Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cmtrnlhrhirn` gheorrgndh (ICH) adalah perdarahan nontraumatik ke dalam
jaringan otak. Cmtrnlhrhirn` gheorrgndh (ICH) adalah bentuk paling mematikan
dari stroke dan mempengaruhi sekitar satu juta orang di seluruh dunia setiap tahun.
Cedera otak sekunder dan pembentukan edema dengan menghasilkan efek massa
dianggap berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas terkait imtrnlhrhirn`
gheorrgndh (ICH) (Aksoy ht.n`, 2013).
Stroke adalah kerusakan otak atau sumsum tulang belakang yang disebabkan
oleh kelainan suplai darah. Istilah stroke sering digunakan ketika gejala mulai
secara tiba-tiba (Caplan & Liebeskind, 2016). Sedangkan istilah stroke menurut

WHO meliputi cerebral ischemic stroke (CIS), intracerebral hemorrhage (ICH),


subarachnoid hemorrhage (SAH), dan stroke not known if ischemic or hemorrhage
(SNKIH) (WHO, 2019).
menderita stroke. Dari 15 juta orang tersebut, 5 juta orang meninggal, dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan
permanen. Stroke jarang ditemukan pada orang di bawah 40 tahun.[10] 70% kasus

stroke ditemukan di negara dengan penghasilan rendah dan menengah, 87%


kematian akibat stroke juga ditemukan pada negara-negara tersebut. Sedangkan

pada negara dengan penghasilan tinggi, insidensi stroke telah berkurang sebanyak
42% dalam beberapa dekade terakhir (Johnson et al., 2016).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi stroke


tertinggi di Indonesia pada tahun 2013 yaitu terjadi di provinsi Jawa Timur 16›
100.000 penduduk, diikuti oleh Sulawesi Utara 10,8› per 100.000 penduduk,
D.I Yogyakarta sebesar 10,3› per 100.000 penduduk, serta Bangka Belitung dan
DKI Jakarta masing-masing 9,7› per 100.000 penduduk. Penyakit stroke yang
paling dominan berdasarkan faktor usia terjadi pada usia ≥75 tahun dengan
prevalensi 67› per 100.000 penduduk. Selain dilihat dari faktor provinsi dan
usia yang

>
memiliki prevalensi kejadian stroke terbanyak, terdapat pula faktor lain yang dapat

>
mempengaruhi prevalensi kejadian stroke di Indonesia, seperti tempat tinggal yaitu
desa maupun kota (dengan prevalensi di kota lebih besar sekitar 12,7› daripada di
desa); faktor jenis kelamin yaitu lebih banyak laki-laki (7,1›) daripada perempuan
(6,8›); dan cenderung pula pada masyarakat dengan pendidikan yang rendah serta
tidak memiliki pekerjaan (Riset Kesehatan Dasar, 2013).
Di Indonesia, berdasarkan hasil laporan riskesdas 2018 prevalensi stroke usia
diatas 15 tahun sebesar 1,09% dibandingkan tahun 2013 sebesar 0,7%. Data ini
membuktikan bahwa peningkatan prevalensi stroke di Indonesia masih terus
terjadi. Seiring dengan bertambahnya usia prevalensi diagnosis stroke di Indonesia
mengalami peningkatan, dari usia 15-24 tahun sebanyak 0,06% hingga usia 75
tahun keatas sebesar 5,02%. Pria cenderung lebih banyak menderita stroke
dibanding wanita (Kemenkes, 2018).
Kelompok mencatat dari buku register rawat inap, jumlah kasus ICH yang

dirawat di ruang perawatan saraf RSUD Raden Mattaher Jambi sepanjang tahun
2020 adalah 38 kasus dari total 320 kasus. Artinya ICH menyumbang 11,87 % dari
semua kasus saraf yang dirawat dalam tahun 2020. Pada Januari dan Februari
2021, kasus ICH sudah tercatat 8 kasus. Bila mengacu pada kasus rata-rata per
bulan di 2020 yaitu 3,1 kasus, maka pada Januari dan Februari 2021 ini ada
peningkatan 1 kasus per bulan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan ICH sebagai kasus kelolaan penulis dan
mendokumentasikan pelaksanaannya dalam Laporan Kasus untuk Stase Saraf

B. Rumusan Masalah
Dari paparan di atas, penulis dapat merumuskan masalah: Bagaimana
pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan ICH di ruang perawatan saraf?

C. Tujuan
1.Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan laporan ini adalah agar mengetahui penerapan

asuhan keperawatan pada klien yang menderita penyakit ICH

2
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui konsep penyakit ICH
b. Mengetahui pelaksanaan pengkajian pada klien dengan ICH
c. Mengetahui Analisa data dan penetapan diagnosis keperawatan pada klien
dengan ICH
d. Mengetahui remcana intervensi keperawatan pada klien ICH
e. Mengetahui pelaksanaan implementasi dan evaluasi keperawatan pada klien
dengan ICH

D. Manfaat
1. Bagi penulis, memberikan pengalaman nyata penerapan asuhan keperawatan
pada klien dengan ICH.
2. Bagi rumah sakit, kiranya laporan ini menjadi salah satu model penerapan

asuhan keperawatan klien dengan ICH.


3. Bagi institusi Pendidikan, dapat meperkaya referensi dalam pelaksanaan
Praktik Keperawatan Medikal Bedah.
4. Bagi mahasiswa dapat memperkaya wawasan dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan klien dengan ICH.

<
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep ICH
1. Definisi
Cmtrnlhrhirn` gheorrgndh (ICH) didefinisikan sebagai perdarahan
nontraumatik ke dalam jaringan otak. Cmtrnlhrhirn` gheorrgndh (ICH) adalah
bentuk paling mematikan dari stroke dan mempengaruhi sekitar satu juta orang
di seluruh dunia setiap tahun. Cedera otak sekunder dan pembentukan edema
dengan menghasilkan efek massa dianggap berkontribusi terhadap morbiditas
dan mortalitas terkait imtrnlhrhirn` gheorrgndh (ICH) (Aksoy ht.n`, 2013).
Menurut World Heatlh Organization, stroke disebabkan oleh gangguan
suplai darah ke otak, biasanya karena semburan dari pembuluh darah atau

diblokir oleh gumpalan darah. Hal ini memotong pasokan oksigen dan nutrisi,
menyebabkan kerusakan pada jaringan otak. Gejala yang paling umum dari
stroke adalah kelemahan mendadak atau mati rasa pada wajah, lengan atau
kaki, paling sering pada satu sisi tubuh. Stroke atau yang dikenal juga dengan
istilah Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO), merupakan suatu sindrom
yang diakibatkan oleh adanya gangguan aliran darah pada salah satu bagian
otak yang menimbulkan gangguan fungsional otak berupa defisit neurologik
atau kelumpuhan saraf selama 24 jam atau lebih (Dinata CA ht n`., 2013).
Stroke secara klasik dicirikan sebagai defisit neurologik dikaitkan
dengan cedera fokal akut dari sistem saraf pusat (SSP) yang dikarenakan sebab
vaskular, termasuk infark serebral, imtrnlhrhirn` gheorrgndh (ICH) dan
subarachnoid hemorrhage (SAH), dan merupakan penyebab utama kecacatan
dan kematian di seluruh dunia (Sacco ht n`., 2013).
2. Klasifikai
Secara umum, stroke dapat diklasifikasikan sebagai iskemik atau
hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat dari adanya obstruksi atau
penghalang dalam pembuluh darah yang memasok darah ke otak.
Obstruksi terbentuk

1
karena adanya penumpukan lemak yang beragregasi menjadi plak. Kondisi ini
disebut sebagai atherosklerosis (ASA, 2013).
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke area otak, akibat
pecahnya pembuluh darah atau struktur pembuluh darah abnormal pada otak.
Stroke hemoragik terbagi lagi menjadi dua, yaitu imtrnlhrhirn` gheorrgndh
(ICH) biasanya disebabkan oleh pecahnya pembuluh menembus kecil di otak
dan suinrnlgmoia gheorrgndh (SAH) yang disebabkan oleh pecahnya
aneurisma intrakranial yang terkandung di dalam ruang subarachnoid sekitar
otak. Pada berbagai kasus stroke yang terjadi, stroke iskemik menjadi yang
paling banyak terjadi dengan presentasi 88%. Untuk stroke hemoragik hanya
terjadi dengan presentasi 12%, dengan terbagi lagi menjadi 9% untuk
imtrnlhrhirn` gheorrgndh (ICH) dan 3% untuk suinrnlgmoia gheorrgndh
(SAH) (Boehringer Ingelheim, 2016).

<. Etiologi
Stroke hemoragik dapat terjadi karena pecahnya aneurisma pada otak
atau disebabkan oleh pembuluh darah yang bocor. Darah tumpahan masuk ke
dalam atau masuk ke sekitar otak sehingga terbentuk pembengkakan dan
tekanan, merusak sel dan jaringan otak. Ada dua jenis stroke hemoragik yaitu
imtrnlhrhirn` gheorrgndh (ICH) dan suinrnlgmoia gheorrgndh (SAH).
Hipertensi adalah faktor resiko yang paling umum atau utama. Angiopati
amiloid serebral (CAA), kondisi yang meningkat dengan usia, adalah faktor
resiko yang paling umum kedua. Angiopati amiloid serebral merupakan
penyebab penting dari lobar imtrnlhrhirn` gheorrgndh (ICH), terutama
padaorang lanjut usia. Kondisi ini hasil dari deposisi protein amyloid di arteriol
kortikal; deposisi seperti ini sangat jarang terjadi di basal ganglia dan batang
otak (lokasi lazim terjadi imtrnlhrhirn` gheorrgndh (ICH) terkait HTN dan
lokasi yang tidak lazim dari imtrnlhrhirn` gheorrgndh (ICH) terkait CAA.
Apolipoprotein E (ApoE) genotipe memainkan peran penting dalam
patogenesis CAA, tetapi tidak sensitif maupun spesifik untuk diagnosis utama
dari kondisi ini. Usia juga merupakan faktor resiko penting untuk intracerebral

8
hemorrhage (ICH); kemungkinan keseluruhan penderita intracerebral
hemorrhage (ICH) tertinggi pada usia ≥ 85 (Aguilar ht n`., 2011).
1. Patofisilogi
Stroke hemoragik disebabkan karena adanya kematian sel pada jaringan
otak yang mana kematian sel tersebut disebabkan oleh inflamasi ataupun
karena terjadinya apoptosis. Pada saat terjadi perdarahan, terbentuk suatu
massa yang mana massa tersebut menyebabkan inflamasi dan memberikan
efek toksik sehingga terjadilah kematian sel pada otak. Sedangkan mekanisme
terjadinya apoptosis karena terbentuknya clotting oleh trombin. Trombin
menyebabkan lisisnya eritrosit yang dikarenakan adanya pelepasan heme/besi
sehingga terjadi aktivasi caspase yang mengakibatkan sel melakukan
apoptosis.
Patofisiologi stroke hemoragik tidak seperti stroke iskemik. Adanya
darah dalam parenkim otak menyebabkan kerusakan pada jaringan sekitarnya
melalui

efek mekanik menghasilkan massa dan neurotoksisitas dari komponen darah


dan produk degradasi. Sekitar 30% dari imtrnlhrhirn` gheorrgndh (ICH) terus
membesar selama 24 jam pertama, paling cepat dalam waktu 4 jam, dan
volume gumpalan adalah prediktor yang paling penting dari hasil perdarahan
yang terlepas dari lokasi. Perdarahan dengan volume > 60 mL berhubungan
dengan 71% kematian pada 15 hari dan 93% kematian pada 30 hari. Sebagian
besar kematian dini stroke hemoragik (hingga 50% pada 30 hari) disebabkan
oleh peningkatan mendadak tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan
herniasi dan kematian (Dipiro ht n`., 2014).
Sebagian besar kasus imtrnlhrhirn` gheorrgndh (ICH) terjadi ketika
adanya bocoran kecil pada arteri (50-700 µm) yang kemudian darah masuk ke
dalam parenkim otak. Bagian dari cedera induksi imtrnlhrhirn` gheorrgndh
(ICH) adalah karena gangguan fisik jaringan yang berdekatan dan efek massa
disebabkan sebagai bentuk imtrnlhrhirn` gheorrgndh (ICH). Volume
imtrnlhrhirn` gheorrgndh (ICH) sering dibagi menjadi tiga kategori: kecil
ketika < 30 mm, menengah antara 30 dan 60 mm, dan besar bila > 60 mm.
8. Faktor Risioko
6
American Stroke Association memperkirakan bahwa 80% dari stroke
dapat dicegah. pengetahuan medis tentang faktor resiko stroke berdasarkan
penelitian epidemiologi. Menurut AHA Guidelines 2011, menyatakan bahwa
faktor resiko stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: faktor resiko
yang tidak dapat diubah dan faktor resiko yang dapat diubah.
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
1) Umur
Sebuah studi pada faktor-faktor resiko menunjukkan bahwa usia telah
diidentifikasi sebagai penanda resiko untuk stroke, tidak dapat diubah.
Usia merupakan faktor resiko yang paling penting untuk stroke. Setiap
10 tahun setelah usia 55, resiko stroke menjadi lebih dari dua kali lipat
pada pria dan wanita. Yousef ht n`., menjelaskan usia merupakan
faktor resiko independen untuk perkembangan atherosklerosis

intrakranial. Prevalensi atherosklerosis intrakranial ditunjukkan untuk


menjelaskan peningkatan resiko setiap dekade usia. Ditemukan di
23%
dari usia 50-59 tahun, 43% dari usia 60-69 tahun, 65% dari usia 70-79
tahun dan 80% dari usia > 80 tahun (Jahirul ht n`., 2015).
2) Jenis Kelamin
Tingkat insiden stroke 1,25 kali lebih besar pada pria, tapi karena
wanita cenderung hidup lebih lama daripada pria, lebih banyak
perempuan yang meninggal karena stroke tiap tahun dibandingkan
laki-laki. Sebuah studi dari rumah sakit menunjukkan bahwa laki-laki
sedikit lebih dominan dibandingkan perempuan (51% vs 49%) dengan
usia berkisar 21-78 tahun dan usia rata-rata adalah 50 tahun. Usia
perempuan berkisar antara 24-83 tahun dengan usia rata-rata 53 tahun.
Sebuah penelitian menunjukkan, stenosis intrakranial lebih umum
terjadi pada pria, terutama di kelompok usia muda dan di lokasi
tertentu, seperti arteri basilar (Jahirul ht n`., 2015).
3) Ras atau Etnis
Ras kulit hitam dan beberapa ras hispanik atau ras amerika latin,

memiliki insiden yang lebih tinggi dari semua jenis stroke dan tingkat
4
kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih. Hal
ini terutama berlaku untuk ras kulit hitam yang berusia muda dan
setengah baya, yang memiliki resiko jauh lebih tinggi terkena
suinrnlgmoia gheorrgndh (SAH) dan imtrnlhrhirn` gheorrgndh
(ICH) dibandingkan ras kulit putih pada usia yang sama (Goldstein ht
n`., 2011).
4) Faktor Genetik
Riwayat keluarga yang positif stroke meningkatkan resiko stroke
sekitar 30%. Pada wanita yang memiliki orang tua dengan riwayat
stroke lebih mungkin terkena stroke dibandingkan pria. Peningkatan
resiko stroke disampaikan dari riwayat keluarga yang positif dapat
dimediasi melalui berbagai mekanisme, meliputi heritabilitas genetik
faktor resiko stroke, warisan dari kerentanan terhadap efek dari faktor

resiko tersebut, budaya lingkungan dan gaya hidup, dan interaksi


antara faktor genetik dan lingkungan (Goldstein ht n`., 2011).
b. Faktor yang dapat dimodifikasi
1) Hipertensi
Hipertensi & usia merupakan faktor resikoutama untuk gejala dan
penyakit serebrovaskular. Resiko pendarahan otak pada pasien
hipertensi 3,9 kali lebih tinggi dari pada pasien non hipertensi. Pada
aneurisma suinrnlgmoia gheorrgndh (SAH) resiko relatif 2.8 lebih
tinggi. Diagnosis dan kontrol hipertensi merupakan salah satu strategi
utama untuk pencegahan primer dan sekunder dari stroke. Pengaruh
hipertensi kronis pada pembuluh darah otak dan jaringan
(microhemorhages, silent infarctions, lesi materi putih dan atrofi) juga
mendukung mekanisme fisiopatologis untuk hubungan antara
hipertensi dan gangguan kognitif (Arboix A., 2015).
2) Diabetes Melitus
Diabetes melitus memiliki efek memperburuk keadaan pembuluh
darah arteri dan merupakan faktor resiko untuk stroke iskemik.

Diabetes juga meningkatkan resiko kekambuhan stroke. Infark lakunar

7
mungkin lebih umum terjadi pada pasien diabetes meskipun hal ini
tidak selalu dilaporkan. Pengaruh dari diabetes sebagian dimediasi
oleh faktor resiko lain seperti hipertensi dan perubahan lipid (lipid
alteration) dan merokok baik pada laki-laki maupun wanita.
3) Merokok
Merokok merupakan faktor resiko stroke yang independen,
meningkatkan resiko stroke hingga 50%. Resiko meningkat secara
proporsional dengan jumlah rokok yang dihisap per hari dan perokok
pasif juga beresiko terkena stroke iskemik.Berhenti merokok
merupakan langkah yang efektif untuk mengurangi resiko stroke.
Beberapa pilihan tersedia untuk berhenti merokok, yaitu pengobatan
dengan konseling, dan intervensi farmakologis seperti pengganti
nikotin, agen antidepresan nortriptyline atau bupropion, dan yang

terbaru saat ini adalah varenicicline (Romero et al., 2009).


4) Dislipidemia
Plasma lipid dan lipoprotein (kolesterol total, trigliserida, low-density
lipoprotein (LDL), high-density lipoprotein (HDL) dan lipoprotein)
memiliki pengaruh terhadap resiko infark serebral, tetapi hubungan
antara dislipidemia dan stroke belum konsisten dijelaskan.Data dari
studi prospektif pada pasien laki-laki telah menunjukkan bahwa
dengan adanya nilai total kolesterol serum > 240-270 mg / dL, ada
peningkatan dalam resiko stroke iskemik. Pada pria, kadar HDL yang
rendah merupakan faktor resiko untuk iskemia serebral namun data
pada wanita tidak dapat disimpulkan (Jahirul et al., 2015).
6. Tanda dan Gejala
Gejala yang paling umum dari stroke adalah kelemahan secara tiba-tiba
atau mati rasa pada wajah, lengan atau kaki, paling sering pada satu sisi tubuh.
Efek dari stroke tergantung pada bagian mana dari otak terluka dan seberapa
parah itu dipengaruhi. Stroke yang sangat parah dapat menyebabkan kematian
mendadak (WHO, 2016).

3
Gejala lain termasuk kelemahan unilateral, ketidakmampuan untuk
berbicara, penurunan penglihatan, vertigo, atau jatuh. Stroke iskemik biasanya
tidak mendapatkan sakit kepala, tapi mungkin terjadi pada stroke hemoragik.
Defisit neurologis pada pemeriksaan fisik tergantung pada daerah otak yang
terlibat. Umumnya adalah hemi- atau monoparesis dan defisit hemisensori.
Pasien dengan keterlibatan sirkulasi posterior mungkin memiliki vertigo dan
diplopia. Stroke sirkulasi anterior umumnya mengakibatkan aphasia. Pasien
mungkin mengalami disartria, gangguan kemampuan melihat, dan tingkat
kesadaran yang berubah (Fagan and Hess, 2008).
4. Diagnosis
Diagnosis perdarahan intraserebral antara lain berdasarkan gejala klinis
kemudian didukung dengan pemeriksaan darah dan imaging (CT dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) ). Bila terjadi pada fase akut sulit untuk
menemukan

penyebab yang mendasari malformasi vaskular, angiografi biasanya


dibutuhkan untuk diagnostik selanjutnya. Penentuan faktor koagulasi
diperlukan pada
beberapa penderita (Carhuapoma,2010).
Hasil pemeriksaan CT Scanmembuktikan reliable dalam mendeteksi
perdarahan dengan diameter 1 cm atau lebih. Pada saat bersamaan juga
ditemukan hidrosefalus, tumor, pembengkakan otak.Magnetic Resonance
Imaging (MRI) sangat bermanfaat dalam memperlihatkan perdarahan
brainstem dan sisa perdarahan Hemosiderin dan pigmen besi. Pada gambar 1
dan gambar 2 dapat dilihat gambaran CT Scan perdarahan intraserebral
(Ropper,2005).

1
Dneinr 1.Zhranrngnm Cmtrnshrhirn` pnan Dnmd`in Insn`is. Dikutip dari : Ropper,
A.H. and Brown, R.H. 2005. Adams and Victor's Principles of Neurology. 8th ed.
McGraw-

Hill.New York

Dneinr 2.Zhranrngnm Cmtrnshrhirn` pnan Qgn`neus. Dikutip dari : Ropper, A.H. and Brown,
R.H. 2005. Adams and Victor's Principles of Neurology. 8th ed. McGraw-Hill.New York

7. Penatalaksanaan Medis
Umumnya pemberian terapi pada stroke bertujuan untuk stabilisasi

pernapasan dan stabilisasi hemodinamik. Hal pertama yang dilakukan untuk

1
stabilisasi pernapasan yaitu dilakukan pemantauan secara terus menerus
terhadap status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi
oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang
nyata. Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
95% dan pasien hipoksia. Untuk pasien yang tidak sadar, dilakukan perbaikan
jalan napas dengan pemasangan pipa orofaring. Bantuan ventilasi diberikan
pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar
dengan gangguan jalan napas. Untuk stabilisasi hemodinamik diberikan cairan
kristaloid atau koloid intravena tetapi hindari pemberian pemberian cairan
hipotonik seperti glukosa. Pemasangan CVC (Central Venous Catheter)
dianjurkan untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk
memasukkan cairan dan nutrisi. Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari
penyebabnya. Hipovolemia harus dikoreksi dengan pemberian larutan salin

normal dan aritmia yang mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup


harus dikoreksi (PERDOSSI, 2011).
Manajemen pasien dengan intracerebral hemorrhage (ICH) akut
tergantung pada penyebab dan tingkat keparahan perdarahan. Bantuan hidup
dasar, seperti kontrol: perdarahan, kejang, tekanan darah (BP), dan tekanan
intrakranial adalah hal-hal yang bersifat krusial. Saat ini masih belum ada
terapi yang efektif untuk stroke hemoragik. Evakuasi hematoma, baik melalui
kraniotomi atau endoskopi terbuka, dapat menjadi pengobatan awal yang
menjanjikan untuk intracerebral hemorrhage (ICH) yang dapat meningkatkan
prognosis jangka panjang (Liebeskind, 2016).
Pada stroke hemoragik, pemeriksaan pencitraan yang cepat dengan CT
atau MRI direkomendasikan untuk membedakan stroke iskemik dengan
perdarahan intrakranial. Angiografi CT dan CT dengan kontras dapat
dipertimbangkan untuk membantu mengidentifikasi pasien dengan resiko
perluasan hematoma. Bila secara klinis atau radiologis terdapat kecurigaan
yang mengarah ke lesi struktural termasuk malformasi vaskuler dan tumor,
sebaiknya dilakukan angiografi CT, venografi CT, CT dengan kontras,
MRI dengan

kontras, MRA, dan venografi MR (PERDOSSI, 2011).


1
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke meliputi:

a. Identitas pasien

1
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri
kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang tidak
disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa
lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik
seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat pasien melakukan
aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai

tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan


fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
mellitus.
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan
pikiran pasien dan keluarga
g. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen,

apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal

1
terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki
tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-15
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan
darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
b) Nadi
Biasanya nadi normal
c) Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas
d) Suhu Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik

3) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
4) Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan
pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus, klien
akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII (facialis) :
biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis, mengernyitkan dahi,
mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien
menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi
lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) :
biasanya luas pandang baik 90º, visus 6/6. Pada nervus III
(okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang
isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien

bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien dapat

1
mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen)
: biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri
dan kanan
6) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada
pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) :
kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat namun
ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan
kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien
yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan
gerak tangan-hidung
7) Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan

mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi
kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan
asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat
tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien
dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) :
biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke
kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara
8) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus
VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan
jari dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya
dapat mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas
9) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik
mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku
biasanya (+) dan bludzensky 1 (+)

10) Thorak

1
a) Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan.
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
b) Jantung
Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak
terlihat Palpasi : biasanya ictus cordis
teraba Perkusi : biasanya batas jantung
normal Auskultasi: biasanya suara
vesikuler
c) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar

Perkusi : biasanya terdapat suara tympani


Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar.
Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien
digores biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
11) Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya
normal yaitu < 2 detik. Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) :
biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada
bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya
saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi
maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep
respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan
pada pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari tidak
mengembang ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)).
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I

kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki
1
digores biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada
saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn
(reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut dari atas ke
bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi (reflek
openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat biasanya
pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada saat
dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat di
ketukkan (reflek patella (+)).

Tabel. Nilai Kekuatan Otot


Respon Nilai
Tidak dapat sedikitpun kontraksi 0
otot, lumpuh total
Terdapat sedikit kontraksi otot, 1

npadmaun

ptiedraseknddiidaanpatykaannggerh
aakrauns digerakkan oleh otot
tersebut Didapatkan gerakan ,
tapi 2 gerakan
tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi)
Dapat mengadakan gerakan 3
melawan gaya berat
Disamping dapat melawan gaya 4
berat ia dapat pula mengatasi
sedikit tahanan yang diberikan
Tidak ada kelumpuhan (normal) 5
Sumber: Debora, 2013
h. Test Diagnostik
1) Radiologi
a) Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik sperti
stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada
stroke perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma
b) Lumbal pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan

1
lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak darah.

1
Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada subarachnoid
atau pada intrakranial
c) CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara
pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan otak
d) Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan
infark akibat dari heemoragik
e) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem

karotis)
f) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
2) Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit,
Eritrosit. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita
anemia. Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Bila
kadar leukosit diatas normal, berarti ada penyakit infeksi yang
sedang menyerang pasien.
b) Test darah koagulasi Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu:
prothrombin time, partial thromboplastin (PTT), International
Normalized Ratio (INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini
gunanya mengukur seberapa cepat darah pasien menggumpal.
Gangguan penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau
pembekuan darah. Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat

pengencer darah seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek

1
apakah obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila
sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk melihat
dosis yang diberikan benar atau tidak.
c) Test kimia darah Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah,
kolesterol, asam urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol
berlebih, bisa menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes dan
jantung. Kedua penyakit ini termasuk ke dalam salah satu pemicu
stroke (Robinson, 2014)
i. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan
penggunaan minumana beralkhohol
2) Pola makan

Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan


pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat
badan.
3) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya
kejang otot/ nyeri otot
4) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan,
kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
5) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
6) Pola hubungan dan peran
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
7) Pola persepsi dan konsep diri Biasanya pasien merasa tidak berdaya,
tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif (Batticaca, 2008)
2. Diagnosis Keperawatan

2
Diagnosis keperawatan yang muncul menurut Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI) 2017 yaitu:
a. Risiko perfusi serebal tidak efektif (D0017) berhubungan dengan
aneurisma serebri
b. Gangguan menelan (D0063) berhubungan dengan gangguan saraf cranial
c. Gangguan mobilitas fisik (D0054) berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler
d. Gangguan komunikasi verbal (D0119) berhubungan dengan penurunan
sirkulasi serebral,
e. Defisit perawatan diri (D0109) berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler dan kelemahan
f. Nyeri akut (D0077) berhubungan dengan agen pencedera fisik (ICH)
3. Rencana Keperawatan

Tabel. Rencana Keperawatan


N SDKI SLKI SIKI
O
1 Risiko perfusi Setelah dilakukan O:
serebal tidak intervensi selama - identifikasi peningkatan
efektif 3x24 jam di tekanan intracranial.
(D0017) dapatkan - monitor peningkatan TD.
berhubungan keadekuatan aliran - monitor penurunan frekuensi
dengan darah serebral. jantung - monitor ireguleritas
aneurisma Kriteria hasil : irama nafas
serebri -tingkat kesadaran - monitor penurunan tingkat
meningkat. kesadaran. - monitor
-gelisah menurun. perlambatan atau ketidak
-tekanan darah simetrisan respon pupil.
membaik - monitor kadar CO2 dan
pertahankan dalam rentang
yang diindikasikan
- monitor tekanan perfusi
serebral
-monitor efek stimulus
T:
- ambil sampel drainase
cairan serebrospinal.
- kalibrasi transduser.
- pertahankan sterilitas system
pemantauan .
- pertahankan posisi kepala

2
dan leher netral.
- dokumentasikan hasil
pemantauan,jika perlu.
- atur interval
pemantauan sesuai
kondisi pasien.
- doumentasi hasil
pemantauan.
E:
-jelaskan tujuan dan
2 Gangguan Setelah dilakukan prosedur pemantauan.
menelan intervensi 3x24 O:
(D0063) jam di dapatkan - Periksa posisi NGT
berhubungan hasil: dengan memeriksa residu
dengan -reflek menelan lambung atau mengakultasi
gangguan meningkat hembusan udara
saraf cranial -kemampuan - Monitor tetesan makanan
mengunyah pada pompa setiap jam
meningkat - Monitor rasa penuh,mual,dan
muntah.
-
bgaetluiskahmm -4-M6
eneunruurnun ojanmitosrerlaemsidau2l4amjambung
-muntah menurun tiap pertama, kemudian tiap 8 jam
-penerimaan selama pemberian makan via
makanan enteral,jika perlu
membaik - Monitor pola buang air
besar setiap 4-8 jam,jia perlu
T:
- Gunakan teknik bersih
dalam pemberian makanan via
selang
- Berikan tanda pada selang
untuk mempertahankan lokasi
yang tepat
- Tinggikan kepala tempat
tidur 30-45 derajat
selama
pemberian makan
- Irigasi selang dengan 30 ml
air setiap 4-6 jam selama
pemberian makan dan
setelah pemberian makan
intermitan
- Hindari pemberian makan
lewat selang 1 jam
sebelum prosedur atau
pemindahan pasien

2
- Hindari pemberian
makan jika residu lebih
dari 150 cc
atau lebih dari 100-200
persen dari jumlah makanan
taip jam

2
E:
- Jelaskan tujuan dan
langkahlangkah prosedur
K:
- Kolaborasi pemberian sinar
X untuk konfirmasi posisi
selang,jika perlu
3 Gangguan Setelah dilakukan O:
mobilitas fisik intervensi selama - Identifikasi adanya nyeri
(D0054) 3x24 jam atau keluhan fisik lainnya
berhubungan didapatkan hasil: - Identifikasi toleransi fisik
dengan -pergerakan melakukan pergerakan
gangguan esktremitas - Monitor frekuensi jantung
neuromuskule meningkat dan tekanan darah sebelum
-kekuatan otot memulai mobilisasi
meningkat - Monitor kondisi umum
-nyeri menurun selama melakukan mobilisasi
-kecemasan T:
menurun - Fasilitasi aktivitas mobilitas

d- eFnagsailnitaslai
tmbealnatkuukan pergerakan
- Libatkan kelurga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
E:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
- Anjurkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis.
duduk
4 Gangguan Setelah dilakukan
ditempat tidur).
komunikasi intervensi selama K : Konsultasi kesehatan
verbal 3x24 jam di O:
(D0119) dapatkan hasil - monitor kecepatan,tekanan,
berhubungan sebagai berikut: kuantitasvolume,dan diksi
dengan -kemampuan bicara - monitor proses
penurunan berbicara koknitif,anatomis dan
sirkulasi meningkat fisiologis yang berkaitan
serebral, -kemampuan dengan
mendengar bicara(mis,memori,penden
meningkat garan dan bahasa)
-kesesuaian - monitor frustasi,marah
depresi atau hal lain

2
yang mengganggu
bicara

2
ekspresi - identifikasi perilaku
wajah/tubuh emosional dan fisik
meningkat sebagai bentuk komunikasi
-kontak mata T:
meningkat - gunakan metode komunikasi
-pemahaman alternative
komunikasi - sesuaikan gaya komunikasi
membaik dengan kebutuhan(mis,berdiri
di depan pasien,dengarkan
secara seksama )
- modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
- ulangi apa yang di
sampaikan pasien
- berikan dukungan psikologis
- gunakan juru bicara,jika
perlu E:
- anjurkan berbicara perlahan
- ajarkan pasien dan keluarga

pfirsoioselosgkiosygannitgifb,
aenrahtuobmuinsg,daann
dengan kemampuan berbicara
k:
- rujuk ke ahli patologi
5 Defisit Setelah dilakukan bicara atau terapis
perawatan diri pengkajian selama O:
(D0109) 1x24 jam di - identifikasi usia dan budaya
berhubungan dapatkan hasil : dalam membantu kebersihan
dengan -kemampuan diri - identifikasi jenis
gangguan makan meningkat bantuan yang di butuhkan
neuromuskuler -mempertahankan - monitor kebersihan tubuh
dan kebersihan mulut - monitor integritas kulit
kelemahan -minat melakukan
T:
perawatan diri - sediakan peralatan mandi
meningkat - sediakan lingkungan yang
aman dan nyaman
- fasilitas menggosok
gigi,sesuai kebutuhan
- fasilitas mandi,sesuai
kebutuhan
- pertahankan kebiasaan
kebersihan diri
- berikan bantuan sesu
ai tingkat kemandirian
E:
- Jelaskan manfaat mandi

2
dan dampak tidak mandi
terhadap

2
kesehatan
- ajarkan kepada keluarga
cara memandikan pasien
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Tanggal/jam masuk RS : 16 Maret
2021/23.30 Ruang : Saraf
No. Register 968536
Diagnosa Medis : ICH
Tanggal Pengkajian : 22 Maret 2021

IDENTITAS KLIEN

Nama : Ny. E Suami


Umur : 62 tahun Nama : Tn. R
Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam Alamat : Jl. Gatot
Subroto Suku/bangsa : Melayu/Indonesia
Cempaka Putih Bahasa : Indonesia Penanggung :
Suami
Pendidikan : SD Jawab
Pekerjaan : IRT Nama : Tn. R
Status : Kawin Alamat : Jl. Gatot
Subroto Alamat : Jl. Gatot Subroto Cempaka Putih
Cempaka Putih

KELUHAN UTAMA
Keluarga mengatakan klien masuk rumah sakit dengan keluhan kesadaran
menurun, kaki dan tangan kanan mengalami kelumpuhan/kelemahan

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

2
Hari Selasa tanggal 16 Maret, sore sekitar jam 16.00 saat hendak membonceng
motor anaknya di depan rumah, tiba-tiba klien merasa pusing, sempoyongan,
kesadaran menurun tapi tidak sampai pingsan. Tangan dan kaki kanan lemah dan
sulit digerakkan.
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 22 Maret 2021 jam 13:30 WIB didapatkan
data: keluarga klien menyatakan esktremitas sebelah kanan klien lemah. Klien
berbicara lamban dan terkadang kurang jelas. klien tampak lemah, anggota gerak
sebelah kanan susah digerakkan. Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran di dapatkan
GCS 14 (E4 V5 M5). klien terpasang kateter, klien terpasang oksigen nasal kanul 5
lpm, terpasang NGT, terpasang infuse NaCl 0,9% 20 ttm di tangan sebelah kiri.
Upaya yang telah dilakukan : keluarga membawa klien berobat ke RS Bratanata
dan mendapatkan penanganan di IGD. Hasil pemeriksaan GCS 12 (E 3, V 5, M 4).
Karena ruang ICU RS Bratanata penuh, klien lalu dirujuk ke RSUD Raden
Mattaher

dan dirawat di ruang perawatan


saraf. Terapi yang telah diberikan :
- IVFD NaCl 0,9% 20 ttm
- Omeprazol 2 x 40 mg
- Monitol loading 200 cc
- Parasetamol 1000 mg/NGT
- Nicardipin drip 0,5 mg 15 ttm

RIWAYAT KESEHATAN TERDAHULU


Keluarga mengatakan klien pernah dirawat tahun 2008 dengan kasus hipertensi.
Setelah itu klien mengikuti program Prolanis hipertensi di Puskesmas Pakuan Baru
secara rutin. Sejak bulan November 2020 klien tidak lagi kontrol dan minum obat
hipertensi hingga klien mengalami sakit yang sekarang.

RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Keluarga mengatakan orang tua klien tidak ada riwayat hipertensi. Ayah klien
meninggal karena sakit liver, sedangkan ibu meninggal karena sakit paru-paru. Dari

2
11 bersaudara, 3 orang saudara klien saat ini memiliki riwayat hipertensi.
Sedangkan 3 orang anak klien tidak mempunyai riwayat hipertensi.

Genogram :

Keterangan :

Laki-laki hidup Perempuan hidup

Laki-laki mati Perempuan mati

Klien Hubungan keluarga


Riwayat Hipertensi
Tinggal serumah

KEADAAN LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA PENYAKIT


Keluarga mengatakan klien tinggal di lingkungan padat penduduk kawasan perkotaan.
Lingkungan bersih, tidak pernah banjir, masuk lorong, jauh dari kebisingan jalan raya.

POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Pola persepsi dan tata laksana kesehatan

3
Klien menyadari dirinya sakit dan membutuhkan perawatan medis. Klien
mengatakan akan mematuhi semua program pengobatan dan berharap bisa kembali
sehat seperti semula.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Sebelum sakit klien makan 3 kali sehari, porsi habis, menu lauk dan sayur, sesekali
makan buah. Tidak ada pantangan makanan dalam tahun terakhir ini. sebelumnya
klien makan rendah garam dan menghindari makanan berlemak.
Selama di rumah sakit klien makan 3 kali sehari melalui NGT, diit makanan cair
rendah garam, porsi habis.
3. Pola eliminasi
Sebelum sakit klien BAB rutin sekali sehari. Feses berbentuk, tidak mencret.
Selama dirawat di RS klien bari 1 kali BAB yaitu pada hari ke 7, feses berbentuk,
tidak mencret.

Sebelum sakit BAK 5-6 kali sehari, selama dirawat klien BAK melalui kateter.
Urine berwarna kuning tua, tidak terdapat darah. Output urine 800 cc/24 jam.
4. Pola aktifitas
Sebelum sakit klien dapat beraktifitas mandiri untuk ADL maupun pekerjaan
sehari- hari. Selama sakit dan dirawat keluarga mengatakan klien lemah pada
ekstremitas kanan. Klien tampak sendi kaku, pergerakan terbatas, susah
beraktifitas, semua aktifitas dilakukan di tempat tidur. Klien belum mandi, hanya
dilap saja oleh anaknya. ADL sepenuhnya dibantu perawat dan keluarga.
5. Pola istirahat tidur
Sebelum sakit klien terbiasa tidur siang 1 jam. Malam hari tidur 6-7 jam, pola tidur
teratur.
Selama dirawat klien mengatakan bisa tidur nyenyak. Tidur malam sekitar 8 jam.
6. Pola kognitif dan persepsi sensori
Kesadaran klien baik, dapat menjawab pertanyaan walaupun gaya bicaranya
lamban, klien tidak merasakan nyeri. Klien tangan dan kaki kiri lemah, tidak
bertenaga, bila diraba masih ada sensasi.
7. Pola konsep diri

3
Klien mengatakan bisa menerima penyakitnya dan tidak merasa malu dengan
keadaannya. Klien optimis penyakitnya bisa sembuh.
8. Pola hubungan peran
Sebelum sakit klien mampu menjalankan fungsi sebagai ibu rumah tangga,
mengerjakan pekerjaan rumah dan mengasuh 2 orang cucu yang tinggal serumah.
Selama dirawat di RS klien ditemani putri bungsunya, kedua cucu diasuh ibunya.
9. Pola fungsi seksual-seksualitas (tidak dikaji)
10. Pola mekanisme koping
Keluarga mengatakan klien biasa menyelesaikan persoalan sendiri atau berembug
dengan suami dan anak-anak. Hubungan dengan keluarga harmonis. Selama ini
merasa semua masalah bisa teratasi.
11. Pola nilai dan kepercayaan

Klien percaya kepada Tuhan dan beribadah sesuai ajaran agamanya (Islam).
Selama dirawat klien tidak bisa beribadah, hanya banyak berdoa saja.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Status kesehatan umum
Keadaan penampilan umum
:
Kesadaran : Kompos mentis GCS : E 4, V 5, M
5 BB sebelum sakit : 66 kg TB : 156 cm
BB saat ini : 66 kg
BB ideal : 62 kg
Perkembangan BB : Stabil
Status gizi : Overweight
Status Hidrasi : Normal
Tanda-tanda vital :
TD : 160/100 mmHg Suhu : 36,8˚C
N : 98 x/mnt RR : 18x/mnt
2. Kepala

3
Rambut : Rambut klien sebagian besar beruban, kepala tampak berminyak dan
berketombe, tidak ada nyeri tekan pada kulit kepala.
Mata : Simetris kiri dan kanan ,pupil klien tampak isokor diameter 2mm, mata
klien tampak bersih dan konjungtifa tidak anemis.
Telinga : Simetris kiri kanan, telinga klien normal tidak ada pakai alat bantu
dengar,dan telinga klien tampak bersih, tidak ada pembengkakan atau nyeri tekan
pada telinga klien.
Hidung : Hidung klien tampak bersih, tampak terpasang oksigen 5 liter/menit dan
terpasang NGT pada hidung sebelah kiri.
Mulut dan gigi : Mulut klien tampak kering dan tampak simetris. Gigi klien tampak
kotor, gigi tidak lengkap dan terdapat caries gigi
3. Leher
Kelenjar getah bening tidak teraba, tiroid tidak ada pembengkakan, posisi trakea

ditengah, tidak ada peningkatan vena jugularis


4. Thorak
Paru: tidak ada keluhan sesak napas, tidak mengalami batuk. Bentuk dada simetris,
irama napas teratur, tidak ada pengerahan otot bantu pernapasan, tidak terpasang
WSD. Vocal premitus dan ekspansi paru anterior dan posterior dada normal,
perkusi paru sonor kanan dan kiri, suara napas vesikuler.
Jantung: CRT > 2 detik, tidak ada sianosis, iktus kordis teraba hangat, batas atas
ICS V kanan linea parasternal kanan, batas bawah ICS V kiri ke medial linea
midklavikula kiri, batas kanan ICS IV kanan linea parasternal dan batas kiri ICS III
kiri linea parasternal, bunyi jantung I saat di auskultasi terdengar bunyi jantung
normal dan regular, bunyi jantung II terdengar bunyi jantung normal dan regular,
tidak ada bunyi jantung tambahan dan tidak ada kelainan.
5. Abdomen
Perut tidak edema, bentuk simetris, tidak asites, tidak ada bayangan vena, tidak ada
benjolan/massa, tidak bekas luka operasi, tidak terpasang drain, peristaltic usus
25x/menit, tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, tidak ada pembesaran hepar,
tidak nyeri pada perkusi ginjal.

6. Tulang belakang

3
Simetris, tidak ada nyeri, tidak ada krepitasi, tidak ada lordosis, tidak ada kiposis.
7. Ekstremitas
Tampak kelemahan pada tangan dan kaki kanan. Tidak ada fraktur. Kulit kering.
Turgor baik. Tidak ada luka. Sensasi raba masih terasa. Tangan dan kaki kiri
normal. Tangan kiri terpasang infus NaCl 0,9% 20 ttm. Refleks Babinski kanan
dan kiri (+). Kekuatan otot 2 5
2 5
8. Genitalia dan anus
Genitalia bersih, tidak ada nyeri, terpasang kateter urine.
9. Pemeriksaan neurologis
a. Olfaktori
Pada saat dilakukan pengkajian klien mampu membedakan bau dengan baik
b. Optikus

Pada saat dilakukan pengkajian klien mengatakan pandangan agak kabur dan
menggunakan kaca mata di rumah.Post OP katarak mata sebelah kiri satu bulan
lalu.
c. Okulomotorius, Abdusen dan Trochlearis
Pada saat dilakukan pengkajian klien mampu melakukannya dengan baik.
d. Trigeminus
Pada saat dilakukan pengkajian pasien tidak mampu melakukannya dengan baik
e. Fasialis
Pada saat dilakukan pengkajian ekspresi wajah pasien tampak terganggu
f. Vestibulocochlearis
Pada saat dilakukan pengajian klien mampu mendengarnya dengan baik.
g. Glosofaringeus
Pada saat dilakukan pengkajian klien mampu membedakan rasa dengan baik.
h. Vagus
Pada saat dilakukan pengkajian klien tampak terpasang NGT.
i. Aksesoris.
Pada saat dilakukan pengkajian bagian kiri bahu klien tidak mampu melakukan

karna lemah tubuh sebelah kiri.

3
j. Hipoglasus
Pada saat dilakukan pengkajian klien tidak mampu
melakuannya.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
Pemeriksaan tanggal 17 Maret 2021

PEMERIKSAAN
Hematologi HASIL NILAI RUJUKAN UNIT
Hemoglobin 15.5 11 — 16 g/dl
Hematokrit 40.6 37 — 43 %
Lekosit 8.5 4 — 10 rb/ul
Trombosit 290 150 — 450 Ribu/uL
Eritrosit 4.57 4.0 — 5.0 Juta/ul
MPV (mean 8.5 6.5 — 12 fL
platelet volume)
PDW 15.9 9 — 17
PCT (Platelecrit) 0.2 0.108 — 0.282 %
MCV 88.7 80 — 100 Fl
MCH 29.6 26 — 34 Pg
MCHC 33.4 %
RDW-CV 12.5 11 — 16 %
RDWSD 46.5 35 — 56 %
Neutrofil% 53.9 50 — 70 %
Limfosit% 30.6 20 — 40 %
Monosit% 3.6 2—8 %
Eosinofil% 11.1H 0.5 — 5 %
Basofil% 0.8 0—1 %

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKANSATUAN KET


KIMIA KLINIK
GLUKOSA DARAH

3
GDS 134 <200 Mg/dl
Faal ginjal
Ureum 18 15 — 39 Mg/dL
Creatinin 1.07 0.55- 1.3 Mg/dL
Elektrolit
Natrium 147.2 136 — 146 Mmol/L H
Kalium 3.61 3.34 — 5.10 Mmol/L
Chlorida 107.4 98 — 106 Mmol/L H

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN KET


KIMIA KLINIK
Prifil Lipid
Cholesterol Total 198 <200 Mg/dl
Trigliserida 114 <150 Mg/dL
HDL Cholesterol 53 40 — 60 Mg/dl
LDL Cholesterol 121 0 — 99 Mg/dl H
Faal Ginjal
Asam Urat 2.8 2.6 — 7.2 Mg/dL

Radiologi
CT Scan tanggal 16 Maret 2021 CT Scan cranial non kontras
Tampak lesi pada regio thalamus kiri parenkim otak
Kortikal surci dan gyri baik
Sistim ventrikal dan cysterna baik
Tak tampak midline shift
Diffensiasi grey dan white matter tak baik
Infra tentorial pons, serebellum dan daerah CPA baik
Sinus etmoidalis frontalis dan sphenoidalis normal
Rongga orbita dan orbita normal
Tulang dan jaringan linak normal
Kesan : Perdarahan pada regio thalamus kiri.
EKG
Sinus rhythm

TERAPI

3
1. Oral
• Amlodipin 10 mg 1 0 1
• Candesartan 0 0 16mg

• Parasetamol 3 x 1000 mg

HCT 25 mg 1 0 0
2. Parenteral
• IVFD NaCl 0,9% 20ttm
• Omeprazole iv 2 x 40 mg

Jambi, 22 Maret 2021.


Mahasiswa

Muh. Idris
NIM. PO71202200039

ANALISA DATA
N DATA ETIOLOGI MASALAH
O
1 Data Subjektif: Perdarahan Risiko perfusi
- Keluarga mengatakan tangan intraserebral serebral tidak
dan kaki kanan lemah, terasa efektif (D0017)
berat bila digerakkan
- Keluarga mengatakan semua
aktifitas di tempat tidur
Data Objektif:
- Klien tampak pergerakan terbatas.

3
- Klien tampak semua aktifitas -
di bantu keluarga.
- Klien tampak lemah sisi
tubuh sebelah kanan
- Klien tampak susah beraktifitas .
- Klien tampak sendi kaku
- Kekuatan otot 2 5
2 5
- Klien tampak berbicara
lamban. Terkadang kurang
jelas
- Klien tampak susah
menggerakan tangan kanani dan
kaki kanan.
- Saat pengkajian TTV klien :
• TD : 160/100 mmHg
• Suhu : 36,8˚C
• Nadi : 98 kali/menit
• Pernafasan : 18 kali/menit .
• tampak kekuatan otot
• GCS : 14 (E3,M6,V5).
- Klien tampak saraf
vagus,trigeminus dan hipoglasus
terganggu.
- Hasi; CT Scan: Perdarahan Gangguan Neuromuskuler
pada regio thalamus kiri
2 Data Subjektif :
- Keluarga mengatakan
semua aktifitas di bantu.
- Keluarga mengatakan klien
susah bergerak.
- Klien mengatakan tangan dan
kaki kanan lemah dan susah
untuk di gerakan.
Data Objektif :
- Klien tampak aktifitas di
bantu keluarga.
- Klien tampak terbaring lemah
di tempat tidur.
- Klien tampak gerak terbatas
- Kekuatan otot 2 5 Gangguan saraf kranialis
2 5
- tampak sendi kaku
3 Data Subjektif :
- Keluarga mengatakan
klien makan lewat selang.
Data Objektif :
3
Gangguan mobilitas fisik. (D0054)

Gangguan menelan (D0063)

3
- Klien tampak saraf
vagus,hipoglasus dan trigeminus
terganggu.
4 Data Subjektif : Kelemahan Devisit perawatan
- Keluarga mengatakan neuromuskuler diri (D0109)
semua aktifitas dibantu
- Klien mengatakan tangan
dan kaki kanan lemah dan
susah digerakkan
- Keluarga mengatakan klien
belum mandi, hanya dilap saja.
Data Objektif
- Klien tampak rambut kepala
berminyak dan berketombe,
gigi tampak kotor.
- Pasien tampak semua aktifitas
di bantu

B. Diagnosis Keperawatan
Dari hasil Analisa data, ditetapkan diagnosis keperawatan berdasarkan prioritas
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif (D0017) b.d perdarahan intraserebral
2. Gangguan menelan (D0063) b.d gangguan saraf kranialis
3. Gangguan mobilitas fisik. (D0054) b.d gangguan neuromuskuler
4. Devisit perawatan diri (D0109) b.d kelemahan neuromuskuler

4
C. Rencana Intervensi
N TANGGAL SDKI SLKI SIKI
O
1 22-3-2021 Risiko perfusi serebral Setelah dilakukan intervensi selama Observasi:
tidak efektif (D0017) 3x24 jam, maka didapatkan perfusi - identifikasi peningkantan tekanan
b.d perdarahan serebral meningkat. intracranial.
intraserebral Kriteria hasil : - monitor peningkatan TD.
- Tingkat kesadaran meningkat. - monitor penurunan frekuensi jantung
- Gelisah menurun. - monitor ireguleritas irama nafas
- Tekanan darah membaik - monitor penurunan tingkat kesadaran.
- monitor perlambatan atau ketidak simetrisan
respon pupil.
- monitor kadar CO2 dan pertahankan
dalam rentang yang diindikasikan
- monitor tekanan perfusi serebral
Terapeutik:
- pertahankan posisi kepala
- atur interval pemantauan sesuai
kondisi pasien.
- dokumentasi hasil pemantauan.
Edukasi:
- jelaskan pada keluarga tujuan dan
prosedur pemantauan
2 22-3-2021 Gangguan menelan Setelah dilakukan intervensi 3 x Observasi:
(D0063) b.d gangguan 24 jam, maka didapatkan - Periksa posisi NGT
saraf kranialis gangguan - Monitor rasa penuh,mual,dan muntah. —
menelan berkurang. - Monitor residu lambung tiap 4-6 jam
Kriteria hasil: selama 24 jam pertama, kemudian tiap 8
- reflek menelan meningkat jam selama pemberian makan via
- kemampuan mengunyah meningkat enteral,jika perlu
- penerimaan makanan membaik
37

Monitor pola buang air besar setiap 4-8 jam, jia perlu
Terapeutik:
Gunakan teknik bersih dalam pemberian makanan via selang
Tinggikan kepala tempat tidur 30-45 derajat selama pemberian makan
Irigasi selang dengan 30 ml air setiap 4-6 jam selama pemberian makan dan setelah pemberian makan intermitan
Hindari pemberian makan lewat selang 1 jam sebelum prosedur atau pemindahan pasien
Hindari pemberian makan jika residu lebih dari 150 cc atau lebih dari 100-200 persen dari jumlah makanan taip jam
Edukasi:
Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemilihan jenis dan
jumlah makanan enteral
3 22-3-2021 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan intervensi selama Observasi:
fisik. (D0054) b.d 3x24 jam, maka didapatkan - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
kelemahan mobilitas fisik meningkat. fisik lainnya
neuromuskuler Kriteria hasil: - Identifikasi toleransi fisik melakukan
- pergerakan esktremitas meningkat pergerakan
- kekuatan otot meningkat - Monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai mobilisasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan

38

mobilisasi
Terapeutik:
- Fasilitasi aktivitas mobilitas dengan
alat bantu
- Fasilitasi melakukan pergerakan
- Libatkan kelurga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Anjurkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. duduk ditempat
tidur).
Kolaborasi:
Konsultasi kesehatan: Batasi asupan cairan
4 22-3-2021 Devisit perawatan diri Setelah dilakukan intervensi selama dan garam
3x24 jam, maka didapatkan Observasi:
(D0109) b.d
perawatan diri meningkat. - identifikasi usia dan budaya
kelemahan Kriteria hasil: dalam membantu kebersihan diri
- kemampuan makan meningkat - identifikasi jenis bantuan yang di butuhkan
neuromuskuler - monitor kebersihan tubuh
e m pe r ta h an
- mi n at m e la k ukan -Tmeroapneituotrikin: tegritas kulit
k b e rs ih a n t u b uh
pe ra w a ta n d i r i - sediakan peralatan mandi
meningkat - sediakan lingkungan yang aman dan nyaman
- fasilitas menggosok gigi,sesuai kebutuhan
- fasilitas mandi,sesuai kebutuhan
- pertahankan kebiasaan kebersihan diri
- berikan bantuan sesu ai tingkat
kemandirian Edukasi:
- Jelaskan manfaat mandi dan dampak tidak

39
mandi terhadap kesehatan
- ajarkan kepada keluarga cara memandikan pasien
40

D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


N HARI
DIAGNOSIS IMPLEMENTASI EVALUASI TINDAKAN PARAF
O /TGL
1 Selasa Risiko perfusi Observasi: Subjektif :
/ serebral tidak - memonitor peningkatan TD. - Klien mengatakan tidak ada
23-3- efektif - memonitor ireguleritas irama nafas keluhan nyeri
21 (D0017) b.d - memonitor penurunan Objektif:
aneurisma tingkat kesadaran. - Kien tampak semua aktifitas di
serebri - memonitor perlambatan atau bantu keluarga
ketidak simetrisan respon pupil. - TD : 160/ mmHg
Terapeutik: - Suhu:37˚C
- mempertahankan posisi kepala - Nadi: 85 kali/menit
dan leher netral. - Pernafasan 20 kali/menit.
- mendokumentasikan hasil - Irama nafas vesikuler (normal).
pemantauan. - Pupil isokor diameter
- mengatur interval pemantauan 2mm. Analisis :
sesuai kondisi pasien.
- ketidak efektifan perfusi jaringan
- mendoumentasi hasil serebral.
pemantauan. Edukasi: Planning :
- menjelaskan tujuan dan - intervensi dilanjutkan.
2 Selasa Gangguan prosedur pemantauan. Subjektif :
/ menelan Observasi: - Keluarga mengatakan klien
23-3- (D0063) b.d - memperiksa posisi NGT minum susu melalui NGT
21 gangguan - memonitor rasa - Keluarga mengatakan klien sudah
saraf kranialis penuh,mual,dan muntah. bisa minum air putih setengah
Terapeutik: gelas lewat mulut
- menggunakan teknik bersih Objektif :
dalam pemberian makanan via - Klien tampak terpasang NGT.
selang - Klien bisa mendemonstrasikan
- memberikan tanda pada selang
untuk mempertahankan lokasi yang
tepat
41
- meninggikan kepala tempat tidur 30- minum air putih
45 derajat selama pemberian makan - Klien tampak saraf vagus
- mengirigasi selang dengan 30 ml air dan hipoglasus terganggu
setiap 4-6 jam selama pemberian Analisis :
makan dan setelah pemberian - Gangguan menelan
makan intermitan berkurang Planning :
- menghindari pemberian makan lewat - Intervensi dilanjutkan.

selang 1 jam sebelum


atau pemindahan prosedur
pasien
Edukasi:
- menjelaskan tujuan dan
langkah- langkah prosedur
- melatih klien mulai belajar
menelan secara bertahap
Kolaborasi:
- Mengkolaborasi pemilihan jenis
dan jumlah makanan enteral
3 Selasa Gangguan Observasi : Subjektif :
/ mobilitas - mengidentifikasi adanya nyeri - Klien mengatakan kaki nyeri saat
23-3- fisik. (D0054) atau keluhan fisik lainnya di lipat
21 b.d kelemahan - mengidentifikasi toleransi fisik - Keluarga mengatakan klien
neuromuskule melakukan pergerakan susah bergerak.
r - memonitor frekuensi jantung - Keluarga mengatakan klien
dan tekanan darah sebelum susah beraktifitas.
memulai mobilisasi
- memonitor kondisi umum
selama melakukan mobilisasi Objektif :
Terapeutik : - Klien tampak semua aktifitas di
- memfasilitasi aktivitas bantu Keluarga.
mobilitas dengan alat bantu - Klien taampak susah bergerak.

42

- memfasilitasi melakukan pergerakan - memonitor kebersihan tubuh


- -meliibatkan kelurga untuk membantu
memonitor integritas
pasien dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi :
- menjelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- menganjurkan melakukan
mobilisasi dini
- menganjurkan mobilisasi
sederhana yang harus dilakukan
(mis. duduk ditempat tidur).
Kolaborasi :
- mengkonsultasi kesehatan
4 Selasa Devisit Observasi:
/ perawatan diri - mengidentifikasi usia dan
23-3- (D0109) b.d budaya dalam membantu
21 kelemahan kebersihan diri
neuromuskule - mengidentifikasi jenis bantuan yang
r di butuhkan
-K A lien sudah dibantu
l n mandi dengan dilap
i a pakai air sabun dan
e l dibilas.
n i - Keluarga
s mengatakan klien
t i sudah dibantu - Klien mengatakan badan
a s menggosok gigi.
m
p :
a -
k G
a
l n
e g
m g
a u
h a
n
t
m
u
o
b
b
u
i
h
l
i
s
t
i
a
s s
i
f
s i
e s
b i
e k
l .
a
h P
l
k a
a n
n n
a i
n n
. g
- Kekuatan otot
2 :
2 - Intervensi
dilanjutkan
4
-
R
e
f Subjektif :
l
-
e
K
k
e
l
b u
a a
b r
i g
n a
s
k m
i e
n
p g
a
o
t
s a
i k
t a
i n
f
k

Anda mungkin juga menyukai