Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPOSPADIA


DI RUANG BEDAH UMUM RSUD ULIN BANJARMASIN

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa muara uretra yang terletak di
sebelah ventral penis dan sebelah prokimal ujung penis. Hipospadia merupakan
salah satu dari kelainan congenital paling sering pada genitalia laki laki, terjadi
pada satu dalam 350 kelahiran laki-laki, dapat dikaitkan dengan kelainan
kongenital lain seperti anomali ginjal, undesensus testikulorum dan genetik seperti
sindroma klinefelter.
2. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh
para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
a. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormon
androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga
walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila
reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang
semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
b. Genetika, Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi
karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga
ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
c. Lingkungan, Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah
polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
3. Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
a. Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal.
Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis,
kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila
meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
b. Tipe penil/ Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya
disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian
ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis
menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah
secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka
sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada
dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
c. Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal.
Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai
dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak
turun. Klasifikasi hipospadia yang digunakan sesuai dengan letak meatus
uretra yaitu tipe glandular, distal penile, penile, penoskrotal, skrotal dan
perineal.
Semakin ke proksinal letak meatus, semakin berat kelainan yang diderita dan
semakin rendah frekuensinya. Pada kasus ini 90% terletak di distal di mana
meatus terletak di ujung batang penis atau di glands penis. Sisanya yang 10%
terletak lebih proksimal yaitu ditengah batang penis, skrotum atau perineum.
Berdasarkan letak muara uretra setelah dilakukan koreksi korde, Brown membagi
hipospadia dalam 3 bagian :
a. Hipospadia anterior : tipe glanular, subkoronal, dan penis distal.
b. Hipospadia Medius : midshaft, dan penis proksimal
c. Hipospadia Posterior : penoskrotal, scrotal, dan perineal
4. Manifestasi Klinis
a. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
b. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
c. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
d. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.Tunika dartos, fasia Buch dan korpus
spongiosum tidak ada.
e. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
f. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
g. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
h. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.

Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung ke arah bawah yang
akan tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini disebabkan oleh adanya chordee
yaitu suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus yang letaknya
abnormal ke glands penis. Jaringan fibrosa ini adalah bentuk rudimeter dari uretra,
korpus spongiosum dan tunika dartos. Walaupun adanya chordee adalah salah satu
ciri khas untuk mencurigai suatu hipospadia, perlu diingat bahwa tidak semua
hipospadia memiliki chordee.
5. Patofisiologi
Hypospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam utero.
Terjadi karena adanya hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu
ke 10 sampai minggu ke 14. Gangguan ini terjadi apabila uretra jatuh menyatu ke
midline dan meatus terbuka pada permukaan ventral dari penis. Propusium bagian
ventral kecil dan tampak seperti kap atau menutup.
6. Penatalaksanaan
Dikenal banyak tehnik operai hipospadia, yang umumnya terdiri dari beberapa
tahap yaitu :
a. Operasi pelepasan chordee dan tunneling
Dilakukan pada usia 1,5-2 tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi eksisi
chordee dari muara uretra sampai ke glands penis. Setelah eksisi chordee maka
penis akan menjadi lurus tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Untuk
melihat keberhasilan eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan
menyuntikkan NaCL 0,9% kedalan korpus kavernosum.
b. Operasi uretroplasty.
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit
penis bagian ventral yang di insisi secara longitudinal pararel di kedua sisi.
Tujuan pembedahan :
1) Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial, serta
2) Perbaikan untuk kosmetik pada penis.
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula,
Teknik Horton dan Devine.
1) Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
a) Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan
terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -
2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang
abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian
dorsal dan kulit penis
b) Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut
sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih)
sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah
uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit preputium dibagian
sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah.
Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka
operasi pertama telah matang.
2) Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih
besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan
hipospadi jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat
dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan
pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah. Mengingat pentingnya
preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya
tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi
hipospadia.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Kaji biodata pasien
b. Kaji riwayat masa lalu: Antenatal, natal,
c. Kaji riwayat pengobatan ibu waktu hamil
d. Kaji keluhan utama
e. Kaji skala nyeri (post operasi)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi kelainan letak meatus uretra
b. Palpasi adanya distensi kandung kemih
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Darah lengkap, urine lengkap
b. Uretroskopi
4. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
a. Cemas b/d krisis situasional
b. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, kebutuhan pengobatan b/d
keterbatasan kognitif
Pasca Bedah
a. Resiko Infeksi b/d tindakan invasif
b. Nyeri akut b/d cidera fisik akibat pembedahan
5. Rencana Asuhan Keperawatan
Pre Operasi
No. Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Cemas b/d NOC : NIC : Anxiety Reduction
krisis 1. Anxiety control (penurunan kecemasan)
situasional 2. Coping
3. Impulse control 1. Gunakan pendekatan
yang menenangkan
Kriteria Hasil : 2. Nyatakan dengan jelas
1. Klien mampu harapan terhadap pelaku
mengidentifikasi dan pasien
mengungkapkan gejala 3. Jelaskan semua prosedur
cemas dan apa yang dirasakan
2. Mengidentifikasi, selama prosedur
mengungkapkan dan 4. Pahami prespektif pasien
menunjukkan teknik terhdap situasi stres
untuk mengontol cemas 5. Temani pasien untuk
3. Tanda-tanda vital dalam memberikan keamanan
batas normal dan mengurangi takut
4. Postur tubuh, ekspresi 6. Berikan informasi faktual
wajah, bahasa tubuh dan mengenai diagnosis,
tingkat aktivitas tindakan prognosis
menunjukkan 7. Dorong keluarga untuk
berkurangnya menemani anak
kecemasan 8. Lakukan back / neck rub
9. Dengarkan dengan penuh
perhatian
10. Identifikasi tingkat
kecemasan
11. Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
12. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
13. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
14. Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
2. Kurang NOC : NIC : Teaching : disease
pengetahuan 1. Kowlwdge : disease Process
tentang process
kondisi, 2. Kowledge : health 1. Berikan penilaian tentang
prognosis, Behavior tingkat pengetahuan
kebutuhan pasien tentang proses
pengobatan Kriteria Hasil : penyakit yang spesifik
b/d 1. Pasien dan keluarga 2. Jelaskan patofisiologi dari
keterbatasan menyatakan penyakit dan bagaimana
kognitif. pemahaman tentang hal ini berhubungan
penyakit, kondisi, dengan anatomi dan
prognosis dan program fisiologi, dengan cara
pengobatan yang tepat.
2. Pasien dan keluarga 3. Gambarkan tanda dan
mampu melaksanakan gejala yang biasa muncul
prosedur yang pada penyakit, dengan
dijelaskan secara benar cara yang tepat
3. Pasien dan keluarga 4. Gambarkan proses
mampu menjelaskan penyakit, dengan cara
kembali apa yang yang tepat
dijelaskan perawat/tim 5. Identifikasi kemungkinan
kesehatan lainnya penyebab, dengan cara
yang tepat
6. Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang
kosong
8. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah komplikasi di
masa yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
13. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat.

POST OPERASI
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Nyeri akut NOC : Pain Management
b/d cidera 1. Pain Level,
fisik akibat 2. Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
pembedahan 3. Comfort level secara komprehensif
termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi,
1. Mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan
nyeri (tahu penyebab faktor presipitasi
nyeri, mampu 2. Observasi reaksi nonverbal
menggunakan tehnik dari ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk 3. Gunakan teknik
mengurangi nyeri, komunikasi terapeutik
mencari bantuan) untuk mengetahui
2. Melaporkan bahwa pengalaman nyeri pasien
nyeri berkurang dengan 4. Kaji kultur yang
menggunakan mempengaruhi respon
manajemen nyeri nyeri
3. Mampu mengenali 5. Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri (skala, intensitas, masa lampau
frekuensi dan tanda 6. Evaluasi bersama pasien
nyeri) dan tim kesehatan lain
4. Menyatakan rasa tentang ketidakefektifan
nyaman setelah nyeri kontrol nyeri masa lampau
berkurang 7. Bantu pasien dan keluarga
5. Tanda vital dalam untuk mencari dan
rentang normal menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
17. Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen
nyeri

Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
2. Resiko NOC : NIC : Infection Control
Infeksi b/d 1. Immune Status (Kontrol infeksi)
tindakan 2. Knowledge : Infection 1. Bersihkan lingkungan
invasive control setelah dipakai pasien lain
3. Risk control 2. Pertahankan teknik isolasi
3. Batasi pengunjung bila
Kriteria Hasil : perlu
1. Klien bebas dari tanda 4. Instruksikan pada
dan gejala infeksi pengunjung untuk mencuci
2. Mendeskripsikan proses tangan saat berkunjung
penularan penyakit, dan setelah berkunjung
factor yang meninggalkan pasien
mempengaruhi 5. Gunakan sabun
penularan serta antimikrobia untuk cuci
penatalaksanaannya, tangan
3. Menunjukkan 6. Cuci tangan setiap
kemampuan untuk sebelum dan sesudah
mencegah timbulnya tindakan keperawatan
infeksi 7. Gunakan baju, sarung
4. Jumlah leukosit dalam tangan sebagai alat
batas normal pelindung
5. Menunjukkan perilaku 8. Pertahankan lingkungan
hidup sehat aseptik selama
pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
10. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik
bila perlu

Infection Protection
(proteksi terhadap infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit,
WBC
3. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung
terhadap penyakit menular
6. Pertahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi
k/p
8. Berikan perawatan kulit
pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan
membran mukosa terhadap
kemerahan, panas,
drainase
10. Inspeksi kondisi luka/
insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Ajarkan cara menghindari
infeksi
17. Laporkan kecurigaan
infeksi
18. Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA

Https://dokumen.tips (Diakses pada 2 Januari 2020)

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Mediaction : Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai