


panggul

Ruptur limpa

Ruptur pankreas

Ruptur hepar dan kandung empedu

Ruptur gaster, intestine, kolon, maupun rectum

Hematoma retroperitoneum

Ruptur atau kontusio ginjal

Ruptur kandung kemih, ureter, atau ginjal

Ruptur ovarium, tuba fallopi, atau uterus

Ruptur organ intrapelvis multiple

Ruptur kelenjar adrenal

Ruptur kelenjar prostat

Ruptur vesikula seminalis

Ruptur vas deferens 9.

2.7. Diagnosis
2.7.1. Anamnesis
Pada anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat seperti:
Trauma pada abdomen akibat benturan benda tumpul
Jatuh dari ketinggian
Tindakan kekerasan atau penganiayaan
Cedera akibat hiburan atau wisata 6.
Selain itu, AMPLE merupakan elemen penting yang harus ditanyakan
dalam anamnesis pasien:
A llergies
M edications
P ast medical history
L ast meal or other intake
E vents leading to presentation6.
2.7.2. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi
Perhatikan abdomen pasien untuk melihat adanya tanda-tanda luka luar,
seperti abrasi dan atau ekimosis.
Perhatikan pola luka yang ada untuk menduga adanya trauma intra
abdominal.( lap belt abrasions, steering wheelshaped contusions). dari
hasil pembelajaran lap belt marks berhubungan dengan rupturnya usus
halus

dan meningkatkan insidensi dari luka pada intra abdominal

lainnya.
Observasi

pernapasan

pasien,

karena

pernapasan

abdominal

mengindikasikan adanya trauma pada sistem spinal. Perhatikan juga


adanya tanda-tanda distensi dan perubahan warna pada daerah abdomen.

Cullen sign (periumbilical ecchymosis) mengindikasikan perdarahan


retroperitoneal, namun biasanya tanda ini tidak langsung positif. Jika
ditemukan memar dan bengkak pada daerah panggul kita harus curiga
kearah trauma retroperitoneal.
Inspeksi daerah genitalia dan perineum untuk melihat adanya luka,
perdarahan, dan hematom pada jaringan ikat longgar6.

Auskultasi
Bising usus bias normal, menurun, atau hilang.
Abdominal bruit menandakan adanya penyakit sistem vaskuler

yang

mendasari atau adanya traumatic arteriovenous fistula.


Bradikardia mengindikasikan adanya cairan bebas intraperitoneal pada
pasien dengan trauma abdomen6.

Palpasi
Palpasi seluruh permukaan abdomen dengan hati-hati sambil melihat
respon dari pasien. Perhatikan adanya massa abnormal, tenderness , dan
deformitas.
Konsistensi yang padat dan pucat dapat menunjukkan adanya perdarahan
intraabdominal.
Krepitasi atau ketidakstabilan dari rongga thoraks bagian bawah
mengindikasikan kemungkinan adanya cedera lien atau hepar yang
berhubungan dengan cedera costa bawah.
Instabilitas pelvis mengindikasikan adanya luka pada traktus urinarius
bagian bawah, seperti juga pada pelvic dan hematom retroperitoneal.
fraktur terbuka pelvis juga mengindikasikan potensi cedera pada traktus
urinarius

bagian

bawah

cedera

serta

hematom

panggul

dan

retroperitoneal. Fraktur pelvis terbuka juga berhubungan dengan angka


mortalitas yang melebihi 50 %.
Lakukan pemeriksaan rektal dan pelvis vagina untuk mengidentifikasi
kemungkinan perdarahan atau cedera.

Lakukan

pemeriksaan

sensorik

dari

dada

dan

abdomen

untuk

mengevaluasi kemungkinan terjadinya cedera saraf tulang belakang.


Cedera saraf tulang belakang dapat dinilai dengan akurat dari abdomen
melalui berkurangnya atau hilangnya persepsi nyeri.
Distensi abdomen dapat merupakan akibat dari dilatasi sekunder gaster
yang berhubungan dengan ventilasi atau menelan udara
Tanda-tanda peritonitis segera setelah cedera memberi kesan adanya
kebocoran isi usus. Peritonitis karena perdarahan intraabdominal dapat
berkembang setelah beberapa jam6.

Perkusi

Percussion tenderness merupakan tanda peritoneal

Tenderness

mandates

further

evaluation

and probably surgical

consultation.

Tenderness mengindikasikan

evaluasi lebih lanjut dan kemungkinan

konsultasi bedah

Perkusi region thoraks bagian bawah bias normal, redup, atau timpani.

Pekak hati bias positif maupun negatip.

Nyeri ketok dinding abdomen.

Tes undulasi atau shifting dullness bisa positip maupun negatip6.

2.7.3. Pemeriksaan Penunjang


2.7.3.1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan yang umumnya direkomendasikan meliputi glukosa darah,
complete blood count (CBC), kimia darah, amylase serum, urinalisis, pemeriksaan
koagulasi, tipe golongan darah, etanol darah, analisa gas darah, dan tes kehamilan
(untuk wanita-wanita usia reproduksi) 6.

Complete blood count


Kadar

hemoglobin dan hematokrit yang normal tidak menyingkirkan

adanya perdarahan. Sampai volume darah diganti dengan cairan


kristaloid atau efek hormonal ( seperti hormon drenocorticotropic
8

[ACTH], aldosterone, antidiuretic hormone [ADH]) dan terjadi


pengisian transkapiler, anemia tidak akan terjadi. Jangan tidak memberi
transfusi pada pasien yang hasil hematokritnya relatif normal (>30%)
tetapi ada bukti klinis shock, cedera serius (contoh: fraktur pelvis
terbuka), atau kehilangan darah yang signifikan secara terus menerus.
Penggunaan

transfuse

platelet

untuk

mengobati

pasien

dengan

thrombocytopenia platelet count <50,000/mL) dan perdarahan terus


menerus.
Bedside diagnostic testing with rapid hemoglobin or hematocrit machines
may quickly identify patients who have physiologically significant
volume deficits and hemodilution. Reported hemoglobin from ABGs
also may be useful in identifying anemia.
Beberapa penelitian telah menhubungkan hematoktrit awal yang rendah
(<30%) dengan cedera yang signifikan6.

Tes Fungsi hepar


LFT mungkin berguna untuk pasien dengan trauma tumpul abdomen,
namu tes ini juga bisa tinggi akibat penggunaan alkohol.
Kenaikan

kadar

aspartate

aminotransferase

(AST)

or

alanine

aminotransferase (ALT) lebih dari 130 U menandakan adanya perlukaan


di hepar.
Lactate dehydrogenase (LDH) and kadar bilirubin tidak spesifik untuk
indikator pada trauma hepar6.

Pemeriksaan Kadar amilase


Masih kontroversi tentang penting atau tidaknya untuk dilakukan
pemeriksaan kadar amilase pada trauma tumpul abdomen.
Kenaikan kadar amilase dalam waktu 3-6 jam post trauma biasanya lebih
akurat untuk menentukan adany perlukaan pada pankreas.
Walaupun trauma pada pankreas dapat tidak ditemukan dengan CT scan
segera setelah trauma,namun dpat diidentifikasi jika dilakukan scan
ulang 36-48 jam kemudian6.
9

Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis diperlukan untuk membantu diagnosa termasuk
pada trauma abdomen dan atau pelvis, gross hematuria, mikroskopik
hematuria, dan penurunan output urine.
Dapat dilakukan contrast nephrogram dengan utilizing intravenous
pyelography (IVP) atau CT scan dengan kontras intravenous
Gross hematuria mengindikasikan untuk dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut, termasuk dengan cystography dan IVP atau CT scan memakai
kontras dari abdomen6.

Periksa kadar serum atau urine pregnancy test pada wanita dengan masa
subur6.

Faktor pembekuan darah


Biaya-efektivitas dari rutin waktu prothrombin (PT) / activated partial
thromboplastin time (aPTT)

penetapan terhadap admisi dapat

dipertanyakan.
Mendapatkan PT / aPTT pada pasien yang memiliki riwayat darah
dyscrasia (misalnya, hemofilia), yang memiliki masalah sintetis
(misalnya, sirosis), atau yang mengambil obat anticoagulant (misalnya,
warfarin, heparin) 6.

Golongan darh, skrining, dan crossmatch.


Skrining dan jenis darah dari semua pasien yang diduga cedera trauma
tumpul abdomen. Jika cedera sudah diidentifikasi, praktik ini sangat
mengurangi waktu yang diperlukan untuk crossmatch.
Lakukan crossmatch awal minimum 4-6 unit bagi pasien tersebut dengan
bukti

yang

jelas

dari

cedera

hemodinamik.

10

abdominal

dan

ketidakstabilan

Sampai crossmatched darah tersedia, memanfaatkan O-negatif atau jenis


darah yang spesifik6.

Kadar Analisis Gas Darah (ABG)


Kadar ABG dapat memberikan informasi penting pada korba trauma.
Selain informasi tentang oksigenasi (contoh: PO2, SaO2) dan ventilasi
(PCO2), tes ini memberikan informasi berharga tentang pemberian
oksigen melalui perhitungan gradient A-a.
Setelah awal masuk rumah sakit, menduga metabolik acidemia ke hasil
dari asidosis laktat yang menyertai shock.
Defisit dasar sedang (yakni, lebih dari -5 mEq) menunjukkan perlunya
resusitasi yang agresif dan penetapan yang etiologi.
Attempt to improve systemic oxygen delivery by ensuring an adequate
SaO2 (ie, >90%) and by acquiring volume resuscitation with crystalloid
solutions and, if indicated, blood.
Usaha untuk meningkatkan penyaluran oksigen sistemik dengan
memastikan SaO2

yang adekuat (yakni,> 90%) dan memperoleh

volume resusitasi dengan kristaloid dan, jika diindikasikan, darah.


ABG memberi tahukan kadar hemoglobin total lebih cepat daripada CBC6.

Skrining obat dan alkohol


Lakukan skrining obat dan alcohol pada pasien-pasien trauma yang
memiliki penurunan kesadaran
Pemeriksaan afas atau darah dapat mengukur kadar alkohol 6.

2.7.3.2. Pemeriksaan Imaging


1. Foto Rontgen

Pada penderita dengan hemodinamik normal maka pemeriksaan


roentgen abdomen dalam keadaan terlentang dan berdiri (sambil
melindungi tulang punggung) mungkin berguna untuk mengetahui udara
11

ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma,


yang keduanya memerlukan laparotomy segera2.

Hilangnya bayangan pinggang (psoas shadow) juga menandakan


adanya cedera retroperitoneum.

Bila foto tegak dikontraindikasikan karena nyeri atau patah tulang


punggung, dapat digunakan foto samping sambil tidur (left lateral
decubitus) untuk mengetahui udara bebas intraperitoneal (ATLS,
1997) 2.

2. Diagnostic peritoneal lavage (DPL)

Cepat, tetapi invasive, dan sangat berperan dalam menentukan


pemeriksaan berikut yang perlu dilakukan kepada penderita dan
98% dianggap sensitive untuk perdarahan intra-peritoneum

Keistimewaannya dapat dilakukan pada situasi:

perubahan sensorium-cedera kepala, intoksikasi alcohol,


penggunaan obat terlarang

perubahan perasaan-cedera jaringan syaraf tulang belakang

cedera pada struktur berdekatan-tulang iga bawah, panggul,


tulang belakang dari pinggang ke bawah (lumbar spine)

pemeriksaan fisik yang meragukan

Kontraindikasi mutlak: bila ada indikasi untuk laparotomy


(celiotomy).

Kontraindikasi relatif: operasi abdomen sebelumnya, kegemukan


yang tidak sehat, sirosis yang lanjut, dan koagulopati yang telah
ada sebelumnya2.

12

Gambar 1. Peritoneal Lavage 10


3. Ultrasonografi atau Sonogram

(FAST) telah digunakan dalam evaluasi pasien trauma di Eropa


lebih dari 10 tahun dan semakin mendapatkan penerimaan di
Amerika Serikat. Akurasi diagnostic FASTs umumnya sama
dengan 13ensitive13 selaput lavage (dpl). Studi di Amerika Serikat
selama beberapa tahun terakhir telah menunjukkan sonografi
sebagai pendekatan yang
hemoperitoneum
ketergantungan

noninvasive untuk mengevaluasi

dengan cepat. Studi menunjukkan tingkat


operator,

namun

beberapa

penelitian

telah

menunjukkan bahwa dengan struktur sesi belajar, bahkan novice


operator dapat mengidentifikasi cairan bebas intra-abdominal,
terutama jika jumlah cairan lebih dari 500 mL 6.

Pada pasien dengan trauma tumpul abdomen yang terisolasi dan


cedera multisistem, ultrasonografi yang dilakukan oleh seorang
sonographer berpengalaman dapat dengan cepat mengidentifikasi
cairan bebas intraperitoneal. Sensitivitas untuk cedera organ solid
yang tidak berkapsul adalah sedang dalam penelitian. Cedera
13

viscus berongga jarang diidentifikasi, namun bebas cairan dapat


dilihat dalam kasus ini. Untuk pasien-pasien dengan nyeri yang
persisten atau tenderness atau bagi berkembang menjadi gejala
peritoneal, pertimbangkan FAST sebagai pengukur komplementer
untuk CT scan, dpl, atau eksplorasi 6.

Evaluasi FAST abdomen yang terdiri dari visualisasi dari kantong


jantung (dari gambaran subxiphoid), ruang splenorenal dan
hepatorenal (misalnya, kantung Morison), paracolic gutters, dan
kantung Douglas pada panggul. Gambaran kantung Morison telah
paling 14ensitive, terlepas dari etiologi dari cairan 6.

14

Gambar 2.
Ultrasonic imaging for fluid in Morison's pouch has proven to be a reliable
method for detecting intra-abdominal hemorrhage. A. normal image. B. This
image demonstrates a fluid stripe between the right kidney and liver; this is
considered a positive study. Fluid may also be detected between loops of bowel,
as in C, or in the pelvis, as in D 10

Cairan bebas, umumnya dianggap darah pada trauma abdomen,


tampak sebagai garis hitam. Cairan bebas pada pasien yang secara
hemodinamik tidak stabil menunjukkan perlunya laparotomy yang
mendadak; Namun, CT scan dapat lebih jauh mengevaluasi pasien
yang stabil dengan cairan bebas.

Sensitivitas dan spesifisitas dari studi ini berkisar antara 85-95% 6.


15

4. Computed Tomography (CT scan)

Meskipun mahal dan berpotensi menghabiskan waktu, CT scan


sering memberikan gambar yang detil dari kelainan trauma dan
dapat membantu dalam penentuan intervensi pembedahan 2.

CT scan dapat tidak menemukan adanya cedera diafragma dan


perforasi dari GI tract, terutama bila CT scan dilakukan segera
setelah cedera. Cedera pancreas tidak dapat diidentifikasi pada
awal CT scan, tetapi biasanya ditemukan pada pemeriksaanfollow
up yang dilakukan pada pasien berisiko tinggi. Untuk pasien
tertentu, endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
dapat melengkapi CT scan untuk menyingkirkan cedera duktus 2.

Keuntungan utama dari CT scan adalah spesifikasinya yang tinggi


dan digunakan sebagai pedoman pengelolaan nonoperative pada
cedera organ yang solid 2.

Drawbacks CT scan yang berkaitan dengan kebutuhan untuk


transportasi pasien trauma dari wilayah resusitasi trauma dan
waktu tambahan yang diperlukan untuk melakukan CT scan
dibandingkan dengan FAST atau dpl. Gambaran CT yang paling
baik memerlukan kontras baik melalui mulut maupun intravena 2.

16

Gambar 3.
A. Parenchymal destruction of the posterior aspect of the right hepatic lobe with
extravasation of blood. The image in B reveals a large subcapsular hematoma.
Both patients were successfully treated nonoperatively. C. A blunt splenic injury
with parenchymal disruption and extravasation 10.

17

Tabel 1.

Perbandingan Pemeriksaan DPL, USG, dan CT Scan Pada Trauma


Tumpul 2.

Indikasi

DPL
Menentukan

USG
Menentukan

adanya perdarahan cairan bila BP


Keuntungan

Kerugian

CT Scan
Menentukan organ
cedera

bila

BP

bila BP
normal
- Diagnosis cepat - Diagnosis cepat, - Paling spesifik
dan sensitive

tidak invasif, dan untuk cedera

- Akurasi 98%

dapat diulang

Invasive,

- Akurasi 86-97%
gagal Tergantung

untuk mengetahui operator

- Akurasi 92-98%
Membutuhkan

distorsi biaya dan waktu

cedera diafragma gas usus dan udara lebih lama


atau cedera retro- di bawah kulit
peritoneum

Tidak mengetahui

Gagal mengetahui cedera

diafragma

cedera diafragma usus, dan pankreas


usus, dan pankreas
2.8. Penatalaksanaan
2.8.1. Survei Primer
Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure)
Survei ini dikerjakan secara serentak dan harus selesai dalam 2-5 menit2.
2.8.1.1 Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dgn
bebas ?

18

Jika ada obstruksi, lakukan :


Chin lift/ Jaw thrust
Suction
Guedel Airway
Intubasi trakea
2.8.1.2 Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
Beri oksigen
2.8.1.3 Circulation
Menilai sirkulasi/peredaran darah
Hentikan perdarahan external bila ada
Segera pasang dua jalur infus dgn jarum besar (14-16G)
Beri infus cairan2.

Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil


2.8.1.4. Disability
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respon
terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur
Glasgow Coma Scale
AWAKE

RESPON BICARA (VERBAL)

RESPON NYERI

TAK ADA RESPONS

Lepaskan baju dan semua penutup tubuh pasien, supaya dapat dicari
semua cidera yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau
tulang belakang, maka immobilisasi in line harus dikerjakan2.

19

Algoritma Prosedur Pemeriksaan pada Trauma Tumpul Abdomen


A.

Pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil


Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, penatalaksanaan

bergantung pada ada tidaknya perdarahan intraperitoneal. Pemeriksaan difokuskan


pada USG abdomen atau DPL untuk membuat keputusan.
Walaupun ada banyak penelitian retrospektif dan beberapa penelitian
prespektif mendukung penggunaan USG sebagai alat untuk skrening trauma,
beberapa ahli

masih mempertanyakan USG pada penatalaksanaan trauma.

Mereka menekankan pada tingkat sensitifitas dan adanya kemungkinan hasil


negatif pada penggunaan USG untuk mendeteksi cedera intraperitoneal. Walaupun
demikian kebanyakan trauma center memakai Focused Assesment with
Sonography for Trauma (FAST) untuk mengevaluasi pasien yang tidak stabil.
FAST dilakukan secepatnya setelah primary survey, atau ketika kliknisi bekerja
secara paralel, biasanya dilakukana bersamaan dengan primary survey, sebagai
bagian dari C (Circulation) pada ABC.
Jika tersedia USG, sangat disarankan penggunaan FAST pada semua
pasien dengan trauma tumpul abdomen. Jika hasil FAST jelek, misalnya kualitas
20

gambar yang tidak bagus, maka selanjutnya perlu dilakukan DPL. Jika USG dan
DPL menunjukkan adanya hemoperitoneum, maka diperlukan laparotomi
emergensi. Hemoperitoneum pada pasien yang tidak stabil secara klinis, tanpa
cedera lain yang terlihat, juga mengindikasikan untuk dilakukan laparotomi. Jika
melalui USG dan DPL tidak didapati adanya hemoperitoneum, harus dilakukan
investigasi lebih lanjut terhadap lokasi perdarahan. Pada penatalaksanaan pasien
tidak stabil dengan fraktur pelvis mayor, harus diingat bahwa USG tidak bisa
membedakan hemoperitoneum dan uroperitoneum
X-ray dada harus dilakukan sebagai bagian dari initial evalutiaon
karena dapat menunjukkan adanya perdarah pada cavum thorax. Radiography
antero-posterior

pelvis

bisa

menunjukkan

adanya

fraktur

pelvis

yang

membutuhkan stabilisasi segera dan kemungkinan dilakukan angiography untuk


mengkontrol perdarahan.

B. Pasien dengan hemodinamik yang stabil


Penilaian klinis pada pasien trauma tumpul abdomen dengan kondisi
sadar dan bebas dari intoksikasi, pemeriksaan abdomen saja biasanya akurat tapi
tetap tidak sempurna. Satu penelitian prospective observational terhadap pasien
dengan hemodinamik stabil, tanpa trauma external dan dengan pemeriksaan
abdomen yang normal, ternyata setelah dibuktikan melalui CT-scan ditemukan
sebanyak 7,1% kasus abnormalitas.
USG dan CT sering digunakan untuk mengevaluasi pasien trauma
tumpul abdomen yang stabil. Jika pada USG awal tidak terdetekdi adanya
perdarahan intraperitoneal, maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik, USG, dan CT
secara serial. Pemeriksaan fisik serial dilakukan jika hasil pemeriksaan dapat
dipercaya, misal pada pasien dengan sensoris normal, dan cedera yang
mengganggu.

Penelitian

prospective

observational

terhadap

547

pasien

menunjukkan USG kedua (FAST) yang dilakukan selama 24 jam dari trauma,
meningkatkan sensitifitas terhadap cedra intraabdominal,
21

Jika USG awal mendeteksi adanya darah di intraperitoneal, maka kemudian


dilakukan CT scan untuk memperoleh gambaran cedera intraabdominal dan
menaksir jumlah hemoperitoneum. Keputusan apakah diperlukan laparotomy
segera atau hanya terapi non operatif tergantung pada cedera yang terdetaksi dan
status klinis pasien. CT abdominal harus dilakukan pada semua pasien dengan
hemodinamik stabil, tapi tidak untuk pasien dengan perubahan sensoris dan status
mental karena cedera kepala tertutup, intoksikasi obat dan alkohol, atau cedera
lain yang mengganggu.
2.9.PENGELOLAAN JALAN NAFAS
Prioritas

pertama

adalah

membebaskan

jalan

nafas

dan

mempertahankannya agar tetap bebas2.


1. Bicara kepada pasien
Pasien yang dapat menjawab dengan jelas adalah tanda bahwa jalan nafasnya
bebas. Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan jalan nafas buatan dan
bantuan pernafasan. Penyebab obstruksi pada pasien tidak sadar umumnya
adalah jatuhnya pangkal lidah ke belakang. Jika ada cedera kepala, leher atau
dada maka pada waktu intubasi trachea tulang leher (cervical spine) harus
dilindungi dengan imobilisasi in-line2.
2. Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau kantung
3. Menilai jalan nafas
Tanda obstruksi jalan nafas antara lain :

Suara berkumur

Suara nafas abnormal (stridor, dsb)

Pasien gelisah karena hipoksia

Bernafas menggunakan otot nafas tambahan / gerak dada paradoks

Sianosis
Waspada adanya benda asing di jalan nafas.
Jangan memberikan obat sedativa pada pasien seperti ini.

4. Menjaga stabilitas tulang leher


5. Pertimbangkan untuk memasang jalan nafas buatan
22

Indikasi tindakan ini adalah :


Obstruksi jalan nafas yang sukar diatasi
Luka tembus leher dengan hematoma yang membesar
Apnea
Hipoksia
Trauma kepala berat
Trauma dada
Trauma wajah / maxillo-facial
Obstruksi jalan nafas harus segera diatasi 2.
2.10.PENGELOLAAN NAFAS (VENTILASI )
Prioritas kedua adalah memberikan ventilasi yang adekuat.
Inspeksi / lihat frekwensi nafas (LOOK)
Adakah hal-hal berikut :
Sianosis
Luka tembus dada
Flail chest
Sucking wounds
Gerakan otot nafas tambahan
Palpasi / raba (FEEL)
Pergeseran letak trakhea
Patah tulang iga
Emfisema kulit
Dengan perkusi mencari hemotoraks dan atau pneumotoraks

Auskultasi / dengar (LISTEN)


Suara nafas, detak jantung, bising usus

23

Suara nafas menurun pada pneumotoraks


Suara nafas tambahan / abnormal 2.
2.10.1.Tindakan Resusitasi
Jika ada distres nafas maka rongga pleura harus dikosongkan dari udara dan
darah dengan memasang drainage toraks segera tanpa menunggu pemeriksaan
sinar X. Jika diperlukan intubasi trakhea tetapi sulit, maka kerjakan
krikotiroidotomi 2.
2.10.2. Catatan Khusus
Jika dimungkinkan, berikan oksigen hingga pasien menjadi stabil
Jika diduga ada tension pneumotoraks, dekompresi harus segera dilakukan
dengan jarum besar yang ditusukkan menembus rongga pleura sisi yang
cedera. Lakukan pada ruang sela iga kedua (ICS 2) di garis yang melalui
tengah klavikula.
Pertahankan posisi jarum hingga pemasangan drain toraks selesai.
Jika intubasi trakhea dicoba satu atau dua kali gagal, maka kerjakan
krikotiroidotomi. Tentu hal ini juga tergantung pada kemampuan tenaga medis
yang ada dan
kelengkapan alat.
Jangan terlalu lama mencoba intubasi tanpa memberikan ventilasi 2.
2.11. PENGELOLAAN SIRKULASI
Prioritas ketiga adalah perbaikan sirkulasi agar memadai. Syok adalah
keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Pada pasien trauma
keadaan ini paling sering disebabkan oleh hipovolemia.
Diagnosa syok didasarkan tanda-tanda klinis :
Hipotensi, takhikardia, takhipnea, hipothermi, pucat, ekstremitas dingin,
melambatnya pengisian kapiler (capillary refill) dan penurunan produksi urine 2.
Langkah-langkah resusitasi sirkulasi:

24

Tujuan akhirnya adalah menormalkan kembali oksigenasi jaringan. Karena


penyebab gangguan ini adalah kehilangan darah maka resusitasi cairan merupakan
prioritas.
1. Jalur intravena yang baik dan lancar harus segera dipasang. Gunakan kanula
besar (14 - 16 G). Dalam keadaan khusus mungkin perlu vena sectie
2. Cairan infus (NaCL 0,9%) harus dihangatkan sampai suhu tubuh karena
hipotermia dapat menyababkan gangguan pembekuan darah.
3. Hindari cairan yang mengandung glukose.
4. Ambil sampel darah secukupnya untuk pemeriksaan dan uji silang golongan
darah 2.

2.11.1. Urine
Produksi urine menggambarkan normal atau tidaknya fungsi sirkulasi
jumlah seharusnya adalah > 0.5 ml/kg/jam. Jika pasien tidak sadar dengan syok
lama sebaiknya dipasang kateter urine 2.
2.11.2. Transfusi darah
Penyediaan darah donor mungkin sukar, disamping besarnya risiko ketidak
sesuaian golongan darah, hepatitis B dan C, HIV / AIDS. Risiko penularan
penyakit juga ada meski donornya adalah keluarga sendiri. Transfusi harus
dipertimbangkan jika sirkulasi pasien tidak stabil meskipun telah mendapat cukup
koloid / kristaloid. Jika golongan darah donor yang sesuai tidak tersedia, dapat
digunakan darah golongan O (sebaiknya pack red cel dan Rhesus negatif.
Transfusi harus diberikan jika Hb dibawah 7g / dl jika pasien masih terus berdarah
2

2.11.2.1 Prioritas pertama : hentikan perdarahan


25

Damage control laparatomy harus segera dilakukan sedini mungkin bila


resusitasi cairan tidak dapat mempertahankan tekanan sistolik antara 80-90
mmHg. Pada waktu DC laparatomy, dilakukan pemasangan kasa besar untuk
menekan dan menyumbat sumber perdarahan dari organ perut (abdominal
packing). Insisi pada garis tengah hendaknya sudah ditutup kembali dalam waktu
30 menit dengan menggunakan penjepit (towel clamps). Tindakan resusitasi ini
hendaknya dikerjakan dengan anestesia ketamin oleh dokter yang terlatih (atau
mungkin oleh perawat untuk rumah sakit yang lebih kecil). Jelas bahwa teknik ini
harus dipelajari lebih dahulu namun jika dikerjakan cukup baik pasti akan
menyelamatkan nyawa 2.
2.11.2.2 Prioritas kedua: Penggantian cairan, penghangatan, analgesia
dengan ketamin.
Infus cairan pengganti harus dihangatkan karena proses pembekuan darah
berlangsung paling baik pada suhu 38,5 C. Hemostasis sukar berlangsung baik
pada suhu dibawah 35 C. Hipotermia pada pasien trauma sering terjadi jika
evakuasi prarumah sakit berlangsung terlalu lama (bahkan juga di cuaca
tropis). Pasien mudah menjadi dingin tetapi sukar untuk dihangatkan kembali,
karena itu pencegahan hipotermia sangat penting. Cairan oral maupun
intravena harus dipanaskan 40-42 C.
Resusitasi cairan hipotensif : Pada kasus-kasus dimana penghentian
perdarahan tidak definitive atau tidak meyakinkan volume diberikan dengan
menjaga tekanan sistolik antara 80 - 90 mmHg selama evakuasi.
Cairan koloid keluar, cairan elektrolit masuk ! Hasil penelitian terbaru dengan
kelompok kontrol menemukan sedikit efek negatif dari penggunaan koloid
dibandingkan elektrolit untuk resusitasi cairan.
Resusitasi cairan lewat mulut (per-oral) cukup aman dan efisien jika pasien
masih memiliki gag reflex dan tidak ada cedera perut. Cairan yang diminum
harus rendah gula dan garam. Cairan yang pekat akan menyebabkan penarikan
osmotik dari mukosa usus sehingga timbullah efek negatif. Diluted cereal
porridges yang menggunakan bahan dasar lokal/setempat sangat dianjurkan.
26

Analgesia untuk pasien trauma dapat menggunakan ketamin dosis berulang


0,2 mg/kg. Obat ini mempunyai efek inotropik positif dan tidak mengurangi
gag reflex, sehingga sesuai untuk evakuasi pasien trauma berat 2.
2.12. SURVEI SEKUNDER
Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil. Bila
sewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali
mengulangi survei primer 2.
2.12.1.Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen kecuali bila
ada trauma wajah
Periksa dubur (rectal toucher), menilai:
I. Tonus sfinkter anus
II. Integritas dinding rektum
III. Darah dalam rektum
IV. Posisi prostat.
Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
Setelah kondisi pernafasan dan hemodinamik stabil, maka pertimbangkan
apakah akan dilakukan terapi konservatf atau terapi operatif 2.
2.12.2. Terapi Konservatif:
Terapi konservatif dilakukan apabila tidak ada indikasi laparotomi segera
atau hasil pemeriksaan penunjang tidak mengungkapkan adanya cedera organ
intraabdomen yang nyata. Terapi konservatif dengan cara observasi, dapat
dilakukan sampai 2x24 jam 9.
2.12.3.Terapi Operatif:
Dilakukan laparotomi eksplorasi dengan insisi median. Indikasi laparotomi
eksplorasi:

27

Tanda-tanda perdarahan intraperitoneal, yaitu adanya syok hipovolemi


dengan distensi abdomen yang progresif.
Tanda-tanda peritonitis generalisata
Pneumoperitoneum pada foto thoraks
Pada foto thoraks tampak gambaran hernia diafragmatika (Ruptur
diafragma)
Cairan lavase keluar melalui pipa drainase rongga pleura
Pada tidakan DPL, keluar darah >10 ml atau cairan usus > jumlah
eritrosit > 100.000/mm3 cairan lava sejumlah leukosit > 500/mm cairan
lavaseamilase > 20UI/L cairan lavase 9.
Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika
terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera
melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas
intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut) 5.

28

DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Surgeon. 2004. Advanced Trauma Life Support.


Terjemahan IKABI (Ikatan Ahli Bedah Indonesia). First Impression :USA
2. Jong, Wim de. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2 . EGC : Jakarta
3. King, Maurice . 2002. Bedah Primer Trauma. EGC : Jakarta
4. Marijata. 2006. Pengantar Dasar Bedah Klinis. Unit Pelayanan Kampus
fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada : Yogyakarta
5. Richard A Hodin, MD. 2007. General Approach to Blunt Abdominal Trauma
in Adult. UpToDate
6. Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 1. EGC : Jakarta
7. Sandy Craig, MD. 2006. Abdominal Blunt Trauma. E-Medicin

29

Anda mungkin juga menyukai