Anda di halaman 1dari 27

BAB I

Pendahuluan
A.Latar belakang
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000 bayi baru
lahir. Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering ditemukan dan
mudah untuk mendiagnosanya, hanya pengelolaanya harus dilakukan oleh mereka yang betulbetul ahli supaya mendapatkan hasil yang memuaskan.
Epispadia merupakan suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, dimana lubang uretra
terdapat di bagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi terbuka.kedua
kalainan ini adalah yang terjadi pada saluran perkemihan.
B.Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan epispadia dan hipospadia?
2. Apa saja yang penyebab kelainan epispadia dan hipospadia?
3. Apa saja kelainan kongenital yang biasanya terjadi

pada

neonatus

dan

penatalaksanaannya?
4. Bagaimana cara pencegahan kelainan congenital atau cacat bawaan pada neonates?
C.Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.

Mengetahui tentang definisi Hipospadia dan Epispadia


Mengetahui tentang etiologi Hipospadia dan Epispadia
Mengetahui tentang patofisiologis Hipospadia dan Epispadia
Mengetahui tentang tanda dan gejala Hipospadia dan Epispadia
Mengetahui tentang cara penatalaksanaan Hipospadia dan Epispadia

D.Manfaat Penulisan

Menambah dan memperluas pengetahuan tentang penyakit Hipospadia dan Epispadia

bagi penulis dan pembaca.


Memberikan informasi tentang Hipospadia dan Epispadia bagi pembaca.

BAB II
Definisi
Hipospadia adalah suatu keadaan abnormal dari perkembangan uretra anterior dimana
meatus uretra eksterna terletak di bagian ventral dan letaknya lebih proksimal dari letak yang
normal dan disertai adanya firosis pada bagian distal MUE yang menyebabkan bengkoknya

penis(chordae). Hipospadia merupakan salah satu kelainan bawaan (kongenital) pada anak-anak
yang lumayan sering ditemukan. Hipospadia sendiri berasal dari dua kata yaitu hypo yang
berarti dibawah dan spadon yang berarti keratan yang panjang.
Epispadia adalah suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, dimana lubang uretra
terdapat di bagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi terbuka.Terdapat 3
jenis epispadia yaitu:
1. Lubang uretra terdapat di puncak kepala penis.
2. Seluruh uretra terbuka di sepanjang penis.
3. Seluruh uretra terbuka dan lubang kandung kemih terdapat pada dinding perut.
Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui
penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap
paling berpengaruh, antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone.
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau bias juga karena reseptor hormone androgennya
sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone
androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap
saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan
dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika.
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada
gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak
terjadi
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Hipospadia sering disertai kelainan penyerta yang biasanya terjadi bersamaan pada
penderita hipospadia. Kelainan yang sering menyertai hipospadia adalah

Undescensus testikulorum (tidak turunnya testis ke skrotum).


Hidrokel
Mikrophalus / mikropenis.

Epispadia adalah kelainan langka lebih dari hypospadia dan terlihathanya 1 / 300'000
bayi yang baru lahir jadi penyebab epispadia itu sama dengan hipospadia.
Gejala klinis
Hipospadia:

Jika berkemih, anak harus duduk.


Pembukaan uretra di lokasi selain ujung penis
Penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada

kulit depan penis


Penis melengkung ke bawah
Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di
bawah atau di dasar penis
Semprotan air seni yang keluar abnormal

Epispadia:
Lubang uretra terdapat di punggung penis
Lubang uretra terdapat di sepanjang punggung penis.

Patofisiologi
Hipospadia dan Epispadia
Repair hipospadia dan Epispadia

Usia

Tehnik operasi

Tipe hipospadia
Chorde /

Hasil

Ukuran penis

Satu tahap
Dua tahap
Malformasi congenital
Hipospadia & epispadia

grandular

distal penile

perineal

penile

penoskrotal scrotal

Pengelolaan

Pembedahan

Kombinasi

Eksisi chordee

Pembedahan

Urethroplasty

Radio diagnosis

Proses pembedahan

Efek anestesi

Pemasangan kateter
inwhelling
Kecemasan

Nyeri

Hipersalivasi
entry

Gangguan

Penumpukan

rasa nyaman

Sekret

gangguan aktivitas

Resiko

tinggi infeksi
Obstruksi Jalan nafas
Inefektif bersihan jalan nafas
Komplikasi
1. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam 1 jenis
kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu )
2. Psikis ( malu ) karena perubahan posisi BAK.
3. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat dewasa.

Klikasi paska operasiomp yang terjadi :


1. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi,
juga terbentuknya hematom / kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah
dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi.
2. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari
anastomosis.
3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau
pembentukan batu saat pubertas.
4. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai parameter
untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian
yang dapat diterima adalah 5-10 %.
5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak sempurna, dimana
tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang berlebihan di
ventral penis walaupun sangat jarang.
6. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya
stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin.
3. BNO-IVP
Karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan kongenital ginjal

PENATALAKSANAAN
1. Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia dan epispadia adalah
merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau
dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan dapat melakukan coitus
dengan normal.
2. Operasi harus dilakukan sejak dini, dan sebelum operasi dilakukan bayi atau anak tidak
boleh disirkumsisi karena kulit depan penis digunakan untuk pembedahan nanti.
3. Dikenal banyak teknik operasi hipospadia dan epispadia yang umumnya terdiri dari
beberapa tahap yaitu :
A. Operasi

Hipospadia dan Epispadia tahap ( ONE STAGE

URETHROPLASTY )
Adalah tekhnik operasi sederhana yang sering digunakan,
terutama untuk hipospadia dan epispadia tipe distal. Tipe distal ini
meatusnya letak anterior atau yang middle. Meskipun sering hasilnya
kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat. Sehingga banyak
dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap. Untuk tipe hipospadia
proksimal yang disertai dengan kelainan yang jauh lebih berat, maka
one stage urethroplasty nyaris dapat dilakukan. Tipe hipospadia
proksimal seringkali di ikuti dengan kelainan-kelainan yang berat
seperti korda yang berat, globuler glans yan bengkok kearah ventral
( bawah ) dengan dorsal; skin hood dan propenil bifid scrotum. Intinya
tipe hipospadia dan epispadia yang letak lubang air seninya lebih
kearah proksimal ( jauh dari tempat semestinya ) biasanya diikuti
dengan penis yang bengkok dan kelainan lain di scrotum atau sisa
kulit yang sulit di tarik pada saat dilakukan operasi pembuatan uretra
( saluran kencing ). Kelainan yang seperti ini biasanya harus dilakukan
2 tahap.

B. Operasi Hipospadia dan Epispadia 2 tahap


Tahap

pertama

operasi

pelepasan

chordee

dan

tunelling

dilakukan untuk meluruskan penis supaya posisi meatus ( lubang


tempat keluar kencing ) nantinya letaknya lebih proksimal ( lebih
mendekati letak yang normal ), memobilisasi kulit dan preputium
untuk menutup bagian ventral/bawah penis. Tahap selanjutnya ( tahap
kedua

dilakukan

uretroplasty

pembuatan

saluran

kencing

buatan/uretra ) sesudah 6 bulan. Dokter akan menentukan tekhnik


operasi yang terbaik. Satu tahap maupun dua tahap dapat dilakukan
sesuai dengan kelainan yang dialami oleh pasien.

ASUHAN KEPERAWATAN
HIPOSPADIA DAN EPISPADIA

1. A.

PENGKAJIAN
1. Kaji biodata pasien
2. Kaji riwayat masa lalu: Antenatal, natal,
3. Kaji riwayat pengobatan ibu waktu hamil
4. Kaji keluhan utama
5. Kaji skala nyeri (post operasi)

1. B.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi kelainan letak meatus uretra
2. Palpasi adanya distensi kandung kemih.

1. C.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Pasien pre operasi


1. Manajemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan pola perawatan
keluarga.
2. Perubahan eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan obstruksi mekanik
3. Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi baik keluarga dan
klien.

Pasien post operasi


1. Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik berhubungan dengan
petunjuk aktivitas adekuat.
2. Nyeri berhubungan dengan post prosedur operasi
3. Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter
4. Perubahan eliminasi urine berhibingan dengan trauma operasi

1. D.

INTERVENSI

Diagnosa pre operasi


1. Diagnosa : Manajemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan pola perawatan
keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan manajemen
regimen terapeutik kembali efektif.
NOC : Family health status
Indikator

1. Status imunisasi anggota kelurga


2. Kesehatan fisik anggota keluarga
3. Asupan makanan yang adekuat

4. Tidak adanya kekerasan anggota kelurga


5. Penggunaan perawatan kesehatan

Keterangan skala :
1 = Tidak pernah dilakukan
2 = Jarang dilakukan
3 = Kadang dilakukan
4 = Sering dilakukan
5 = Selalu dilakukan

NIC

: Family mobilization

Intervensi

1. Jadilah pendengar yang baik untuk anggota keluarga


2. Diskusikan kekuatan kelurga sebagai pendukung
3. Kaji pengaruh budaya keluarga
4. Monitor situasi kelurga
5. Ajarkan perawatan di rumah tentang terapi pasien
6. Kaji efek kebiasaan pasien untuk keluarga
7. Dukung kelurga dalam merencanakan dan melakukan terapi pasien dan perubahan gaya
hidup
8. Identifikasi perlindungan yang dapat digunakan kelurga dalam menjaga status
kesehatan.
2. Diagnosa : Perubahan eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan

obstruksi mekanik

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan retensi urin
berkurang.

NOC : Pengawasan urin


Indikator

1. Mengatakan keinginan untuk BAK


2. Menentukan pola BAK
3. Mengatakan dapat BAK dengan teratur
4. Waktu yang adekuat antara keinginan BAK dan mengeluarkan BAK ke toilet
5. Bebas dari kebocoran urin sebelum BAK
6. Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK
7. Mengesankan kandung kemih secara komplet

Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan

NIC

: Perawatan retensi urin

Intervensi

1. Melakukan pencapaian secara komperhensif jalan urin berfokus kepada inkontinensia


(ex: urin output, keinginan BAK yang paten, fungsi kognitif dan masalah urin)
2. Menjaga privasi untuk eliminasi
3. Menggunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK di toilet
4. Menyediakan waktu yang cukup untuk mengosongkan blader (10 menit)

5. Menyediakan perlak di kasur


6. Menggunakan manuver crede, jika dibutuhkan
7. Menganjurkan untuk mencegah konstipasi
8. Monitor intake dan output
9. Monitor distensi kandung kemih dengan papilasi dan perkusi
10. Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan.

3. Diagnosa : Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi baik keluarga
dan klien.
Tujuan : Setelah dilakukan tindkan keperawatan selama 324 jam diharapkan kecemasan
pasien berkurang.
NOC : Kontrol ansietas
Indikator

1. Tingkat kecemasan di batas normal


2. Mengetahui penyebab cemas
3. Mengetahui stimulus yang menyebabkan cemas
4. Informasi untuk mengurangi kecemasan
5. Strategi koping untuk situasi penuh stress
6. Hubungan sosial
7. Tidur adekuat
8. Respon cemas

Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan

2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan

NIC

: Pengurangan cemas

Intervensi

1. Ciptakan suasana yang tenang


2. Sediakan informasi dengan memperhatikan diagnosa, tindakan dan prognosa, dampingi
pasien untuk meciptakan suasana aman dan mengurangi ketakutan
3. Dengarkan dengan penuh perhatian
4. Kuatkan kebiasaan yang mendukung
5. Ciptakan hubungan saling percaya
6. Identifikasi perubahan tingkatan kecemasan
7. Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan kecemasan.

Diagnosa post operasi


1. Diagnosa : Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik berhubungan dengan
petunjuk aktivitas adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan kesiapan
peningkatan regimen terapeutik baik.

NOC : Family participation in profesioal care


Indikator

1. Ikut serta dalam perencanaan perawatan


2. Ikut serta dalam menyediakan perawatan
3. Menyediakan informasi yang relefan
4. Kolaborasi dalam melakukan latihan
5. Evaluasi keefektifan perawatan

Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan

NIC

: Family process maintenance

Intervensi

1. Anjurkan kunjungan anggota keluarga jika perlu


2. Bantu keluarga dalam melakukan strategi menormalkan situasi
3. Bantu keluarga menemukan perawatan anak yang tepat
4. Identifikasi kebutuhan perawatan pasien di rumah dan bagaimana pengaruh pada
keluarga
5. Buat jadwal aktivitas perawatan pasien di rumah sesuai kondisi

6. Ajarkan keluarga untuk menjaga dan selalu menngawsi perkembangan status kesehatan
keluarga.

2. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan post prosedur operasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan nyeri berkurang.
NOC 1

: Level nyeri

Indikator

1. Melaporkan nyeri (frekuensi & lama)


2. Perubahan vital sign dalam batas normal
3. Memposisikan tubuh untuk melindungi nyeri

NOC 2

: Tingkat kenyamanan

Indikator

1. Melaporkan kondisi fisik yang nyeman


2. Menunjukan ekspresi puas terhadap manajemen nyeri

NOC 3

: Kontrol nyeri

Indikator

1. Mengungkap faktor pencetus nyeri


2. Menggunakan tetapi non farmakologi
3. Dapat menggunakan berbagai sumber untuk mengontrol nyeri
4. Melaporkan nyeri terkontrol

Keterangan skala :

1 = Tidak pernah menunjukan


2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan

NIC 1 : Manajemen nyeri


Intervensi

1. Kaji secara komperhensif mengenai lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,


intensitas, dan faktor pencetus nyeri
2. Observasi keluhan nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Ajarkan teknik nonfarmakologi (ralaksasi)
4. Bantu pasien & keluarga untuk mengontrol nyeri
5. Beri informasi tentang nyeri (penyebab, durasi, prosedur antisipasi nyeri)

NIC 2 : Monitor tanda vital


Intervensi

1. Monitor TD, RR, nadi, suhu pasien


2. Monitor keabnormalan pola napas pasien
3. Identifikasi kemungkinan perubahan TTV
4. Monitor toleransi aktivitas pasien
5. Anjurkan untuk menurunkan stress dan banyak istirahat

NIC 3 : Manajemen lingkungan


Intervensi

1. Cegah tindakan yang tidak dibutuhkan


2. Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman

3. Diagnosa : Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan tidak terjadi
infeksi.
NOC 1

: Deteksi resiko

Indikator

1. Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan resiko


2. Menjelaskan kembali tanda & gejala yang mengidentifikasi faktor resiko
3. Menggunakan sumber & pelayanan kesehatan untuk mendapat sumber informasi

NOC 2

: Kontrol resiko

Indikator

1. Membenarkan faktor resiko


2. Memonitor faktor resiko dari lingkungan
3. Memonitor perilaku yang dapat meningkatkan faktor resiko
4. Memonitor & mengungkapkan status kesehatan

NOC 3

: Status imun

Indikator

1. Tidak menunjukan infeksi berulang


2. Suhu tubuh dalam batas normal
3. Sel darah putih tidak meningkat

Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan

NIC 1 : Kontrol infeksi


Intervensi

1. Ajarkan pasien & kelurga cara mencucitangan yang benar


2. Ajarkan pada pasien & keluarga tanda gejala infeksi & kapan harus melaporkan kepada
petugas
3. Batasi pengunjung
4. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah digunakan pasien

NIC 2 : Perawatan luka


Intervensi

1. Catat karakteristik luka, drainase

2. Bersihkan luka dan ganti balutan dengan teknik steril


3. Cuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah tindakan
4. Ajarkan pada pasien dan kelurga cara prosedur perawatan luka

NIC 3 : Perlindungan infeksi


Intervensi

1. Monitor peningkatan granulossi, sel darah putih


2. Kaji faktor yang dapat meningkatkan infeksi.

4. Diagnosa : Perubahan eliminasi urine (retensi urin) berhubungan dengan trauma operasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan retensi urin
berkurang.

NOC : Pengawasan urin


Indikator

1. Mengatakan keinginan untuk BAK


2. Menentukan pola BAK
3. Mengatakan dapat BAK dengan teratur
4. Waktu yang adekuat antara keinginan BAK dan mengeluarkan BAK ke toilet
5. Bebas dari kebocoran urin sebelum BAK
6. Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK
7. Mengosongkan kandung kemih secara komplet

Keterangan skala :

1 = Tidak pernah menunjukan


2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan

NIC

: Perawatan retensi urin

Intervensi

1. Melakukan pencapaian secara komperhensif jalan urin berfokus kepada inkontinensia


(ex: urin output, keinginan BAK yang paten, fungsi kognitif dan masalah urin)
2. Menjaga privasi untuk eliminasi
3. Menggunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK di toilet
4. Menyediakan waktu yang cukup untuk mengosongkan blader (10 menit)
5. Menyediakan perlak di kasur
6. Menggunakan manuver crede, jika dibutuhkan
7. Menganjurkan untuk mencegah konstipasi
8. Monitor intake dan output
9. Monitor distensi kandung kemih dengan papilasi dan perkusi
10. Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan.

1. E.

EVALUASI

Pre operasi

skala

1. Diagnosa : Manajemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan pola perawatan
keluarga.
Indikator :
1. Status imunisasi anggota kelurga

2. Kesehatan fisik anggota keluarga

3. Asupan makanan yang adekuat

4. Tidak adanya kekerasan anggota kelurga

5. Penggunaan perawatan kesehatan

1. Diagnosa : Perubahan eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan obstruksi mekanik


Indikator :
1. Mengatakan keinginan untuk BAK

2. Menentukan pola BAK

3. Mengatakan dapat BAK dengan teratur

4. Waktu yang adekuat antara keinginan BAK dan mengeluarkan BAK ke toilet

5. Bebas dari kebocoran urin sebelum BAK

6. Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK

7. Mengesankan kandung kemih secara komplet

3. Diagnosa : Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi baik keluarga
dan klien.
Indikator :
1. Tingkat kecemasan di batas normal

2. Mengetahui penyebab cemas

3. Mengetahui stimulus yang menyebabkan cemas

4. Informasi untuk mengurangi kecemasan

5. Strategi koping untuk situasi penuh stress

6. Hubungan sosial

7. Tidur adekuat

8. Respon cemas

Post operasi
1. Diagnosa : Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik berhubungan dengan
petunjuk aktivitas adekuat.
Indikator :
1. Ikut serta dalam perencanaan perawatan

2. Ikut serta dalam menyediakan perawatan

3. Menyediakan informasi yang relefan

4. Kolaborasi dalam melakukan latihan

5. Evaluasi keefektifan perawatan

2. Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan post prosedur operasi


Indikator :
1. Melaporkan nyeri (frekuensi & lama)

2. Perubahan vital sign dalam batas normal

(TD 120/80 mmHg; RR 22 x/mt; N 75x/mt; S 36,8C)

1. Memposisikan tubuh untuk melindungi nyeri

2. Melaporkan kondisi fisik yang nyeman

3. Menunjukan ekspresi puas terhadap manajemen nyeri

4. Mengungkap faktor pencetus nyeri

5. Menggunakan tetapi non farmakologi

6. Dapat menggunakan berbagai sumber untuk mengontrol nyeri

7. Melaporkan nyeri terkontrol

3. Diagnosa : Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter


Indikator :
1. Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan resiko

2. Menjelaskan kembali tanda & gejala yang mengidentifikasi faktor resiko

3. Menggunakan sumber & pelayanan kesehatan untuk mendapat sumber informasi

4. Membenarkan faktor resiko

5. Memonitor faktor resiko dari lingkungan

6. Memonitor perilaku yang dapat meningkatkan faktor resiko

7. Memonitor & mengungkapkan status kesehatan

8. Tidak menunjukan infeksi berulang

9. Suhu tubuh dalam batas normal

10. Sel darah putih tidak meningkat

4. Diagnosa : Perubahan eliminasi urine berhibingan dengan trauma operasi


Indikator :

1. Mengatakan keinginan untuk BAK

2. Menentukan pola BAK

3. Mengatakan dapat BAK dengan teratur

4. Waktu yang adekuat antara keinginan BAK dan mengeluarkan BAK ke toilet

5. Bebas dari kebocoran urin sebelum BAK

6. Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK

7. Mengosongkan kandung kemih secara komplet

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah,
bukan diujung penis.Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000
bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak di dekat
ujung penis, yaitu pada glans penis.
Epispadia merupakan suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, dimana lubang uretra
terdapat di bagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi terbuka.kedua
kalainan ini adalah yang terjadi pada saluran perkemihan.
Beratnya hipospadia dan epispadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak di dekat
ujung penis,yaitu pada glanspenis.Bentuk hipospadia dan epispadia yang lebih berat terjadi jika
lubang uretra terdapat di tengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum
(kantung zakar) atau di bawah skrotum. Kelainan ini seringkali berhubungan dengan kordi,
yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang, yang menyebabkan penis melengkung ke bawah
pada saat ereksi.Gejalanya adalah:
1. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah atau di dasar penis

2. Penis melengkung ke bawah


3. Penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit depan penis
4. Jika berkemih, anak harus duduk
Saran
kami berharap semoga makalah ini dibaca baik oleh mahasiswa atau siapa pun yang
membutuhkan informasi tentang tanda/gejala, dan penanggulangan penyakit yang berkenaan di
atas. Sehingga dapat dicegah sedini mungkin dan diatasi dengan benar.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.medicastore.com
Johnson, Marion dkk. (2000). Nursing outcomes classification (NOC). Mosby
McCloskey, Joanne C. (1996). Nursing interventions classification (NIC). Mosby

Price, Sylvia Anderson. (1995). Pathofisiologi. Jakarta: EGC


Santosa, Budi. (2005-2006). NANDA. Prima Medika
S. Silbernagl, F. Lang. 2007. Patofisiologi. Jakarta : EGC. pp: 176-249.
Sumber : Betz, Cecily,. 2002. Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC

Hipospadia Dan Epispadia

DIsusun oleh:

Deffy M.P
Eka Budi K
IV C

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2012

Anda mungkin juga menyukai