Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

CA CERVIX
Di RUANG CILAMAYA LAMA RSUD KARAWANG

DisusunOleh:

IIN SUPRIATIN

439981490120008

PRODI STUDI PROFESI NERS NON REGULER


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) HORIZON Karawang

Jalan Pangkal Perjuangan KM 1 (By Pass), Kabupaten Karawang, Jawa Barat 413116,
Indonesia

2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan reproduksi yang banyak dialami oleh wanita saat ini yaitu kanker
serviks. Kanker serviks menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian wanita
diseluruh dunia setelah kanker payudara. Kanker serviks adalah tumor ganas yang terjadi
pada serviks atau leher rahim suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan
pintu masuk ke arah rahim dan ling senggama. (Notodiharjo, 2002 dalam Ria Riksani &
Reimediaservis, 2016)
Kanker serviks atau kanker mulut rahim adalah penyakit keganasan dari serviks yang
disebabkan oleh Human papiloma virus (HPV). Faktor lain yang menyebabkan terjadinya
kanker serviks yaitu pernikahan pada usia muda, berganti–ganti pasangan seksual, jarak
kelahiran yang terlalu dekat,dan kondisi sosial ekinomi yang rendah. Terjadinya kanker
serviks diawali pada inveksi lapisan sel–sel serviks. Sel ini tidak tiba–tiba berubah
menjadi sel kanker, tetapi berkembang secara bertahap karena pangaruh zat–zat yang
bersifat karsinogen (zat pemicu kanker). Awalnya sel yang normal berubah menjadi sel
prakanker, kemudian menjadi sel kanker. (Ria Riksani & Reimediaservis, 2016)
Pasien yang terdiagnosis kanker serviks mempunyai resiko lebih tinggi mengalami
malnutrisi yang lebih dikenal sebagai kaheksia. Kaheksia merupakan masalah klinik yang
paling umum terjadi terutama pada pasien stadium lanjut yang memberi dampak negatif
pada prognosis. Malnutrisi pada pasien kanker serviks bukan hanya disebabkan oleh
penurunan asupan makanan saja tetapi juga tidak adanya respons adaptasi terhadap
starvasi seperti pada orang normal, sehingga terjadi perubahan metabolisme. (Alwi, I.,
Setiyohadi, dkk 2009)
Indonesia berada pada posisi keenam dari 50 negara di dunia degan angka kematian
akibat kanker serviks yaitu 7.493 orang, sedangkan untuk Asia Indonesia berada pada
urutan keempat dengan jumlah penderita sebanyak 17,3 per 100.000 perempuan pertahun.
Di Indonesia Sekitar 20.928 wanita didiagnosa kanker serviks wanita (ICO onformation
cencer on HPV and center 2014 dalam studi kasus Darmawati 2017). Sulawesi tenggara
menempati urutan ke 28 dari 34 profinsi dengan jumlah kasus 353 wanita didiagnosa
penderita penyakit kanker serviks. (depkes RI 2013)
Beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks antara lain
infeksi virus human papilloma virus (HPV), merokok, hubungan seksual pertama
dilakukan pada usia dibawah 18 tahun, berganti – ganti pasangan seksual, pemakaian
DES (Diethilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran, gangguan sistem
kekebalan, pemakaian pil KB, infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun, dan
golongan ekonomi lemah (Nurarif, 2016). Menurut Standar Diagnosia Keperawatan
Indonesia tahun 2017, diagnosa keperawatan aktual yang mungkin muncul pada pasien
kanker serviks adalah nyeri kronis, defisit nutrisi, disfungsi seksual dan hipertermia.
(PPNI, 2017)
Mengingat bahwa seorang perawat kesehatan harus bertanggungjawab dalam
memberikan asuhan keperawatan secara profesional, maka dalam memberikan pelayanan
atau asuhannya harus selalu memperhatikan manusia sebagai makhluk yang holistik,
yaitu makhluk yang utuh atau menyeluruh yang terdiri atas unsur biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual. Seorang perawat juga harus menggunakan pendekatan pemecahan
masalah yang komprehensif melalui proses keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi. Asuhan keperawatan pada pasien kanker serviks juga meliputi pemberian
edukasi dan informasi kepada pasien guna untuk meningkatkan pengetahuan klien dapat
mengurangi kecemasan serta ketakutan klien.
Perawat perlu mengkaji bagaimana pasien dengan pasangannya memandang kemampuan
reproduksi wanita dan memaknai setiap hal yang berhubungan dengan kemampuan
reproduksinya. Bagi sebagian wanita masalah harga diri dan citra tubuh sering muncul
saat mereka tidak bisa mempunyai anak lagi. Intervensi keperawatan berfokus dalam
upaya membantu pasien dan pasangannya untuk menerima perubahan fisik dan psikologi
dan menemukan kualitas lain dalam diri wanita sehingga ia dapat dihargai. Selain itu
perawat juga berperan dalam membantu pasien mengekspresikan rasa takut, dukungan
spriritual dan menemukan kekuatan diri untuk menghadapi masalah. (Reeder, 2013)
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan studi kasus
pada pasien ca serviks khususnya di ruang Cilamaya Lama RSUD Karawang.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah mahasiswa mampu memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Kanker Serviks di ruang Cilamaya Lama RSUD
Karawang.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien kaker serviks.
b. Mahasiswa mampu merumuskan dan menetapkan diagnosis keperawatan pada
pasien kanker serviks
c. Mahasiswa mampu menyusun perencanaan keperawatan yang sesuai dengan
masalah keperawatan pada pasien kanker serviks
d. Mahasiswa mampu implementasi keperawatan yang sesuai dengan perencanaan
keperawatan pada pasien kanker serviks
e. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien kanker serviks
f. Mendokumentasikan tindakan keperawatan pada pasien dengan kanker serviks
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Penyakit
A. Definisi Kanker Serviks
Kanker serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada leher rahim, sehingga
jaringan di sekitarnya tidak dapat melaksanakan fungsi sebagaimana mestinya. Keadaan
tersebut biasanya disertai dengan adanya perdarahan dan pengeluaran cairan vagina yang
abnormal, penyakit ini dapat terjadi berulang-ulang. Kanker serviks dimulai dengan
adanya suatu perubahan dari sel leher rahim normal menjadi sel abnormal yang kemudian
membelah diri tanpa terkendali. Sel leher rahim yang abnormal ini dapat berkumpul
menjadi tumor. Tumor yang terjadi dapat bersifat jinak ataupun ganas yang akan
mengarah ke kanker dan dapat menyebar. (Darmawati, 2015)
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel skuomosa. Kanker
serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada
organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk kearah rahim, letaknya antara
rahim dan liang seggama (vagina). (Notodiharjo 2002 dalam Ria Riksani & rei
Mediaservis 2016)

B. Etiologi
Penyebab Kanker serviks tidak diketahui secara pasti. Menurut [ CITATION Dar15 \l 1057 ]
beberapa faktor predisposisi kanker serviks antara lain yaitu:
1. HPV (Human Papilloma Virus) adalah virus penyebab kutil genetalia (kondiloma
akuminata) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya
adalah HPV tipe 16, 18, 45 dan 56. Sekitar 90-99% jenis kanker serviks disebabkan
oleh HPV. Virus ini bisa ditransfer melalui hubungan seksual dan bisa hadir dalam
berbagai variasi.
2. Tembakau dalam rokok bisa menurunkan system kekebalan tubuh dan mempengaruhi
kemampuan tubuh untuk melawan infeksi HPV pada leher rahim.
3. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini. Semakin muda seorang
perempuan melakukan hubungan seks, maka semakin besar risiko untuk terkena
kanker serviks. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan
hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai risiko 3 kali lebih besar
daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun, selain itu sperma yang
mengandung komplemen histone dapat bereaksi dengan DNA sel leher rahim. Sperma
yang bersifat alkalis dapat menimbulkan hiperplasia dan neoplasia sel leher rahim.
4. Perilaku seksual berganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit
kelamin. Risiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang
mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih.
5. Pemakaian pil KB. Penggunaan kontrasepsi oral dilaporkan meningkatkan insiden
NIS (Neoplasia Intraepitelial Kanker serviks) meskipun tidak langsung. Diduga
mempercepat perkembangan progresivitas lesi. Pemakaian pil KB lebih dari 6 tahun
meningkatkan risiko terjadinya Kanker serviks. Penjelasan yang rasional atas
fenomena ini adalah karena kontrasepsi oral menginduksi eversi epitel kolumnar
sehingga meningkatkan atipia pada wanita, menurunkan kadar asam folat darah
sehingga terjadi perubahan megaloblastik sel epitel leher rahim dan dapat
meningkatkan efek ekspresi onkoprotein virus.
6. Suami yang tidak disirkumsisi. Telah diketahui bahwa frekuensi kanker serviks pada
wanita Yahudi jauh lebih rendah dibandingkan dengan wanita kulit putih lainnya.
Mereka menyangka bahwa persetubuhan dengan laki-laki yang tidak disirkumsisi
lebih banyak menyebabkan Kanker serviks karena hygiene penis tidak terawat, di
mana terdapat kumpulan-kumpulan smegma

C. Klasifikasi / Tahapan Kanker Serviks


Stadium kanker adalah cara bagi paramedis untuk merangkum seberapa jauh kanker telah
menyebar. Salah satu cara yang digunakan pada umumnya untuk memetakan stadium
kanker serviks yaitu sistem FIGO (Federasi Internasional Ginekologi dan Obstetri).
Berdasarkan Federation of International Gynecology and Obsetrics (FIGO) tahun 2009
stadium klinis karsinoma serviks terbagi atas :

Stadium Deskripsi
Stadium 0 Karsinoma insitu, karsinoma intra-ephitelial. Tumor masih
dangkal, hanya tumbuh di lapisan sel serviks
Stadium I Kanker telah tumbuh dalam serviks.
IA Kanker invasive ditemukan hanya secara mikroskopik.
Kedalamannya 5 mm dan besarnya kurang dari 7 mm
IA 1 Invasi stromal sedalam <3 mm dan lebar <7 mm
IA 2 Invasi ke stroma sedalam 3-5 mm dengan lebar <7 mm
IB Lesi klinis masih pada serviks atau lesi mikroskopik lebih besar
dari lesi stadium IA
IB 1 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran tidak
lebih dari 4 cm
IB 2 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran lebih
besar dari 4 cm
Stadium II Kanker telah menginvasi melewati serviks namun tidak sampai
pada dinding pelvis atau 1/3 bawah vagina
IIA Kanker meluas sampai 2/3 atas vagina, tanpa invasi parametrial
IIA 1 Tumor yang terlihat secara klinis <4 cm. Meluas hingga 2/3 bagian
atas vagina
IIA 2 Tumor yang terlihat secara klinis >4 cm namun tidak sampai
masuk dinding pelvis.
IIB Kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan serviks,
namun belum sampai ke dinding panggul
Stadium III Kanker meluas sampai ke dinding pelvis dan/atau mencapai 1/3
bawah dinding vagina dana tau menyebabkan hidronefrosis atau
penurunan fungsi ginjal
III A Tumor meluas sampai 1/3 bawah vagina namun tanpa ekstensi ke
dinding pelvis
IIIB Meluas sampai dinding pelvis atau menyebabkan obstruksi uropati.
Stadium IV Pada stadium ini, kanker telah menyebar ke pelvis, kandung kemih,
atau rectum.
IVA Kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung kemih
dan rectum
IVB Metastase ke organ yang lebih jauh.

D. Manifestasi Klinis
Menurut (Purwoastuti, 2015), gejala kanker leher rahim adalah sebagai berikut:
1. Keputihan, makin lama makin berbau busuk.
2. Perdarahan setelah senggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan abnormal,
terjadi secara spontan walaupun tidak melakukan hubungan seksual.
3. Hilangnya nafsu makan dan berat badan yang terus menurun.
4. Nyeri tulang panggul dan tulang belakang.
5. Nyeri disekitar vagina
6. Nyeri abdomen atau nyeri pada punggung bawah
7. Nyeri pada anggota gerak (kaki)
8. Terjadi pembengkakan pada area kaki
9. Sakit waktu hubungan seks
10. Pada fase invasif dapat keluar cairan kekuning-kuningan, berbau dan bercampur
dengan darah
11. Anemia (kurang darah) karena perdarahan yang sering timbul
12. Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi pendarahan diantara siklus haid
13. Sering pusing dan sinkope
14. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum),
terbentuknya fistel vesikovaginal atau rectovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat
metastasis jauh.

E. Patofisiologi
Puncak insedensi karsinoma insitu adalah usia 20 hingga usia 30 tahun. Faktor resiko
mayor untuk kanker serviks adalah infeksi Human Paipilloma Virus (HPV) yang
ditularkan secara seksual. Faktor resiko lain perkembangan kanker serviks adalah
aktivitas seksual pada usia muda, paritas tinggi, jumlah pasangan seksual yang
meningkat, status sosial ekonomi yang rendah dan merokok. (Price, 2012)
Karsinoma sel skuamosa biasanya muncul pada taut epitel skuamosa dan epitel kubus
mukosa endoserviks (persambungan skuamokolumnar atau zona tranformasi). Pada zona
transformasi serviks memperlihatkan tidak normalnya sel progresif yang berakhir sebagai
karsinoma servikal invasif. Displasia servikal dan karsinoma in situ atau High-grade
Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL) mendahului karsinoma invasif. Karsinoma
serviks terjadi bila tumor menginvasi epitelium masuk ke dalam stroma serviks. Kanker
servikal menyebar luas secara langsung kedalam jaringan para servikal. Pertumbuhan
yang berlangsung mengakibatkan lesi yang dapat dilihat dan terlibat lebih progresif pada
jaringan servikal. Karsinoma servikal invasif dapat menginvasi atau meluas ke dinding
vagina, ligamentum kardinale dan rongga endometrium. Invasi ke kelenjar getah bening
dan pembuluh darah mengakibatkan metastase ke bagian tubuh yang jauh. (Price, 2012)

F. Pemeriksaan Penunjang
Preinvasive kanker serviks biasanya tanpa gejala dan sudah diderita selama ±10-15 tahun.
Pada tahap awal, kanker dapat terdeteksi selama prosedur skrining, namun sebagian besar
perempuan memiliki kesadaran yang rendah untuk melakukan pemeriksaan baik melalui
test paps smear maupun inspeksi visual dengan asam asetat (IVA). Hasil penelitian,
bahwa dari 171 perempuan yang mengetahui tentang kanker serviks, hanya 24,5 % (42
perempuan) yang melakukan prosedur skrining. (Wuriningsih, 2016)
1. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
Sesuai dengan namanya, IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan
cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah memulas leher
rahim dengan larutan asetat 3-5%. Apabila setelah pulasan terjadi perubahan warna
asam asetat yaitu tampak bercak putih, maka kemungkinan ada kelainan tahap
prakanker serviks. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada
infeksi pada serviks.
Proses skrining dengan IVA merupakan pemeriksaan yang paling disarankan oleh
Departemen Kesehatan. Salah satu pertimbangannya karena biayanya yang sangat
murah. Namun perlu diingat, pemeriksaan ini dilakukan hanya untuk deteksi dini. Jika
terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang lebih lanjut
harus segera dilakukan.
Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA dapat mendeteksi lesi
tingkat atas prakanker (High-Grade Precancerous Lesions) dengan sensitivitas sekitar
66-96% dan spesifitas 64-98%. Sedangkan nilai prediksi positif (positive predictive
value) dan nilai prediksi negatif (negative predictive value) masing-masing antara 10-
20% dan 92-97%.
Secara umum, berbagai penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas IVA sejajar
dengan pemeriksaan secara sitologi, akan tetapi spesifitasnya lebih rendah.
Keunggulan secara skrinning ini ialah cukup sederhana, murah, cepat, hasil segera
diketahui, dan pelatihan kepada tenaga kesehatan lebih mudah dilakukan.
2. Tes Pap Smear
Tes Pap Smear merupakan cara atau metode untuk mendeteksi sejak dini munculnya
lesi prakanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat, tidak sakit, dan
dengan biaya yang relatif terjangkau serta hasil yang akurat.

Pemeriksaan Pap smear dilakukan ketika wanita tidak sedang masa menstruasi.
Waktu yang terbaik untuk skrining adalah antara 10 dan 20 hari setelah hari pertama
masa menstruasi. Selama kira- kira dua hari sebelum pemeriksaan, seorang wanita
sebaiknya menghindari douching atau penggunaan pembersih vagina, karena bahan –
bahan ini dapat menghilangkan atau menyembunyikan sel-sel abnormal.
Pemeriksaan Pap Smear dilakukan di atas kursi periksa kandungan oleh dokter atau
bidan yang sudah ahli dengan menggunakan alat untuk membantu membuka kelamin
wanita. Ujung leher rahim diusap dengan spatula untuk mengambil cairan yang
mengandung sel-sel dinding leher rahim. Usapan ini kemudian diperiksa jenis sel-
selnya di bawah mikroskop.
Hasil pemeriksaan Pap smear biasanya akan keluar setelah dua atau tiga minggu. Pada
akhir pemeriksaan Pap smear, setiap wanita hendaknya menanyakan kapan dia bisa
menerima hasil pemeriksaan pap smear-nya dan apa yang harus dipelajari darinya.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jadi,
apabila hasil pemeriksaan positif yang berarti terdapat sel-sel abnormal, maka harus
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan pengobatan oleh dokter ahli kandungan.
Pemeriksaan tersebut berupa kalposkopi, yaitu pemeriksaan dengan pembesaran
(seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati secara langsung permukaan
serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kalposkopi, akan tampak jelas
lesi-lesi pada permukaan serviks. Setelah itu, dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.

G. Penatalaksaan
1. Medis
a. Pembedahan atau operasi
Pembedahan merupakan pilihan untuk perempuan dengan kanker serviks stadium
I dan II.
1) Trakelektomi radikal (Radical Trachelectomy)
Mengambil leher rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getahbening di
panggul.Pilihan ini dilakukan untuk perempuandengan tumor kecil yang ingin
mencoba untuk hamil dikemudian hari.
2) Histerektomi total :Mengangakat leher rahim dan rahim.
3) Histerektomi radikal :Mengangkat leher rahim, beberapa jaringan di sekitar
leherrahim, rahim, dan bagian dari vagina.
4) Saluran telur dan ovarium :Mengangkat kedua saluran tuba dan ovarium.
Pembedahan inidisebut salpingo-ooforektomi.
5) Kelenjar getah bening :Mengambil kelenjar getah bening dekat tumor untuk
melihatapakah mengandung leher rahim. Jika sel kanker telah histerektomy
total dan radikal mencapai kelenjar getah bening,itu berarti penyakit ini
mungkin telah menyebar ke bagian laindari tubuh.
b. Radioterapi
Hal ini juga dapat digunakan setelah operasi untuk menghancurkan sel-sel kanker
apa pun yang masih di daerah tersebut. Perempuan dengan kanker yang
menyerang bagian – bagian selain kenker serviks mungkin perlu diterapi radiasi
dan kemoterapi. Terapi radiasi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk
membunuh sel-sel kanker.Terapi ini mempengaruhi sel-seldi daerah yang diobati.
Ada dua jenis terapi ini :
1) Terapi radiasi eksternal
Sebuah mesin besar akan mengarahkan radiasi pada panggul atau jaringan lain
di mana kanker telah menyebar. Pengobatan biasanya di berikan di rumah
sakit. Penderita mungkin menerima radiasi eksternal 5 hari seminggu selama
beberapa minggu. Setiap pengobatan hanya memakan waktu beberapa menit.
2) Terapi radiasi internal
Sebuah tabung tipis yang ditempatkan di dalam vagina. Suatu zat radioaktif di
masukkan ke dalam tabung tersebut. Penderita mungkin harus tinggal di
rumah sakit sementara sumber radioaktif masih berada di tempatnya (sampai 3
hari).
Efek samping tergantung terutama pada seberapa banyak radiasi diberikan dan
tubuh bagian mana yang di terapi.radiasi pada perutdan panggul dapat
menyebabkan mual, muntah, diare, atau masalah eliminasi.Penderita mungkin
kehilangan rambut di daerahgenital.Selain itu, kulit penderita di daerah yang
dirawat menjadimerah, kering, dan tender.
c. Kemoterapi
Diberikan sebelum operasi untuk memperkecil ukuran kanker yang akan di
operasi atau sesudah operasi untuk membersihkan sisa – sisa sel kanker, kadang
dikombinasikan dengan terapi radiasi tapi kadang juga tidak. Kemoterapi ini
biasanya diberikan dalam tablet/pil, suntikan, atau infus. Jadwal pemberian ada
yang setiap hari, sekali seminggu atau bahkan sekali sebulan. Efek samping yang
terjadi terutama tergantung pada jenis obatobatan yang diberikan dan seberapa
banyak. Kemoterapi membunuh sel – sel kanker yang tumbuh cepat, terapi juga
dapat membahayakan sel – sel normal yang membelah dengan cepat, yaitu :
1) Sel darah : Bila kemoterapi menurunkan kadar sel darah merah yang sehat,
penderita akan lebih mudah terkena infeksi, mudah memar atau berdarah, dan
merasa sangat lemah dan lelah.
2) Sel-sel pada akar rambut : Kemoterapi dapat menyebabkan rambut rontok.
Rambut penderita yang hilang akan tumbuh lagi, tetapi kemungkinan
mengalami perubahan warna dan tekstur.
3) Sel yang melapisi saluran pencernaan : Kemoterapi menurunkan nafsu makan,
mual – mual dan muntah, diare, atau infeksi pada mulut dan bibir.
Efek samping lainnya termasuk ruam kulit, kesemutan atau mati rasa di tangan
dan kaki, masalah pendengaran, kehilangan keseimbangan, nyeri sendi, atau kaki
bengkak.
2. Keperawatan
a. Pemberian edukasi dan informasi untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan
mengurangi kecemasan serta ketakutan pasien.
b. Perawat mendukung kemampuan pasien dalam perawatan diri untuk
meningkatkan kesetahan dan mencegah komplikasi.
c. Perawat perlu mengidentifikasi bagaimana pasien dan pasangannya memandang
kemampuan reproduksi wanita dan memaknai setiap hal yang berhubungan
dengan kemampuan reproduksinya. Bagi sebagian wanita, masalah harga diri dan
citra tubuh yang berat dapat muncul saat mereka tidak dapat lagi mempunyai
anak. Pasangan mereka sering sekali menunjukkan sikap yang sama, yang
merendahkan wanita yang tidak dapat memberikan keturunan.
d. Apabila terdiagnosis menderita kanker, banyak wanita merasa hidupnya lebih
terancam dan perasan ini jauh lebih penting dibandingkan kehilangan kemampuan
reprpduksi. Intervensi keperawatan kemudian difokuskan untuk membantu pasien
mengekspresikan rasa takut, membuat parameter harapan yang realistis,
memperjelas nilai dan dukungan spiritual, meningkatkan kualitas sumber daya
keluarga dan komunitas, dan menemukankekuatan diri untuk menghadapi
masalah.

Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Anamnesis
1. Data Dasar : pengumpulan data pada pasien dan keluarga di lakukan dengan cara
anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang (hasil laboratorium)
2. Identitas pasien : Meliputi nama lengkap, tempat/tanggal lahir, umur, jenis kelamin,
agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, asal suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit,
no medical record (MR), nama orang tua, dan pekerjaan orang tua.
3. Identitas penanggung jawab : meliputi nama, umur, pekerjaan, dan hubungan dengan
pasien
4. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : Biasaya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan seperti
pendarahan intra servikal dan disertai keputihan yang menyerupai air dan berbau.
Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya datang dengan keluhan mual
muntah yang berlebihan, tidak nafsu makan, anemia.
b. Riwayat kesehatan sekarang : biasanya pasien pada stadium awal tidak merasakan
keluhan yang mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul
keluhan seperti keputihan yang berbau busuk, perdarahan setelah melakukan
hubungan seksual, rasa nyeri disekitar vagina, nyeri pada panggul. Pada pasien
kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami keluhan mual muntah yang
berlebihan, tidak nafsu makan, dan anemia.
c. Riwayat kesehatan terdahulu : Biasanya pada pasien kanker serviks memiliki
riwayat kesehatan dahulu seperti riwayat penyakit keputihan, riwayat penyakit
HIV/AIDS (Ariani, 2015). Pada pasien kanker servik post kemoterapi biasanya
ada riwayat penyakit keputihan dan riwayat penyakit HIV/AIDS.
d. Riwayat kesehatan keluarga : Biasanya riwayat keluarga adalah salah satu faktor
yang paling mempengaruhi karena kanker bisa dipengaruhi oleh kelainan
genetika. Keluraga yang memiliki riwayat kanker didalam keluarganya lebih
berisiko tinggi terkena kanker dari pada keluraga yang tidak ada riwayat didalam
keluarganya.

5. Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obsttetri pada pasien dengan kanker serviks yang perlu di
ketahui adalah :
a. Keluhan Haid : Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab kanker
serviks tidak pernah ditemukan sebelumnya menarche dan mengalami atropi pada
masa menopose. Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi pendarahan
diantara siklus haid adalah salah satu tanda gejala kanker serviks.
b. Riwayat kehamilan dan persalinan : Jumlah kehamilan dan anak yang hidup karna
kanker serviks terbanyak pada wanita yang sering partus, semakin sering partus
semakin besar kemungkinan resiko mendapatkan karsinoma serviks.
6. Riwayat Psikososial : Biasanya tentang penerimaan pasien terhadap penyakitnya serta
harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani, hubungan dengan suami/keluarga
terhadap pasien dari sumber keuangan. Konsep diri pasien meliputi gambaran diri
peran dan identitas. Kaji juga ekspresi wajah pasien yang murung atau sedih serta
keluhan pasien yang merasa tidak berguna atau menyusahkan orang lain. Pada pasien
kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami keluhan cemas dan ketakutan.
7. Riwayat Kebiasaan Sehari-hari : Biasanya meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi,
elimenasi, aktivitas pasien sehari-hari, pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur. Pada
pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami keluhan tidak nafsu
makan, kelehan, gangguan pola tidur.
8. Pemeriksaan fisik, meliputi :
a. Keadaan umum: biasanya pasien kanker serviks post kemoterapi sadar,lemah dan
tanda-tanda vital normal (120/80 mmHg).
b. Kepala : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi mengalami rambut
rontok, mudah tercabut.
c. Mata : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi mengalami
konjungtiva anemis dan skelera ikterik.
d. Leher : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada kelainan
e. Thoraks:
1) Dada : biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada kelainan
2) Jantung : biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada
kelainan

f. Abdomen : biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada
kelainan
g. Genetalia : Biasanya pada pasien kanker serviks mengalamisekret berlebihan,
keputihan, peradangan, pendarahan dan lesi. Pada pasien kanker serviks
postkemoterapi biasanya mengalami perdarahan pervaginam.
h. Ekstermitas : Biasanya pada pasien kanker serviks yang stadiumlanjut mengalami
edema dan nyeri.
i. Pemeriksaan Penunjang
Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi mengalami anemia karna
penurunan Haemoglobin. Nilai normalnya Haemoglobin wanita (12-16 gr/dl)

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul menurut SDKI, kemungkinan masalah
yang muncul adalah sebagai berikut : (PPNI, 2017)
1. D.0078 Nyeri kronis berhubungan dengan penekanan saraf.
2. D.0019 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.
3. D.0009 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin.
4. D.0069 Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh.
5. D.0111 Difisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
6. D.0087 Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan pada citra tubuh.
7. D.0012 Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi
(trombositopenia).
8. D.0142 Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder (imunosupresi).

C. Intervensi Keperawatan
Penyusunan perencanaan keperawatan diawali dengan melakukan pembuatan tujuan dari
asuhan keperawatan. Tujuan yang dibuat dari tujuan jangka panjang dan jangka pendek.
Perencanaan juga memuat kriteria hasil. Pedoman dalam penulisan tujuan kriteria hasil
keperawatan berdasarkan SMART,yaitu:
S : Spesific (tidak menimbulkan arti ganda).
M : Measurable (dapat diukur, dilihat, didengar, diraba, dirasakan ataupun dibau).
A : Achievable (dapat dicapai).
R : Reasonable (dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah).
T : Time (punya batasan waktu yang jelas).
Karakteristik rencana asuhan keperawatan adalah:
1. Berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah (rasional).
2. Berdasarkan kondisi klien.
3. Digunakan untuk menciptakan situasi yang aman dan terapeutik
4. Menciptakan situasi pengajaran
5. Menggunakan sarana prasarana yang sesuai

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tindakan dari rencana keperawatan yang telah disusun dengan
menggunakan pengetahuan perawat, perawat melakukan dua intervensi yaitu
mandiri/independen dan kolaborasi/interdisipliner (NANDA, 2015). Tujuan dari
implementasi antara lain adalah: melakukan, membantu dan mengarahkan kinerja
aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan asuhan keperawatan untuk mecapai tujuan
yang berpusat pada klien, mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan
dengan perawatan kesehatan yang berkelanjutan dari klien.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan sebagai penialian status pasien dari efektivitas tindakan dan
pencapaian hasil yang diidentifikasi terus pada setiap langkah dalam proses keperawatan,
serta rencana perawatan yang telah dilaksanakan (NANDA, 2015).
Tujuan dari evaluasi adalah untuk melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai
tujuan, menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum, serta mengkaji
penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai (Asmadi, 2008).
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan. Hal ini
bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan pasien.
1. Evaluasi Formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada saat setelah
dilakukan tindakan keperawatan. Ditulis pada catatan perawat.
2. Evaluasi Sumatif
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu
pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan.

Evaluasi dilakukan dengan pendekatan pada SOAP, yaitu:


S : Data subjektif, yaitu data yang diutarakan klien dan pandangannya terhadap data
tersebut.
O : Data objektif, yaitu data yang didapat dari hasil observasi perawat, termasuk tanda-
tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan penyakit pasien (meliputi data fisiologis,
dan informasi dan pemeriksaan tenaga kesehatan).
A : Analisis, yaitu analisa ataupun kesimpulan dari data subjektif dan data objektif.
P : Perencanaan, yaitu pengembangan rencana segera atau yang akan datang untuk
mencapai status kesehatan klien yang optimal. (Hutahaen, 2010).
Adapun ukuran pencapaian tujuan tahap evaluasi dalam keperawatan meliputi:
1. Masalah teratasi, jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah teratasi sebagian, jika klien menunjukkan perubahan sebagian dari kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah tidak teratasi, jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama
sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau
bahkan timbul masalah/diagnosa keperawatan baru.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kanker serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada leher rahim, sehingga
jaringan di sekitarnya tidak dapat melaksanakan fungsi sebagaimana mestinya. Keadaan
tersebut biasanya disertai dengan adanya perdarahan dan pengeluaran cairan vagina yang
abnormal, penyakit ini dapat terjadi berulang-ulang. Kanker serviks dimulai dengan
adanya suatu perubahan dari sel leher rahim normal menjadi sel abnormal yang kemudian
membelah diri tanpa terkendali. Sel leher rahim yang abnormal ini dapat berkumpul
menjadi tumor. Tumor yang terjadi dapat bersifat jinak ataupun ganas yang akan
mengarah ke kanker dan dapat menyebar.
Penyebab Kanker serviks tidak diketahui secara pasti. Menurut [ CITATION Dar15 \l 1057 ]
beberapa faktor predisposisi kanker serviks antara lain yaitu: HPV (Human Papilloma
Virus), Tembakau, Hubungan seksual, Perilaku seksual berganti pasangan seks,
Pemakaian pil KB dan Suami yang tidak disirkumsisi.
Tanda dan gejala kanker serviks yaitu Keputihan, Perdarahan setelah senggama,
Hilangnya nafsu makan, Nyeri tulang panggul dan tulang belakang, Nyeri disekitar
vagina, Nyeri abdomen atau nyeri pada punggung bawah, Nyeri pada anggota gerak
(kaki), Terjadi pembengkakan pada area kaki dan Sakit waktu hubungan seks.

B. Saran
Diharapkan bisa di jadikan literatur sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya dalam
penerapan asuhan keperawatan secara profesional.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC


PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Darmawati. (2017). Hubungan penegetahuan ibu tentang deteksi dini kanker serviks
dengan metode IVA dengan motivasi pemeriksaan IVA di wilayah kerja Puskesmas
Waetuno kabupaten Wakatobi tahun 2017.Politeknik kesehatan:Kendari

Anda mungkin juga menyukai