Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN BATU PYELUM

DI RUANG SAKTI
RUMAH SAKIT TPT BANJARMASIN

DISUSUN OLEH :
Nama : Ilmi Darmawan
NPM : 1614201120707
Semester/Kelas : 5 B
Kelompok : 11
CT : Izma Daud,Ns.,M.Kep
CI :

PRAKTIK PRENERS II PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

TA 2017-2018
LAPORAN PENDAHULUAN
BATU PYELUM

A. Anatomi Fisiologi

B. Pengertian Batu Ginjal ( Urolithiasis )

Batu ginjal (urolitiasis) adaiah adanya batu pasta saluran kemih yang
bersifat idiopatik, dapat menimbulkan statis dan infeksi, Mengacu pada adanya
batu (kaikuli) pada traktus urinarius. Batu ginjal (kalkulus) adalah bentuk deposit
mineral, paling umum oksolaktat Ca2+ dan fosfat C2+, tetapi asam urat dan
kristal yang lain juga pembentuk batu. Meskipun kalkulus ginjal dapat terbentuk
dimana saia dari saluran perkemihan, batu ini paling umum ditemukan pada peivis
dan kalik ginjal batu ginjal dapat tetap asimtomatik sampai keluar ke dalam ureter
dan atau aliran urin terhambat biia potensi untuk kerusakan ginjal adalah akut.
(Rudy Haryono, 2013)

C. Etiologi
Penyakit batu saluran kemih menyebar diseluruh dunia dengan perbedaan
di negara berkembang banyak ditemukan batu buIi-buli sedangkan di negara maju
lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter),
perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka
prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12% penduduk menderita batu
saluran kemih. Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan
dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
dehidrasi dan keadaankeadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik) secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik meliputi

1.Herediter di duga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.

2.Umur paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun. 3. Jenis kelamin, jumlah
pasien pria
3. Kali lebih banyak dibanding pasien wanita.

Faktor ekstrinsik meliputi:

1. Geografi, pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi
daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)

2.Iklim dan temperature

3. Asupan air. kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.

4. Diet. diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu
saluran kemih.

5. Pekerjaan, penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

Urolitiasis mengacu pada adanya batu ikalkus) di traktus urinarius. Batu


terbentuk di traktus urinarius ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium
oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika
terdapat defisiensi substansi tertentu. serta srtrat yang secara normal mencegah
kristalisasi dalam urin. Batu dapat ditemukan di setiap bagian ginial sampai ke
kandung kemih dan ukurannya bervariasi dari deposit granuler yang kecil, yang
disebut pasir atau kerikil. sampai batu sebesar kandung kemih yang berwarna
oranye.

D. Patofisiologi
Pembentukan batu saluran kemih mensyaratkan keadaan supersaturasi. inhibitor
pembentuk batu dijumpai dalam air kemih normal. Batu kaisnrm oksalat dengan
inhibisi sitrat dan giokoprotein. Beberapa promotor (realrtan) dapat memacu
pembentukan baru seperti asam urat, memacu batu kalsium oksalat. Aksi reaktan
dan inhibitor belum dikenali sepenuhnya. Ada dugaan proses ini berperan pada
pembentukan awal atau nukleasi kristal. progresi kristal atau agregatasi kristal.
Misal penambahan sitrat dalam kompleks kalsium dapat mencegah agregatasi
kristal kalsium oksalat yang mungkin dapat mengurangi risiko agregatasl "(sial
dalam saluran kemih.

Teori terbentuknya Urolithiasis Batu Ginjal

1. Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urin karena adanya inti batu atau sabuk
batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan
mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu
dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih.

2. Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urin (albumin,


globulln dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal
batu.

3. Penghambat kristalisasi: Urin orang normal mengandung zat penghambat


pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa
peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang maka akan
memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih.
E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada
adanya obstruksu, infeksi dan edema. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi
obstruksi yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala
ginjal serta ureter proksimal. Beberapa batu dapat menunjukkan sedikit gejala,
tetapi secara perlahan merusak unit fungsional (netron) ginjal, sedangkan yang
lain menyebabkan nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan.
Batu pada piala ginjal menyebabkan sakit yang dalam dan terus menerus
di area kostovestebral. Nyeri yang berasal dari area renal menyebar secara anterior
pada wanita ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan pria mendekati testis.
Apabila ada nyeri tekan pada daerah kostovertebral dan muncul mual dan muntah
maka pasien sedang mengalami kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan
abdominal dapat terjadi gejala gastrointestinal ini akibat dari reflex renoitestinal
dan proksimitas anatomik ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar.
Batu yang terjebak pada meter menyebakan gelombang nyeri yang luar
biasa, dan kronik yang menyebar ke paha dan genetalia. Pasien arin. merasa ingin
berkemih. tetapi hanya sedikit yang keluar dan biasanya mengandung darah akibat
aksi abrasif batu. Gejala ini biasa disebut kola; ureteral. Umumnya pasien akan
mengeluarkan batu dengan diameter 0,5 sampai 1 cm secara spontan.
Batu yang berada pada kandung kemih biasanya menyebabkan gejala
iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinaria dan hematuria. Jika batu
berobstruksi pada leher kandung kemih. akan terjadi retensi urin. Jika infeksi
berhubungan dengan adanya batu maka kondisi ini jauh lebih serius. disertai
sepsis yang mengancam kehidupan pasien.

G. Penatalaksanaan Medis
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
1. Penatalaksanaan Non Farmakologi
a. Pengaturan diet Beberapa diet yang dianjurkan:
1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah
pada klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam dapat
mengurangi stimulasi system renin-angiotensin sehingga sangat
berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah intake sodium yang
dianjurkan 50-100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per
hari.
2) Diet tinggi potasium, dapat menurunkan tekanan darah tapi
mekanismenya belum jelas. Pemberian Potasium secara intravena
dapat menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi oleh
nitric oxide pada dinding vascular.
3) Diet kaya buah dan sayur.
4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung
koroner.
b. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan
dengan mengurangi beban kerja jantung dan volume sekuncup juga
berkurang.
c. Olahraga
Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat
untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki keadaan jantung.
Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalarn satu minggu
sangat dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah. Olahraga
meningkatkan kadar HDL, yang dapat mengurangi terbentuknya
arterosklerosis akibat hipertensi.
d. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat
Berhenti merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol, penting untuk
mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok
diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat
meningkatkan kerja jantung.
2. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi Oksigen.
b. Pemantauan Hemodinamik.
c. Pemantauan Jantung.
d. Obat-obatan:
1) Diuretik: Chlorthalidon, Hydromox, Lasix, Aldactone, Dyrem'um
Diuretic bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi
curah jantung dengan mendorong ginjal menigkatkan ekskresi
garam dan airnya.
2) Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung
atau arteri. Sebagian penyekat saluran kalsium bersifat lebih
spesifik untuk saluran lambat kalsium otot jantung; sebagian yang
lain lebih spesifik untuk saluran kalsium otot polos vascular.
Dengan demikian, berbagai penyekat kalsium memiliki
kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan kecepatan
denyut jantung, volume sekuncup, dan TPR.
3) Penghambat enzim mengubah angiotensin 2 atau inhibitor ACE
berfungsi untuk menurunkan angiotensin 2 dengan menghambat
enzim yang diperlukan untuk mengubah angiotensin 1 menjadi
angiotensin 2. Kondisi ini menurunkan darah secara langsung
dengan menurunkan TPR, dan secara tidak langsung dengan
menurunkan sekresi aldosterone, yang akhirnya meningkatkan
pengeluaran natrium pada urin kemudian menurunkan volume
plasma dan curah jantung.
4) Antagonis (penyekat) respetor beta (B-blocker), terutama penyekat
selektif, bekerja pada reseptor beta di jantung untuk menurunkan
kecepatan denyut dan curah jantung.
5) Antagonis reseptor alfa (B-blocker) menghambat reseptor alfa di
otot polos vascular yang secara normal berespon terhadap
rangsangan saraf simpatis dengan vasokonstriksi. Hal ini akan
menurunkan TPR.
6) Vasodilator arterior langsung dapat digunakan untuk menurunkan
TPR. Misalnya: Natrium, Nitroprusida, Nikardipin, Hidralazm,
Nitrogliserin, dll. (Brunner & Suddarth: 2002, dalam Reny, 2014)

H. Komplikasi
Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah:
gangguan penglihatan, gangguan saraf, gagal jantung,gangguan fungsi ginjal,
gangguan serebral (otak), yang mengakibatkan kejang dan pendarahan
pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran
hingga koma, sebelum bertambah parah dan terjadi komplikasi serius seperti
gagal ginjal, serangan jantung, stroke, lakukan pencegahan dan pengendalian
hipertensi dengan merubah gaya hidup dan pola makan. beberapa kasus
hipertensi erat kaitannya dengan gaya hidup tidak sehat. seperti kurang olah
raga, stress, minum-minuman, beralkohol, merokok, dan kurang istirahat.
kebiasaan makan juga perlu diqwaspadai. pembatasan asupan natrium
(komponen utama garam), sangat disarankan karena terbukti baik untuk
kesehatan penderita hipertensi.
Dalam perjalannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat
menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain :
a. Otak
- Pemekaran pembuluh darah
- Perdarahan
- Kematian sel otak : stroke
b. Ginjal
- Malam banyak kencing
- Kerusakan sel ginjal
- Gagal ginjal
c. Jantung
- Membesar (Cardiomegali)
- Sesak nafas (dyspnoe)
- Cepat lelah
- Gagal jantung (Tubagus dan Nenden, 2013).

I. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Tanggal masuk
Puskesmas, Tanggal pengkajian, No RM, Diagnosa Medis, Nama orang
tua, Pekerjaan, Agama, dll
2. Keluhan utama
- Adanya rasa pusing
- Adanya kelemahan, letih, nafas pendek
- Adanya nyeri/ rasa ada beban dipunggung leher
3. Riwayat kesehatan
Riwayat penyakit sekarang biasanya meliputi keluhan umum mulai dari
sebelum ada keluhan sampai terjadi nyeri perut, pusing, mual, muntah,
nafsu makan menurun, dan kembung.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pasien sebelumnya sudah pernah masuk Rumah Sakit atau mengalami
penyakit yang sama sebelumnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti
penyakit pasien tersebut.
6. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tatalaksana Kesehatan
Bagaimana hubungan persepsi dan tatalaksana biasanya pada pasien
dengan hipertensi tatalaksana kesehatan biasanya sebagian dibantu baik
oleh keluarga dan perawat.
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Apakah pasien mengalami gangguan nutrisi dan metabolisme baik
sebelum maupun setelah MRS.
c. Pola Eliminasi
Apakah ada gejala pada eliminasi maupun urin pada klien sebelum dan
setelah MRS.
d. Pola Istirahat dan Tidur
Terjadi gangguan atau tidak pada pola istirahat dan tidur pasien
sebelum dan setelah MRS.
e. Pola Aktivitas
Apakah terjadi gejala pada pola aktivitas dan latihan pasien akibat
penyakit yang dideritanya. Pada pasien dengan hipertensi berat pada
umumnya mengalami keterbatasan dalam aktivitas.
f. Pola persepsi dan Konsep Diri
Apakah terjadi gejala pada konsep diri pasien sebelum dan setelah
Masuk Rumah Sakit dan bagaimana dengan persepsi pasien tentang
penyakit saat ini.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Bagaimana keadaan umum apakah ada lemah, nyeri, tekanan darah, RR
meningkat, suhu meningkat, nadi meningkat.
b. Kepala dan leher
Bagaimana wajah apakah ada pucat, mata cekung, dan wajah
menyeringai kesakitan.
c. Sistem integumen
Bagaiamana keadaan kulit apakah turgor kulit menurun, tekstur kulit
kasar dan kadang sianosis
d. Sistem respirasi
Apakah ada tidaknya kelainan pada sistem respirasi.
e. Sistem kardiovaskuler
Apakah terjadi penurunan tekanan darah, peningkatan nadi dan adanya
suara jantung yang irreguler.
f. Sistem gastrointestinal
Apakah terjadi mual, muntah, dan anoreksia.
g. Sistem genitourinaria
Apakah terdapat disuria, retensi urine dan inkontinensia
h. Sistem muskuloskeletal
Adanya kelemahan otot karena kurangnya suplai oksigen dan nyeri
pada persendian.
i. Sistem endokrin
Ada tidak yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dari sistem
endokrin.
j. Sistem persyarafan
Bagaimana motorik dan sensorik ada atau tidak gangguan pada
umumnya.
8. Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Kardiovaskuler
a. Inspeksi
- Simetris tidaknya dada
- Ada tidaknya kardiomegali
b. Palpasi
- Adanya demam
- Ada tidaknya nyeri tekan pada bagian jantung dan daerah yang terasa
nyeri
c. Perkusi
- Suara pekak daerah jantung normal (redup)
d. Auskultasi
- Ada tidaknya bunyi jantung tambahan

J. Diagnosa Keperawatan
1 Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi
ventricular
2 Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral
3 Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan
dengan gangguan sirkulasi
4 Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit dan perawatan diri
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik

K. Intervensi Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi
ventricular
Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak
terjadi iskemia miokard
Intervensi keperawatan :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik
yang tepat
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
e. Catat edema umum
f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt
tidur/kursi
h. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
i. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
j. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
k. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
l. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
m. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi

Hasil yang diharapkan :


Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral
Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat
Intervensi keperawatan :
a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
b. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
c. Batasi aktivitas
d. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
e. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan
f. Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es,
posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari
konstipasi

Hasil yang diharapkan :


Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman
3. Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan
dengan gangguan sirkulasi
Tujuan : sirkulasi tubuh tidak terganggu
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur
b. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk
dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia
c. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan
d. Amati adanya hipotensi mendadak
e. Ukur masukan dan pengeluaran
f. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan
g. Ambulasi sesuai kemampuan; hibdari kelelahan

Hasil yang diharapkan :


Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti
ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada
keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
Haluaran urin 30 ml/ menit
Tanda-tanda vital stabil

4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang


proses penyakit dan perawatan diri
Tujuan ; Terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi
Intervensi :
a. Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
b. Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan
stress
c. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian,
tujuan dan efek samping atau efek toksik
d. Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa
pemeriksaan dokter
e. Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan
dokter : sakit kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah.
f. Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
g. Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
h. Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai pesanan
i. Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat,
jumlah yang diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang
mengandung kafein, teh serta alcohol
j. Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan

Hasil yang diharapkan :


Pasien mengungkapkan pengetahuan dan ketrampilan penatalaksanaan
perawatan dini
Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai pesanan
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan ; Klien dapat beraktivitas dengan normal
Intervensi :
a. Kaji respon pasien terhadap aktivitas.
b. Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi (duduk saat
gosok gigi, atau menisir rambut) dan melakukan aktivitas perlahan.
c. Dorong untuk beraktivitas atau melakukan perawatan diri bertahap.

Hasil yang diharapkan :


Pasien dapat beraktivitas dengan baik kembali

DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Reny Yuli. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik (Jilid 1).
Jakarta: Trans Info Media
Dr. Tubagus dan Nenden .2013. Bebas Hipertensi dengan Self-Hypnosis.
Jakarta: PT. Mizan Publika
Goldszmidt, Adrian J. dan Caplan, Louis R. 2013. Stroke Esensial (edisi
kedua). Jakarta: PT Indeks
NANDA. 2016. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2014-2016.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC
Nugroho, Taufan. 2011. Anatomi fisiologi jantung dan pembuluh darah.
Jakarta: EGC
Pudiastuti, Ratna Dewi. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Nuha
Medika
Smeltzer, C. Susan. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai