Anda di halaman 1dari 12

Syifa’MEDIKA, Vol. 3 (No.

2), Maret 2013

Implementasi Terapi DOTS (Directly Observed Treatment Short-


Course) pada TB Paru di RS Muhammadiyah Palembang
Ertati Suarni1 Yanti Rosita2, Vera Irawanda3
1,2
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang
3
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang

Abstrak
Tuberkulosis adalah`penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Basil Tahan Asam (BTA) Mycobacterium
tuberculosis, lebih dari 80% menyerang paru-paru. Pengobatan dan pengendalian TB di Indonesia menerapkan
manajemen operasional stratedi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui implementasi terapi TB Paru strategi DOTS di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang (RSMP) dan
mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong dan menghambat implementasi DOTS, guna perbaikan dan
perencanaan strategi DOTS selanjutnya. Penelitian dilakukan deskriptif retrospektif dengan desain pendekatan
evaluatif. Data diambil dari buku register TB Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang dari bulan Januari 2011–
Desember 2011. Data sekunder dari rekam medis berupa pencatatan, pelaporan, dokumentasi program DOTS
RSMP. Hasil penelitian menunjukkan jumlah kasus TB yang diberi OAT strategi DOTS di RSMP tahun 2011 adalh
117 pasien, kasus terbanyak laki-laki (68,37%), dan pada kelompok usia 25-44 tahun. Berdasar tipe pasien 109
(93,2%) kasus baru dengan hasil pemeriksaan sputum BTA (+) sebanyak 48 pasien (41,03%). Seluruh pasien
diberikan pengobatan OAT-KDT dengan kategori I untuk TB Paru baru dan Kategori II untuk pasien TB Paru
kambuh. 117 pasien yang dinyatakan sembuh 76,92% (90 pasien) dan putus berobat (6 pasien). Kesimpulan bahwa
strategi DOTS di RSMP telah dilaksanakan sesuai pedoman pengendalian dan penanggulangan TB Nasional.
Sistem pencatatan dan pelaporan TB/DOTS RSMP belum berjalan maksimal. Implementasi strategi DOTS di
RSMP dilaksanakan dengan dukungan mitra penyedia layanan TB Care oleh ormas Aisyiyah dengan fasilitasi
penuh oleh Dinas Kesehatan Kota PAlembang. Masih perlu penyempurnaan pencatatan dan pemenuhan kebutuhan
SDM terlatih mengenai strategi DOTS di RSMP.

Kata Kunci : Tuberkulosis Paru, Strategi DOTS, Obat Anti Tuberkulosis

Abstract
Tuberculosis is contagious diseases directly caused by bacilli resistent to acidic (BTA) Mycobacterium tuberculosis,
which more than 80% invaded lung. Treatment and control of TB in Indonesia applying operations management
strategy is DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). This research aims to know the implementation of
DOTS strategy for TB therapy lung in Hospital Muhammadiyah Palembang (RSMP) and identify the factors that
pushing and inhibit the implementation of DOTS, and for improvement and planning of the next strategy. Research
done on a retrospective descriptive and evaluated research designs. The data source is a secondary in the medical
record keeping, reporting and DOTS program documentation in RSMP. The sample are TB-lung patient who seek
treatment in RSMP period January to December 2011. The results show that the number of TB cases is given OAT-
DOTS strategy RSMP ini 2011 is 117 patients, with most cases in males 68,37% and the age group 25-44 years.
Based on the patients type of 109 (93,2%) were new cases and with sputum BTA examinations result (+) as mush as
48 patients (41,03%). The whole of patients given the treatment OAT-KDT with category I for new cases Pulmonary
TB and category II for pulmonary TB patients relapse. 117 patients with pulmonary TB sufferers recover stated
76,92% (90 patients) and default patients are six. The conclusion that the strategy DOTS on pulmonary
Tuberculosis have been conducted according to RSMP control guidelines of the national TB and countermeasures.
Recording and reporting system TB/DOTS RSMP haven’t running optimally. Implementation of the strategy of
DOTS in the RSMP has been implemented with the support of partner servicer providers TB Care by Aisyiyah
Organization facilitated entirely by the Health Departement of Palembang.

Keywords: Pulmonary Tuberculosis, Strategy DOTS, Anti Tuberculosis Drug

Korespondensi= Departemen Mikrobilogi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang,


Jl. Jend. A. Yani Talang Banten 13 Ulu Palembang Telp. 0711-520045

126
Syifa’MEDIKA, Vol. 3 (No.2), Maret 2013

Pendahuluan Afrika Selatan dalam jumlah negara


Penyakit Tuberculosis adalah dengan insiden kasus TB terbesar.
penyakit menular langsung yang Kenyataan ini menyimpulkan bahwa
disebabkan oleh Basil Tahan Asam terjadi peningkatan kasus TB di
(BTA) Mycobacterium tuberculosis, Indonesia.4
yang sebagian besar (80%) menyerang Hasil Riset Kesehatan Dasar
paru-paru. Penderita TB paru BTA (Riskesdas) 2010 dikhususkan untuk
positif pada waktu batuk atau bersin, mengumpulkan indikator MDGs
menyebarkan kuman ke udara dalam terutama prevalensi TB Paru tingkat
bentuk droplet/percikan dahak nasional dan provinsi. Pada Riskesdas
Pengobatan dan pengendalian TB di 2007 kasus kesakitan tuberkulosis paru
Indonesia sejak tahun 1995 telah ditemukan merata di seluruh provinsi di
menerapkan manajemen operasional Indonesia. Periode prevalence
sesuai strategi global dari World Health tuberkulosis paru pada tahun 2009/2010
Organization (WHO) yaitu strategi (725 per 100.000 penduduk)
DOTS (Directly Observed Treatment berdasarkan pengakuan responden
Short-course)1,2 dengan pemeriksaan dahak dan atau foto
Strategi DOTS diartikan sebagai paru. Nilainya tidak berjauhan dengan
"pengawasan langsung menelan obat crude point prevalence tuberkulosis
jangka pendek oleh pengawas berdasarkan satu atau 2 slide BTA
pengobatan" setiap hari. Sejak 2006 positif (704 per 100.000 penduduk).
WHO menetapkan enam program Stop Sedangkan point prevalence
TB paru berdasarkan keberhasilan tuberkulosis Indonesia berdasarkan 2
strategi DOTS, antara lain perluasan dan slide BTA positif (289 per 100.000
peningkatan implementasi DOTS penduduk) lebih tinggi dari estimasi
berkualitas tinggi, pelibatan semua prevalensi 2010 menurut WHO (244 per
pemberi pelayanan kesehatan, 100.000 penduduk/tahun). Pada tingkat
pemberdayaan pasien dan komunitas provinsi, Sumatera Selatan menempati
serta mendorong peningkatan penelitian. periode prevalence TB (Diagnosis, D)
Indonesia mengadopsi Stop TB 0,351 % dan periode prevalence suspek
Partnership sebagai strategi nasional TB (Gejala klinis, G) 1.765%, jauh
pengendalian TB 2010-2014. Fokus dibawah rata-rata nasional (Indonesia
utama DOTS adalah penemuan kasus 0,725% D; 2,728% G). Sedangkan dari
baru dan penyembuhan pasien.3 Data Profil Dinas Kesehatan Kota
Berdasarkan laporan WHO dalam Palembang, prevalensi TB paru di Kota
WHO Report on Global TB Control Palembang tahun 2010 masih tinggi,
2009, pada tahun 2008 Indonesia berada 76,14 per 100.000 penduduk.5,6
pada peringkat ke-5 dunia penderita TB Upaya Pencegahan dan
terbanyak setelah India, China, Afrika Pemberantasan TB Paru dilakukan
Selatan dan Nigeria. Sedangkan dengan pendekatan dan strategi DOTS.
berdasarkan laporan tahun 2011, pada Namun, masih banyak ditemukan
tahun 2010, Indonesia termasuk ketidakberhasilan dalam terapi
peringkat ke-4 setelah India, China dan tuberkulosis, disebabkan karena

127
Syifa’MEDIKA, Vol. 3 (No.2), Maret 2013

ketidaksesuaian pemilihan jenis obat berguna untuk kepentingan perencanaan


anti tuberkulosis (OAT) dan strategi dan perbaikan kebijakan strategi
ketidakpatuhan penderita. Sehingga penanggulangan TB. Hasil evaluasi
terjadi kegagalan terapi dan terjadi akan menjadi sumber informasi
kekambuhan karena jenis obat yang pencapaian target, sumber keberhasilan
diterima pasien tidak sesuai dengan dan atau dapat diketahui faktor
keadaan dan perkembangan pengobatan kegagalan strategi pengendalian TB
tuberkulosisnya.7 Kegagalan pengobatan paru.9
kasus kambuh akan menimbulkan Berdasarkan uraian di atas maka
permasalahan baru yakni timbulnya telah dilakukan suatu penelitian untuk
MDR (Multi Drug Resistance) dan mengetahui gambaran penggunaan obat
merupakan sumber penularan yang terus antituberkulosis (OAT) di Rumah Sakit
menerus sehingga kegagalan pengobatan Muhammadiyah Palembang serta untuk
semakin meningkat. Untuk Sumatera mengetahui implementasi terapi TB
Selatan angka kegagalan pengobatan Paru strategi DOTS pada satu rumah
pada tahun 2006 sebesar 4,118%.8 sakit swasta di Kota Palembang (Rumah
Merupakan suatu kenyataan bahwa Sakit Muhammadiyah Palembang.
pengobatan tuberculosis TB jenis Penelitian dilakukan untuk
apapun, tulang punggungnya adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang
penerapan strategi DOTS. Strategi menghambat dan mendorong
DOTS diperlukan untuk mencegah implementasi DOTS, untuk perbaikan
resistensi dan pengobatan TB. Evaluasi dan perencanaan strategi selanjutnya.
dalam implementasi program terapi TB Tujuan penelitian adalah
paru dengan strategi DOTS penting mengetahui gambaran penggunaan obat
dilakukan. Pemantauan dan evaluasi anti tuberkulosis (OAT) program DOTS
merupakan salah satu fungsi manajemen pada pasien TB Paru di RS
yang vital untuk menilai keberhasilan Muhammadiyah Palembang periode 1
pelaksanan strategi penanggulangan TB. Januari-31 Desember 2011; Seberapa
Pemantauan yang dilakukan secara jauh implementasi strategi DOTS
berkala dan kontinu berguna untuk diketahui dan diterapkan pada RSMP;
mendeteksi masalah secara dini dalam Bagaimana tatalaksana dan dokumentasi
pelaksanaan kegiatan yang telah manajemen pencatatan dan pelaporan
direncanakan, agar dapat dilakukan sebagai indicator evaluasi program
tindakan perbaikan segera. Selain itu DOTS di RSMP; serta faktor yang
evaluasi berguna untuk menilai sejauh menghambat dan atau mendorong
mana tujuan dan target yang telah implementasi program strategi DOTS di
ditetapkan sebelumnya telah tercapai RSMP.
pada akhir suatu periode waktu. Penerapan strategi DOTS.
Evaluasi dilakukan setelah suatu periode diperlukan untuk pengobatan TB dan
waktu tertentu, biasanya setiap 6 bulan mencegah resistensi kuman M.
hingga 1 tahun. Dalam mengukur tuberculosis. Setelah diagnosis TB,
keberhasilan tersebut diperlukan terutama TB paru-paru melalui
indikator dan standar. Hasil evaluasi pemeriksaan bakteriologi mikroskopik

128
Syifa’MEDIKA, Vol. 3 (No.2), Maret 2013

dahak mengandung Basil Tahan Asam seorang seorang Pengawas Menelan


(BTA). BTA positif bila hasil Obat (PMO).1,9
pemeriksaan sedikitnya 2 dari 3 Obat anti TB (OAT) primer adalah
spesimen Sewaktu-Pagi-Sewaktu Isoniazid (H), Rifampisin (R),
hasilnya positif, hasil penegakan Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan
diagnosis menjadi dasar terapi DOTS Streptomisin. Obat tambahan lainnya
dengan OAT yang sesuai (Tabel 1). ataupun obat lini 2 adalah kanamisin,
Pengobatan penderita TB untuk amikasin dan kuinolon. Isoniazid
menyembuhkan penderita sampai diberikan selama 6-9 bulan melalui oral.
sembuh, mencegah kematian, mencegah Pengobatan rifampin pula diberikan
kekambuhan, dan menurunkan tingkat selama 4-9 bulan. Dalam Strategi
penularan. Tindakan mencegah DOTS, rejimen pengobatan TB
terjadinya penularan yang utama adalah mempunyai kode standar yang
memberikan obat anti Tuberculosis yang menunjukkan tahap dan lama
benar dan cukup, serta dipakai dengan pengobatan, jenis OAT, cara pemberian
patuh sesuai ketentuan penggunaan obat. (harian atau selang) dan kombinasi OAT
1,9
dengan dosis tetap. 1,9
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Terapi TB kategori I dipakai
diberikan Obat Anti Tuberkulosis 2HRZE/4H3R3, artinya: tahap
(OAT) diberikan dalam bentuk awal/intensif adalah 2HRZE (Lama
kombinasi dari beberapa jenis obat, pengobatan 2 bulan, masing masing
dalam jumlah cukup dan dosis tepat OAT (HRZE) diberikan setiap hari).
sesuai dengan kategori pengobatan. Hal Tahap lanjutan adalah 4H3R3 (Lama
ini untuk mencegah timbulnya pengobatan 4 bulan, masing masing
kekebalan terhadap OAT. Pengobatan OAT (HR) diberikan 3 kali seminggu).
TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap Dosis dan Paduan OAT terlihat
intensif dan lanjutan. Pada tahap intensif pada Tabel 1 dan Tabel 2. Selanjutnya
(awal) penderita mendapat obat setiap Kategori 2: 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
hari dan perlu diawasi secara langsung. dan Kategori 3: 2 HRZ/4H3R3. Paduan
Sebagian besar penderita TB BTA OAT ini disediakan dalam bentuk paket
positif menjadi BTA negatif (konversi) OAT Kombinasi Dosis Tetap (KDT)
dalam 2 bulan. Menjadi tidak menular dan paket Kombipak, dengan tujuan
dalam kurun waktu 2 minggu. untuk memudahkan pemberian obat dan
Selanjutnya tahap lanjutan penderita menjamin kelangsungan (kontinuitas)
mendapat jenis obat lebih sedikit, namun pengobatan sampai selesai. 1 paket
dalam jangka waktu yang lebih lama. untuk 1 penderita dalam 1 masa
Penting untuk membunuh kuman pengobatan. .1,9
persister (dormant) sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan. Untuk Metode Penelitian
menjamin kepatuhan penderita dalam Metode penelitian yang dilakukan
menelan obat, pengobatan dilakukan adalah penelitian deskriptif retrospektif,
dengan pengawasan langsung (DOT = dengan desain pendekatan evaluatif,
Directly Observed Treatment) oleh

129
Syifa’MEDIKA, Vol. 3 (No.2), Maret 2013

Tabel 1. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1


Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Berat Badan tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama 16
RHZE (150/75/400/275) minggu RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT
38-54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT
55-70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT
Tabel 2. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk kategori 1
Tahap Lama Dosis per hari/kali Jumlah
Terapi Terapi Tablet Kaplet Tablet Tablet hari/kali
Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Etambutol menelan
@300 mg @450 mg @500 mg @250 mg obat
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 13 - - 48
Sumber : Depkes RI, 2008

dilaksanakan dengan menelaah berbagai yang diperoleh di tabulasi yakni


data sekunder yang terkumpul. Data dan diklasifikasikan ke dalam masing-
variabel diperoleh dengan cara kajian masing variabel kemudian diolah dan
dokumen yang ada, wawancara dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi,
menggunakan daftar tilik standar yang diagram dan dianalisis deskriptif untuk
tersedia. Jumlah sampel penelitian ini mengetahui gambaran penggunaan obat
sebanyak 93 pasien. Sumber data pada anti tuberkulosis pada pasien
penelitian ini merupakan data sekunder tuberkulosis paru dewasa di Rumah
yaitu buku register TB Rumah Sakit Sakit Muhammadiyah Palembang tahun
Muhammadiyah Palembang. 2011.
Sampel penelitian adalah seluruh pasien
penderita Tuberkulosis Paru yang Hasil dan Pembahasan
berobat di Rumah Sakit Muhammadiyah Dari penelitian yang telah
Palembang periode 1 Januari 2011 – 31 dilakukan melalui data sekunder yaitu
Desember 2011. Data dikumpulkan Dari daftar buku Register TB UPK
secara retrospektif sesuai dengan criteria RSMP dan Rekam Medik RSMP
inklusi dengan metode registrasi dan diambil data dari bulan Januari sampai
pencatatan. yang diperoleh di tabulasi dengan Desember 2011. Jumlah pasien
yakni diklasifikasikan ke dalam masing- yang terdiagnosis TB dan mendapat
masing variabel kemudian diolah dan pengobatan OAT di Rumah Sakit
disajikan dalam bentuk tabel frekuensi, Muhammadiyah tahun 2011 sebanyak
diagram dan dianalisis deskriptif untuk 128 pasien. Pasien dengan kasus TB
mengetahui gambaran penggunaan obat Paru berjumlah 117 orang dan kasus
anti tuberkulosis pada pasien ekstra paru terdiri dari 11 pasien. Jumlah
tuberkulosis paru dewasa di RSMP kasus yang diteliti adalah 117 pasien TB
tahun 2011. Paru. Data diambil berdasarkan

130
Syifa’MEDIKA, Vol. 3 (No.2), Maret 2013

kelengkapan data, tanggal pengobatan


pasien, jenis kelamin, usia pasien, tipe Jenis Kelamin
pasien, kategori pengobatan, jenis 31,6 68,3
3% 7%
penggunaan OAT dan hasil pengobatan.
Laki…
Berdasarkan data-data tersebut
dilakukan analisis univariat untuk
mengetahui gambaran dan distribusi dari
masing-masing variabel tersebut. Gambar 1. Distribusi Frekuensi
Adapun datanya adalah sebagai berikut : Berdasarkan Jenis Kelamin

1. Jumlah Pasien Hal ini juga sesuai dengan teori


Jumlah pasien TB Paru di yang menyatakan bahwa laki-laki
RSMP dari bulan Januari-Desember memiliki mobilitas dan aktivitas yang
tahun 2011 sebanyak 117 pasien. tinggi daripada perempuan sehingga
Jumlah pasien yang terbanyak kemungkinan untuk terpapar kuman
memulai pengobatan TB adalah pada tuberkulosis lebih besar, selain itu
bulan Mei. Dan paling sedikit pada kebiasaan merokok dan minum alkohol
bulan september 2011. pada laki-laki dapat menurunkan daya
Hasil evaluasi terhadap pertahanan tubuh sehingga lebih mudah
administrasi pencatatan dan terjangkit TB Paru.10 Nakagawa (2001)
pelaporan yang terdapat dalam buku mengemukakan bahwa pada perempuan
Register TB UPK RSMP dengan lebih banyak kurang terdiagnosis dan
logo “Stop TB” dan logo “ the dilaporkan sehingga diagnosis
Global Fund”, pencatatan masih tuberkulosis sering terlambat ditemukan
perlu dilakukan perbaikan dan pada perempuan karena kurang berminat
peneriban. pergi ke pelayanan kesehatan untuk
2. Jenis Kelamin Pasien memeriksakan kesehatannya serta rasa
Analisis data dari hasil penelitian malu dan takut dikucilkan dari
dari 117 pasien penderita TB Paru di RS masyarakat akibat stigma tuberkulosis.11
Muhammadiyah Palembang tahun 2011 3. Umur Pasien
didapatkan pasien laki-laki sebanyak 80 Ada teori bahwa di Indonesia
pasien (68,37%) dan pasien perempuan diperkirakan 75% penderita TB paru
sebanyak 37 pasien (31,63%), seperti adalah kelompok usia produktif. Hasil
terlihat pada Gambar 1. penelitian umur pasien seperti pada
Hasil penelitian sejalan dengan Tabel 3. memperlihatkan kesesuaian
pernyataan Profil Kesehatan Indonesia, teori tersebut, dimana di RS
2008, mengenai penderita TB Paru Muhammadiyah Palembang pasien TB
menurut jenis kelamin di Indonesia Paru yang berobat ada pada usia
tahun 2005-2008 mayoritas laki-laki. produktif (25-44 tahun).

131
Syifa’MEDIKA, Vol. 3 (No.2), Maret 2013

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan


Umur Pasien Tipe Pasien
Umur Frekuensi Persentase 6,8
% Baru
15-24 tahun 14 11,9% Kambuh
25-44 tahun 52 44,4% 93,2
45-64 tahun 38 32,9% %
>64 tahun 13 11,8%
Jumlah 117 100% Gambar 2. Diagram Distribusi Frekuensi
Tipe Pasien TB Paru
Hasil ini ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Syahfitri Hasil penelitian ini sejalan dengan
(2012), di Palembang yang menyatakan penelitian yang dilakukan oleh Syafrizal
bahwa usia penderita tuberkulosis (2008) yang menyatakan bahwa
terbanyak pada usia dewasa muda yakni sebagian besar pasien tuberkulosis paru
usia 15-50 tahun (74,58%).12 Menurut di RS Dr. M Djamil Padang sebesar
WHO (2006), 75% pasien tuberkulosis 92% pasien merupakan penderita
paru umumnya berusia pada rentang dengan kasus baru dan 8% pasien
usia produktif (15-54 tahun) yang merupakan pasien dengan status
membawa dampak sosial ekonomi di kambuh.13
masyarakat. Sebagian dari kasus TB
(98%) terjadi di Negara-Negara 5. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
berkembang. Tabel 4. menunjukkan distribusi
frekuensi pasien TB berdasarkan hasil
4. Tipe Pasien TB Paru pemeriksaan laboratorium berupa
Berdasarkan tipe pasien yang pemeriksaan BTA dan foto rontgen
diklasifikasikan berdasarkan riwayat thorak. Dari 117 pasien penderita TB
pengobatan sebelumnya, sebagian besar Paru di Rumah Sakit Muhammadiyah
pasien Tuberkulosis Paru yang Palembang tahun 2011 didapatkan
memperoleh terapi dengan strategi kategori pencatatan terhadap data hasil
DOTS di RSMP adalah pasien dengan uji laboratorium dan rontgen paru
status kasus baru yakni 109 pasien menjadi lima (5) kategori.
(93,2%), dan sisanya adalah pasien Kategori terdiri dari: 1.
kambuh yaitu 8 pasien (6,8%). laboratorium mikroskopis kuman/ basil
Distribusi Frekuensi tipe pasien TB Paru TB tahan asam (BTA) positif dan hasil
seperti terlihat pada Gambar 2. foto rontgen thorak positif, 2. BTA
Sementara untuk kasus setelah putus positif dan hasil foto rontgen tidak
berobat (default), kasus setelah gagal terdata, 3. (BTA) negatif dan hasil foto
(failure), kasus Pindahan dan kasus rontgen thorak positif, 4. BTA negatif
Kronik tidak diperoleh data. dan hasil foto rontgen tidak terdata, serta
5. Hasil BTA dan hasil foto rontgen

132
Syifa’MEDIKA, Vol. 3 (No.2), Maret 2013

thorak tidak terdata (hasil pemeriksaan didapatkan hasil BTA positif maka
tidak lengkap). dinyatakan TB. Dan apabila hasil BTA
negatif maka dilakukan dengan foto
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pemeriksaan thorak dan pertimbangan dokter serta
Laboratorium
no Hasil Data Fre Persen diberikan pengobatan OAT.
tase
Labora Rontgen kuen
%
6. Pengobatan
torium si
1. BTA
Paduan OAT yang digunakan oleh
Positif Ro (+) 6 5,13% Program Nasional Penanggulangan
(+)
2. BTA Data 42 35,90% Tuberkulosis di Indonesia terdiri dari
Positif tidak pengobatan OAT kkategori 1, kategori 2
(+) tersedia
3. BTA dan kategori sisipan. Pasien penderita
negatif Ro (+) 50 42,74% TB Paru di Rumah Sakit
(-)
4. BTA Data 17 14,53% Muhammadiyah Palembang tahun 2011
negatif tidak didapatkan pasien baru yang diberikan
(-) tersedia
5. Data Data 2 1,71% OAT kategori 1 sebanyak 109 pasien
tidak tidak (93,2%) dan pasien yang diberikan OAT
tersedia tersedia
Jumlah 117 100 % kategori 2 adalah 8 pasien (6,8%). Data
penelitian tidak terdapat pasien yang
menggunakan OAT sisipan. Hal ini
Pasien dengan hasil uji
berarti pasien yang mendapatkan
laboratorium mikroskopis kuman/ basil
tahan asam (BTA) positif dan hasil foto pengobatan OAT, setelah pengobatan
rontgen thorak positif sebanyak 6 pasien tahap intensif kategori 1 dan kategori 2,
(5,13%), BTA negatif dan hasil foto dilakukan pemeriksaan laboratorium
rontgen thorak positif, sebanyak 50 pada akhir bulan kedua mendapatkan
pasien (42,74%), pasien dengan hasil hasil negatif sehingga tidak diberikan
pemeriksaan tidak lengkap yaitu pengobatan kategori sisipan.
sebanyak 17 pasien (14,53%), Berdasarkan jenis Obat
sedangkan 2 pasien (1,71%) tidak Antituberculosis (OAT) seluruh obat
tertulis data hasil pada buku Register TB yang dipergunakan adalah KDT
UPK RSMP. (Kombinasi Dosis Tetap). Tablet OAT-
Hasil penelitian ini sejalan dengan KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4
Pedoman Nasional dan buku panduan jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
pelayanan pasien resiko tinggi dengan
disesuaikan dengan berat badan pasien,
penyakit menular di Rumah Sakit
diberikan sejumlah tablet seperti tertera
Muhammadiyah Palembang, yang
pada Tabel 1. Paduan ini dikemas dalam
menjelaskan bahwa pasien tersangka
satu paket untuk satu pasien. OAT-
suspek TB harus melakukan
pemeriksaan dahak mikroskopis KDT dimaksudkan memudahkan
sewaktu, pagi, sewaktu (SPS) apabila pemberian obat dan menjamin

133
Syifa’MEDIKA, Vol. 3 (No.2), Maret 2013

kelangsungan (kontinuitas) pengobatan Tabel 6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan


hasil pengobatan
sampai selesai, dosis obat dapat Hasil Jumlah Persentase
disesuaikan dengan berat badan pasien, Pengobatan
efektivitas obat dan mengurangi efek
Sembuh 90 76,92,7%
samping, mencegah penggunaan obat
Pengobatan - -
tunggal, menurunkan risiko terjadinya
lengkap
resistensi obat ganda dan mengurangi Meninggal - -
kesalahan penulisan resep, jumlah tablet Pindah - -
yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga Putus Berobat 6 5,13%
pemberian obat menjadi sederhana dan Gagal - -
Tanpa Data 21 17,95%
dapat meningkatkan kepatuhan pasien.1
Jumlah 117 100%

Tabel 5. Distribusi Frekuensi kategori


Berdasarkan Profil Data Kesehatan
pengobatan dan Jenis OAT
No. Kategori Frekuen Persen Indonesia tahun 2011 Sumatera Selatan
Pengobatan si tase merupakan salah satu provinsi dengan
angka kesembuhan pasien TB tertinggi
1. Kategori 1 109 93,2 %
2. Kategori 2 8 6,8 % yakni sebesar 83,4% (Depkes RI, 2011).
3. OAT KDT 117 100 % Sedangkan pasien yang dinyatakan
putus berobat (default) adalah pasien
yang sedang dalam masa pengobatan TB
7. Hasil Pengobatan
dan tidak mengambil obat 2 bulan
Dari 117 pasien penderita TB Paru
berturut-turut atau lebih sebelum masa
di Rumah Sakit Muhammadiyah
pengobatannya selesai. Hal ini
Palembang tahun 2011 didapatkan
disebabkan penderita yang berobat tidak
pasien yang dinyatakan sembuh
sebanyak 90 pasien (76,92%) dan pasien teratur dan tidak patuh dalam
yang dinyatakan putus berobat (default) mengkonsumsi OAT dalam jangka
yaitu 6 pasien (5,13%%) dan pasien TB waktu yang lama sehingga pasien
paru yang tidak memiliki pencatatan memutuskan untuk menghentikan
data secara baik dan lengkap sebanyak pengobatannya.
21 pasien (17,95%), data tercantum pada
Tabel 6. 8. Faktor Pendorong dan
Penghambat Implementasi DOTS
Hasil pengamatan dan evaluasi
di RSMP
pencatatan dalam kartu TB 01 masih Rumah Sakit Muhammadiyah
perlu perbaikan sehingga sesuai dengan Palembang berkerjasama dengan Ormas
SOP Sistem Pencatatan K=di Klinik Aisyiah dalam proses penanggulangan
DOTS RSMP. dan pengobatan TB. Aisyiah tersebut
merupakan sebuah gerakan perempuan
Muhammadiyah yang memiliki amal

134
Syifa’MEDIKA, Vol. 3 (No.2), Maret 2013

usaha salah satunya bergerak di bidang Palembang yang memberikan bantuan


kesehatan. Aisyiah mengadakan suatu baik dalam bentuk sarana seperti alat
program dinamakan program TB Care. dan bahan laboratorium serta obat-obat
Tujuan utama TB Care Aisyiyah yang selalu tersedia sesuai kebutuhan
Palembang adalah penemuan kasus maupun dalam bentuk pelatihan bagi
baru, terapi tuntas dan penurunan angka tenaga kesehatan yang terlibat sangat
kesakitan dan angka kematian akibat membantu pelaksanaan program TB
TB. Ketua TB Care Aisyiyah DOTS di RSMP.
Palembang adalah pimpinan Aisyiyah Sampai penelitian ini selesai
Sumatera Selatan. Peran Aisyiah dalam dilakukan RSMP belum memiliki ruang
membantu pengobatan dan khusus untuk pengelolaaan Unit DOTS
penyembuhan pasien TB adalah dengan dan pelayanan Unit DOTS masih
cara mencari pasien suspek TB, lalu bergabung di ruang poli spesialis
diantar ke rumah sakit, dan dilakukan Penyakit Dalam. Petugas pelaksana
pemeriksaan BTA, apabila positif TB program strategi DOTS yang terdiri dari
maka akan dilakukan pengobatan dan 2 orang paramedis dan satu orang
dilakukan pengawasan sampai pasien laboran masih dirasa belum memadai.
sembuh. Pada pelaksanaannya, penetapan pasien
Hasil wawancara dengan petugas TB yang diberi terapi DOTS oleh dokter
TB Care RSMP, diperoleh informasi spesialis masih ada yang tidak
bahwa personil Pengawas Minum Obat berdasarkan hasil pemeriksaan
(PMO) pada umumnya adalah pihak laboratorium dan pemeriksaan
keluarga pasien. Setiap kali pasien pendukung lainnya. Monitoring dan
melakukan kunjungan terapi TB di evaluasi sampai saat ini rutin dilakukan
RSMP, diupayakan oleh petugas untuk oleh pihak Aisyiah yang biasanya
mengingatkan minum obat yang rutin dilaksanakan di RSMP dengan
dan patuh. Khusus untuk pasien yang mengundang pihak dari Dinas
dikirim dari Aisyiyah, selain adanya Kesehatan Kota.
PMO dari pihak keluarga mereka juga
diawasi oleh kader Aisyiah. Pihak Simpulan dan Saran
Aisyiah dan RS yang bersangkutan - Pada prinsipnya strategi DOTS di
mengadakan kunjungan rumah dan RSMP sudah dilaksanakan sesuai
melakukan pengobatan sampai pasien pedoman pengendalian dan
sembuh. penanggulangan TB nasional
Peranan pimpinan dan manajemen meskipun dalam pelaksanaannya
RSMP dalam penyusunan standar masih ada yang perlu diperbaiki dan
prosedur operasional pelayanan TB ditingkatkan
DOTS oleh tim TB care di RSMP, - Penggunaan OAT pada pasien TB
sehingga pelakasanaan monitoring dan paru program DOTS di RSMP sudah
evaluasi dapat dilakukan dengan benar. sesuai dengan pedoman pengendalian
Dukungan pihak Dinas Kesehatan Kota dan penanggulangan TB nasional,

135
Syifa’MEDIKA, Vol. 3 (No.2), Maret 2013

dimana katagori obat telah sesuai - Unit DOTS sebaiknya mempunyai


dengan tipe pasien dan dosis obat ruang khusus, sehingga pelayanan
sudah sesuai dengan Berat Badan terhadap penderita TB dapat berjalan
pasien. lebih baik. Melakukan penyuluhan
- Sistem pencatatan yang ditetapkan dan monitoring terhadap pasien
maupun PMO yang merupakan
dalam standar prosedur operasional
keluarga pasien dapat dilaksanakan
pelayanan TB/DOTS RSMP belum
di unit DOTS.
berjalan maksimal, sehingga masih
- Buku Register TB sebaiknya perlu
ditemui pencatatan dan pelaporan
dilengkapi dengan kolom untuk data
dalam kartu pengobatan dan buku Berat Badan pasien pada awal
register TB yang tidak lengkap. pengobatan sehingga dapat dinilai
- Implementasi strategi DOTS di kesesuaian dosis obat yang
RSMP telah dilaksanakan dengan diberikan.
mendapat dukungan dari mitra
penyedia layanan yaitu ormas Ucapan Terimakasih
Aisyiah dengan difasilitasi Penulis mengucapkan terimakasih
sepenuhnya oleh Dinas Kesehatan kepada Ketua Lembaga Penelitian
Kota Palembang serta manajemen LPPM Universitas Muhammadiyah
pengelola RSMP. Ada beberapa Palembang atas dukungan terhadap
faktor yang menyebabkan penelitian ini.
implementasi DOTS di RSMP belum
berjalan maksinal antara lain, belum Daftar Pustaka
tersedianya ruang khusus Unit 1. Departemen Kesehatan RI. 2005.
DOTS, jumlah petugas pelayan TB Pharmaceutical Care Untuk
care yang belum memadai, Penyakit Tuberkulosis. Direktorat
koordinasi dengan dokter spesialis Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik
yang belum cukup baik dan Direktorat Jenderal Bina
monitoring dan evaluasi intern Kefarmasian Dan Alat Kesehatan,
RSMP yang belum berjalan. Depkes RI. Jakarta.
2. Maher D, Mikulencak M. WHO.
Saran 1999. What is DOTS? A Guide to
- Perlu pembinaan dan penambahan Understanding the WHO-
petugas program TB Care di RSMP, recommended TB Control Strategy
baik tenaga medis maupun tenaga Known as DOTS. Genewa
laboratorium dan perlunya
3. Kementerian Kesehatan RI. 2011.
koordinasi dengan unsur-unsur lain
Strategi Nasional Pengendalian TB
yang terlibat, seperti tenaga medis,
Di Indonesia 2010-2014. DirJen
dokter spesialis, sehingga strategi
Pengendalian Penyakit dan
DOTS di RSMP dapat dilaksanakan
lebih optimal Penyehatan Lingkungan. Jakarta

136
Syifa’MEDIKA, Vol. 3 (No.2), Maret 2013

4. World Health Organization. 2011.


Global Tuberculosis Control 2011, 11. Nakagawa, M.Y. Ozasa K, Yamada,
Geneva. N., Osuga, K. 2001. Gender
5. Kementerian Kesehatan RI. 2010 Difference in Delays to Diagnosis
Riset Kesehatan Dasar atau and Health Care Seeking Behavior
Riskesdas 2010 Balitbangkes. in a Rular area of Nepal. Int J
Jakarta Tuberculosis Lung Dis. 5(1) : 24-31
6. Dinas Kesehatan Kota Palembang. 12. Syahfitri, A. 2012. Faktor-faktor
2010. Profil Kesehatan Kota Resiko yang Berhubungan dengan
Palembang 2010. Palembang. Kejadian tuberkulosis di Rumah
7. Departemen Kesehatan RI. 2008. Sakit Paru Palembang Periode 1
Depkes RI. 2008. Informatorium Januari – 31 Desember 2010, J.
Obat Nasional Indonesia, Jakarta. Syifa Medika, Jurnal Kedokteran
DepKes RI. dan Kesehatan 2(2).
8. Tjekyan, S.R.M. 2006. Kohort 13. Syafrizal, T. 2008. Pengelolaan
Retrospektif Pemberantasan Penanganan Pengobatan
Tuberkulosis Strategi DOTS di Tuberkulosis di RS DR. M. Jamil
Provinsi Sumatera Selatan Tahun Padang Periode 1 Mei – 1 Juli 2007.
2000-2006. Jurnal Kedokteran dan UGM. Yogyakarta
Kesehatan. Hal : 2188 14. World Health Organization. 2011.
9. Departemen Kesehatan RI. 2008. World Health Statistic 2011,
Pedoman Nasional Penanggulangan Geneva, hal.
Tuberkulosis. Edisi ke 2. Cetakan
Jakarta: DepKes RI.
10. Crofton, J. 2002. Tuberkulosis
Klinis, Rineka Cipta, Jakarta

137

Anda mungkin juga menyukai