Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN TRAUMA ABDOMEN

DISUSUN OLEH:

ARWAN ADI PUTRA

1904033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKES PANAKKUKANG

MAKASSAR

2020
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Defenisi Trauma Abdomen


Trauma abdomen merupakan trauma yang terjadi pada regio abdomen dan
dapat diakibatkan oleh trauma tumpul maupun oleh trauma tajam yang dapat
mengenai organ-organ pada abdomen. Gejala utama yang dapat terjadi dapat
berupa nyeri, tenderness, maupun adanya jejas yang tampak pada abdomen.
Trauma ini juga dapat mengakibatkan perdarahan dan infeksi. (Legome, 2016).
Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen
yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau
yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).
B. Etiologi Trauma Abdomen
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak
diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan,
deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma
ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar di dalam abdomen. Selain luka tembak,
trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk
sedikit menyebabkan trauma pada organ internal di abdomen.Trauma pada
abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
1. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh,
kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat
berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman.
Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Disebabkan oleh: luka tembak yang menyebabkan kerusakan
yang besar di dalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat
juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan
trauma pada organ internal diabdomen.

C. Patofisiologi Trauma Abdomen


Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor-
faktor fisik  dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang
terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk
menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan
dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga
karakteristik dari permukaan  yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma
juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas
adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya.
Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun
ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan
tersebut. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang
ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap
permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang
disebabkan beberapa mekanisme :
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh
gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang
letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ
padat maupun organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan
gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler

D. Manifestasi Klinis Trauma Abdomen


1. Trauma tembus abdomen (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium):
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
b. Respon stres simpatis
c. Perdarahan dan pembekuan darah
d. Kontaminasi bakteri
e. Kematian sel
Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar
rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi.
Secara umum organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan
perdarahan. Sedangkan organ berongga bila pecah mengeluarkan isinya
dalam hal ini bila usus pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam rongga
peritoneal sehingga akan mengakibatkan peradangan atau infeksi.
2. Trauma tumpul abdomen (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritonium) ditandai dengan :
a. Kehilangan darah.
b. Memar/jejas pada dinding perut.
c. Kerusakan organ-organ.
d. Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding
perut.
e. Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).

Menurut Scheets (2002), secara umum seseorang dengan trauma abdomen


menunjukkan manifestasi sebagai berikut :
a. Laserasi, memar,ekimosis
b. Hipotensi
c. Tidak adanya bising usus
d. Hemoperitoneum
e. Mual dan muntah
f. Adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal pada auskultasi pembuluh darah,
biasanya pada arteri karotis),
g. Nyeri
h. Pendarahan
i. Penurunan kesadaran
j. Sesak
k. Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan
limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.
l. Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal
m. Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh (pinggang) pada
perdarahan retroperitoneal.
n. Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum, skrotum atau labia pada
fraktur pelvis
o. Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran
kiri atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe.

E. Komplikasi Trauma Abdomen


1. Trombosis Vena
2. Emboli Pulmonar
3. Stress ulserasi dan perdarahan
4. Pneumonia
5. Tekanan ulserasi
6. Atelektasis
7. Sepsis

F. Pemeriksaan Penunjang Trauma Abdomen


Menurut Musliha, 2010, pemeriksaan diagnostik untuk trauma abdomen, yaitu :
1. Foto thoraks : Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi
perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan
adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan
transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara
bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan
gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai
hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma
pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada
persangkaan trauma pada ginjal.
6. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam
rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
Indikasi untuk melakukan DPL sebagai berikut :
a. Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
b. Trauma pada bagian bawah dari dada
c. Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
d. Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol,
cedera otak)
e. Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang)
f. Patah tulang pelvis
Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
a. Hamil
b. Pernah operasi abdominal
c. Operator tidak berpengalaman
d. Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum
dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
Menurut Musliha (2011), pemeriksaan khusus untuk trauma abdomen, yaitu :
a. Abdominal paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk
menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari
100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9%
selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
b. Pemeriksaan laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung
sumber penyebabnya.
Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.

G. Penatalaksanaan Trauma Abdomen


1. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi
kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka
tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian
awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon,
maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat
dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan
tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.
b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik
untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan
pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat
tidaknya pernapasan).
c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-
sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika
tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera.
Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30
kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim ke rumah sakit.
Penanganan awal trauma Penetrasi (trauma tajam)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan
dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau
sehingga tidak memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban
steril.
d. Imobilisasi pasien.
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g. Kirim ke rumah sakit.     
2. Hospital
a. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli
bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk
menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka
masuk dan luka keluar yang berdekatan.
1) Skrinning pemeriksaan rontgen
2) Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara
intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk
menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
3) IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
4) Uretrografi
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
5) Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung
kencing, contohnya pada :
- fraktur pelvis
- trauma non-penetrasi
b. Penanganan pada trauma benda tumpul :
1) Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk
pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan
laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium,
glukosa, amilase.
2) Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior
dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita
dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara
ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah
diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
3) Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon
ascendens atau decendens dan dubur (Hudak & Gallo, 2001).
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Primary Survey
a. Airway :
Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya sumbatan atau obstruksi
b. Breathing :
Memastikan irama napas normal atau cepat, pola napas teratur, tidak ada
dyspnea, tidak ada napas cuping hidung, dan suara napas vesikuler
c. Circulation :
Nadi lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mt, tekanan darah dibawah normal
bila terjadi syok, pucat oleh karena perdarahan, sianosis, kaji jumlah
perdarahan dan lokasi, capillary refill >2 detik apabila ada perdarahan.
Penurunan kesadaran.
d. Disability :
Kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil anisokor apabila adanya
diskontinuitas saraf yang berdampak pada medulla spinalis.
e. Exposure/Environment :
fraktur terbuka di femur dekstra, luka laserasi pada wajah dan tangan, memar
pada abdomen, perut semakin menegang.
2. Secondary Survey
a. Fokus Asesment
1) Kepala :
Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga, dan mulut.
Temuan yang dianggap kritis:
 Pupil tidak simetris, midriasis tidak ada respon terhadap cahaya ?
 Patah tulang tengkorak (depresi/non depresi, terbuka/tertutup)?
 Robekan/laserasi pada kulit kepala?
 Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut?
 Cairan serebrospinal di telinga atau di hidung?
 Battle sign dan racoon eyes?
2) Leher :
Lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher bagian
belakang.. Temuan yang dianggap kritis: Distensi vena jugularis, deviasi
trakea atau tugging, emfisema kulit
3) Dada :
Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot asesoris,
pergerakan dada, suara paru. Temuan yang dianggap kritis: Luka terbuka,
sucking chest wound, Flail chest dengan gerakan dada paradoksikal, suara
paru hilang atau melemah, gerakan dada sangat lemah dengan pola napas
yang tidak adekuat (disertai dengan penggunaaan otot-otot asesoris).
4) Abdomen :
Memar pada abdomen dan tampak semakin tegang, lakukan auskultasi dan
palpasi dan perkusi pada abdomen. Temuan yang dianggap kritis
ditekuannya penurunan bising usus, nyeri tekan pada abdomen bunyi
dullness.
5) Pelvis :
Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri tekan. Temuan yang
dianggap kritis: Pelvis yang lunak, nyeri tekan dan tidak stabil serta
pembengkakan di daerah pubik
6) Extremitas :
Ditemukan fraktur terbuka di femur dextra da luka laserasi pada tangan.
Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi motorik, fungsi
sensorik.
Temuan yang dianggap kritis :
 Nyeri
 Melemah atau menghilangnya denyut nadi
 Menurun atau menghilangnya fungsi sensorik dan motorik.
7) Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi : Suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah.
8) Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow Coma
Scale) : terjadi penurunan kesadaran pada pasien.

3. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
b. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
abdomen.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
e. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang.
4. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa
NO Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan

1 Kekurangan Setelah dilakukan tindakan 1.     Kaji tanda-tanda vital.


volume cairan keperawatan selama 1x24 jam, 2.     Pantau cairan parenteral
b/d volume cairan tidak dengan elektrolit, antibiotik
perdarahan mengalami kekurangan. dan vitamin
Kriteria Hasil : 3.     Kaji tetesan infus.
1. Intake dan output seimbang 4.     Kolaborasi : Berikan cairan
2. Turgor kulit baik parenteral sesuai indikasi.
3. Perdarahan (-) 5.     Cairan parenteral ( IV line )
sesuai dengan umur.
6.     Pemberian tranfusi darah

2 Nyeri b/d Setelah dilakukan tindakan 1.     Kaji karakteristik nyeri.


adanya trauma keperawatan 1x24 jam, Nyeri 2.     Beri posisi semi fowler.
abdomen atau klien teratasi. 3.     Anjurkan tehnik manajemen
luka penetrasi Kriteria Hasil : nyeri seperti distraksi
abdomen. 1. Skala nyeri 0 4.     Managemant lingkungan yang
2. Ekspresi tenang. nyaman.
5.     Kolaborasi pemberian
analgetik sesuai indikasi.
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1.     Kaji tanda-tanda infeksi.
b/d tindakan keperawatan 1x24 jam, infeksi 2.     Kaji keadaan luka.
pembedahan, tidak terjadi. 3.    Kaji tanda-tanda vital.
tidak Kriteria Hasil : 4.    Lakukan  cuci tangan sebelum
adekuatnya 1. Tanda-tanda infeksi (-) kntak dengan pasien.
pertahanan 2. Leukosit 5000-10.000 5.    Lakukan pencukuran pada area
tubuh. mm3 operasi (perut kanan bawah
6.    Perawatan luka dengan prinsip
sterilisasi.
7.    Kolaborasi pemberian
antibiotik
4 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1.     Kaji kemampuan pasien untuk
mobilitas fisik keperawatan selama 1x24 bergerak.
berhubungan jam, diharapkan dapat bergerak 2.     Dekatkan peralatan yang
dengan bebas. dibutuhkan pasien.
kelemahan 3.     Berikan latihan gerak aktif
fisik Kriteria Hasil : pasif.
1. Mempertahankan mobilitas 4.     Bantu kebutuhan pasien.
optimal 5.     Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi.
5 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1.    Ajarkan dan bantu klien untuk
nutrisi kurang keperawatan 1x24 jam, nutrisi istirahat sebelum makan
dari kebutuhan klien terpenuhi. 2.    Awasi pemasukan diet/jumlah
tubuh b/d kalori, tawarkan makan sedikit
intake yang Kriteria Hasil : tapi sering dan tawarkan pagi
kurang. 1. Nafsu makan meningkat paling sering.
2. BB Meningkat 3.    Pertahankan hygiene mulut
3. Klien tidak lemah yang baik sebelum makan dan
sesudah makan .
4.    Anjurkan makan pada posisi
duduk tegak.
5.    Berikan diit tinggi kalori,
rendah lemak
Penyimpangan KDM Trauma Abdom
Ledakan, benturan,
Perdarahan pada pukulan
Luka tusuk / luka tembak rongga peritonium
Trauma tembus Hipovolumia
Trauma tumpul

Luka terbuka Resiko


perdarahan Kerusakan pada organ
cidera
Kerusakan
Hipermetabolik
intergritas kulit
Distensi abdomen

Gangguan sistem Tindakan Penurunan masukan


imun laparatomi seluler oleh gangguan Peningkatan tekanan
integritas saluran diafragmatik
gastrointestinal
Respon metabolik Luka post
terhadap trauma laparatomi Ketidakefektifan pola
Resiko nafas
ketidakseimbangan
Bedrest nutrisi
Tidak adekuatnya total Kerusakan sel / jejas
pertahanan jaringan
primer dan Defisit Aspirasi isi lambung
sekunder akibat perawatan
gangguan diri Pengeluaran media kimia
gastrointestinal oleh sel mast
Tindakan intubasi

Resiko infeksi Stimulasi serabut saraf


Masuknya isi lambung
kedalam esofagus

Merangsang hormon BPH


Motalitas usus Penumpukan cairan atau
(Bradikinin,
sekret
Prostaglandin dan
Histamin)
Disfungsi usus
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Refluks usus cairan Proses transduksi,
transmisi dan persepsi
berlebih DAFTAR PUSTAKA

Resiko kekurangan Nyeri akut


volume cairan
Brunner & Suddarth (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2. Ed. 8.
EGC: Jakarta.

Docthwrman, Joanne McCloskey. (2004). Nursing Interventions Classification. St


Louis, Mossouri, Elsevier inc.

Herdman, T Heather, dkk. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi.


Edisi 10. Jakarta: EGC

Nurarif, A. (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan


NIC NOC Jilid 3. Jogjakarta: MediAction

Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., Pradipta., E. (2014). Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi 4, Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai