Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPOSPADIA

OLEH:

DIAN SULASTI

C121 13 501

Preseptor Institusi Preseptor Klinik

( ) ( )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2017
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Hipospadia adalah kelainan kongenital berupa muara uretra yang terletak disebelah
ventral penis dan proksimal ujung penis. Letak meatus uretra bisa terletak pada glandular
hingga perineal (Nurarif & Kusuma, 2015).
Hipospadia dibagi menjadi beberapa tipe menurut letak orifisium uretra eksternum
yaitu sebagai berikut :
1. Tipe Sederhana / Tipe Anterior
Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis,
kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila
meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe Penil / Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-
escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum.
Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit
prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau
glands penis menjadi pipih.
3. Tipe Penoskrotal dan Tipe Perineal / Tipe Posterior
Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang
disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya
testis tidak turun.
B. Etiologi
Penyebab kelainan ini kemungkinan bermula dari proses kehamilan juga karena
maskulinisasi inkomplit dari genetalia karena involusi yang premature dari sel interstitial
testis. Didalam kehamilan terjadi penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap
sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis. Perkembangan uretra in utero
normalnya dimulai sekitar 8 minggu dan selesai dalam 15 minggu (Nurarif & Kusuma,
2015).
Penyebab sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui
penyebab pasti dari hipospadia. Beberapa etiologi dari hipospadia menurut (Gatti, 2017)
yaitu:
1. Faktor Genetik
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi
pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen
tersebut tidak terjadi.
2. Faktor Gangguan dan Ketidakseimbangan Hormon
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormone
androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga
walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila
reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang
semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
3. Faktor Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang
bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis dari fraktur menurut Nurarif & Kusuma (2015) mencakup :
1. Tidak terdapat prepusium ventral sehingga prepusium dorsal menjadi berlebihan
(dorsal hood)
2. Sering disertai dengan korde (penis agulasi ke ventral)/ penis melengkung kearah
bawah
3. Lubang kencing terletak dibagian bawah dari penis.

D. Komplikasi
1. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam 1
jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu)
2. Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK.
3. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat dewasa.
4. Infertility
5. Resiko hernia inguinalis
6. Gangguan psikososial

Komplikasi pasca operasi yang terjadi :

1. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat


bervariasi, juga terbentuknya hematom / kumpulan darah dibawah kulit, yang
biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi.
2. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh
angulasi dari anastomosis.
3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
berulang atau pembentukan batu saat pubertas.
4. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai
parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini
angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %.
5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak sempurna,
dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang
berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang.
6. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya
stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

E. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir atau bayi. Karena
kelainan dapat menyertai hipospadia, dianjurkan pemeriksaan yang menyeluruh
termasuk pemeriksaan kromosom.
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin
3. BNO-IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan
kongenital ginjal.
4. Kultur urin
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a. Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah
merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat
yang normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan
dan dapat melakukan coitus dengan normal.
b. Operasi harus dilakukan sejak dini, dan sebelum operasi dilakukan bayi
atau anak tidak boleh disirkumsisi karena kulit depan penis digunakan
untuk pembedahan nanti.
c. Dikenal banyak teknik operasi hipospadia yang umumnya terdiri dari
beberapa tahap yaitu: Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah
tunneling Sidiq-Chaula, Teknik Horton dan Devine.
1) Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan
terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia
1 - 2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada
tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan
preputium bagian dorsal dan kulit penis.
Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat
parut sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra
(saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit
dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap
dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan
dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap
pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang.

2) Teknik Horton dan Devine


Dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar dengan
penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis
distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap
mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan
pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah.
Mengingat pentingnya prepurium untuk bahan dasar perbaikan
hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan
dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadia.
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Pengumpulan Data
Biodata identitas klien dan penanggung jawab
1. Identitas Klien
Dikaji nama, jenis kelamin, agama, alamat, suku bangsa, pekerjaan dan lain-lain.
2. Identitas penanggung jawab
Dikaji nama, alamat, pekerjaan dan hubungan dengan klien.
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
(Menjelaskan keluhan yang paling dirasakan oleh klien saat ini)
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
(Menjelaskan uraian kronologis sakit klien sekarang sampai klien dibawa ke RS,
ditambah dengan keluhan klien saat ini yang diuraikan dalam konsep PQRST)
1) P : Palitatif /Provokatif
(Apakah yang menyebabkan gejala, apa yang dapat memperberat dan
menguranginya)
2) Q : Qualitatif /Quantitatif
(Bagaimana gejala dirasakan, nampak atau terdengar, sejauhmana
merasakannya sekarang)
3) R : Region
(Dimana gejala terasa, apakah menyebar)
4) S : Skala
(Seberapakah keparahan dirasakan dengan skala 1 s/d 10)
5) T : Time
(Kapan gejala mulai timbul, berapa sering gejala terasa, apakah tiba-tiba atau
bertahap)
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
(Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan dengan atau
memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien saat ini. Termasuk
faktor predisposisi penyakit dan ada waktu proses sembuh)
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
(Mengidentifikasi apakah di keluarga klien ada riwayat penyakit turunan atau
riwayat penyakit menular)
e. Pola Aktivitas Sehari-hari
(Membandingkan pola aktifitas keseharian klien antara sebelum sakit dan saat
sakit, untuk mengidentifikasi apakah ada perubahan pola pemenuhan atau tidak)
4. Pemeriksaan Fisik
(Fokus pada struktur dan perubahan fungsi yang terjadi dengan tehnik pemeriksaan
yang digunakan Head to Toe yang diawali dengan observasi keadaan umum klien.
Dan menggunakan pedoman 4 langkah yaitu Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
a. Sistem Kardiovakuler
Tanda dan gejala : Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sacrum). Edema
periorbital, friction rub pericardial, dan pembesaran vena jugularis, gagal jantung,
perikardtis, takikardia dan disritmia.
b. Sistem Integument
Tanda dan gejala : Warna kulit abu abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus,
echimosis, kulit tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, turgor kulit buruk, dan
gatal gatal pada kulit.
c. Sistem Pulmoner
Tanda dan gejala : Sputum kental , nafas dangkal, pernafasan kusmaul, udem paru,
gangguan pernafasan, asidosis metabolic, pneumonia, nafas berbau amoniak, sesak
nafas.
d. Sistem Gastrointestinal
Tanda dan gejala : Nafas berbau amoniak, ulserasi dan perdarahan pada mulut,
anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran
gastrointestinal, sto,atitis dan pankreatitis.
e. Sistem Neurologi
Tanda dan gejala : Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
penurunan konsentrasi, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, dan
perubahan perilaku, malaise serta penurunan kesadaran.
f. Sistem Muskuloskletal
Tanda dan gejala : Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop,
osteosklerosis, dan osteomalasia.
g. Sisem Urinaria
Tanda dan gejala : Oliguria, hiperkalemia, distropi renl, hematuria, proteinuria,
anuria, abdomen kembung, hipokalsemia, hiperfosfatemia, dan asidosis metabolik.
h. Sistem Reproduktif
Tanda dan gejala : Amenore, atropi testikuler, penurunan libido, infertilitas.
5. Data Psikologis
(Berisi tentang status emosi klien, kecemasan, pola koping, gaya komunikasi, dan
konsep diri)
6. Data Sosial
(Berisi hubungan dan pola interaksi klien dalam keluarga dan masyarakat)
7. Data Spiritual
(Mengidentifikasi tentang keyakinan hidup, optimisme terhadap kesembuhan
penyakit, gangguan dalam melaksanakan ibadah)

8. Data Penunjang
(Berisi tentang semua prosedur diagnostik dan laporan laboratorium yang dijalani
klien, dituliskan hasil pemeriksaan dan nilai normal, dituliskan hanya 3 kali
pemeriksaan terakhir secara berturut-turut. Bila hasilnya fluktuatif, buat keterangan
secara naratif)
9. Program dan Rencana Pengobatan
(Berisi tentang program pengobatan yang sedang dijalani dan yang akan dijalani oleh
klien)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi
2. Ansietas berhubungan dengan dengan cedera, trauma, dan prosedur bedah
3. Risiko infeksi
A. Intervensi Keperawatan
1 Nyeri akut berhubungan NOC NIC
dengan agen cedera fisik Pain Control Pain Management
(trauma) Pain level 1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor prespitasi
2) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien
4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
7) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
8) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
9) Kurangi faktor prespitasi nyeri
10) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi, dan
inter personal)
11) Ajarkan tentang teknik non farmakologi
12) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
13) Evaluasi keektifkan kontrol nyeri
14) Tingkatkan istirahat

Analgesic
1) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2) Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
3) Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
4) Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
5) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama
kali
6) Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
7) Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejaa (efek samping)
2 Gangguan citra tubuh NOC: NIC:
berhubungan dengan cedera, Body image Body image enhancement
trauma, dan prosedur bedah 1) Tentukan dasar ekspektasi citra tubuh pasien yang berhubungan dengan
perkembangan
2) Gunakan bimbingan terlebih dulu untuk menprediksi perubahan dari
citra tubuh
3) Bantu pasien untuk mendiskusikan penyebab dari penyakit atau
pembedahan, bila perlu
4) Bantu pasien dalam menentukan tingkat perubahan nyata pada tubuh
atau tingkat dari fungsinya
5) Bantu pasien mendiskusikan stressor yang mempengaruhi citra tubuh
pada kondisi bawaan, luka, penyakit, dan pembedahan.

Coping enhancement
6) Bantu pasien mengidentifikasi harapan jangka pendek dan jangka
panjang
7) Anjurkan pasien berinteraksi dengan orang yang memiliki minat dan
harapan yang sama
8) Bantu pasien dalam penanganan masalah dengan cara yang membangun
9) Evaluasi kemampuan pasien menentukan keputusan
10) Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi bila perlu
4 Risiko infeksi NOC : NIC :
Infection severity Infection control
Definisi: 1) Bersihkan lingkungan yang telah digunakan klien
Rentan mengalami invasi dan 2) Mengubah peralatan perawatan pasien sesuai standar
multipikasi organisme 3) Sediakan ruang isolasi untuk pencegahan, bila perlu
patgenik yang dapat 4) Mempertahankan teknik isolasi
mengganggu kesehatan 5) Batasi jumlah pengunjung
6) Ajarkan untuk meningkatkan cuci tangan untuk kesehatan individu
7) Instruksikan klien dalam mencuci tangan yang tepat
8) Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum masuk dan
setelah meninggslksn ruangan
9) Gunakan sabun antibakteri untuk mencuci tangan

Infection protection
1) Monitor sistemik, lokasi, tanda dan gejala infeksi
2) Monitor kebiasaan tekena infeksi
3) Monitor nilai granulosit, WBC, dan hasil yang berbeda
4) Menengakkan teknik asepsis untuk pasien yang berisiko
5) Sediakan perawatan kulityang mengalami edema
6) Inspeksi kulit, dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas, dan
drainase
7) Inspeksi kondisi semua tindakan insisi atau luka
BAB III

WEB OF CAUTION (WOC)

Proses perkembangan Pembentukan uretra Penyatuan glandula uretra


janin usia 8-15 terganggu di garis tengah lipatan
minggu uretra tidak lengkap

Pembentukan saluran kencing Meatus uretra (lubang kencing)


- Stenosis meatus ( aliran tidak sempurna terbuka pada sisi ventral penis
urin sulit diatur)
- kriptokirdisme (testis turun
ke dalam skrotum) Hipospadia

Tidak dilakukan operasi Pembedahan (operasi)

Pada jenis
penoskrotal/perinial Defisiensi pengetahuan Eksisi Chordee,
Ansietas uretroplasty
infertilitas
Pra pembedahan
Hubungan seksual
terganggu
Pemasangan Gangguan rasa nyaman
kateter inwhelling
Disfungsi seksual
Nyeri
Post de entry kuman

Risiko infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC). Singapore: Elsevier.
Gatti, J. M. (2017). HYPOSPADIAS. Retrieved May 28, 2017, from
http://emedicine.medscape.com/article/1015227-overview#a7
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (5th ed.). Singapore: Elsevier.
NANDA International. (2015). Nursing Diagnoses Definitions and classifiction. Jakarta:
EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Bedrdasarkan Diagnosa
Medis NANDA NIC-NOC. Jogkakarta: Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai