Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PANSITOPENIA

SEPTI SETYOWATI
111 0721 044

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2015-2016
LAPORAN PENDAHULUAN PANSITOPENIA

1. DEFINISI PANSITOPENIA
Anemia aplastik adalah kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum
tulang yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur
pembentukan darah dalam sumsum. (Sacharin, 1996)
Anemia aplastik merupakan keadaan yang disebabkan bekurangnya sel
hematopoetik dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai
akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang.

Klasifikasi Anemia Aplastik, yaitu :


a. Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :
Klasifikasi menurut kausa :
1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50%
kasus.
2. Sekunder : bila kausanya diketahui.
3. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya
anemiaFanconi (Solander, 2006).
b. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis (lihat tabel).
Tabel 1. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.
Anemia aplastik berat - Seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-
50% dengan <30% sel hematopoietik
residu, dan
- Dua dari tiga kriteria berikut :
 netrofil < 0,5x109/l
 trombosit <20x109 /l
Anemia aplastik sangat  retikulosit < 20x109 /l
berat Sama seperti anemia aplastik berat kecuali
netrofil <0,2x109/l
Anemia aplastik bukan Pasien yang tidak memenuhi kriteria
berat anemia aplastik berat atau sangat berat;
dengan sumsum tulang yang hiposelular
dan memenuhi dua dari tiga kriteria
berikut :
- netrofil < 1,5x109/l
- trombosit < 100x109/l
- hemoglobin <10 g/dl
(Wijanarko, 2007)

2. ETIOLOGI
Penyebab Primer yaitu :
a. Faktor kongenital : sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan
lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan lain
sebagainya.
b. Faktor didapat
 Bahan kimia : benzena, insektisida, senyawa As, Au, Pb.
 Obat : kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin
(antihistamin), santonin-kalomel, obat sitostatika (myleran,
methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine dan sebagainya), obat
anti tumor (nitrogen mustard), anti microbial.
 Radiasi : sinar roentgen, radioaktif.
 Faktor individu : alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain – lain.
 Infeksi : tuberculosis milier, hepatitis dan lain – lain.
 Keganasan , penyakit ginjal, gangguan endokrin, dan idiopatik.
(Mansjoer.2005.Hal:494)
Penyebab sekunder terdiri dari : radiasi pengion karena pemajanan tidak sengaja
(radioterapi, isotop radioaktif, stasiun pembangkit tenaga nuklir), zat kimia
(seperti benzene dan pelarut organic lain, TNT, insektisida, pewarna rambut,
klordan, DDT), obat-obatan (busulfan, siklofosfamid, antrasiklin, nitrosourea),
dan infeksi ( hepatitis virus). Agen antineoplastik atau sitotoksik juga bisa
menyebabkan terjadinya anemia aplastik (Price & Wilson, 1994).

3. PATOFISIOLOGI
Walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini,
patofisiologi anemia aplastik belum diketahui secara tuntas. Ada 3 teori yang dapat
menerangkan patofisiologi penyakit ini yaitu :
1. Kerusakan sel hematopoitik
2. Kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang
3. Proses imunologik yang menekan hematopoisis(Aghe, 2009)
Penyebab anemia aplastik adalah faktor kongenital, faktor didapat antara
lain : bahan kimia, obat, radiasi, faktor individu, infeksi, idiopatik. Apabila
pajanan dilanjutkan setelah tanda hipoplasia muncul, maka depresi sumsum tulang
akan berkembang sampai titik dimana terjadi kegagalan sempurna dan ireversibel.
Disinilah pentingnya pemeriksaan angka darah sesering mungkin pada pasien yang
mendapat pengobatan atau terpajan secara teratur pada bahan kimia yang dapat
menyebabkan anemia aplastik.
Karena terjadi penurunan jumlah sel dalam susmsum tulang, aspirasi
sumsum tulang sering hanya menghasilkan beberapa tetes darah. Maka perlu
dilakukan biopsy untuk menentukan beratnya penurun elemen susmsum normal
dan pergantian oleh lemak. Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem, prekusor
granulosit, eritrosit dan trombosit, akibatnya terjadi pansitopenia.
Pansitopenia adalah menurunnya sel darah merah, sel darah putih dan
trombosit. Penurunan sel darah (anemia) ditandai dengan menurunnya tingkat
hemoglobin dan hematokrit. Penurunan sel darah merah menyebabkan penurunan
jumlah sel oksigen yang dikirimkan ke jaringan, biasanya ditandai dengan
kelemahan, kelelahan, dispnea, takikardia, ekstremitas dingin dan pucat.
Kelainan kedua setelah anemia yaitu leukopenia atau menurunnya jumlah
sel darah putih >5000-10.000/ml darah (mmᵌ) penurunan sel darah putih ini akan
menyebabkan agranulositosis dan akhirnya menekan respon inflamasi.
Kelainan ketiga setelah anemia dan leukopenia yaitu trombositopenia,
trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit dibawah 100.000/mmᵌ.
Akibat dari trombositopenia yaitu antara lain ekimosis, ptekie, epistaksis,
perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf dan perdarahan saluran cerna.
Gejala dari perdarahan saluran cerna adalah anoreksia, nausea, konstipasi, atau
diare dan stomatitis (sariawan pada lidah dan mulut), perdarahan saluran cerna
dapat menyebabkan hematemesis melena. Perdarahan akibat trombositopenia
mengakibatkan aliran darah ke jaringan menurun. (Brunner and Suddarth, 2002).

4. PATHWAY
5. MANIFESTASI KLINIS
Tanda sistemik klasik anemia adalah tanda umum pada semua jenis anemia :
a. Peningkatan kecepatan denyut jantung karena tubuh berusaha memberi
oksigen lebih banyak ke jaringan.
b. Peningkatan frekuensi pernapasan karena tubuh berusaha menyediakan lebih
banyak oksigen ke darah.
c. Kulit pucat karena berkurangnya oksigenasi.
d. Pusing akibat berkurangnya aliran darah ke otak.
e. Kelelahan karena penurunan oksigenasi berbagai organ, termasuk otot
jantung dan otot rangka.
f. Mual akibat penurunan aliran darah saluran cerna dan susunan saraf pusat.
g. Penurunan kualitas rambut dan kulit.

6. KOMPLIKASI
a. Sepsis
b. Sensitisasi terhadap antigen donor yang bereaksi silang menyebabkan
perdarahan yang tidak terkendali
c. Kegagalan cangkok sumsum, terjadi setelah transplantasi sumsum tulang
d. Leukimia mielogen akut
e. Hepatitis, hemosederosis dan hemokromatosis.
(Betz and Sowden, 2002)

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIAGNOSTIK


a. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan Darah : Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3 dan
trombosit kurang dari 20.000/mm3menandakan anemia aplastik berat.
Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm3 menandakan anemia aplastik
sangat berat (Solander, 2006).
 Pemeriksaan Sumsum Tulang : Pada beberapa keadaan, beberapa spikula
dapat ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi
megakariosit rendah (Solander, 2006).
 Laju Endap Darah : Laju endap darah selalu meningkat. Ditemukan
bahwa 62 dari 70 kasus (89%) mempunyai laju endap darah lebi dari 100
mm dalam jam pertama (Widjanarko, 2007).
 Faal Hemostasis : Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan
buruk disebabkan oleh trombositopenia. Faal hemostasis lainnya normal
(Widjanarko, 2007).

b. Pemeriksaan Radiologik
 Nuclear Magnetic Resonance Imaging : Pemeriksaan ini merupakan cara
terbaik untuk mengetahui luasnya perlemakan karena dapat membuat
pemisahan tegas antara daerah sumsum tulang berlemak dan sumsum
tulang berseluler (Widjanarko, 2007).
 Radionuclide Bone Marrow Imaging : Luasnya kelainan sumsum tulang
dapat ditentukan oleh scanning tubuh setelah disuntik dengan
koloidradioaktif technetium sulfur yang akan terikat pada makrofag
sumsum tulang atau iodium cloride yang akan terikat pada transferrin
(Widjanarko, 2007).

8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Transplantasi sumsum tulang
b. Tranfusi darah
c. Antibiotik untuk mengatasi infeksi
d. Makanan
e. Istirahat
f. Immunoterapi dengan Globulin Antitimosit ATG/ALG
(Wong, 2001)
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari anemia yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab anema aplastik, serta
penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah
keadaan klien dan menghambat proses penyembuhan.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit anemia merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya anemia, sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan anemia aplastik yang cenderung diturunkan secara genetik.

2) Pemeriksaan Fisik
a) Aktivitas / Istirahat
· Keletihan, kelemahan otot, malaise umum.
· Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
· Takikardia, takipnea ; dipsnea pada saat beraktivitas atau istirahat.
· Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya.
· Ataksia, tubuh tidak tegak.
· Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda – tanda lain yang
menunjukkan keletihan
b) Sirkulasi
· Riwayat kehilangan darah kronis, mis : perdarahan GI.
· Palpitasi (takikardia kompensasi).
· Hipotensi postural.
· Disritmia : abnormalitas EKG mis : depresi segmen ST dan pendataran
atau depresi gelombang T.
· Bunyi jantung murmur sistolik.
· Ekstremitas : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjungtiva, mulut,
faring, bibir) dan dasar kuku.
· Sclera biru atau putih seperti mutiara.
· Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan
vasokonsriksi kompensasi).
· Kuku mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia).
· Rambut kering, mudah putus, menipis
c) Integritas Ego
· Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan mis
transfusi darah.
· Depresi
d) Eliminasi
· Riwayat pielonefritis, gagal ginjal.
· Flatulen, sindrom malabsorpsi.
· Hematemesis, feses dengan darah segar, melena.
· Diare atau konstipasi.
· Penurunan haluaran urine.
· Distensi abdomen.
e) Makanan / cairan
· Penurunan masukan diet.
· Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring).
· Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia.
· Adanya penurunan berat badan.
· Membran mukosa kering,pucat.
· Turgor kulit buruk, kering, tidak elastis.
· Stomatitis.
· Inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah
f) Neurosensori
· Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan
berkonsentrasi.
· Insomnia, penurunan penglihatan dan bayangan pada mata.
· Kelemahan, keseimbangan buruk, parestesia tangan / kaki.
· Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis.
· Tidak mampu berespon lambat dan dangkal.
· Hemoragis retina.
· Epistaksis.
· Gangguan koordinasi, ataksia.
g) Nyeri/kenyamanan
· Nyeri abdomen samar, sakit kepala
h) Pernapasan
· Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
· Takipnea, ortopnea dan dispnea.
i) Keamanan
· Riwayat terpajan terhadap bahan kimia mis : benzene, insektisida,
fenilbutazon, naftalen.
· Tidak toleran terhadap dingin dan / atau panas.
· Transfusi darah sebelumnya.
· Gangguan penglihatan.
· Penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
· Demam rendah, menggigil, berkeringat malam.
· Limfadenopati umum.
· Petekie dan ekimosis
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan/
absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan
granulosit (respons inflamasi tertekan).
5. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan sirkulasi dan neurologist.
6. Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet,
perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

Intervensi
1. Diagnosa 1 : Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : Meningkatkan perfusi jaringan.
KH :Klien menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
Intervensi Rasional
1. Observasi tanda vital.
2. Kaji pengisian kapiler, 2. Memberikan informasi
warna kulit/membran mukosa, tentang derajat/
dasar kuku. keadekuatan perfusi jaringan
dan membantu menetukan
kebutuhan intervensi.
3. Meningkatkan ekspansi
3. Tinggikan kepala tempat paru dan memaksimalkan
tidur sesuai toleransi. oksigenasi untuk kebutuhan
seluler. Catatan : kontraindikasi
bila ada hipotensi.
4. Awasi upaya pernapasan ; 4. Gemericik menununjukkan
auskultasi bunyi napas. gangguan jantung karena
regangan jantung
lama/peningkatan kompensasi
5. Observasi keluhan nyeri curah jantung.
dada/palpitasi. 5. Iskemia seluler
mempengaruhi jaringan
6. Kolaborasi pengawasan hasil miokardial/ potensial risiko
pemeriksaan laboraturium. infark.
Berikan sel darah merah 6. Mengidentifikasi defisiensi
lengkap/packed produk darah dan kebutuhan pengobatan
sesuai indikasi /respons terhadap terapi.
7. Berikan oksigen tambahan
sesuai indikasi. 7. Memaksimal-kan transport
oksigen ke jaringan.

2. Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai


oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : Dapat mempertahankan /meningkatkan ambulasi/aktivitas.
KH :
· Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari).
· Menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi,
pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan ADL 1. Mempengaruhi pilihan intervensi/
pasien. bantuan.
2. Menunjukkan perubahan
2. Kaji kehilangan atau neurology karena defisiensi vitamin
gangguan keseimbangan, gaya B12 mempengaruhi keamanan
jalan dan kelemahan otot. pasien/risiko cedera.
3. Manifestasi kardiopulmonal dari
3. Observasi tanda-tanda vital upaya jantung dan paru untuk
sebelum dan sesudah aktivitas. membawa jumlah oksigen adekuat ke
jaringan.

4. Berikan lingkungan tenang, 4. Meningkatkan istirahat untuk


batasi pengunjung, dan kurangi menurunkan kebutuhan oksigen tubuh
suara bising, pertahankan tirah dan menurunkan regangan jantung
baring bila di indikasikan. dan paru.

3. Diagnosa 3 : Risiko tinggi terhadap infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan


sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit
(respons inflamasi tertekan).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
KH :
· Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
· Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan
demam.
Intervensi Rasional
1. Tingkatkan cuci tangan 1. Mencegah kontaminasi silang/
yang baik ; oleh pemberi kolonisasi bakterial. Catatan :
perawatan dan pasien pasien dengan anemia
berat/aplastik dapat berisiko
akibat flora normal kulit.
2. Berikan perawatan kulit,
perianal dan oral dengan 2. Menurunkan risiko kerusakan
cermat. kulit/jaringan dan infeksi.

3. Pantau/batasi pengunjung, 3. Membatasi pemajanan pada


berikan isolasi bila bakteri/infeksi. Perlindungan
memungkinkan. isolasi dibutuhkan pada anemia
aplastik, bila respons imun sangat
terganggu.
4. Pantau suhu tubuh. Catat 4. Adanya proses
adanya menggigil dan inflamasi/infeksi membutuhkan
takikardia dengan atau tanpa evaluasi/pengobatan.
demam.
DAFTAR PUSTAKA

Hoffbrand,A.V., Petit,T.E., and Moss, P.A.H., Kapita Selekta Hemayologi, edisi 4,


EGC. Jakarta.

Widjanarko A., Sudoyo AW., Salonder H. 2006. ilmu penyakit dalam. Cetakan 4,
Jakarta : EGC.

Salonder H. Maciejewski J. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia.


Available in URL: HYPERLINK http://content.nejm.org/cgi/content/fill/336/19/

Bakta IM. Buku Panduan Hematologi Ringkas. Jakarta: Pusat Penerbitan


Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI,2006

Anda mungkin juga menyukai