Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN CIDERA KEPALA SEDANG

(CKS) DAN SUSPECT TRAUMA TUMPUL ABDOMEN DI


INSTALASI GAWAT DARURAT (IRD)
RSUP SANGLAH DENPASAR

Disusun untuk memenuhi tugas pada Pendidikan Profesi Ners


Stase Keperawatan Gawat Darurat

Oleh
Winda Sulistya Safitri
NIM 102311101036

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2015

I.

KONSEP DASAR PENYAKIT


a. Pengertian
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera (Sjamsuhidayat, 1998). Trauma Abdomen adalah terjadinya atau
kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi
sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan
faal berbagai organ. Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan
terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan
oleh luka tumpul atau yang menusuk.
b. Klasifikasi
Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu :
a) Trauma penetrasi
1) Luka tembak
2) Luka tusuk
b) Trauma non-penetrasi
1) Kompres
2) Hancur akibat kecelakaan
3) Sabuk pengaman
4) Cedera akselerasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
a) Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,
kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan
lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
b) Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
(Sjamsuhidayat, 1998).
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Brunner & Suddarth (2002)
terdiri dari:
c) Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada
dinding abdomen.
d) Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli
bedah.

e) Cedera thorak abdomen


Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma,
atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi
c. Etiologi
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada
abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan
kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan
kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh pasien terpukul setir mobil
atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak,
trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka
tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
1) Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum.
Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik
atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga,
benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari
50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
2) Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda
tajam atau luka tembak.
d. Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan terjadi
pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tandatanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya
gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami
perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat
tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan,
nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah
terjadi peritonitis umum. Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami

takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya


tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil
hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa
masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan. Bila suatu kekuatan
eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas,
penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka
beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor faktor fisik
dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi
berhubungan

dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk

menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan


dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga
karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma
juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas
adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya.
Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya
walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada
kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada
seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan.
Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah
posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi
cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh
gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang
letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ
padat maupun organ berongga.
Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
Terjadi gaya akselerasi deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan
gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
(Mansjoer, 2001)
e. Manifestasi klinis
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :

1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan
nyeri lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada
saat pasien dalam posisi rekumben.
4. Mual dan muntah
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock
hemoragi
f. Pemeriksaan Penunjamg
Pemeriksaan diagnostik
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan
terus

menerus.

Demikian

pula

dengan

pemeriksaan

hematokrit.

Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi


menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya
trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase
menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran
usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri.
Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal.

6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)


Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga
perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
a) Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
Trauma pada bagian bawah dari dada
Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,

alkohol, cedera otak)


Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum

tulang belakang)
Patah tulang pelvis
b) Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
Hamil
Pernah operasi abdominal
Operator tidak berpengalaman
Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
8. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna

untuk

menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari


100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5
menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
9. Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya.
10. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
g. Penatalaksanaan
Di Tempat Kejadian
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam
nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian.
Petugas kesehatan mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka
tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian

awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon,
maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan
teknik head tilt chin lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat
dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya
jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
2. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara lihat-dengar-rasakan tidak lebih dari 10 detik untuk
memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya

lakukan

pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat


tidaknya pernapasan).
3. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal
dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada
tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio
kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali
kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
1. Stop makanan dan minuman
2. Imobilisasi
3. Rujuk ke rumah sakit.
Penanganan trauma penetrasi (trauma tajam)
1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan
kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka.
3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang
4.
5.
6.
7.

keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
Imobilisasi pasien.
Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
Rujuk ke rumah sakit.

Rumah Saikt
1. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli
bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk
menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka
masuk dan luka keluar yang berdekatan.
a. Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara
intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk
menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
b. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
c. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
d. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung
kencing, contohnya pada :
fraktur pelvis
trauma non-penetrasi
2. Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit :
a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan
laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus
seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.
b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis
adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi
trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di
retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya
memerlukan laparotomi segera.
c. Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon
ascendens atau decendens dan dubur (Hudak & Gallo, 2001).

MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Data yang perlu dikaji
a. Identitas Pasien: untuk mengkaji status pasien (nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, alamat, pekerjaan, status perkawinan)
b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah
dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang
digunakan, riwayat penyakit keluarga
c. Genogram
d. Pengkajian Keperawatan:
1. persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan,
2. pola nutrisi/metabolik terdiri dari antropometri, biomedical sign,
clinical sign, diet pattern
3. pola eliminasi: BAB dan BAK (frekuensi, jumlah, warna, konsistensi,
bau, karakter)
4. pola aktivitas & latihan: Activity Daily Living,status oksigenasi, fungsi
kardiovaskuler, terapi oksigen
5. Pola tidur & istirahat : durasi, gangguan tidur, keadaan bangun tidur
6. Pola kognitif & perceptual : fungsi kognitif dan memori, fungsi dan
keadaan indera
7. Pola persepsi diri : gambaran diri, identitas diri, harga diri, ideal diri,
dan peran diri
8. Pola seksualitas & reproduksi : pola seksual dan fungsi reproduksi
9. Pola peran & hubungan
10. Pola manajemen & koping stres
11. Sistem nilai dan keyakinan : oleh pasien maupun masyarakat
e. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum, tanda vital
b) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas,
kulit dan kuku, dan keadaan lokal.
2. Masalah Keperawatan
a) Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan.
b) Nyeri berhubungan dengan adanya trauma atau luka penetrasi

c) Resiko infeksi berhubungan dengan trauma dan tidak adekuatnya

pertahanan tubuh
d) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
e) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi

I.
No
1

2.

DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa
keperawatan
Kekurangan
volume cairan dan
elektrolit
berhubungan
dengan
perdarahan.

Nyeri akut
berhubungan
dengan adanya
trauma atau luka
penetrasi.

Tujuan

Kriteria hasil

Setelah dilakukan
1. Keseimbangan cairan dan
tindakan
elektrolit
keperawatan 1x24
2. Frekuensi nadi dalam rentang
jam kekurangan
normal
volume cairan pasien 3. Elektrolit serum dalam batas
teratasi
normal
4. hemoglobin dan hematokrit
NOC
dalam batas normal
Fluid volume

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan 3x24
jam nyeri dapat
berkurang
NOC
Pain Level

1. Mampu mengontrol nyeri (tahu


penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri

Intervensi keperawatan

Rasional

NIC

1. Kaji tanda-tanda vital

2. Pantau

1. peningakatan TTV
menandakan adanya
peningkatan gangguan
yang dirasakan
2. mengetahui status
kehilangan cairan pasien
3. mewaspadai terjadinya
syok hipovolemik
4. mewaspadai tingkat
kehilangan cairan pasien

perdarahan
dan
frekuensi kehilangan cairan
3. Kaji orientasi orang, tempat,
waktu
4. Pantau hasil laboratorium yang
relevan dengan keseimbangan
cairan
(hb,
albumin,
5. membantu memenuhi
hematokrit)
kebutuhan Hb pasien
5. Kolaborasikan transfuse jika
6. memenuhi status hidrasi
diperlukan
pasien
6. Kolaborasikan terapi IV sesuai
kebutuhan
NIC
Pain Management

1. Lakukan pengkajian nyeri


secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi

1. pengkajian berguna untuk


mengidentifikasi nyeri
yang dialami pasien
sehinggga dapat
menentukan intervensi
yang tepat.

Pain control
Comfort level

3. Mampu mengenali nyeri (skala,


intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang
normal

2. Observasi reaksi nonverbal dari


ketidaknyamanan. Gunakan
teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien
3. Kurangi faktor presipitasi nyeri

4. Ajarkan tentang teknik non


farmakologi untuk mengatasi
nyeri

5. Evaluasi keefektifan kontrol


nyeri

6. Tingkatkan istirahat
7. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
penatalaksanaan nyeri tidak
berhasil
8. Monitor TTV

Resiko infeksi
berhubungan
trauma tembus,

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan 3x24

1. Tidak ada kemerahan


2. Tidak terjadi hipertermia
3. Tidak ada nyeri

2. membantu mengetahui
tingkat dan perkembangan
nyeri

3. membantu mengurangi
nyeri pasien
4. membantu mengurangi
nyeri yang dirasakan
pasien, serta membantu
pasien untuk mengontrol
nyerinya
5. mengetahui keefektifaan
kontrol nyeri
6. meningkatkan kenyamanan
pasien
7. meningkatkan
penetalaksanaan nyeri

8. peningakatan TTV
menandakan adanya
peningkatan nyeri yang
dirasakan
9. Monitor penerimaan pasien 9. membantu mengurangi
tentang manajemen nyeri
nyeri yang dirasakan
pasien
NIC
Infection Control

tidak adekuatnya
pertahanan tubuh

jam diharapkan tidak 4. Tidak ada pembengkakan


terjadi infeksi
NOC
Infection
Severity

1. Bersihkan lingkungan setelah 1. Agar bakteri dan penyakit


digunakan oleh pasien.
tidak menyebar dari
lingkungan dan orang lain.
2. Jaga agar barier kulit yang 2. Mengurangi paparan dari
terbuka
tidak
terpapar
lingkungan.
lingkungan
dengan
cara
menutup dengan kasa streril.
3. Mencegah terjadinya
3. Ajarkan pasien dan keluarga
infeksi dari
tekhnik mencuci tangan yang
mikroorganisme yang ada
benar.
di tangan.
4. Terapkan Universal precaution

4. Mencegah infeksi

nosokomial
5. Pertahankan lingkungan aseptik
5. untuk meminimalkan
selama perawatan.
terkontaminasi
6. Ajarkan pada pasien dan
6. agar dapat melaporkan
keluarga tanda-tanda infeksi.
kepada petugas lebih cepat
7. Kolaborasi
pemberian
7.
untuk mempercepat
antibiotik bila perlu
perbaikan kondisi pasien
1.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI :
Jakarta
Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC
Wilkinson, J.M. 2002. Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai