OLEH :
NI PUTU RIANTI RUSMADEWI
P07120012068
TINGKAT 2.2 REGULER
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TAHUN 2014
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN HIPOSPADIA
I.
D. PATOFISIOLOGI
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga
meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat
kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans,
kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di perineum. Prepusium
tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari
glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
3. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
4. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
5. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
7. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
8. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
9. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
10. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah,
menyebar,mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok
pada saat BAK.
11. Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri
denganmengangkat penis keatas.
12. Pada Hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan jongkok.
13. Penis akan melengkung kebawah pada saat ereksi
F. EPIDEMIOLOGI
Hipospadia terjadi kurang lebih pada 1 dari 250 kelahiran bayi laki-laki
di Amerika Serikat. Pada beberapa negara insiden hipospadia semakin
meningkat. Laporan saat ini, terdapat peningkatan kejadian hipospadia pada
bayi lakilaki yang lahir premature, kecil untuk usia kehamilan, dan bayi
dengan berat badan rendah. Hipospadia lebih sering terjadi pada kulit hitam
daripada kulit putih, dan pada keturunan Yahudi dan Italia.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis dilakukan dengan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru
lahir atau bayi. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung
diagnosis hipospadi. Namun karena kelainan lain dapat menyertai hipospadia,
dianjurkan pemeriksaan yang menyeluruh, termasuk pemeriksaan kromososm
(Corwin, 2009).
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin
3. BNO IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan
kongenital ginjal
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari
pedikel
(kaki)
kemudian
dipindah
ke
bawah.
II.
sering
terjadi
angka
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Sistem kardiovaskuler
Tidak ditemukan kelainan
Sistem neurologi
Tidak ditemukan kelainan
Sistem pernapasan
Tidak ditemukan kelainan
Sistem integumen
Tidak ditemukan kelainan
Sistem muskuloskletal
Tidak ditemukan kelainan
Sistem Perkemihan
1) Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau
pembesaran pada ginjal.
2) Kaji fungsi perkemihan
3) Dysuria setelah operasi
g. Sistem Reproduksi
1)
2)
3)
4)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO
1.
Diagnosa Keperawatan
PRE OPERASI
a. Ansietas (anak dan orang tua) yang behubungan dengan
proses pembedahan (uretroplasti).
2.
1.
POST OPERASI
a. Nyeri berhubungan dengan pembedahan.
b. Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan luka
2.
3.
post op urethroplasty.
c. Resiko infeksi yang berhubungan dengan pemasangan
kateter.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. PRE OPERASI
a. Ansietas (anak dan orang tua) yang behubungan dengan proses
pembedahan (uretroplasti)
Tujuan: anak dan orang tua mengalami penurunan rasa cemas yang
ditandai oleh ungkapan pemahaman tentang prosedur bedah
Intervensi:
1) Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur bedah dan
perawatan pasca operasi yang diharapkan. Gunakan gambar dan
boneka ketika menjelaskan prosedur kepada anak. Jelaskan bahwa
pembedahan dilakukan dengan cara memperbaiki letak muara
uretra. Jelaskan juga kateter urine menetap akan dipasang, dan
bahwa anak perlu direstrein untuk mencegah supaya anak tidak
berusaha melepas kateter. Beri tahu mereka bahwa anak mungkin
dipulangkan dengan keadaan terpasang kateter.
Rasional :
Menjelaskan rencana pembedahan dan pasca operasi membantu
meredakan rasa cemas dan takut, dengan membiarkan anak dan
orang tua mengantisipasi dan mempersiapkan peristiwa yang akan
terjadi. Simulasi dengan mempergunakan gambar dan boneka
untuk menjelaskan prosedur dapat membuat anak memahami
konsep yang rumit.
2) Beri anak kesempatan untuk mengekspresikan rasa takut dan
fantasinya dengan menggunakan boneka dan wayang.
Rasional :
Mengekspresikan rasa takut memungkinkan anak menghilangkan
rasa takutnya, dan memberi anda kesempatan untuk mengkaji
tingkat kognitif dan kemampuan untuk memahami kondisi, serta
perlunya pembedahan. (Speer,2007:168)
2. POST OPERASI
a. Nyeri berhubungan dengan pembedahan
Tujuan: anak akan memperlihatkan peningkatan rasa nyaman yang
ditandai oleh menangis,gelisah, dan ekspresi nyeri berkurang.
Intervensi:
1) Kolaborasi dalam pemberian analgesic sesuai program
R: pemberian obat analgesik untuk meredahkan nyeri
kemih
(meperidin
hidroklorida
[Demerol],
efek
samping
mendorong
orang
tua
mencari
c. Resiko
infeksi
(traktus
urinarius)
yang
berhubungan
dengan
pemasangan kateter
Tujuan: anak tidak mengalami infeksi yang ditandai oleh hasil
urinalisis normal dan suhu tubuh kurang dari 37,80c
Intervensi:
1) Pertahankan kantong drainase kateter dibawah garis kandung
kemih dan pastikan bahwa selang tidak terdapat simpul dan kusut.
R: mempertahankan kantong drainase tetap pada posisi ini
mencegah infeksi dengan mencegah urine yang tidak steril
mengalir balik ke dalam kandung kemih
2) Gunakan tekni aseptic ketika mengosongkan kantong kateter
R: teknik aseptic mencegah kontaminan masuk kedalam traktus
urinarius
3) Pantau urine anak untuk pendeteksian kekeruhan atau sedimentasi.
Juga periksa balutan bedah setiap 4 jam, untuk mengkaji bila
tercium bau busuk atau drainase purulen; laporkan tanda-tanda
tersebut kepada dokter dengan segera
R: tanda ini dapat mengindikasikan infeksi
4) Anjurkan anak untuk minum sekurang-kurangya 60 ml/jam
R: peningkatan asupan cairan dapat mengencerkan urine dan
mendorong untuk berkemih
5) Beri obat antibiotic profilaktik sesuai program, untuk membantu
mencegah infeksi. Pantau anak untuk efek terapeutik dan efek
samping
R: pemantauan yang demikian membantu menentukan kemanjuran
obat antibiotic dan toleransi anak terhadap obat tersebut.
(Speer,2007:169)
DAFTAR PUSTAKA
Brough, Helen.2007.Rujukan Cepat Pediatri Dan Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
Corwin, E. J.2009. Buku Saku : Patofisiologi. Jakarta: EGCNanda. (2010).
Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Markum, A H.1991.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta: Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Muscari, Mary E. 2005. Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Muslihatum, Wafi Nur .2010.Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta:
Penerbit Fitramaya
Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media
Aesculapius.
Speer, Kathleen Morgan.2007.Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta:
EGC
Corwin, E. J. (2009). Buku Saku : Patofisiologi. Jakarta: EGCNanda. (2010).
Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.