Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA TUMPUL ABDOMEN DI RUANGAN


BAJI KAMASE RSUD. LABUANG BAJI MAKASSAR

OLEH :

HAJRAH
NIM :19193021

CI LAHAN CI INSTITUSI

(………………….) (…………..……)

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN X


STIKPER GUNUNG SARI MAKASSAR
2019

1
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Dasar Trauma Abdomen

A. Defenisi Trauma Abdomen

Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan

cedera (sjamsuhidayat, 2010).

Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah abdomen

yang meliputi daerah retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal.

Trauma abdomen adalah cedera vicera abdominal yang disebabkan

karena luka penetratif atau trauma tumpul. Akibat dari trauma abdomen

dapat berupa perforasi ataupun perdarahan. Kematian pada trauma

abdomen biasanya terjadi akibat sepsis atau perdarahan.

Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah

antara diafragma atas dan panggul bawah (Guilon, 2011).

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur

yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka

tumpul atau yang menusuk. (Ignativicus & Workman, 2006).

B. Etiologi

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang

terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul.

Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak

2
terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh

klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.

Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak

yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka

tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan

tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal

diabdomen.

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :

1. Paksaan /benda tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga

peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh,

kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera

akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk

pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.

2. Trauma tembus

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga

peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan

benda tajam atau luka tembak.

C. PATOFISIOLOGI

Trauma pada abdomen dibagi menjadi trauma tumpul dan

tembus.Trauma tumpul abdomen disebabkan kompresi dan deselerasi.

Kompresi rongga abdomen oleh benda - benda terfiksasi, seperti sabuk

3
pengaman atau setir kemudi akan meningkatkan tekanan intraluminal

dengan cepat, sehingga mungkin menyebabkan ruptur usus, atau

pendarahan organ padat. Gaya deselerasi (perlambatan) akan menyebabkan

tarikan atau regangan antara struktur yang terfiksasi dan yang dapat

bergerak. Deselerasi dapat menyebabkan trauma pada mesenterium,

pembuluh darah besar, atau kapsul organ padat, seperti ligamentum teres

pada hati. Organ padat, seperti limpa dan hati merupakan jenis organ yang

tersering mengalami terluka setelah trauma tumpul abdomen terjadi

(Demetriades, 2007).

Trauma tumpul pada abdomen juga disebabkan oleh

pengguntingan,penghancuran atau kuatnya tekanan yang menyebabkan

rupture pada usus atau struktur abdomen yang lain. Luka tembak dapat

menyebabkan kerusakan pada setiap struktur didalam abdomen.Tembakan

menyebabkan perforasi pada perut atau usus yang menyebabkan peritonitis

dan sepsis.

Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen

adalah:

a. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan pada

jaringan,kehilangan darah dan shock.

b. Perubahan metabolic dimediasi oleh CNS dan system

makroendokrin,mikroendokrin.

c. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan dengan

perdarahan massif dan transfuse multiple.

4
d. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi

saluran pencernaan dan bakteri ke peritoneum

e. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan

integritas rongga saluran pencernaan.

f. Limpa merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang

diakibatkan oleh trauma tumpul. Sering terjadi hemoragi atau perdarahan

masif yang berasal dari limpa yang ruptur sehingga semua upaya dilakukan

untuk memperbaiki kerusakan di limpa.

g. Liver, karena ukuran dan letaknya hati merupakan organ yang paling

sering terkena kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali

kerusakan disebabkan oleh trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan

apabila terjadi perlukaan dihati yaitu mengontrol perdarahan dan

mendrainase cairan empedu.

h. Esofagus bawah dan lambung, kadang - kadang perlukaan esofagus

bawah disebabkan oleh luka tembus. Karena lambung fleksibel dan

letaknya yang mudah berpindah, sehingga perlukaan jarang disebabkan

oleh trauma tumpul tapi sering disebabkan oleh luka tembus langsung.

i. Pankreas dan duodenum, walaupun trauma pada pankreas dan duodenum

jarang terjadi. Tetapi trauma pada abdomen yang menyebabkan tingkat

kematian yang tinggi disebkan oleh perlukaan di pankreas dan duodenum,

hal ini disebabkan karena letaknya yang sulit terdeteksi apabila terjadi

kerusakan.

5
D. Manifestasi Klinis

Berdasarkan jenis trauma:

1.Trauma tembus abdomen

a. Potensi mematikan dan segera membahayakan jika disertai cedera

pembuluh darah besar. b. Luas cedera intraabdominal tergantung tenaga

kinetik objek penetratif. Luka akibat peluru dibedakan menjadi low-velocity

dan high-velocity

c. Peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra

peritoneal.

d. Usus merupakan organ yang paling sering terkena pada luka tembus

abdomen karena usus mengisi sebagian besar rongga abdomen.

e. Perforasi dibagian atas (lambung) terjadi perangsangan segera setelah

trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat. Sedangkan bagian bawah,

gejala baru timbul setelah 24 jam karena mikroorganisme membutuhkan

waktu berkembang biak setelah 24 jam.

2. Trauma tumpul abdomen

a. Gejala pada trauma tumpul abdomen merupakan akibat kehilangan darah,

memar, atau kerusakan pada organ – organ atau iritasi cairan usus yaitu nyeri

tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan perut (akibat hematoma).

b. Bising usus biasanya melemah atau menghilang.

6
c. Rangsangan peritoneum dapat pula berupa nyeri alih di daerah bahu

terutama di sebelah kiri yang dikenal sebagai referred pain atau tanda dari

KEHR.

Berdasarkan tipe cedera:

1. Pada organ padat

Yang paling sering mengalami kerusakan adalah hati dan limpa yang akan

menyebabkan perdarahan bervariasi dari ringan sampai sangat berat bahkan

kematian.

Gejala dan tandanya adalah:

a. Gejala perdarahan secara umum

b. Penderita tampak anemis

c. Bila perdarahan berat akan timbul shok hemoragik

d. Gejala adanya darah intraperitoneal

e. Nyeri abdomen dapat bervariasi dari ringan sampai hebat

f. Pada auskultasi bising usus menurun tapi bukan merupakan tanda yang

dapat dipercaya karena bising usus akan menurun pada banyak keadaan

lain.

g. Ada nyeri tekan, nyeri lepas dan defans muskuler ( kekakuan otot) seperti

pada peritonitis

h. Perut akan semakin membesar jika ditemukan pada perdarahan hebat dan

penderita tidak gemuk

i. Pada perkusi ditemukan pekak pada sisi yang meninggi

7
2. Pada organ berongga

a. Akan menimbulkan peritonitis yang dapat timbul cepat sekali

b. Penderita akan mengeluh nyeri seluruh abdomen

c. Kadang – kadang ditemukan ada organ intraabdomen yang menonjol keluar

paling sering omentum, usus halus, atau colon (pada trauma tajam)

d. Auskultasi bising usus menurun, dan adanya defans muskuler.

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :

1. Nyeri

Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat

timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan

nyeri lepas.

2. Darah dan cairan

Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang

disebabkan oleh iritasi.

3. Cairan atau udara dibawah diafragma

Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada

saat pasien dalam posisi rekumben.

4. Mual dan muntah

5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)

Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock

hemoragi

8
E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Diagnostik

a . Foto thoraks

Untuk melihat adanya trauma pada thorak.

b. Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bila terjadi

perdarahan terus menerus. Demikian pula denganpemeriksaan

hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm

tanpaterdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup

banyak kemungkinanruptura lienalis. Serum amilase yang

meninggi menunjukkan kemungkinan adanyatrauma pankreas atau

perforasi usus halus. Kenaikan transaminase

menunjukkankemungkinan trauma pada hepar.

c. Plain abdomen foto tegak

Memperlihatkan udara bebas dalam ronggaperitoneum, udara

bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum

danperubahan gambaran usus.

Pemeriksaan urine rutin

9
d. Menunjukkan adanya trauma pada salurankemih bila dijumpai

hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkanadanya

trauma pada saluran urogenital.

e. VP (Intravenous Pyelogram)

Karena alasan biaya biasanya hanyadimintakan bila ada

persangkaan trauma pada ginjal.

f. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)

Dapat membantu menemukan adanya darah ataucairan usus dalam

rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL

inihanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi

(gold standard).

g. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagaiberikut :

1) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkansebabnya

2)  Trauma pada bagian bawah dari dada

3) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasanyang jelas

4) Pasien cedera abdominal dengan gangguankesadaran (obat,

alkohol, cedera otak)

5)  Pasien cedera abdominal dan cedera medulaspinalis (sumsum

tulang belakang)

6) Patah tulang pelvis

7) Kontra indikasi relatif melakukan DPLadalah sebagai berikut :

10
8) Hamil

9) Pernah operasi abdominal

10) Operator tidak berpengalaman

11) Bila hasilnya tidak akan merubahpenatalaksanaan

h. Ultrasonografi dan CT Scan

Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderitayang belum

dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar

danretroperitoneum.

2. Pemeriksaan khusus

a. Abdomonal Paracentesis

Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangatberguna untuk

menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih

dari100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari

rongga peritoneumsetelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl

0.9% selama 5 menit, merupakanindikasi untuk laparotomi.

b. Pemeriksaan Laparoskopi

Dilaksanakan bila ada akut abdomen untukmengetahui langsung

sumber penyebabnya.

F. Komplikasi

11
Komplikasi segera yang dapat terjadi pada pasien dengan

trauma abdomen adalah hemoragi, syok, dan cedera. Sedangkan

komplikasi jangka panjangnya adalah infeksi. Komplikasi yang dapat

muncul dari trauma abdomen terutama trauma tumpul adalah cedera

yang terlewatkan, terlambat dalam diagnosis, cedera iatrogenik, intra

abdomen sepsis dan abses, resusitasi yang tidak adekuat, rupture

spleenyang muncul kemudian (Salomone & Salomone, 2011).

Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul

abdomen karena adanya rupture pada organ.Gejala dan tanda yang

sering muncul pada komplikasi dengan peritonitis antara lain:

1. Nyeri perut seperti ditusuk

2. Perut yang tegang (distended)

3. Demam (>380C)

4. Produksi urin berkurang

5. Mual dan muntah

6. Haus

7. Cairan di dalam rongga abdomen

8. Tidak bisa buang air besar atau kentut

9. Tanda-tanda syok.

G. PENATALAKSANAAN PRE HOSPITAL DAN HOSPITAL

1. Pre Hospital

a. Penanganan Awal Trauma Abdomen

12
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang

mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di

lokasi kejadian. Menurut Musliha (2010), Penilaian Awal yang

dilakukan adalah ABC jika ada indikasi, jika korban tidak berespon,

maka segera buka dan bersihkan.

Primary Survey

a. Airway

Membuka jalan nafas penggunakan menggunakan teknik head tilt

chin lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa

adakah benda asing yang mengakibatkan tertutupnya jalan nafas.

Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.

b. Breathing

Memeriksa pernapasan dengan cara“lihat, dengar, rasakan’,

selanjutnya pemeriksaan status respirasi klien.Kontrol jalan nafas pada

penderita trauma abdomen yang airway terganggu karena faktor

mekanik, ada gangguan ventilasi atau ada gangguan kesadaran, dicapai

dengan intubasi endotrakeal.Setiap penderita trauma diberikan

oksigen.Bila tanpa intubasi, sebaiknya diberikan dengan face

mask.Pemakaian pulse oximeter baik untuk menilai saturasi O2 yang

adekuat.

c. Circulation

13
Jika pernafasan pasien cepat dan tidak adekuat, maka berikan

bantuan pernafasan.Resusitasi pasien dengan trauma abdomen

penetrasi dimulai segera setelah tiba. Cairan harus diberikan dengan

cepat. NaCl atau Ringer Laktat dapat digunakan untuk

resusitasikristaloid.Rute akses intravena adalah penting, pasang kateter

intravena perifer berukuran besar (minimal 2) di ekstremitas atas untuk

resusitasi cairan. Pasien yang datang dengan hipotensi sudah berada di

kelas III syok (30-40% volume darah yang hilang) dan harus menerima

produk darah sesegera mungkin, hal yang sama berlaku pada pasien

dengan perdarahan yang signifikan jelas. Upaya yang harus dilakukan

untuk mencegah hipotermia, termasuk menggunakan selimut hangat

dan cairan prewarmed.

d. Disability

Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara

cepat.Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi

pupil. e. Exposure Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya

dengan cara menggunting untuk memeriksa dan evaluasi penderita.

Paparan lengkap dan visualisasi head-to-toe pasien adalah wajib pada

pasien dengan trauma abdomen penetrasi. Ini termasuk bagian bokong,

bagian posterior dari kaki, kulit kepala, bagian belakang leher, dan

perineum. Setelah pakaian dibuka penting penderita diselimuti agar

penderita tidak kedinginan.

14
Untuk penanganan awal trauma abdomen, dilihat dari trauma non

penetrasi dan trauma penetrasi, yaitu:

1) Penanganan awal trauma non-penetrasi

a) Stop makanan dan minuman

b) Imobilisasi

c) Kirim ke rumah sakit

d) Diagnostic Peritoneal Lavage

2) Penanganan awal trauma penetrasi

a) Bila terjadi luka tusuk, maka tusuan tidak boleh dicabut

kecuali oleh tim medis. Lilitkan pisau untuk emfiksasi agar

tidak memperparah luka.

b) Bila usus atau organlain keluar maka organ tersebut tidak

boleh dimasukkan, maka organ tersebut dibaluk dengan

kain bersih atau kasa steril.

c) Imobilisasi pasien

d) Tidak makan dan minum

e) Bila luka terbuka, balut dengan menekan

f) Kirim pasien ke rumah sakit

Secondary Survey

Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil. Bila

sewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus

kembali mengulangi PRIMARY SURVEY. Semua prosedur yang

15
dilakukan harus dicatat dengan baik. Pemeriksaan dari kepala sampai

ke jari kaki (head-to-toe examination) dilakukan dengan perhatian

utama:

1. Pemeriksaan kepala

• Kelainan kulit kepala dan bola mata

• Telinga bagian luar dan membrana timpani

• Cedera jaringan lunak periorbital

2. Pemeriksaan leher

• Luka tembus leher

• Emfisema subkutan

• Deviasi trachea

• Vena leher yang mengembang

3. Pemeriksaan neurologis

• Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)

• Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik

• Penilaian rasa raba / sensasi dan reflex

4. Pemeriksaan dada

• Clavicula dan semua tulang iga

• Suara napas dan jantung

• Pemantauan ECG (bila tersedia)

5. Pemeriksaan rongga perut (abdomen)

• Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah

16
• Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen

kecuali bila ada trauma wajah

• Periksa dubur (rectal toucher)

• Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus

externus

6. Pelvis dan ekstremitas

• Cari adanya fraktur (pada kecurigaan fraktur pelvis jangan

melakukan tes gerakan apapun karena memperberat perdarahan)

• Cari denyut nadi-nadi perifer pada daerah trauma

• Cari luka, memar dan cedera lain

7. Pemeriksaan sinar-X (bila memungkinkan) :

• Foto atas daerah abdomen yang cedera dilakukan secara selektif.

2. Penanganan di Rumah Sakit (Hospital)

a. Trauma Penetrasi

1) Skrinnig pemeriksaan rongten

Foto thoraks tegak berguna untuk kemungkinan hemo atau

pneumothoraks. Rontgen abdomen untuk menentukan jalan luka

atau adanya udara retroperitoneum

2) IVP atau Urogram Excretory dan CT scan

Ini dilakukan untuk mengetahui jenis cedera ginjal yang ada.

3) Uretrografi Dilakukan untuk mengetahui adanya rupture uretra.

17
4) Sistografi

Ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada

kandung kencing, contohnya pada fraktur pelvis dan trauma non

penetrasi.

b. Trauma non-penetrasi

1) Pengambilan contoh darah dan urine

Darah digunakan untuk pemeriksaan lab rutin dan pemeriksaan

darah khusus seperti darah lengkap, potassium, glukosa, amylase.

2) Pemeriksaan Rongent

Pemeriksaan rontgen servikal lateral, thoraks anteroposterior dan

pelvis adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita

dengan multitrauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara

ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas dibawah

diagfragma, yang keduanya memerlukan laparotomi.

3) Study kontras urologi dan Gastrointestinal

Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon

ascendens atau descendens dan dubur.

3. Penatalaksanaan di Ruang Emergensi

a. Mulai prosedur resusitasi ABC (memperbaiki jalan napas,

pernapasan dan sirkulasi).

18
b. Pertahankan pasien pada brankard; gerakan dapat

menyebabkan fragmentasi bekuan pada pembuluh darah besar

dan menimbulkan hemoragi massif.

c. Pastikan kepatenan dan kestabilan pernapasan.

d. Gunting pakaian penderita dari luka.

e. Hitung jumlah luka dan tentukan lokasi luka masuk dan

keluar.

f. Kontrol perdarahan dan pertahankan volume darah sampai

pembedahan dilakukan.

g. Berikan kompresi pada luka dengan perdarahan eksternal dan

lakukan bendungan pada luka dada.

h. Pasang kateter IV berdiameter besar untuk penggantian cairan

secara cepat dan memperbaiki dinamika sirkulasi.

i. Perhatikan kejadian syok setelah respon awal terhadap terapi

transfusi; ini sering merupakan tanda adanya perdarahan

internal.

j. Aspirasi lambung dengan memasang selang nasogastrik.

Prosedur ini membantu mendeteksi luka lambung,

mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan

mencegah komplikasi paru karena aspirasi.

k. Pasang kateter urin untuk mendapatkan kepastian adanya

hematuria dan pantau jumlah urine perjam.

19
l. Tutupkan visera abdomen yang keluar dengan balutan steril,

balutan dibasahi dengan salin untuk mencegah kekeringan

visera

m. Fleksikan lutut pasien; posisi ini mencegah protusi yang

lanjut.

n. Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya

peristaltik dan muntah.

o. Siapkan pasien untuk parasentesis atau lavase peritonium

ketika terdapat ketidakpastian mengenai perdarahan

intraperitonium.

p. Siapkan pasien untuk sinografi untuk menentukan apakah

terdapat penetrasi peritonium pada kasus luka tusuk.

q. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.

r. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi.

Trauma dapat menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan

barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada waktu

cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi

nosokomial).

s. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya

syok, kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah

diafragma, eviserasi, atau hematuria.

H. Prognosis

20
Prognosis untuk pasien dengan trauma abdomen bervariasi. Tanpa data

statistic yang menggambarkan jumlah kematian di luar rumah sakit, dan

jumlah pasien total dengan trauma abdomen, gambaran spesifik

prognosis untuk pasien trauma intra abdomen sulit. Angka kematian

untuk pasien rawat inap berkisar antara 5-10% (Udeani & Steinberg,

2011).

II. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Pengkajian primer

a. Airway

Membuka jalan nafas penggunakan menggunakan teknik head tilt chin

lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah

benda asing yang mengakibatkan tertutupnya jalan nafas. Muntahan,

makanan, darah atau benda asing lainnya.

21
b. Breathing

Memeriksa pernapasan dengan cara “lihat, dengar, rasakan’,

selanjutnya pemeriksaan status respirasi klien.

c. Circulation

Mengecek denyut nadi dan tekanan darah.

d. Disability

Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat.Yang

dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.

e. Exposure

Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara

menggunting untuk memeriksa dan evaluasi penderita. Paparan

lengkap dan visualisasi head-to-toe pasien adalah wajib pada pasien

dengan trauma abdomen penetrasi. Ini termasuk bagian bokong, bagian

posterior dari kaki, kulit kepala, bagian belakang leher, dan perineum.

Setelah pakaian dibuka penting penderita diselimuti agar penderita

tidak kedinginan.

2. Pengkajian Sekunder

a. Aktivitas / istirahat

Data Subyektif : Merasa lemah ,lelah, hilang keseimbangan

Data Obyektif : Perubahan Kesadaran ,masalah dalam keseimbangan

cedera (trauma).

22
b. Sirkulasi

Data Obyektif : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi)

Perubahan frekuensi jantung (Bradikardi, takikardi)

c. Integritas ego

Data Subyektif : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau

dramatis)

Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi

d. Eliminasi

Data Subyektif: Inkontenensia kandung kemih/usus atu mengalami

gangguan fungsi

e. Makanan dan cairan

Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera

makan

Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen

f. Neurosensori

Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara ,vertigo

Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan

status mental (Orientasi , Kewaspadaan, Perhatian, konsentrasi,

pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori),

Sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, Kehilangan sensasi

sebagai tubuh, Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh

g. Nyeri dan Kenyamanan

23
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang

berbeda, biasanya lama.

Data Obyektif : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan,

nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih.

h. Pernafasan

Data Subyektif : Perubahan pola nafas

i. Keamanan

Data Subyektif : Trauma baru/trauma karena kecelakaan

Data Obyektif : Fraktur / dislokasi, Gangguan kognitif, Gangguan

rentang gerak, Demam, gangguan rentang dan regulasi suhu tubuh.

j. Interaksi Sosial

Data Obyektif : Gangguan motorik atau sensorik

k. Penyuluhan / Pembelajaran

Data Subyektif :Membutuhkan bantuan dalam pengobatan aktivitas

perawatan diri.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnose keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan Trauma

Abdomen adalah (NANDA II 2015 - 2017) :

1. Nyeri Akut

2. Kekurangan Volume Cairan

24
3. Resiko Infeksi

3. Ketidakefektifan pola napas

4. Kerusakan Integritas Jaringan

5. Kerusakan Integritas Kulit

C. Intervensi

1. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka

penetrasi abdomen.

Tujuan : Nyeriteratasi

              Intervensi :

a.     Kaji karakteristik nyeri

                   R/ mengetahui tingkat nyeri klien.

b.    Beri posisi semi fowler.

                   R/ mengurngi kontraksi abdomen

c. Anjurkan tehnik manajemen nyeri sepertidistraksi

                   R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan

perhatian

d.   Kolaborasi pemberian analgetik sesuaiindikasi.

                   R/ analgetik membantu mengurangi rasanyeri.

e.   Managemant lingkungan yang nyaman

                 R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikanrasa nyaman

klien

25
2. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan

perdarahan

Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.

              Intervensi     :

a.   Kaji tanda-tanda vital

                    R/untuk mengidentifikasi defisit volume cairan

b.    Pantau cairan parenteral dengan elektrolit,antibiotik dan

vitamin

                    R/mengidentifikasi keadaan perdarahan

 c .   Kaji tetesan infus

                    R/awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.

 d.   Kolaborasi : Berikan cairan parenteralsesuai indikasi.

                    R/ cara parenteral membantu memenuhikebutuhan nuitrisi

tubuh.

 e.   Tranfusi darah

                   R/ menggantikan darah yang keluar.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakanpembedahan,

tidak adekuatnya pertahanan tubuh.

          Tujuan :Tidak terjadi infeksi

          Intervensi :

a.    Kaji tanda-tanda infeksi

26
             R/ mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini.

b.    Kaji keadaan luka

                       R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi

resiko infeksi.

c.    Kaji tanda-tanda vital

                       R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi.

d.    Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi

                       R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial

e.    Kolaborasi pemberian antibiotik

     R/ antibiotikmencegah adanya infeksi bakteri dari luar

PENYIMPANGAN KDM

Trauma
(kecelakaan)

Penetrasi& Non-Penetrasi

Terjadiperforasi lapisan abdomen
(kontusio,laserasi, jejas, hematom)

27
Menekansaraf peritonitis

Terjadiperdarahan jar.lunak dan rongga abdomen → Nyeri

Motilitasusus

Disfungsi usus → Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih

Gangguan cairan Nutrisi kurang dari


dan eloktrolit kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik

(Sumber : Mansjoer,2001

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons.Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter


Edisi 7. Jakarta: IKABI, 2004, Bab 5; Trauma Abdomen.
Ahmadsyah, I. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara
Publisher, 2009, Bab 2; Digestive.
Diktat Kuliah.Sistem Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Secara
Terpadu. Jakarta : Ambulan Gawat Darurat 118.
Guilon, F. 2011. Epidemiology of abdominal trauma. in: CTof the Acute
Abdomen. London: Springer.

28
Heater Herdman, T. 2015. NANDA internasional Inc. nursing : definition &
classification 2015-2017. Jakarta: EGC.
Musliha.(2010). Keperawatan gawat darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.
Mochamad Aleq Sander. (2013). Kasus serial ruptur lien akibat trauma
abdomen: bagaimana pendekatan diagnosis dan penatalaksanaannya.
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/vie w/2377/3216

29

Anda mungkin juga menyukai