Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMOFILIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Profesi Ners yang Diampu Oleh

Ns. Ninis Indriani, M.Kep, Sp. An

Oleh :
RINA
2020.04.035

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Rina

NIM : 2020.04.035

Prodi : Ners

Judul LP : Hemofilia

Berdasarkan hasil bimbingan oleh pembimbing institusi dan pembimbimbing klinik pada
tanggal

Banyuwangi, 5 Oktober 2020

Mahasiswi

RINA
2016.02.033

Pembimbing Institusi

Ns. Ninis Indriani, M.Kep, Sp. An


9907159603
LAPORAN PENDAHULUAN
HEMOFILIA
1. Definisi Hemofilia
Hemofilia merupakan salah satu penyakit kronik yang memengaruhi kualitas hidup
penderitanya (Febrini, 2019). Istilah hemofilia mengacu kepada sekelompok gangguan
perdarahan karena adanya defisiensi salah satu faktor yang diperlukan untuk koagulasi
darah. Walaupun terdapat gejala serupa tanpa dipengaruhi faktor pembekuan mana yang
mengalami defisiensi, identifikasi defisiensi faktor pembekuan darah yang spesifik
memungkin terapi definitif dengan agen pengganti (Donna, 2019).
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan faktor
pembekuan VIII (Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B). Faktor tersebut merupakan
protein plasma yang merupakan komponen yang sangat dibutuhkan oleh pembekuan darah
khususnya dalam pembentukan bekuan fibrin pada daerah trauma (Yolanda, 2016).
Hemofilia adalah kelompok kelainan pembekuan darah dengan karakteristik sexlinked
resesif dan autosomal resesif, dimana perdarahan dapat terjadi tanpa penyebab trauma yang jelas
atau berupa perdarahan spontan (Yoshua dkk, 2015).

Gambar 1.1 Hemofilia


2. Klasifikasi Hemofilia
Hemofilia dibagi dua yaitu hemofilia A (kekurangan faktror VIII) dan hemofilia B
(kekurangan faktor IX) (Margaretha, 2016).
2.1 Hemofilia A (Hemofilia klasik)
Jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada
darah. Hemofilia kekurangan faktor VIII terjadi karena faktor VIII protein pada darah
yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
2.2 Hemofilia B (Christmas disease)
Hemofilia kekurangan faktor IX terjdi karena kekurangan faktor IX protein pada
darah yg menyebabkan masalah proses pembekuan darah. Berdasarkan kadar faktor
pembekuan darah di dalam tubuh,hemofilia di bagi menjadi 3, yaitu :
a. Berat <1 % jumlah normal
b. Sedang 1%- 5% dari jumlah normal
c. Ringan 5% - 30% dari jumlah normal
2.3 Hemofilia C (Von Willebrand)
Hemofilia C adalah penyakit terkait-X yang disebabkan karena tidak adanya faktor
XI. Penyakit Von Willebrand adalah penyakit dominan autosom akibat abnormalitas
faktor von Willebrand (vWF). Faktor ini dilepaskan dari sel endotel dan trombosit yang
memiliki peran penting dalam pembentukan sumbatan trombosit. (Elizabeth, 2019)
Faktor risiko dari penyakit hemofilia adalah :
a. Faktor genetik / keturunan
b. Hemofilia banyak terjadi pada pria
c. Bayi yang lahir karena ayah dan ibu menderita hemofo lia

3. Etiologi Hemofilia
1. Hemofilia A timbul jika ada defek gen yang menyebabkan kurangnya faktor pembekuan
VIII (AHG)
2. Hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (Plasma Tromboplastic
Antecendent) .
3. Hemofilia C disebabkan faktor vWF mengalami penurunan, kadar faktor VIII juga akan
berkurang. (Elizabeth, 2019)
4. Manifestasi Klinis Hemofilia
1. Perdarahan berkepanjangan pada setiap tempat dari atau dalam tubuh.
2. Perdarahan akibat trauma; tanggalnya gigi susu, sirkumsisi, luka tersayat, epistaksis atau
injeksi.
3. Memar yang berlebihan bahkan akibat cedera ringan seperti terjatuh.
4. Perdarahan subkutan dan intramuscular
5. Hemartrosis (perdarahan ke dalam rongga sendi), khususnya sendi lutut, pergelangan kaki
dan siku.
6. Hematoma; nyeri, pembengkakan, dan gerakan terbatas
7. Hematuria spontan. (Donna, 2019)
5. Pathway
6. Patofisiologi Hemofilia
Gangguan perdarahan herediter dapat timbul pada defisiensi atau gangguan fungsional
pada faktor pembekuan plasma yang manapun kecuali faktor XII, prekalikrein, dan kininogen
dengan berat molekul tinggi (HMWK). Bila adanya ketiga faktor ini walaupun PTT
mamanjang, tidak akan menyebabkan perdarahan klinis gangguan perdarahan yang sering
dijumpai terkait dengan X-resesif (Suryaputra, 2017)
Tanpa faktor VIII, jalur koagulasi intrinsik terganggu dan terjadi perdarahan hebat hanya
dari luka kecil atau robekan mikrovaskuler. Perdarahan biasanya terjadi di persendian dan
dapat menimbulkan nyeri hebat serta ketidakmampuan. (Elizabeth, 2019)
Perdarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi pada jaringan yang
letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainya yang dapat terjadi kerena gangguan pada tahap
pertama, kedua dan ketiga, disini hanya akan di bahas gangguan pada tahap pertama, dimana
tahap pertama tersebutlah yang merupakan gangguan mekanisme pembekuan yang terdapat
pada hemofili A dan B (Illich, 2015).
Perdarahan mudah terjadi pada hemofilia, dikarenakan adanya gangguan pembekuan, di
awali ketika seseorang berusia ± 3 bulan atau saat – saat akan mulai merangkak maka akan
terjadi perdarahan awal akibat cedera ringan, dilanjutkan dengan keluhan-keluhan berikutnya.
Hemofilia juga dapat menyebabkan ​perdarahan serebral​, dan berakibat fatal. Rasionalnya
adalah ketika mengalami perdarahan, berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran
tempat darah mengalir keseluruh tubuh) → darah keluar dari pembuluh. Pembuluh darah
mengerut/ mengecil → Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada
pembuluh→Kekurangan jumlah faktor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman
penutup luka tidak terbentuk sempurna→darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh →
perdarahan (normalnya: Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang -
benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh)
Mekanisme Pembekuan : ​Bahan yang turut serta dalam pembekuan dinamakan faktor
pembekuan dan diberi tanda dengan angka romawi I sampai XIII. Faktor-faktor tersebut
adalah faktor I (fibrinogen), II (protrombin), III (tromboplastin), IV (kalsium dalam bentuk
ion), V (prokaelerin, faktor labil), VII (Prokonvertin, faktor stabil), VIII (AHG=Antihemofilic
Globulin), IX (PTC= Plasma Tromboplastin Component, faktor Christ mas), X (Faktor
Stuart-Prower), XI (PTA=Plasma Thromboplastin Antecedent), XII (faktor Hageman), dan
XIII (faktor stabilisasi fibrin) (Ayu, 2016).
Mekanisme pembekuan dibagi dalam tiga tahap dasar:
1. Tahap Pertama: Pembentukan tromboplastin
Dimulai dengan pekerjaan trombosit, terutama TF 3 (faktor trombosit 3) dan faktor
pembekuan lain pada permukaan asing atau pada sentuhan dengan kolagen. Faktor
pembekuan tersebut ialah faktor IV, V, VIII, IX, X, XI, XII kemudian faktor III dan VII.
2. Tahap Kedua: Perubahan protrombin menjadi thrombin
Tahap ini dikatalisasi oleh tromboplastin, faktor IV, V, VII dan X.
3. Tahap Ketiga: Perubahan fibrinogen menjadi fibrin
Tahap ini dikatalisasi trombin, TF 1 dan TF 2

7. Komplikasi Hemofilia
Komplikasi yang paling sering terjadi pada kasus hemofilia ialah komplikasi muskuloskeletal
dan reaksi auto-antibodi (inhibitor) terhadap faktor pembekuan darah itu sendiri, baik
terhadap faktor VIII (Vencentinus, 2015). Selain itu ada beberapa komplikasi seperti :
1. Artropati progresif, melumpuhkan
2. Dapat terjadi perdarahan intracranial
3. Kontraktur otot
4. Paralisis karena hematoma pada medula spinalis
5. Splenomegali
6. Hepatitis
7. Reaksi transfusi alergi terhadap produk darah
8. Anemia hemolitik disebabkan terjadinya perdarahan di sepanjang saluran GI
9. Trombosis atau tromboembolisme
10. Sering terjadi infeksi virus HIV sebelum diciptakan faktor VIII buatan yang menurunkan
kebutuhan untuk prosedur transfusi. (Elizabeth, 2009)

8. Pemeriksaan Penunjang Hemofilia


1. Waktu tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) memanjang, waktu protrombin (PT)
normal, waktu perdarahan normal, faktor VIII plasma berkurang (<1% dari normal pada
kasus berat, tetapi mencapai 10% dari normal pada kasus ringan)
Kondisi PT APTT Waktu Lainnya
perdarahan
(PFA-100)
Hemofilia Faktor VIII
N ↑ N
A ↓
Hemofilia B N ↑ N Faktor IX ↓

2. Karier memiliki faktor VIII kira-kira 50% dari normal. Analisis DNA membantu dalam
deteksi karier dan konsultasi (Atul, 2008).
3. Dapat dilakukan pemeriksaan pranatal untuk gen yang bersangkutan (Elizabeth, 2009).

9. Penatalaksanaan Hemofilia
Secara Medis :
1. Infus konsentrat faktor VIII untuk meningkatkan kadar pada pasien sampai 20-50% dari
normal untuk perdarahan berat.
a. Rekombinan Faktor VIII
Disediakan dengan teknologi DNA rekombinan oleh beberapa pabrik. Indikasi pada
pasien hemofilia A dengan cara injeksi IV. (M. Juffrie, 2017)
b. Anti-hemophilic Faktor (AHF)
Disediakan sebagai buku liofilisasi dari plasma donor yang dikumpulkan. Indikasi untuk
pasien pasien hemofilia A lewat injeksi IV. (M. Juffrie, 2017)
c. Protrombinex
Disediakan dari bubuk liofisasi dari plasma donor yang dikumpulkan. Produk ini
mengandung konsentrat faktor-faktor bekuan II, IX, dan X. Indikasi untuk pasien
dengan christmas disease (defisisensi faktor IX) (M. Juffrie, 2017).
2. Kadar dinaikkan sampai dan dipertahankan pada 80-100% untuk pembedahan elektif.
3. Desmopresin, suatu analog vasopresin, menyebabkan sedikit peningkatan faktor VIII
endogen yang berguna pada kasus ringan.
4. Hindari aspirin, obat antitrombosit lainnya, dan suntikan IM.
5. Pasien harus diregistrasi oleh pusat hemofilia yang diakui dan harus membawa kartu yang
berisi perincian kondisi mereka.
6. Pasien mungkin harus menjalani pengobatan berkelanjutan atau pengobatan profilaktik di
rumah. (Atul, 2018)
Terapi primer pada penyakit hemofilia adalah penggantian faktor pembekuan yang
hilang. Produk yang kini tersedia meliputi konsentrat faktor VIII dari plasma darah di
kumpulkan atau preparat rekombinannya yang dibuat lewat rekayasa genetik, untuk disusun
kembali dengan air steril sesaat sebelum digunakan, dan DDAVP (1-deamino-8-D-argigine
vasopresin), suatu bentuk vasopresin sintetik yang merupakan terapi pilihan pada penyakit
hemofili ringan jika anak memperlihatkan respon yang terhadap pemberian preparat ini.
Terapi yang agresif perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kecacatan kronis akibat
perdarahan sendi. (Atul, 2018)
Obat-obat lain dapat diikutsertakan dalam rancangan terapi dan hal ini bergantung pad
sumber perdarahan. Kortikosteroid dapat diberikan kasus hematuria, hemartrosis akut dan
sinovitis kronis. Obat NSAID, seperti ibuprofen, merupakan preparat yang efektif untuk
meredakan rasa nyeri akibat sinovitis, namun NSAID harus diberikan dengan hati-hati-hati
karena akan menghambat fungsi trombosit. Pemberian asam epsilon-aminokaproat (Amicar)
per oral atau lokal akan mencegah penghancuran bekuan darah. (Atul, 2018)
Program latihan yang teratur dan fisioterapi merupakan aspek penatalaksanaan penting
pada penyakit hemofilia. Aktivitas fisik dalam batas wajar akan memperkuat otot-otot di
sekitar sendi dan dapat mengurangi sejumlah episode perdarahan spontan. (Atul, 2018).
Secara Keperawatan :
Semakin dini episode perdarahn dikenali, semakin efektif terapi untuk mengatasinya.
Tanda-tanda yang menunjukkan perdarahan internal merupakan hal yang amat penting untuk
dikenali. Anak-anak menyadari adanya perdarahan internal dan sangat bisa diandalkan untuk
memberi tahu pemeriksa mengenai tempat terjadinya perdarahan internal. Selain manifestasi
yang telah dijelaskan perawat perlu mempertahankan tingkat kecurigaan yang tinggi ketika
anak yang menderita hemofili menunjukkan tanda-tanda seperti sakit kepala, bicara pelo,
penurunan kesadaran, dan fases yang berwarna hitam seperti ter (akibat perdarahan GI).
(Donna, 2019)
1. Mencegah Perdarahan
Tujuan pencegahan episode perdarahan di arahkan kepada upaya mengurangi
resiko cedera. Pencegahan episode perdarahan sebagian besar diarahkan kepada latihan
yang tepat untuk memperkuat otot dan sendi dan memungkinkan aktivitas yang sesuai
dengan usia klien. Pencapaian normal keterampilan motorik pada masa bayi dan toddler
menciptakan peluang yang tidak terhitung jumlahnya bagi pasien untuk jatuh, mengalami
memar, dan luka ringan. Membatasi anak untuk menguasai berbagai perkembangan
motorik dapat menimbulkan berbagai persoalan jangka panjang yang lebih serius
dibandingkan membiarkan saja perilakunya tersebut. Akan tetapi, lingkungan di
sekelilingnya yang harus dibuat seaman mungkin dengan pengawasan ketat selama waktu
bermain untuk meminimalkan cederaakibat kecelakaan. (Donna, 2019)
Pada anak-anak yang lebih besar, keluarga biasanya membutuhkan bantuan dalam
mempersiapkan anak untuk masuk sekolah. Seorang perawat yang sudah mengenal
keluarga ini dapat membantu mereka dengan membicarakan keadaan tersebut dengan
perawat sekolah dan kemudian secara bersama-sama merencanakan jadwal aktivitas yang
tepat. Karena hampir semua pasien hemofilia adalah laki-laki, pembatasan aktivitas fisik
yang terkait harus di modifikasi dengan sensitivitas terhadap kebutuhan emosional dan
fisik anak. Pemakaian alat pelindung, seperti bantalan dan helm merupakan tindakan yang
sangat pentiing dan jenis olahraga yang dianjurkan meliputi olahraga non-kontak,
khususnya berenang (Dragone dan Karp, 1996: National Hemophilia Foundation and
American Red Cross, 1996). (Donna, 2019)
Untuk mencegah perdarahan oral, beberapa penyesuaian yang terkait dengan higiene oral
mungkin diperlukan untuk mengurangi kemungkinan trauma pada gusi, seperti misalnya
menggunakan alat penyemprot air untuk membersihkan gigi, melembutkan sikat gigi yang
direndam dahulu dalam air hangat sebelum menyikat gigi, atau menggunakan sikat gigi
sekali pakai yang ujungnya terbuat dari spons. Sikat gigi biasa harus memiliki bulu-bulu
sikat lembut dan berukuran kecil. (Donna, 2019)
Karena setiap trauma dapat mengakibatkan perdarahan, semua petugas yang merawat
anak-anak ini harus mengenakan tanda pengenal medis dan anak yang lebih besar perlu
diajarkan untuk mengenali situasi, yang penting bagi mereka untuk mengungkapkan
kondisinya, seperti selama cabut gigi atau injeksi. Petugas kesehatan harus melakukan
tindakan kewaspadaan khusus guna mencegah pelaksanaan prosedur yang dapat
menyebabkan perdarahan, seperti suntikan IM. Suntikan subkutan dilakukan untuk
mengganti suntikan IM kapanpun jika cara tersebut dimungkinkan. Biasanya petugas
kesehatan lebih suka melakukan pungsi vena untuk mengambil sampel darah anak yang
menderita hemofili ini. Biasanya perdarahan terjadi sesudah pungsi vena lebih sedikit
dibandingkan penusukan jari atau tumit. Aspirin ataupun senyawa yang mengandung
aspirin tidak boleh diberikan. Asetaminofen merupakan obat pengganti aspirin yang lebih
tepat, khususnya jika obat tersebut digunakan untuk mengendalikan rasa nyeri saat
dirumah. (Donna, 2019)
2. Mengenali dan mengendalikan perdarahan
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, semakin dini episode perdarahan dikenali,
semakin efektif terapi untuk mengatasinya. Terapi sulih (pengganti) faktor pembekuan
darah harus dilakukan sesuai protokol medis yang sudah ditetapkan dan tindakan suportif
dapat di implementasikan, seperti RICE, yang berupa tindakan: (1) ​rest​ (istirahat),
(2) ​ice (​ kompres es), (3)​ compression (​ kompresi atau menekan bagian yang berdarah) dan
(4) ​elevation​ (meninggikan bagian yang berdarah). Apabila orangtua dan anak yang lebih
besar sudah mendapatkan pelajaran tentang berbagai tindakan tersebut, mereka dapat
dipersiapkan untuk segera memulai terapi. Kantong plastik berisi es atau kompres dingin
harus selalu disimpan di ​freezer​ untuk dipakai dalam keadaan darurat. Akan tetapi tindakan
tersebut tidak dapat menggantikan terapi sulih faktor pembekuan (Donna, 2019)
3. Mencegah terjadinya kecacatan akibat perdarahan
Akibat episode hemartrosis berulang, absorbsi darah yang tidak sempurna dalam
persendian dan keharusan untuk membatasi gerakan, dapat terjadi perubahan pada tulang
dan otot yang mengakibatkan kontraktur dalam posisi fleksi dan fiksasi sendi. Selama
episode perdarahan, persendian harus ditinggikan dan di imobilisasi. Biasanya rentang
pergerakan sendi yang aktif dimulai sesudah episode akut. Tindakan ini memungkinkan
anak mengontrol derajat latihan dan gangguan rasa nyamannya.
Jika program latihan akan dilaksanakan dirumah, mungkin memerlukan seorang
fisioterapi atau perawat puskesmas untuk mengawasi kepatuhan pasien dalam menjalani
regimen latihan. Jarang diperlukan intervensi ortopedik, seperti gips, aplikasi traksi, atau
aspirasi darah untuk mempertahankan fungsi sendi. Diet merupakan persoalan yang juga
penting karena berat badan yang berlebih dapat menambah ketegangan pada sendi yang
sakit, khususnya sendi lutut, dan mempredisposisi terjadinya hemartrosis. Akibatnya
jumlah kalori dalam diet harus disesuaikan dengan kebutuhan energinya. (Donna, 2019)
4. Mendukung keluarga dan mempersiapkan perawatan di rumah
Konseling genetik sangat penting dan harus segera dilakukan setelah diagnosis
ditegakkan. Berbeda dengan kelainan lainnya biasanya perasaan tanggung jawab terhadap
keadaan ini berada pada pihak ibu. Tanpa memberikan kesempatan kepada ibu untuk
membicarakan perasaanya, hubungan perkawinan orangtua bisa berantakan. Anak yang
menderita hemofilia harus diajarkan untuk bertanggung jawab terhadap penyakitnya sejak
dini, mereka belajar tentang keterbatasan dirinya dan berbagai preventif lain selain cara
pemberian profilaksis AHF oleh dirinya sendiri. (Donna, 2019)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN HEMOFILIA

1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari sumber data untuk mengevaluasi an mengidentifikasi
status kesehatan klien (Dongoes, E. Marlyn 2000).
Pengkajian pada klien Hemofilia meliputi :
a) Identifikasi Klien
Terdiri dari nama, jenis kelamin : biasanya pasien hemofilia lebih sering menyerang pada
anak laki-laki karena secara genetika kromosom manusia terdiri dari 2 macam laki-laki
kombinasi X dan Y sedangkan perempuan X dan X di dalam kromosom X terdapat
instruksi atau kode untuk membuat faktor pembekuan namun pada penderita hemofilia
kromosom X menderita kerusakan sehingga tidak memiliki faktor pembekuan darah
(Donna, 2019), usia : biasanya pasien hemofilia lebih banyak menyerang pada usia anak
khusunya pada usia balita (Illich, 2017), status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan dan alamat
b) Keluhan Utama : Memar pada bagian buka, tangan dan kaki disertai nyeri dan bengkak.
Keluhan ini muncul sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit setelah jatuh ditanah dengan
posisi tertelungkup, tidak pingsan, tidak sakit kepala maupun muntah proyektil.
c) Riwayat Kesehatan :
1) Riwayat Kesehatan Masa lalu
Identifikasi apakah ibu mengalami trauma pada kehamilan trimester pertama,
pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, apakah saudara pria pernah mengalami hemophilia,
apakah anak pernah mengalami hemophilia sebelumnya.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Terdapat adanya keluhan perdarahan berkepanjangan, perdarahan akibat trauma,
memar yang berlebihan dan hematoma.
d) Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya
komplikasi dapat dihindarkan.
e) Riwayat Gizi
Anak penderita hemophilia sering mengalami mual apabila kondisi berlanjut anak dapat
mengalami penurunan berat badan akibat dari terjadinya perdarahan pada daerah
gastrointestinal.
f) Pola Kebiasaan
1) Pola Nutrisi : Pola Nutrisi pada anak yang mengalami hemofilia akan sering
mengalami mual muntah akibat adanya perdarahan pada daerah gastrointestinal
sehingga pada anak yang mengalami hemofilia akan mengalami penurunan berat
badan atau anoreksia
2) Pola Eliminasi : Hematuria, feses hitam
3) Pola Aktifitas : kelemahan dan adanya pengawasan ketat dalam beraktivitas
g) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang terjadi pada anak yang mengalami hemofilia meliputi (Nabila,
2015) :
1) Kesadaran : Composmetis
2) TTV
3) Kepala : Bentuk Mesochepal
4) Mata : Simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik
5) Telinga : Simetris, ada serumen atau tidak, tidak ada gangguan pendengaran
6) Hidung : Simetris, perdarahan pada hidung
7) Mulut : Mukosa Bibir, ada perdarahan rongga mulut atau tidak
8) Leher : Adanya pembesaran kelenjar tiroid atau tidak, nyeri telan atau tidak
9) Dada : Simetris, penggunaan otot bantu pernafasan
10) Abdomen : Adanya pembesaran hepatomegaly atau tidak, bising usus
11) Ekstremitas : Sianosis, ptekie, nyeri otot
12) Genetalia : Hematoma, hematuria, terpasang kateter

2. Diagnosa Keperawatan (SDKI)


1) Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri dan vena
2) Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisiologis
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
4) Resiko Cidera berhubungan dengan ketidaknormalan profil darah

3. Intervensi Keperawatan
No. Dx Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan Observasi
1. Periksa sirkulasi
efektif b.d penurunan 2 x 24 jam diharapkan perifer
aliran arteri dan vena masalah perfusi perifer tidak 2. Identifikasi faktor
resiko gangguan
efektif dapat teratasi dengan sirkulasi
kriteria hasil : 3. Monitor panas,
nyeri, kemerahan
1. Edema perifer (Skala 5) Terapeutik
2. Nyeri ekstremitas 1. Hindari pemasangan
infus atau
(Skala 5) pengambilan darah
3. Kelemahan otot (Skala di area keterbatasan
perfusi
5) 2. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan
dan pemasangan
torniquet pada area
yang cidera
Edukasi
1. Informasikan tanda
gejala darurat yang
harus dilaporkan

Nyeri akut b.d Agen Observasi


2. 1. Identifikasi lokasi,
pencedera fisiologis Setelah dilakukan tindakan
karakteristik, durasi,
2 x 30 menit masalah nyeri
frekuensi, kualitas,
akut dapat teratasi dengan
intensitas nyeri
kriteria hasil :
2. Identifikasi skala
1. keluhan nyeri (Skala
5) nyeri
2. meringis (Skala 5) 3. Identifikasi respon
ketegangan otot (Skala nyeri non verbal
5) Terapeutik
1. berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
2. fasilitas istirahat dan
tidur
3. pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredahkan
nyeri
kolaborasi
1. kolaborasi
pemberian
analgesic

Defisit nutrisi
3. Edukasi
berhubungan dengan
Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan pasien dan
ketidakmampuan
selama 3x24 jam masalah keluarga mengukur
mengabsorbsi nutrient
defisit cairan teratasi dengan intake dan output
kriteria hasil : cairan
1. Nyeri Abdomen (Skala
1)
Observasi
2. Frekuensi makan (Skala 1. Identifikasi status
5) nutrisi
3. Nafsu makan (Skala 5) 2. Identifikasi
kebutuhan kalori
dan jenis nutrient
3. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium

Terapeutik
1. Berikan sumplemen
makanan
2. Sajikan makan
secara menarik

5. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan,


mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.Tindakan mandiri adalah tindan keperawatan
berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat. Tindakan kolaborasi adalah tindakan
keperawatan yang di dasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas
kesehatan lain.

1. Evaluasi Keperawatan
Merupakan hasil perkembangan dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang
hendak di capai
DAFTAR PUSTAKA

Agasani, F., Soedjatmiko, S., & Windiastuti, E. (2019). Kualitas Hidup Anak dengan Hemofilia
di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. ​Sari Pediatri,​ ​21(​ 2), 73.
https://doi.org/10.14238/sp21.2.2019.73-80

Donna. L Betz, 2019, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Alih bahasa Jan Tambayong,
EGC, Jakarta

Margaretha, Melisa 2017. ​Pola penggunaan obat pada penderita hemophilia anak
RSUD ​Soetomo. Universitas Airlangga

Suryaputra, Michelle. 2015. ​Relasi kekuasaan dalam interaksi dokter dan pasien pada
pemberian layanan kesehata. ​Di rumah sakit Dr. Soetomo. Universitas Airlangga

Yoshua, V., Angliadi, E., Kedokteran, F., Sam, U., & Manado, R. (2015). ​Rehabilitasi medik
pada hemofilia​. 67–73.

S​taf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1,

Infomedika, Jakarta
Febriani, 2019, Patofisiologi Sodeman : Mekanisme Penyakit, Editor, Joko Suyono,
Hipocrates, Jakarta
M. Juffrie, 2017, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 2, Media Aesculapius, FKUI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai