Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS APPENDIKSITIS

DALAM PENERAPAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN (HIGH ALERT

MEDICATION & TEPAT PROSEDURE, TEPAT PASIEN DAN TEPAT

LOKASI PEMBEDAHAN

Disusun Oleh:

FIFI NUR AZIZA ANNAS

433131490120053

PRODI STUDI PROFESI NERS REGULER

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Horizon Karawang

Jalan Pangkal Perjuangan KM 1 (By Pass), Kabupaten Karawang, Jawa Barat

413116,Indonesia

2020/2021
Kasus Hari Ke 2
Pasien Nn. Tania, usia 25 tahun, dengan nyeri abdomen, dirawat di ruang
Cempaka, mengeluh nyeri pada area abdomen kanan bawah. Dilakukan
pemeriksaan Appendikogram dengan hasil Appendisitis. Pasien mengatakan satu
bulan SMRS nyeri dirasakan hilang timbul dan saat ini dirasakan menetap, wajah
tampak meringis saat aktifitas, tangan memegang perut kanan bawah, skala nyeri
7. Pasien direncanakan operasi (APPENDIKTOMI). Infus terpasang NaCl,
observasi TD 130/80 mmHg, frekeunsi Nadi 90x/menit, frekuensi Nafas
20x/menit, Suhu 38C. Diberikan obat extra Paracetamol tablet dan diberi kompres
hangat. Pasien merasa cemas menghadapi operasi yang akan dilakukan.
Persiapan tindakan operasi pada pasien Nn. Tania, dilakukan persiapan fisik,
administrasi dan mental pasien. Pada pasca operasi hari kedua, pasien mengalami
kembung, belum bisa flatus dan hasil elektrolit Kalium 2,4 mEq/L (nilai normal
3,5 – 5 mEq/L), pasien mendapatkan terapi KCL 10cc

Buat laporan penerapan sasaran keselamatan pasien tentang


HIGH ALERT MEDICATION.
Definisi
High-alert medication adalah Obat yang harus diwaspadai karena sering
menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event) dan Obat yang
berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD).
Kelompok Obat high-alert diantaranya (Kemenkes, 2014):
1. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan
Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
2. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau yang
lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan
magnesium sulfat =50% atau lebih pekat).
3. Obat-Obat sitostatika.
Medication error merupakan kegagalan dalam proses pengobatan yang mengarah atau
memiliki potensi untuk terjadinya bahaya pada pasien dan meliputi melakukan
omission atau comission. (Australian Goverment, 2014).
Obat - Obat Kategori “High Alert”
a. Daftar obat high alert ditentukan oleh Instalasi Farmasi (daftar terlampir),
termasuk di dalamnya :
1) Elektrolit Pekat,
2) Narkotika,
3) Sitostatika
4) Obat Look Alike Sound Alike / LASA (NORUM : Nama Obat Rupa Mirip). .
b. Setiap satelit farmasi, ruang rawat, poliklinik harus memiliki daftar obat high
alert dan panduan penanganan obat high alert.
c. Setiap satelit farmasi, ruang rawat, poliklinik harus memiliki daftar obat LASA
(daftar terlampir).
d. Setiap tenaga kesehatan harus mengetahui penanganan khusus untuk obat high
alert.
e. Obat high alert harus disimpan di tempat terpisah, akses terbatas

Kewaspadaan Terhadap Elektrolit Pekat


Menurut Mansur J (2008), terdapat strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi
risiko yang berhubungan dengan elektrolit pekat:
a. Batasi penyimpanan elektrolit di luar unit farmasi
b. Di farmasi, penyimpanan dan inventarisasi elektrolit terpisah dari obat-obatan lain
dan dibedakan terpisah dari tipe produk
c. Perawat tidak diperbolehkan memasuki farmasi bila dalam keadaan terkunci.
Simpan stok secara hati hati, meliputi campuran KCL di tempat yang aman
misalkan pada rak dengan akses terkontrol.
d. Vial sebaikanya tidak didispensing hanya untuk pasien perseorangan. Farmasi
sebaiknya menyiapkan larutan premixed atau menyiapkan campuran yang
spesifik untuk pasien bila diperlukan. Pada kasus operasi cardiac bypass,
pencampuran dapat dilakukan di area lain dengan menggunakan minibag dengan
elektrolit yang telah dipilih dan disediakan oleh farmasi.
e. Bila larutan elektrolit harus ada pada area tertentu, maka dilakukan pelabelan
pada obat dengan label flourosens yang terlihat dan yang menyatakan “ HARUS
DIENCERKAN”.
Kewaspadaan Terhadap Narkotika
Menurut Mansur J (2008), terdapat strategi yang dapat dilakukan, antara lain:
a. Tahap penyiapan dan dispensing
1) Penggunaan barcode atau alat dispensing otomatis
2) Lakukan pencampuran obat opiat yang berbentuk larutan di farmasi dan
spesifik untuk pasien. Untuk larutan dengan konsentrasi tinggi yang berbeda
dengan konsentrasi yang biasa maka pada obat ditempeli tulisan “obat dalam
konsentrasi tinggi”
b. Tahap permintaan dan transcribing
1) Membuat protokol dan kriteria pasien, dan menstandarkan langkah
permintaan menggunakan permintaan pre-print atau dengan memasukan
permintaan resep menggunakan komputer.
2) Membuat daftar dosis opiat berdasarkan beratnya dan beri tanda peringatan
pada sistem masukan permintaan bila terdapat permintaan dosis maksimum
3) Pengkajian penggunaan opiat yang bersamaan ketika mengevaluasi dosis
yang cocok untuk pasien.
4) Selalu meresepkan obat dengan dosis yang spesifik menggunakan miligram
5) Cegah penggunaan singkatan DTO, MSO4 dan MGSO4
6) Membuat protokol untuk agen reversal yang dapat diberikan sebagai bagian
dari permintaan narkotika yang asli.

PENERAPAN 7 BENAR DALAM MENUNJANG MEDICATION SAFETY


(bagi dokter, farmasis, dan perawat)
1. Benar Pasien:
a. Gunakan minimal 2 identitas pasien.
b. Cocokkan obat yang akan diberikan dengan instruksi terapi tertulis.
c. Anamnesis riwayat alergi.
d. Anamnesis kehamilan/ menyusui.
e. Anamnesis lengkap riwayat obat/ penggunaan obat saat ini dan buat daftar
obatobat tersebut.
f. Bandingkan pemberian obat saat ini dengan daftar obat yang digunakan
pasien dirumah (termasuk kelalaian, duplikasi, penyesuaian, kehilangan/
menghilangkan, interaksi, atau tambahan obat).
g. Identifikasi pasien yang akan mendapat obat dengan kewaspadaan tinggi
dilakukan oleh dua orang yang kompeten (double check).
2. Benar Obat
a. Beri label semua obat dan tempat obat (syringes, cangkir obat, baskom
obat), dan larutan lain.
b. Obat dan larutan lain di lokasi perioperatif atau ruang prosedur yang tidak
akan segera dipakai juga harus diberi label.
c. Pemberian label di lokasi perioperatif atau ruang prosedur dilakukan setiap
kali obat atau larutan diambil dari kemasan asli ke tempat lainnya.
d. Pada label, tuliskan nama obat, kekuatan, jumlah, kuantitas, pengenceran
dan volume, tanggal persiapan, tanggal kadaluarsa jika tidak digunakan
dalam 24 jam dan tanggal kadaluarsa jika kurang dari 24 jam.
e. Semua obat atau larutan diverifikasi oleh 2 orang secara verbal dan visual
jikaorang yang menyiapkan obat bukan yang memberikannya ke pasien.
f. Pemberian label tiap obat atau larutan segera setelah obat disiapkan
jika tidak segera diberikan.
g. Jangan memberi label pada syringes atau tempat kosong, sebelum obat
disiapkan/ diisi.
h. Siapkan satu obat atau larutan pada satu saat. Beri label hanya untuk
satu obat atau larutan pada satu saat.
i. Buang segera setiap obat atau larutan yang tidak ada labelnya.
j. Buang semua tempat obat berlabel di lokasi steril segera setelah operasi
atau prosedur dilakukan (ini berarti tempat obat orisinal disimpan sampai
tindakan selesai).
k. Saat pergantian tugas/ jaga, review semua obat dan larutan oleh petugas
lama dan petugas baru secara bersama.
l. Ubah daftar obat/ kardeks jika terdapat perubahan obat.
m. Kebenaran jenis obat yang perlu kewaspadaan tinggi di cek oleh dua
orang yang kompeten ( double check).
3. Benar Dosis
a. Dosis/ volume obat, terutama yang memerlukan kewaspadaan tinggi,
dihitung & dicek oleh dua orang yang kompeten (double check).
b. Jika ragu konsultasi ke dokter yang menulis resep.
c. Berkonsentrasi penuh saat menyiapkan obat, dan hindari gangguan.
4. Benar Waktu
a. Sesuai waktu yang ditentukan: sebelum makan, setelah makan, saat makan.
b. Perhatikan waktu pemberian:
c. 3 x sehari tiap 8 jam
d. 2 x sehari tiap 12 jam
e. Sehari sekali tiap 24 jam
f. Selang sehari tiap 48 jam
g. Obat segera diberikan setelah diinstruksikan oleh dokter.
h. Belum memasuki masa kadaluarsa obat.
5. Benar Cara/ Route Pemberian
a. Cara pemberian obat harus sesuai dengan bentuk/ jenis sediaan obat:
1) Slow- Release tidak boleh digerus ;
2) enteric coated tidak boleh digerus.
b. Obat-obat yang akan diberikan per NGT sebaiknya adalah obat cair/ sirup.
c. Pemberian antar obat sedapat mungkin berjarak.
d. Jadwal pemberian obat dan nutrisi juga berjarak.
6. Benar Dokumentasi
a. Setiap perubahan yang terjadi pada pasien setelah mendapat obat harus
didokumentasikan.
b. Setiap dokumen klinik harus ada bukti nama dan tanda tangan/ paraf yang
melakukan.
c. Setelah memberikan obat, langsung di paraf dan diberi nama siapa yang
memberikan obat tersebut.
d. Setiap perubahan jenis/ dosis/ jadwal/ cara pemberian obat harus diberi
nama & paraf yang mengubahnya.
e. Jika ada coretan yang harus dilakukan: buat hanya satu garis dan di
paraf di ujungnya:
f. Contoh:
g. Lasix tab, 1 x 40 mg Jcmd  Lasix inj, 1 x 40 mg iv.
h. Dokumentasikan respon pasien terhadap pengobatan: Efek Samping Obat
(ESO) dicatat dalam rekam medik & Form Pelaporan Insiden + Formulir
Pelaporan Efek Samping Obat. Pelaporan Insiden dikirim ke Tim
Keselamatan Pasien di Unit Pelayanan Jaminan Mutu. Pelaporan Efek
Samping Obat dikirim ke Komite Farmasi dan Terapi.
i. Dokumentasikan Kejadian Nyaris Cedera terkait pengobatan dengan Form
Pelaporan Insiden ke Tim Keselamatan Pasien.
j. Dokumentasikan Kejadian Tidak Diharapkan  Form Pelaporan Insiden ke
Tim Keselamatan Pasien.
7. Benar Informasi
a. Semua rencana tindakan/ pengobatan harus dikomunikasikan pada pasien &
atau keluarganya, termasuk pasien di ICU (hak pasien!).
b. Jelaskan tujuan & cara mengkonsumsi obat yang benar.
c. Jelaskan efek samping yang mungkin timbul.
d. Rencana lama terapi juga dikomunikasikan pada pasien.
e. Tips: semua informasi yang telah diberikan pada pasien & keluarganya ini
ditulis dalam “Form Penjelasan & Pendidikan Dokter kepada Pasien” yang
ada di dalam paket rekam medik dan ditandatangani oleh dokter dan pasien/
keluarga pasien.

DOKUMENTASI
1. Instalasi Farmasi bersama dengan Departemen Medik terkait membuat daftar
obat high alert (elektrolit perkat, LASA, narkotika, sitostatika)
2. Farmasi menerbitkan daftar singkatan yang tidak dipergunakan untuk
mengurangi risiko medication error
3. Petugas melaporkan adanya kejadian medication error dengan menggunakan
formulir insiden keselamatan pasien kepada Tim PMKP

EVALUASI DAN MONITORING


a. Kebijakan ini akan dikaji ulang dalam kurun waktu 2 tahun
b. Rencana audit akan disusun dengan bantuan kantor audit medik dan akan
dilaksanakan dalam waktu 6 bulan setelah implementasi kebijakan. Audit
klinis ini meliputi:
i. Penandaan obat-obatan high alert
ii. Penyimpanan obat-obatan high alert di farmasi
iii. Penyimpangan penyimpanan obat-obatan high alert di critical/
emergency area (IGD, ICU, OKA)
c. Setiap pelaporan insidens yang berhubungan dengan keamanan obat high
alert akan dipantau dan ditindaklanjuti saat dilakukan revisi kebijakan

Pasien mendapatkan KCL,


1. Apakah obat KCl termasuk jenis obat dengan kewaspadaan tinggi (high alert
medication)?
Kalium klorida adalah obat suplemen untuk mengatasi atau mencegah
hipokalemia (kekurangan kalium).
Kadar kalium dalam darah normalnya berkisar antara 3,5 sampai 5 mEq
(miliekuivalen)/L (liter). Anda dinyatakan mengalami kekurangan kalium jika
kadar kalium dalam darah kurang dari 3,5 mEq/L.
Kalium atau juga dikenal sebagai potassium merupakan mineral penting yang
disebut sebagai elektrolit. Elektrolit ini membantu sel, ginjal, jantung, otot, dan
saraf berfungsi dengan baik.
Untuk memastikan kadar kalium dalam tubuh Anda normal atau tidak,
konsultasikan langsung ke dokter. Biasanya dokter akan merekomendasikan
pasien untuk melakukan beberapa tes laboratorium seperti tes darah, tes urine,
dan tes EKG.
Beberapa kondisi medis dapat menurunkan kadar kalium dalam tubuh sebagai
efek sampingnya, misalnya diare kronis, muntah terus-terusan, hingga masalah
hormon seperti hiperaldosteronism. Mengonsumsi obat-obatan diuretik atau yang
lebih dikenal dengan ‘pil air’ juga bisa menyebabkan kadar kalium dalam tubuh
berkurang.

2. Apakah bisa diberi langsung bolus melalui Intra Vena? Jelaskan!


Infus intravena kalium klorida dan natrium klorida digunakan untuk mengatasi
hipokalemia berat dan bila asupan kalium per oral tidak memadai. Larutan infus
yang sudah tercampur dapat harus segera digunakan; atau sebagai alternatif,
konsentrat Kalium klorida, dalam kemasan ampul yang mengandung 1,5 g (20
mmol K+) dalam 10 mL, dicampurkan seluruhnya ke dalam 500 mL infus
intravena natrium klorida 0,9% dan diberikan perlahan dalam 2-3 jam. Pemberian
infus dilakukan dengan petunjuk ahli dan pengamatan EKG pada kasus-kasus
sulit. Kadar kalium klorida yang lebih tinggi dapat diberikan pada kekurangan
yang sangat berat, tetapi tetap berdasarkan petunjuk ahli. Pengukuran berulang
plasma kalium perlu dilakukan untuk menentukan apakah masih diperlukan infus
dan juga untuk menghindari terjadinya hiperkalemia; di mana hal ini cenderung
terjadi pada pasien dengan kerusakan ginjal. Terapi awal penggantian kalium
jangan menggunakan infus glukosa karena glukosa dapat menyebabkan
penurunan kadar plasma kalium lebih lanjut.
3. Apakah obat KCl bisa disimpan sebagai obat persediaan di ruang perawatan
umum? Jelaskan!
Obat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung
dan tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan dibekukan.
Merek lain dari obat ini mungkin memiliki aturan penyimpanan yang berbeda.
Perhatikan instruksi penyimpanan pada kemasan produk atau tanyakan pada
apoteker Anda. Jauhkan semua obat-obatan dari jangkauan anak-anak dan hewan
peliharaan.
Jangan menyiram obat-obatan ke dalam toilet atau ke saluran pembuangan
kecuali bila diinstruksikan. Buang produk ini bila masa berlakunya telah habis
atau bila sudah tidak diperlukan lagi.
Konsultasikan kepada apoteker atau perusahaan pembuangan limbah lokal
mengenai bagaimana cara aman membuang produk Anda.
Buat Laporan penerapan sasaran keselamatan pasien tentang TEPAT
PROSEDURE, TEPAT PASIEN DAN TEPAT LOKASI PEMBEDAHAN
Definisi
Verifikasi pra prosedur merupakan proses melihat kembali semua data yang ada
untuk memverifikasi keakuratan prosedur yang dapat diantisipasi, melibatkan
pasien dan keluarga untuk memahami prosedur operasi yang direncanakan.
Making site merupakan penandaan fisik dari lokasi operasi atau prosedur invasif
lain, menggunakan surgical marking pen (NHS, 2012).
Time out merupakan jeda untuk briefing yang dilakukan sesaat sebelum
dilakukan incisi untuk mengkonfirmasi pasien, prosedur, dan lokasi operasi
(WHO, 2009).
WHO Surgical safety cheklist adalah checklist dari WHO untuk mengidentifikasi
langkah kunci keamanan selama pelayanan perioperatif yang seharusnya
dilakukan pada setiap operasi (NHS, 2012).

Ruang Lingkup
1. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien di Instalasi Kamar Bedah
2. Pelaksana panduan ini adalah para tenaga kesehatan medis dan perawat,
untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi.

Tata laksana Keselamatan Operasi (Tepat Lokasi, Tepat Prosedur dan


Tepat Pasien Operasi)
- Protokol umum yang ditetapkan untuk memastikan tepat lokasi, tepat
prosedur, tepat pasien operasi di Instalasi Kamar Bedah meliputi 3 komponen
berikut (WHO, 2008; Stahel, dkk., 2009):
1. proses verifikasi pra prosedur
2. menandai lokasi yang akan dilakukan operasi ( surgical marking site)
3. time out sesaat sebelum memulai prosedur operasi
- Beberapa hal yang berpotensi untuk menimbulkan kekeliruan untuk wrong
surgery:
 Lebih dari satu dokter bedah terlibat
 Dilakukan lebih dari satu prosedur
 Pasien memiliki beberapa karakteristik khusus, seperti deformitas fisik
atau obesitas masif
 Ada beberapa pasien yang memiliki nama yang sama atau prosedur
yang sama atau di waktu yang bersamaan.
- Kesalahan lokasi (wrong site) dan kesalahan pasien (wrong patient) sering
disebut sebagai “never event” dimana secara teori 100 % dapat dicegah dan
seharusnya tidak pernah terjadi. Surgical never event yang dapat terjadi antara
lain:
 Pembedahan dilakukan pada bagian tubuh yang salah
 Pembedahan dilakukan pada pasien yang salah
 Prosedur operasi salah
 Tertinggalnya benda asing di dalam tubuh pasien setelah operasi
 Kematian pasien dengan ASA kelas 1 selama dilakukan operasi dan
sesaat setelah dilakukan operasi
- Intervensi yang dapat dilakukan untuk mencegah wrong site (Pelczarski, dkk.,
2010):
 Penjadwalan operasi
 Verifikasi informasi pasien yang penting untuk operasi
 Penandaan lokasi operasi
 Time out
 Pertimbangan ruang operasi

Verifikasi Pra Prosedur Operasi


- Tahap ini terdiri dari memverifikasi ketepatan pasien, lokasi dan prosedur
pada setiap tahapan dari waktu pengambilan keputusan operasi dilakukan
sampai pasien menjalani operasi. Tahap ini harus dilakukan (WHO, 2008):
 Ketika prosedur terjadwal
 Pada saat admisi atau masuk ke instalasi kamar bedah
 Saat tanggungjawab atas pelayanan pasien akan dilimpahkan ke orang
lain
 Sebelum pasien meninggalkan area preoperasi atau memasuki kamar
operasi
- Tahapan ini dilakukan sedapat mungkin melibatkan pasien dalam kondisi
sadar dan terbangun.
- Verifikasi dilakukan dengan memberi label, mengidentifikasi pasien dan
selama proses persetujuan. Lokasi, lateralitas, dan prosedur dikonfirmasi
dengan pengecekan catatan pasien dan gambaran radiograf.
- Hal tersebut adalah proses yang harus melibatkan anggota yang terkait
dengan pelayanan pasien, dan tiap pengecekan dilakukan secara terpisah.
Harus dimengerti bahwa banyaknya orang yang terlibat dalam verifikasi ini
dapat menyebabkan pelanggaran terhadap protokol ini. Ketaatan dalam
prosedur verifikasi dapat difasilitasi dengan pembuatan checklist yang
sistematis tentang prosedur tersebut.
- Verifikasi ini berdasarkan checklist preoperative yang bertujuan untuk
memastikan semua dokumen yang diperlukan dan pemeriksaan diagnostik
yang ada sebelum memulai intervensi prosedur operasi dan dokumen ini telah
dicek dan teridentifikasi dengan tepat (HAS, 2012).

Penandaan Lokasi Operasi


a. Penandaan lokasi operasi dilakukan oleh operator/ petugas medis yang
familiar dengan pasien dan merupakan anggota dari tim bedah yang akan
berada selama time out operasi dan selama prosedur operasi berjalan.
Orang tersebut adalah dokter bedah atau seseorang yang diijinkan melalui
program residen untuk berpartisipasi dalam operasi atau seseorang yang
berlisesnsi untuk melakukan tugas berkolaborasi dengan dokter bedah,
misalkan perawat atau asisten dokter. Pada kondisi ideal, penandaan lokasi
dilakukan oleh dokter bedah yang memimpin operasi (Stahel, dkk., 2009):
b. Penandaan lokasi dilakukan di ruang persiapan operasi (preoperative
holding area), sebelum memindahkan pasien ke dalam ruang operasi atau
ruangan lain dimana prosedur akan dilakukan.
c. Pada proses penandaan lokasi harus dilakukan setelah identitas pasien,
prosedur dan lokasi operasi telah dicek ulang, dengan review dokumen
yang relevan, meliputi catatan medis, rontgen diagnostik, dan pengecekan
semua
informasi dilakukan oleh 2 orang. Prosedur tidak boleh dilakukan tanpa
dilakukan review tersebut (Stahel, dkk., 2009).
d. Sedapat mungkin penandaan harus melibatkan pasien untuk
menghindarkan kekeliruan.
- Pada saat penandaan pasien dalam keadaan terbangun dan sadar
- Pada pasien anak-anak, penandaan harus melibatkan orang tua
pasien
- Pada pasien yang mengalami gangguan atau tidak dapat berbicara,
proses penandaan melibatkan keluarga.
e. Penandaan dilakukan pada pasien saat konfirmasi persetujuan tindakan
operasi dan pasien setuju untuk diberikan tanda (NHS, 2014). Meskipun
jarang, pasien boleh menolak penandaan setelah dijelaskan maksud dan
tujuannya.
f. Penandaan harus dibuat menggunakan surgical marking pen yang tidak
hilang bila dicuci saat persiapan area operasi. Sterilisasi surgical marking
pen tidak perlu dilakukan.
g. Tanda sebaiknya tetap terlihat setelah pasien disiapkan dan ditutup kain
h. Untuk pasien dengan warna kulit gelap, boleh digunakan warna selain
hitam atau biru gelap (biru tua) agar penandaan jelas terlihat, misalnya
warna merah.
i. Penandaan lokasi operasi dibuat pada atau berdekatan dengan area incisi.
Jangan memberikan tanda pada area bukan lokasi operasi, kecuali bila
dibutuhkan aspek perawatan lain.
j. Penandaan pada kulit pasien berupa garis lurus yang di bagian ujungnya
terdapat tulisan inisial dokter yang akan melakukan operasi terhadap
pasien tersebut.
Contoh: ________________S.Z
k. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada kasus incisi, puncture perkutan,
atau insersi instrumen (seperti laparoscopy), yang melibatkan lateral
(single limb atau satu dari organ ganda), struktu/ permukaan multipel
(flexor, extensor, lesi, jari kaki dan tangan), ruas (levels) seperti tulang
belakang (HAS, 2012).
l. Pada prosedur yang melibatkan organ lateral, lokasi harus ditandai dan ada
pencatatan mengenai sisi yang ditandai. Pencatatan dilakukan pada lembar
assesment bedah di rekam medis dengan memberikan tanda pada gambar
tubuh yang tersedia.
m. Pada kasus-kasus seperti operasi spinal, dapat dilakukan proses dua tahap
yang meliputi penandaan preoperatif per level spinal (yang akan dioperasi)
dan interspace spesifik intraoperatif menggunakan radiographic marking
(seperti penandaan level spinal dengan jarum pada gambaran radiograf,
intraopearyif arteriogram atau cholangiogram).
n. Pada operasi mata tunggal, penandaan dilakukan di atas mata dengan arah
menunjukan mata yang akan dioperasi. Penandaan dicatat dalam rekam
medis. Penandan tidak dilakukan pada operasi mata bilateral (NHS, 2012)
o. Dalam kasus-kasus di mana tidak dilakukan penandaan, alasan harus dapat
dijelaskan dan dipertanggungjawabkan.
p. Pasien yang tidak memungkinkan dilakukan penandaan, maka dibuat
penandaan pada gambar tubuh manusia di status rekam medis pasien.
q. Beberapa prosedur yang tidak memerlukan penandaan:
1. Prosedur yang dilakukan pada organ soliter (contoh: pituitary,
jantung, trakea, esophagus, lambung, pancreas, hati, limpa, kolon,
rectum, vagina, cerviks, uterus, uretra, kandung kemih, skrotum,
penis atau prostat) atau dengan pendekatan tunggal ke dalam salah
satu rongga tubuh seperti abdomen, atau mediastinum, (termasuk
prosedur invasive minimal laryngoscopy atau cystoskopi) atau
prosedur orificium alami (contoh eksisi transanal atau
transvaginal), dan operasi cesar tidak membutuhkan penandaan.
2. Kasus yang melibatkan membran mukosa dan perineum
3. kasus yang melibatkan gigi Pencatatan lokasi gigi pada rekam
medis dilakukan dengan menggunakan nomenklatur berdasarkan
Federal Dental International (FDA), angka pertama menunjukan
kuadran gigi dan angka kedua menunjukan elemen gig (Lee, dkk.,
2007)
Contoh: gigi permanen geraham pertama atas kanan = 1 6
4. prosedur yang melibatkan bayi prematur/ neonatus di mana
penandaan akan menyebabkan tato permanen (Stahel, dkk., 2009).
5. semua endoscopi tanpa prosedur invasif
6. Operasi pada organ visceral seperti uterus, usus, hati, kandung
kemih, appendix (HAS, 2012)
7. sisi dengan lokasi yang tidak dketahui pasti untuk akses operasinya,
seperti cardiac catheterisation. Prosedur yang mencakup aspirasi
bone marrow, pemasangan arteri line, vena central, epidural atau
tindakan yang menggunakan cateter
8. Pada luka (misalkan luka bakar) atau lesi tunggal
9. Prosedur invasif minor seperti kanulasi intravena, injeksi IM/ IV
r. Verifikasi akhir dari tanda lokasi operasi (site mark) dilakukan selama
time out.

Time Out Operasi


- Prosedur time out dilakukan di ruang operasi dan disampaikan oleh salah satu
tim bedah, biasanya oleh perawat sirkulasi (Stahel, dkk., 2009):
- Prosedur time out meliputi verifikasi identitas pasien, lokasi operasi dan
prosedur operasi tepat, dan persetujuan operasi (informed consent).
- Time out juga memberi gambaran mengenai keadaan pasien secara tepat,
kebutuhan antibiotik, adanya alergi, dan tersedianya dokumen dan
pemeriksaan diagnostik yang relevan, instrumen, implan dan peralatan lain
yang perlu dikonfirmasi selama waktu tersebut (WHO, 2009).
- Jika terdapat beberapa prosedur dalam satu operasi, maka time-out harus
dilakukan sebelum setiap prosedur. Apabila terjadi diskrepansi, prosedur
tidak boleh dimulai sebelum tercapai kata sepakat oleh semua anggota tim
(dalam time-out) atau sebelum semua pertanyaan atau masalah terjawab.
- Mrenurut WHO (2009), bila memungkinkan, pasien sebaiknya dalam posisi
sadar dan berpartisipasi dalam proses verifikasi identitas pasien, lokasi
operasi dan detail serta implikasi dari prosedur yang telah direncanakan
(awake time out).
- Protocol persetujan dapat dikesampingkan bila terdapat kasus yang
mengancam nyawa pasien.
- Dokter bedah, dokter anestesi dan perawat sirkulasi harus berpartisipasi aktif
dalam time out (WHO, 2009).

Surgical Safety Checklist


Dalam mengimplementasikan checklist selama bedah, satu orang
bertanggungjawab untuk mengisi kotak pada daftar yang ada. Koordinator
checklist ini dapat berasal dari perawat sirkulasi ataupun petugas klinis yang
berpartisipasi di dalam operasi. Pada setiap fase, koordinator cheklist tersebut
diperbolehkan untuk mengkonfirmasi bahwa tim telah selesai melakukan
tugasnya dan prosedur dijalankan. Selama tim operasi familiar dengan tahapan
pada checklist, mereka dapat mengintegrasikan pengecekan ke dalam pola kerja
mereka dan menyampaikan secara verbal penyelesaian yang telah mereka
lakukan sesuai tahapan yang ada di checklist tanpa intervensi dari koordinator
(WHO, 2009).
Surgical safety checklist membagi operasi menjadi tiga fase, setiap fase
menggambarkan periode waktu spesifik di dalam alur prosedur yang normal,
yaitu: periode sebelum induksi anestesi (Sign in), periode setelah induksi anestesi
dan sebelum incisi bedah (time out), dan periode selama atau sesaat setelah
penutupan luka tetapi sebelum memindahkan pasien dari ruang operasi (sign out).
Koordinator checklist yang dipilih dapat mencegah tim melakukan tahap
selanjutnya bila tahap sebelumnya belum benar-benar selesai dikonfirmasi
(WHO, 2009).

a) Sign in
- Koordinator checklist bersama dengan pasien (bila memungkinkan),
secara verbal melihat kembali apakah identifikasi pasien telah
dikonfirmasikan secara tepat, prosedur dan lokasi telah tepat, dan
persetujuan untuk dilakukan operasi telah diberikan.
- Koordinator secara visual akan mengkonfirmasi apakah lokasi operasi
telah ditandai dan akan secara verbal bersama dengan dokter anestesi
melihat kembali resiko kehilangan darah, hambatan saluran pernafasan,
reaksi alergi, dan apakah pengecekan keamanan anestesi telah dilakukan.
Idealnya dokter bedah ada saat sign in untuk memberikan masukan/ saran
untuk mengantisipasi kehilangan darah, alergi, atau faktor komplikasi
lain. Keberadaan dokter bedah tidak terlalu penting dalam menyelesaikan
bagian checklist ini.
b) Time out
- Setiap anggota memperkenalkan diri mereka sesuai nama dan peran
mereka. Bila anggota bersama setiap hari dalam operasi, tim dapat secara
sederhana mengkonfirmasi bahwa setiap orang di ruangan operasi telah
saling mengetahui satu sama lain.
- Tim akan berhenti sejenak sebelum dilakukan incisi untuk
mengkonfirmasi dengan meneriakan bahwa mereka akan melakukan
operasi yang tepat pada pasien dan lokasi yang tepat
- Kemudian secara verbal memeriksa elemen kritis dari rencana mereka
terhadap operasi yang akan dilakukan, sesuai pertanyaan checklist.
Mereka juga akan mengkonfirmasi bahwa antibiotik profilaksis telah
diberikan 60 menit sebelum tindakan dan gambaran radiologi yang
penting harus terpasang.
c) Sign out
- Tim akan meriview operasi yang mereka lakukan, penghitungan
instrumen dan kasa, serta pelabelan spesimen bedah yang diperoleh.
- Tim juga akan mereview adanya malfungsi alat atau masalah yang perlu
diatasi.
- Terakhir, tim akan mereview rencana penting dan yang berhubungan
dengan manajemen post operasi dan pemulihan sebelum memindahkan
pasien dari ruang operasi.
- Pengecekan dilakukan oleh satu orang yang sama dari tahapan sing in dan
time out.

Dokumentasi
- Penandaan lokasi operasi terdokumentasikan pada lembar marking site di
rekam medis pasien
- Time out harus didokumentasikan di surgical safety checklist
- Petugas melaporkan adanya kejadian salah pasien, salah posisi atau salah
prosedur operasi kepada Tim PMKP 2x 24 jam menggunakan formulir laporan
insiden keselamatan pasien

Evaluasi dan Monitoring


a. Kebijakan ini akan dikaji ulang dalam kurun waktu 2 tahun
b. Rencana audit akan disusun dengan bantuan kantor audit medik dan akan
dilaksanakan dalam waktu 6 bulan setelah implementasi kebijakan. Audit
klinis ini meliputi:
 Jumlah insiden pasien yang mengalami pembedahan pada bagian
tubuh yang salah (wrong site)
 Jumlah insiden operasi yang dilakukan pada pasien yang salah
(wrong patient)
 Jumlah kesalahan prosedur operasi yang dilakukan pada pasien
(wrong procedure)
 Jumlah prosentase pemberian tanda lokasi operasi (marking site)
 Jumlah prosentase pengisian formulir surgical safety checklist
c. Setiap pelaporan insidens yang berhubungan dengan kepastian tepat lokasi,
tepat prosedur dan tepat pasien operasi akan dipantau dan ditindaklanjuti saat
dilakukan revisi kebijakan.
Jelaskan persiapan yang harus dilaksanakan oleh perawat, meliputi :
1. Persiapan Fisik
Perawatan yang harus diberikan pada pasien pre operasi, diantaranya keadaan
umum pasien, keseimbangan cairan dan elektrolit, status nutrisi, puasa,
personal hygiene dan pengosongan kandung kemih

2. Persiapan Mental
Pasien secara mental harus dipersiapkan untuk menghadapi pembedahan,
karena selalu ada rasa cemas atau khawatir terhadap penyuntikan, nyeri luka,
anastesi, bahkan terhadap kemungkinan cacat atau mati. Hubungan baik
antara penderita, keluarga dan tenaga kesehatan sangat membantu untuk
memberikan dukungan (support system) dan pendidikan kesehatan.
3. Persiapan administrasi
a. Melengkapi status dengan :
 Form surat ijin operasi
 Laporan Pembedahan
 Formulir PA disesuaikan
b. Meminta tanda tangan surat persetujuan operasi kepada pasien /
penanggung jawab pasien atau wali (Sebaiknya ada saksi lain dari pihak
pasien atau perawat dan ikut tanda tangan)
c. Menghubungi kamar operasi melaporkan secara ditulis :
 Nama pasien, umur, diagnosis
 Jenis operasi
 Dokter yang merawat
d. Mencata hal - hal yang akan dioperkan kepetugas IBS pada check list
operan pasien ke IBS, misalnya :
 Darah
 Hasil rontgen
 CT Scan, USG, dll
 Obat - obatan (transamin, vit K, dll)
4. Edukasi untuk mengurangi nyeri saat pasca operasi
a. Nafas dalam
b. Cuci muka dan tangan pasien
c. Basahi bibir
d. Gosok punggung pasien dengan alkohol
e. Bila pasien sudah flatus berilah minum sesendok air putih
f. Sikap tidur pasien

Jelaskan Pengkajian Skala Morse untuk mengetahui resiko jatuh


Formulir Pengkajian Resiko Jatuh Morse
NRM:
Nama :
Jenis kelamin :
Usia :
Tgl lahir :
(mohon diisi atau tempel stiker jika tersedia)

Tanggal masuk ruang rawat :...................pukul :................. Ruang


Rawat :......................................…

PEMANTAUAN RESIKO JATUH PASIEN DEWASA


BERDASARKAN PENILAIAN Skala Morse/ Morse Falls Scale (MFS)

Skoring 1
NO PENGKAJIAN SKALA
Saat Masuk
1. Riwayat jatuh: apakah pasien pernah jatuh Tidak 0
dalam 3 bulan terakhir? Ya 25

2. Diagnosa sekunder: apakah pasien memiliki Tidak 0


lebih dari satu penyakit? Ya 15

3. Alat Bantu jalan:


- Bed rest/ dibantu perawat 0
- Kruk/ tongkat/ walker 15
- Berpegangan pada benda-benda di sekitar 30
(kursi, lemari, meja)
4. Terapi Intravena: apakah saat ini pasien Tidak 0
terpasang infus? Ya 20
5. Gaya berjalan/ cara berpindah:
- Normal/ bed rest/ immobile (tidak dapat 0
bergerak sendiri)
- Lemah (tidak bertenaga) 10
- Gangguan/ tidak normal (pincang/ diseret) 20

6. Status Mental
- Pasien menyadari kondisi dirinya 0
- Pasien mengalami keterbatasan daya ingat 15

Total Nilai

Paraf & Nama Petugas yang Menilai

Keterangan:

Tingkatan Risiko Nilai MFS Tindakan

Tidak berisiko 0 - 24 Perawatan dasar

Risiko rendah 25 - 50 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar

Risiko tinggi ≥ 51 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh risiko tinggi

Jelaskan penatalaksanaan pada pasien dengan resiko jatuh tinggi


Perawat/ bidan :
1. Memasang bedside rel
2. Mengevaluasi kursi dan tinggi tempat tidur
3. Mempertimbangkan efek puncak obat yang diresepkan yang mempengaruhi
tingkat kesadaran
4. Mengamat ilingkungan untuk kondisi berpotensi tidak aman, dan segera laporkan
untuk perbaikan
5. Mengawasi pasien risiko jatuh di daerah diagnostik atauterapi
6. Memastikan pasien yang diangkut dengan brankar / tempat tidur, posisi bedside rel
dalam keadaan terpasang
7. Menginformasikan dan mengeduksi pasien dan / atau anggota keluarga mengenai
rencana perawatan untuk mencegah jatuh
8. Berkolaborasi dengan pasien atau keluarga untuk memberikan bantuan yang
dibutuhkan pasien (Pemenuhan kebutuhan dasar manusia)

Anda mungkin juga menyukai