Anda di halaman 1dari 39

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
I.

DEFINISI

Infeksi Virus
Virus terdiri dari inti asam nukleat yang mengandung genome virus yang
dilindungi oleh dinding protein yang disebut kapsid. Kapsid terdiri satu atau lebih unit
molekul protein yang disebut dengan kapsomer. Keseluruhan struktur ini disebut
dengan nukleokapsid. Nukleokapsid dapat diselubungi oleh suatu lapisan lipoprotein
dari membran sel host (enveloped virus) atau tidak (non-enveloped/naked virus). Virus
dibagi menjadi dua macam berdasarkan komposisi asam nukleatnya yaitu virus DNA
dan virus RNA. Asam nukleat virus dapat single-stranded (ss) atau double-stranded
(ds).
Susunan unit protein nukleokapsid virus dapat berupa:
a. Icosahedral symmetry : molekul protein tersusun simetris dalam bentuk
icosahedron (20 bidang dengan bentuk segitiga sama sisi).
Contoh: herpesvirus.
b. Helical symmetry : kapsomer berbentuk heliks atau spiral untuk menghasilkan
bentuk nukleokapsid seperti tabung. Contoh: kebanyakan virus
RNA mamalia.
c. Complex symmetry :hanya dimiliki oleh beberapa jenis virus seperti retrovirus atau
poxvirus.
II.

KLASIFIKASI

Virus-virus yang menyebabkan penyakit pada manusia


Morfologi
DNA
Enveloped, double-stranded nucleid
acid

Virus
Herpesviruses
Herpes
simplex
virus
Varicella-zoster
virus
Epstein-Barr virus
Cytomegalovirus
Human herpesvirus
6

Enveloped, single-stranded

Poxviruses
Vaccinia
Orf

Non-enveloped, double stranded

Parvoviruses
Adenoviruses
Papovaviruses
Polyomaviruses
Papillomaviruses
Hepadnaviruses
Hepatitis B virus

RNA
Enveloped, single-stranded

Orthomyxoviruses
Influenza virus
Paramyxoviruses
Parainfluenza
Respiratory
syncytial
Mumps
Measles
Togaviruses
Rubella
Retroviruses
HIV HTLV-I, -III
Rhabdovirus
Rabies

Non-enveloped, double-stranded
Reovirus
Reovirus
Non-enveloped, single stranded
Picornavirus
Rhinovirus
Enterovirus
Coxsakievirus
Echovirus
Poliovirus
III.

Patogenesis Penyakit yang Disebabkan oleh Virus

Virus dapat masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inokulasi (melalui
kulit dan mukosa), inhalasi (melalui saluran pernafasan), ingesti (melalui saluran
gastrointestinal), dan melalui saluran genitourinari. Mekanisme penyebaran viirus di
dalam tubuh dapat terjadi dalam beberapa cara yang terdiri dari penyebaran lokal
langsung pada permukaan epitel dan subepitel, penyebaran limfatik, penyebaran
viraemik, dan penyebaran di sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
Virus dapat menyebabkan penyakit pada permukaan epitel tanpa harus
menyebar ke sistemik tubuh. Namun, pada permukaan epitel tubuh terdapat mekanisme
pertahanan yaitu lapisan stratum korneum yang dapat mengelupas sehingga mencegah
replikasi dari virus. Virus dapat melewati barier ini melalui trauma dari benda tajam,
abrasi, gigitan serangga, pembuatan tato, dan lain-lain. Jika virus dapat melewati epitel,
virus akan mencapai dermis dan terpapar dengan pembuluh darah.
Pada pembuluh darah terdapat histiosit dari makrofag yang merupakan sel
fagosit. Enzim fagolisosom yang dihasilkan oleh sel fagosit dan pH yang rendah akan
menghancurkan virus. Namun, beberapa virus dapat bertahan terhadap serangan ini dan
kemudian bereplikasi bersama dengan makrofag.
Kemudian, virus akan masuk ke dalam pembuluh limfe dan menuju nodus limfe
regional. Nodus limfe ini berfungsi sebagai penyaring (filter) mikroba dari luar yang
memasuki sistem limfatik dan sebagai tempat terjadinya respon imun. Segera setelah
memasuki nodus limfe, virus akan berhadapan dengan makrofag yang berasal dari
dinding sinus marginal. Jika virus terfagositosis, antigen akan dihadapkan dengan sel
limfe yang kemudian mencetuskan respon imun. Infeksi akan terjadi bila virulensi virus
lebih kuat daripada resistensi host. Apabila virus dapat bertahan, virus akan keluar dari
nodus limfe dan menuju pembuluh darah melalui limfatik eferen dan duktus thoraksik.
Tahap virus dapat masuk ke dalam pembuluh darah dan kemudian menyebar
disebut dengan viraemia. Tahap pertama dari viraemia adalah viraemia primer yaitu
virus menyebar ke organ seperti hati atau limpa. Tahap kedua dari viaremia adalah
viraemia sekunder yang penyebarannya lebih besar daripada viraemia primer dan pada
tahap ini virus mudah dideteksi pada sampel darah. Selain itu, virus juga dapat bergerak
bebas di plasma darah dan sel darah. Walaupun virus di plasma darah mudah
dihancurkan, virus dalam leukosit tidak mudah dihancurkan sehingga mampu
menyebabkan infeksi ke bagian tubuh lain.
Virus juga dapat menuju sistem saraf pusat dan menetap di meninges dan
pleksus koroid atau korda spinalis atau otak. Virus juga dapat menggunakan sistem
saraf perifer sebagai jalur penyebaran seperti pada virus herpes. Rute transmisi virus
dalam sistem saraf perifer adalah akson, sel endoneuron (sel Schwann), ruang jaringan
ikat antara sel saraf, dan limfatik perineuron. Penyebaran pada sistem saraf lebih lambat
dibandingkan penyebaran pada pembuluh darah (viraemia).
Infeksi yang disebabkan oleh virus dapat bersifat permisif, yaitu jika ada
sintesis komponen virus, penyantuan, dan kemudian dilepaskan, atau non-permisif,
yaitujika infeksi berujung pada transformasi sel, seringkali disertai dengan integrasi
DNA virus dengan genome host. Infeksi permisif menyebabkan sel host mati (sitosidal)
dan terjadinya infeksi akut. Sedangkan infeksi non-permisif dapat menyebabkan infeksi
laten, kronis, onkogenik, atau infeksi lambat.

III.1

Demam berdarah

Definisi
Demam berdarah (DB) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam
akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan
malaria. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien
jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut dengue
shock syndrome (DSS).
Penyebab
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang
berbeda antigen. Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah DEN-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4. Demam berdarah disebarkan kepada manusia oleh nyamuk
Aedes aegypti. Faktor resiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor
penderita seperti umur, status imunitas, dan predisposisi genetis.
Tanda dan Gejala
Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita. Pada bayi dan anak-anak kecil
biasanya berupa demam disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih
besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan atau demam tinggi (>39 derajat
c) yang tiba-tiba dan berlangsung selama 2 - 7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di
belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah dan ruam-ruam. Bintik-bintik
perdarahan di kulit sering terjadi, kadang kadang disertai bintik-bintik perdarahan di
farings dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di
ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam
mencapai 40 - 41 derajat c dan terjadi kejang demam pada bayi.
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya,
ditandai oleh :

demam tinggi yang terjadi tiba-tiba

manifestasi perdarahan

hepatomegali/pembesaran hati

kadang-kadang terjadi syok manifestasi perdarahan pada dhf dimulai dari tes torniquet
positif dan bintik-bintik perdarahan di kulit (ptechiae). Ptechiae ini bisa terlihat di
seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi. juga bisa terjadi perdarahan hidung,
perdarahan gusi, perdarahan dari saluran cerna dan perdarahan dalam urin.
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokkan menjadi 4 tingkatan :

Derajat I : demam diikuti gejala tidak spesifik. satu-satunya manifestasi


perdarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.

Derajat II : gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan spontan.
perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.

Derajat III : kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan
lemah, hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab dan penderita gelisah.

Derajat IV : syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat diperiksa. fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam.

Diagnosis
Dasar diagnosis DBD ( WHO 1997):
Klinis
Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari
Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji bendung positif dan bentuk lain
(petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi), hematemesis atau melena.
Pembesaran hati
Syok yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun (menjadi 20
mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80
mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung
hidung, jari, dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut.
Laboratorium
Trombositopenia (< 100.000/ul ) dan hemokonsentrasi (nilai hematokrit lebih 20% dari
normal).
Dua gejala klinis pertama ditambah satu gejala laboratoris cukup untuk menegakkan
diagnosis kerja DBD.
Indikator Fase Syok

Hari sakit ke-4-5

Suhu turun

Nadi cepat tanpa demam

Tekanan nadi turun/hipotensi

Leukopenia < 5.000/mm3

Hasil laboratorium seperti ini biasanya ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-7. Kadangkadang dari x-ray dada ditemukan efusi pleura atau hipoalbuminemia yang

menunjukkan adanya kebocoran plasma. Kalau penderita jatuh dalam keadaan syok,
maka kasusnya disebut sebagai Dengue Shock Syndrome (DSS).
Pengobatan
Asetaminofen diberikan selama demam masih mencapai 39 derajat c, paling banyak 6
dosis dalam 24 jam. Kegelisahan ini bisa terjadi karena dehidrasi atau gangguan fungsi
hati. Haus dan dehidrasi merupakan akibat dari demam tinggi, tidak adanya nafsu
makan dan muntah.
Untuk mengganti cairan yang hilang harus diberikan cairan yang cukup melalui mulut
atau melalui vena. Cairan yang diminum sebaiknya mengandung elektrolit seperti
oralit. cairan yang lain yang bisa juga diberikan adalah jus buah-buahan.
Penderita harus segera dirawat bila ditemukan gejala-gejala berikut :

Takikardi, denyut jantung meningkat

Kulit pucat dan dingin

Denyut nadi melemah

Terjadi perubahan derajat kesadaran, penderita terlihat ngantuk atau tertidur


terus menerus

Urine sangat sedikit

Peningkatan konsentrasi hematokrit secara tiba-tiba

Tekanan darah menyempit sampai kurang dari 20 mmhg

Hipotensi.

Pencegahan dilakukan dengan langkah 3m :

Menguras bak air

Menutup tempat-tempat yang mungkin menjadi tempat berkembang biak


nyamuk

Mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air.

III.2

Varicella

Definisi
Cacar Air (Varisela, Chickenpox) adalah suatu infeksi virus menular yang
menyebabkan ruam kulit berupa sekumpulan bintik-bintik kecil yang datar maupun
menonjol, lepuhan berisi cairan serta keropeng, yang menimbulkan rasa gatal.

Penyebab
Penyebabnya adalah virus varicella-zoster. Virus ini ditularkan melalui percikan ludah
penderita atau melalui benda-benda yang terkontaminasi oleh cairan dari lepuhan kulit.
Penderita bisa menularkan penyakitnya mulai dari timbulnya gejala sampai lepuhan
yang terakhir telah mengering. Karena itu, untuk mencegah penularan, sebaiknya
penderita diisolasi (diasingkan).
Jika seseorang pernah menderita cacar air, maka dia akan memiliki kekebalan dan tidak
akan menderita cacar air lagi. Tetapi virusnya bisa tetap tertidur di dalam tubuh
manusia, lalu kadang menjadi aktif kembali dan menyebabkan herpes zoster.
Tanda dan Gejala
Gejalanya mulai timbul dalam waktu 10-21 hari setelah terinfeksi. Pada anak-anak
yang berusia diatas 10 tahun, gejala awalnya berupa sakit kepala, demam sedang dan
rasa tidak enak badan. Gejala tersebut biasanya tidak ditemukan pada anak-anak yang
lebih muda, gejala pada dewasa biasanya lebih berat.
24-36 jam setelah timbulnya gejala awal, muncul bintik-bintik merah datar (makula).
Kemudian bintik tersebut menonjol (papula), membentuk lepuhan berisi cairan
(vesikel) yang terasa gatal, yang akhirnya akan mengering. Proses ini memakan waktu
selama 6-8 jam. Selanjutnya akan terbentuk bintik-bintik dan lepuhan yang baru. Pada
hari kelima, biasanya sudah tidak terbentuk lagi lepuhan yang baru, seluruh lepuhan
akan mengering pada hari keenam dan menghilang dalam waktu kurang dari 20 hari.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan ruam kulit yang khas (makula, papula, vesikel dan
keropeng).
Pengobatan
Untuk mengurangi rasa gatal dan mencegah penggarukan, sebaiknya kulit dikompres
dingin. Bisa juga dioleskan losyen kalamin, antihistamin atau losyen lainnya yang
mengandung mentol atau fenol
Untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi bakteri, sebaiknya:
Kulit dicuci sesering mungkin dengan air dan sabun
Menjaga kebersihan tangan
Kuku dipotong pendek
Pakaian tetap kering dan bersih.
Kadang diberikan obat untuk mengurangi gatal (antihistamin). Jika terjadi infeksi
bakteri, diberikan antibiotik. Jika kasusnya berat, bisa diberikan obat anti-virus

asiklovir. Asiklovir bisa mengurangi beratnya penyakit jika diberikan dalam wakatu 24
jam setelah munculnya ruam yang pertama.

III.3

Campak

Definisi dan Penyebab


Campak, rubeola, atau measles adalah penyakit infeksi yang sangat mudah menular
atau infeksius sejak awal masa prodromal, yaitu kisaran 4 hari pertama sejak
munculnya ruam. Campak disebabkan oleh paramiksovirus ( virus campak). Penularan
terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita
campak (air borne disease). Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan
pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun).
Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah: - bayi berumur lebih dari 1 tahun bayi yang tidak mendapatkan imunisasi - remaja dan dewasa muda yang belum
mendapatkan imunisasi kedua.
Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap 2-3
tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak SD. Jika seseorang
pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini.
Tanda dan Gejala
Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa:

Demam

Nyeri tenggorokan

Hidung meler ( Coryza )

Batuk ( Cough )

Bercak Koplik

Nyeri otot

Mata merah ( conjuctivitis )

2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik Koplik).
Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya
gejala diatas. Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar)
maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di
wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping. Dalam

waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan tungkai, sedangkan ruam
di wajah mulai memudar.
Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu
tubuhnya mencapai 40 Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun, penderita
mulai merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang.
Demam, cepat lelah, pilek, batuk dan mata yang radang dan merah selama beberapa
hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh
dan ada selama 4 hari hingga 7 hari.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan ruam kulit yang khas. Pemeriksaan lain
yang mungkin perlu dilakukan: - pemeriksaan darah, pemeriksaan darah tepi pemeriksaan Ig M anti campak
Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus untuk campak. Anak sebaiknya menjalani tirah baring.
Untuk menurunkan demam, diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi infeksi
bakteri, diberikan antibiotik.
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin biasanya
diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin
MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas.
Jika hanya mengandung campak, vaksin dibeirkan pada umur 9 bulan. Dalam bentuk
MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia
4-6 tahun. Selain itu penderita juga harus disarankan untuk istirahat minimal 10 hari
dan makan makanan yang bergizi agar kekebalan tubuh meningkat.
III.4

Common Cold

Definisi
Common Cold ialah infeksi primer di nasofaring dan hidung yang sering dijumpai pada
bayi dan anak. Pada infeksi lebih luas, mencakup daerah sinus paranasal, telinga tengah
samping nasofaring disertai demam tinggi
Penyebab
Penyakit ini merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan pada manusia.
Penyebabnya ialah beberapa jenis virus dan yang paling penting adalah Rhinovorus.
Virus-virus lainnya adalah Virus influenza A, B, C, Myxovirus, virus Coxackie dan
virus ECHO.
Faktor predisposisi adalah kelelahan, gizi buruk, anemia dan kedinginan, walaupun
umur bukan faktor yang menentukan daya rentan, namun infeksi sekunder purulen

lebih banyak dijumpai pada anak kecil. Penyakit ini lebih sering diderita pada
pergantian musim
Tanda dan Gejala
Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering
dan gatal di dalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung
tersumbat dan ingus encer, yang biasanya disertai dengan demam (biasanya ringan) dan
nyeri kepala.
Gejala biasanya akan menghilang dalam waktu 4-10 hari, meskipun batuk dengan atau
tanpa dahak seringkali berlangsung sampai minggu kedua.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tandanya.
Pemeriksaan darah dilakukan apabila gejala sudah berlangsung selama lebih 10 hari
atau dengan demam > 37,8C.
Pengobatan
Terapi terbaik pada flu virus tanpa komplikasi mungkin berupa istirahat baring dan
isolasi sekitar dua hari. Antibiotik hanya bermanfaat dalam mengobati infeksi sekunder.
Antihistamin, desensitisasi, dan tindakan anti alergi umum berguna dalam pengobatan
gangguan alergi. Antihistamin digunakan untuk mengobati flu, batuk, dan alergi adalah
penghambat H1. Dekongestan oral mengurangi secret hidung yang banyak, membuat
pasien merasa nyaman, namun tidak menyembuhkan.
Hanya terapi simtomatik yang diberikan pada anak dengan common cold yaitu
diberikan ekspektoran untuk mengatsi batuk, sedativum untuk menenangkan dan
antipiretik untuk menurunkan panas penderita. Antibiotik tidak efektif untuk mengobati
common cold, antibiotik hanya diberikan jika terjadi suatu infeksi bakteri.
III.5

HIV/AIDS

Definisi
Infeksi HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency
Syndrome) pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981 pada orang dewasa
homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. Enam tahun kemudian (1989), AIDS
sudah merupakan penyakit yang mengancam kesehatan anak di Amerika. Di seluruh
dunia, AIDS menyebabkan kematian pada lebih dari 8,000 orang setiap hari saat ini,
yang berarti 1 orang setiap 10 detik. Karena itu infeksi HIV dianggap sebagai penyebab
kematian tertinggi akibat satu jenis agen infeksius.
Penyebab

10

Penyebab penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang tergolong ke dalam keluarga
retrovirus subkelompok lentivirus, seperti virus Visna pada biri-biri, sapi, dan feline
serta Simian Immunodeficiency Virus (SIV).
Dinamakan retrovirus karena virus ini mempunyai kemampuan dapat membentuk DNA
dari RNA sebab mempunyai enzim transkiptase reversi. Enzim ini dapat menggunakan
RNA virus sebagai template untuk membentuk DNA, yang kemudian berintegrasi ke
dalam kromosom pejamu dan selanjutnya bekerja sebagai dasar untuk proses replikasi
HIV.
Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimtomatis sampai penyakit
berat yang dinamakan AIDS. AIDS pada anak terutama terjadi pada umur muda karena
sebagian besar (>80%) AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu ke anak. Lima
puluh persen kasus AIDS anak berumur < l tahun dan 82% berumur <3 tahun.
Meskipun demikian ada juga bayi yang terinfeksi HIV secara vertikal belum
memperlihatkan gejala AIDS pada umur 10 tahun.
Secara umum, gejala-gejala dapat dikelompokkan menjadi dua:
Gejala mayor:

Pertumbuhannya sangat lambat dan berat badan menurun jauh dari normal

Diare yang berkepanjangan yang berlangsung lebih dari dua minggu

Demam terus-menerus selama sebulan atau lebih

Gejala minor:

Mengalami gatal-gatal diseluruh permukaan kulit

Terjadi pembengkakan dileher, ketiak atau selangkangan tanpa sebeb yang jelas

Kandidiasis pada mulut dan tenggorokan

Infeksi pada telinga dan tenggorokan batuk terus menerus

Masa inkubasi pada orang dewasa berkisar 3 bulan sampai terbentuknya antibodi anti
HIV. Manifestasi klinis infeksi HIV dapat singkat maupun bertahun-tahun kemudian.
Khusus pada bayi di bawah umur 1 tahun, diketahui bahwa viremia sudah dapat
dideteksi pada bulan-bulan awal kehidupan dan tetap terdeteksi hingga usia 1 tahun.
Manifestasi klinis infeksi oportunistik sudah dapat dilihat ketika usia 2 bulan.
Diagnosis

11

Diagnosis definitif laboratoris infeksi HIV pada anak yang berumur kurang dari 18
bulan hanya dapat ditegakkan melalui uji virologik. Hasil yang positif memastikan
terdapat infeksi HIV. Tetapi bila akses untuk uji virologik ini terbatas, WHO
menganjurkan untuk dilakukan pada usia 6-8 minggu, dimana bayi yang tertular in
utero, maupun intra partum dapat tercakup. Pada anak yang didiagnosis infeksi HIV
hanya dengan satu kali pemeriksaan virologik yang positif, harus dilakukan uji antibodi
anti HIV pada usia lebih dari 18 bulan.
Bila seorang bayi yang terpapar infeksi HIV mendapat ASI, ia akan terus berisiko
tertulari HIV selama masa pemberian ASI; karenanya uji virologik negatif pada bayi
yang terus mendapat ASI tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi HIV. Dianjurkan
uji virologik dilakukan setelah bayi tidak lagi mendapat ASI selama minimal 6 minggu.
Bila saat itu bayi sudah berumur 9-18 bulan saat pemberian ASI dihentikan, uji antibodi
dapat dilakukan sebelum uji virologik, karena secara praktis uji antibodi jauh lebih
murah. Bila hasil uji antibodi positif, maka pemeriksaan uji virologik diperlukan untuk
mendiagnosis pasti, meskipun waktu yang pasti anak-anak membuat antibodi anti HIV
pada yang terinfeksi post partum belum diketahui.
Pengobatan
Tatalaksana pada penderita HIV atau yang terpapar HIV harus lengkap, meliputi
pemantauan tumbuh kembang, nutrisi, imunisasi, tatalaksana medikamentosa,
tatalaksana psikologis dan penanganan sisi social yang akan berperan dalam kepatuhan
program pemantauan dan terapi. Pemberian imunisasi harus mempertimbangkan situasi
klinis, status imunologis serta panduan yang berlaku. Panduan imunisasi WHO
berkenaan dengan anak pengidap HIV adalah, selama asimtomatik, semua jenis vaksin
dapat diberikan, termasuk vaksin hidup. Tetapi bila simtomatik, maka pemberian vaksin
polio oral dan BCG sebaiknya dihindari.
Pengobatan medikamentosa mencakupi pemberian obat-obat profilaksis infeksi
oportunistik yang tingkat morbiditas dan mortalitasnya tinggi.
III.6

Meningitis Bakterial

Angka kejadian meningitis bakterial secara keseluruhan belum diketahui dengan pasti.
Insiden meningitis bakterial lebih banyak dijumpai pada laki laki dari pada
perempuan dengan perbandingan 3 : 1. Sekitar 80 % dari seluruh kasus meningitis
bakterial tearjadi pada anak anak dan 70 % dari jumlahb tersebut terjadi pada anak
berusia 1 5 bulan.1
Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti bakteri.
Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan likuor serebrospinal
Mikroorganisme yang sering menyebabkan meningitis berdasarkan usia :
a. 0 3 bulan :
Bakteri penyebab yang tersering seperti Streptococcus grup B, E.Coli, Listeria,
bakteri usus selain E.Coli ( Klebsiella, Serratia spesies, Enterobacter),
streptococcus lain, jamur, nontypeable H.influenza, dan bakteri anaerob

12

b.3 bulan 5 tahun


Bakteri penyebab tersering meningitis pada grup usia ini belakangan seperti
N.meningitidis dam S.Pneumoniae. Meningitis oleh karena Mycobacterium
Tuberculosis jarang, namun harus dipertimbangkan pada daerah dengan
prevalensi tuberculosis yang tinggi dan jika didapatkan anamnesis, gejala klinis,
LCS dan laboratorium yang mendukung diagnosis Tuberkulosis
c. 5 tahun dewasa
Bakteri yang tersering menyebabkan meningitis pada grup usia ini seperti
N.meningitidis dan S.pneumoniae. Mycoplasma pneumonia juga dapat
menyebabkan meningitis yang berat dan meningoencephalitis pada grup usia
ini.
PATOGENESIS
Meningitis Bakterial 1
Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :
1 Alian darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti faringitis,
tonsillitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering
didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman
yang ada dalam cairan otak.
2 Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh
infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus.
3 Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi
lumbal dan mielokel.
4 Meningitis pada neonates dapat terjadi oleh karena:
Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau oleh
kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir
Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria.
Sebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat penyebaran
hematogen. Saluran napas merupakan port of entry utama bagi banyak penyebab
meningitis purulenta. Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur
hematogen mempunyai tahap-tahap sebagai berikut :
1 Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi)
2 Bakteri menembus rintangan mukosa
3 Bakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel fagosit dan
aktivitas bakteriolitik) dan menimbulkan bakteriemia.
4 Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal
5 Bakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal
6 Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.
Bakteri yang menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu melampaui
semua tahap dan masing-masing bakteri mempunyai mekanisme virulensi yang
berbeda-beda, dan masing-masing mekanisme mempunyai peranan yang khusus
pada satu atau lebih dari tahap-tahap tersebut. Terjadinya meningitis bacterial
dipengaruhi oleh interaksi beberapa faktor, yaitu host yang rentan, bakteri penyebab
dan lingkungan yang menunjang.
Faktor Host

13

Beberapa faktor host yang mempermudah terjadinya meningitis:


1 Telah dibuktikan bahwa laki-laki lebih sering menderita meningitis
dibandingkan dengan wanita. Pada neonates sepsis menyebabkan meningitis,
laki-laki dan wanita berbanding 1,7 : 1
2 Bayi dengan berat badan lahir rendah dan premature lebih mudah menderita
meningitis disbanding bayi cukup bulan
3 Ketuban pecah dini, partus lama, manipulasi yang berlebihan selama kehamilan,
adanya infeksi ibu pada akhir kehamilan mempermudah terjadinya sepsis dan
meningitis
4 Pada bayi adanya kekurangan maupun aktivitas bakterisidal dari leukosit,
defisiensi beberapa komplemen serum, seperti C1, C3. C5, rendahnya properdin
serum, rendahnya konsentrasi IgM dan IgA ( IgG dapat di transfer melalui
plasenta pada bayi, tetapi IgA dan IgM sedikit atau sama sekali tidak di transfer
melalui plasenta), akan mempermudah terjadinya infeksi atau meningitis pada
neonates. Rendahnya IgM dan IgA berakibat kurangnya kemampuan
bakterisidal terhadap bakteri gram negatif.
5 Defisiensi kongenital dari ketiga immunoglobulin ( gamma globulinemia atau
dysgammaglobulinemia), kekurangan jaringan timus kongenital, kekurangan sel
B dan T, asplenia kongenital mempermudah terjadinya meningitis
6 Keganasan seperti system RES, leukemia, multiple mieloma, penyakit Hodgkin
menyebabkan penurunan produksi immunoglobulin sehingga mempermudah
terjadinya infeksi.
7 Pemberian antibiotik, radiasi dan imunosupresan juga mempermudah terjadinya
infeksi
8 Malnutrisi
Faktor Mikroorganisme
Penyebab meningitis bakterial terdiri dari bermacam-macam bakteri.
Mikroorganisme penyebab berhubungan erat dengan umur pasien. Pada periode
neonatal bakteri penyebab utama adalah golongan enterobacter terutama
Escherichia Coli disusul oleh bakteri lainnya seperti Streptococcus grup B,
Streptococcus pneumonia, Staphylococuc sp dan Salmonella sp. Sedangkan pada
bayi umur 2 bulan sampai 4 tahun yang terbanyak adalah Haemophillus influenza
type B disusul oleh Streptococcus pneumonia dan Neisseria meningitides. Pada
anak lebih besar dari 4 tahun yang terbanyak adalah Streptococcus pneumonia,
Neisseria meningitides. Bakteri lain yang dapat menyebabkan meningitis bakterial
adalah kuman batang gram negative seperti Proteus, Aerobacter, Enterobacter,
Klebsiella Sp dan Seprata Sp.
Faktor Lingkungan
Kepadatan penduduk, kebersihan yang kurang, pendidikan rendah dan sosial
ekonomi rendah memgang peranan penting untuk mempermudah terjadinya infeksi.
Pada tempat penitipan bayi apabila terjadi infeksi lebih mudah terjadi penularan.
Adanya vektor binatang seperti anjing, tikus, memungkinkan suatu predisposisi,
untuk terjadinya leptospirosis.

14

BAB II
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. MI
Umur
: 2 tahun 4 bulan
Tanggal Lahir
: 27 mei 2011
Jenis Kelamin
: laki - laki
Agama
: Islam
Alamat
: Kramat pulo dalam Rt 09/03 No. 2, Jakarta Pusat
No. CM
: 29.87.15
Tanggal Masuk
: 19 September 2013, Jam 18.33 WIB
Hubungan
: Anak kandung
IDENTITAS ORANG TUA
Nama Ayah
: Tn. MR
Umur
: 42 tahun
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
:Alamat
: Kramat pulo dalam Rt 09/03 No. 2, Jakarta Pusat
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Madura
Nama Ibu
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Agama
Suku Bangsa

: Ny. M
: 40 tahun
: SD
:: Kramat pulo dalam Rt 09/03 No. 2, Jakarta Pusat
: Islam
: Madura

II.
ANAMNESIS
Alloanamnesa ( dengan ibu pasien )
Keluhan Utama
: Demam
Keluhan Tambahan
: nyeri kepala, mual, muntah, batuk, pilek, nafsu makan
menurun, badan lemas.
Riwayat Penyakit Sekarang

15

Pasien datang ke IGD RSMRM dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS.
Demam timbul secara mendadak, terus menerus, dan makin tinggi terutama pada
malam hari. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri kepala, mual, muntah, batuk dan
pilek sejak 3 hari SMRS. Nyeri kepala dirasakan tidak terlalu berat dan mengganggu
penglihatan. Mual dan muntah dirasakan terutama pada saat makan, muntah yang
keluar berupa makanan yang dimakan, dan darah (-). Pasien juga mengeluhkan nafsu
makan menurun dan badan terasa lemas. Pasien BAB setiap hari, dengan konsistensi
feses padat, berwarna kecoklatan, darah (-) dan BAK jarang. Pasien menyangkal
adanya bercak merah pada kulit, mimisan, gusi berdarah, bengkak pada kedua kelopak
mata, dan pegal pada anggota tubuh.
2 hari SMRS, ibu pasien membawa ke Klinik, diberikan 2 macam obat sirup
dan puyer namun demam tidak turun dan tidak ada perubahan gejala. Ibu pasien
mengaku telah bepergian ke Madura, kemudian menurut ibu pasien di sekitar rumahnya
tidak ada tetangganya yang memiliki gejala yang serupa dan dirawat di Rumah Sakit.
Keluhan sakit telinga, keluar cairan dari telinga disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu (yang berhubungan dengan penyakit sekarang)
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang serupa dan dirawat di Rumah Sakit.
Riwayat penyakit paru
Riwayat penyakit jantung
Riwayat penyakit hati
Riwayat alergi
Riwayat diare kronik
Riwayat kejang demam

: disangkal.
: disangkal.
: disangkal.
: disangkal.
: disangkal.
: disangkal.

Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada di keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa.
Riwayat Persalinan
Penderita lahir di bidan dengan riwayat kehamilan G2P1A0. Bayi lahir cukup bulan,
jenis kelamin laki-laki, spontan, segera menangis, berat badan lahir 3000 gram, panjang
badan 42 cm. Riwayat kebiruan pada saat ataupun setelah persalinan tidak ada. Pasien
merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara.
Riwayat perkembangan
Pertumbuhan gigi

: 8 bulan

Psikomotor

: Tengkurap : 4 bulan
Duduk
: 8 bulan
Berdiri
: 10 bulan
Berjalan
: 12 bulan
Berbicara
: 12 tahun
: Perkembangan motorik dalam batas normal

Kesan

16

Riwayat makanan dan minum


Umur

ASI/PASI

Buah/Biskuit

Bubur Susu

Nasi Tim

0 2 bulan
2 4 bulan
4 6 bulan
6 8 bulan
8 10 bulan
10 12 bulan

ASI
ASI
ASI
ASI
ASI
ASI

+
+
+
+

+
+

+
+
+

Riwayat Imunisasi
Menurut ibunya, pasien tidak pernah mendapat imunisasi dasar lengkap.
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ayah penderita berumur
42 tahun, pendidikan SMA dan bekerja sebagai petani. Ibu penderita berumur 40 tahun,
pendidikan SD dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Secara ekonomi, keluarga
penderita tergolong tingkat ekonomi menengah ke bawah.
Riwayat Keluarga
No Tanggal
Kelamin
lahir
1
1995
Perempuan
2
pasien

Persalinan
Spt

Lahir
hidup/mati
Lahir

Abortu
s
-

Meninggal Ket
-

18 th

III.
PEMERIKSAAN FISIK
Tinggi badan
: 90 cm.
Berat badan
: 8 kg.
Tanda tanda vital
:
Tekanan darah
: 100/70 mmHg
Nadi
: 120 x / menit.
Suhu
: 38,3 C.
Pernafasan
: 30 x / menit.
Keadaan umum
Keadaan umum
Kesadaran
Status gizi

: Tampak sakit sedang.


: Compos mentis.
: Baik

Status generalis
Kepala : Normocephal, LK : 49 cm, UUB tertutup
Rambut
: Rambut hitam, lurus, distribusi merata, tidak mudah dicabut

17

Mata : Conjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, Pupil isokor diameter + 3 mm,
Reflex cahaya langsung (+/+), Reflex cahaya tidak langsung (+/+), Cekung pada mata
(-)
Telinga: Daun telinga bentuk tidak ada kelainan, pendengaran +/+
Hidung
: Bentuk tidak ada kelainan, tidak ada napas cuping hidung, mukosa
tidak hiperemis, sekret tidak ada
Mulut : Sianosis tidak ada, Mukosa bibir basah, Trismus
Lidah : Lidah kotor (-), tepi hiperemis
Tonsil : T1 T1 tenang
Tenggorok
: Faring hiperemis (+), granulasi (-)
Leher : Kelenjar Getah Bening tidak teraba
Thoraks
: Simetris saat statis dan dinamis, retraksi tidak ada
Paru
Inspeksi
: Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi
: Tidak teraba massa, fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi
: Suara nafas dasar vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak
ada
Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba pada ICS VI mid clavicula sinistra, tidak
kuat angkat
Perkusi
: Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV mid clavicula dextra
Batas kiri
: ICS V mid clavicula sinistra
Auskultasi
: BJ I II murni, reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Palpasi
: Datar, tegang, nyeri tekan epigastrium (+), Hati dan limpa tidak
teraba pembesaran
Perkusi
: Timpani pada seluruh lapang abdomen
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Edema tungkai atas dan bawah tidak ada, Akral hangat, Rumple Leed
negatif.
Nervi Kranialis : dalam batas normal
Koordinasi
: baik, dalam batas normal
Motorik
: spastik -/- , kekuatan otot baik
Sensorik
: respon positf terhadap rangsangan nyeri
Fungsi Otonom :Sekresi keringat ada
Pemeriksaan neurologis :
Refleks Fisiologis :
Refleks Biceps : +/+ normal
Refleks Triceps : +/+ normal

18

Refleks Patella : +/+ normal


Refleks Achilles : +/+ normal
Reflek Patologis :
Refleks Babinski
Refleks Oppenheim

: -/: -/-

Tanda Rangsang Meningeal :


Kaku kuduk
:Laseque
:Refleks Kernig
:Refleks Brudzinski 1 : Refleks Brudzinski 2 : Refleks Brudzinski 3 : IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah tanggal 19 September 2013 :
Hb
: 12 g/dl.
Leukosit
: 12.000 /mm.
LED
: 10 mm
Ht
: 33 %.
Trombosit
: 716.000 /mm
Widal
: Negatif
Hitung jenis leukosit
Eusinofil : 2%
Segmen : 60%
Limposit : 83%
Monosit : 15%
V.

RESUME
Pasien datang ke IGD RSMRM dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS.
Demam timbul secara mendadak, terus menerus, dan makin tinggi terutama pada
malam hari. Pasien mengeluhkan adanya mual, muntah, batuk dan pilek sejak 3 hari
SMRS. Muntah dirasakan terutama pada saat makan dan batuk, muntah yang keluar
berupa makanan yang dimakan, dan darah (-). Pasien juga mengeluhkan nafsu makan
menurun dan badan terasa lemas. BAB normal dan BAK jarang.
2 hari SMRS, pasien berobat ke Klinik, diberikan obat 2 macam sirup dan puyer
namun demam tidak turun dan tidak ada perubahan gejala.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TB: 90 cm. BB: 8 kg. Composmentis dan
tampak sakit sedang dengan tekanan darah: 100/70 mmHg, nadi: 115 x/menit, suhu:
37,1C, pernafasan: 26x/menit. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan
epigastrium (+), sedangkan uji RL (-).

19

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb: 12 g/dl, Leukosit : 12.000 /mm, Ht :


33 %, Trombosit : 716.000 /mm, Widal : Negatif, Hitung jenis leukosit : Eusinofil :
2%, Segmen : 60%, Limposit : 83%, Monosit : 15%
VI.

DIAGNOSA KERJA
Observasi demam hari ke 3 + vomitus
Faringitis akut

VII. DIAGNOSA BANDING


- Demam dengue
- DHF
- Demam tifoid
VIII. RENCANA PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan darah lengkap: Hb, Ht, Trombosit, Leukosit tiap 24 jam
- Pemeriksaan lumbal pungsi
IX.
TATA LAKSANA
KURATIF
1. IVFD RL 10 tpm (makro)
2. Paracetamol syr 3x 5 ml ( Bila suhu > 37,5C)
3. Domperidone syr 3x 5ml (b/p)
4. Awasi tanda tanda vital ( TD, Nadi, RR, S )
5. Awasi tanda tanda perdarahan
6. Periksa darah rutin setiap 24 jam
PROMOTIF
Banyak minum
Makanan yang bergizi
Diet lunak (bubur)
PREFENTIF
Tidak makan sembarangan
Memcuci tangan sebelum makan
X.
PROGNOSA
Quo ad vitam
Quo ad fungsionam
Quo ad sanationam
XI.

: Dubia ad bonam.
: Dubia ad bonam.
: Dubia ad bonam.

PERJALANAN PENYAKIT
19 September 2013

Demam (+), Mual (+), muntah (+) 1x, batuk pilek (+), badan lemas (+),
makan sedikit (2-3 sendok), gusi berdarah (-), mimisan (-), BAB dan BAK
tidak ada keluhan.

20

Ku/Ks : sakit sedang / CM


TD : 100/70 mmhg
N : 100 x/menit
R : 30 x / menit
S : 37,7 0 C
Status generalis
Kepala : Normocephal, LK : 49 cm, UUB tertutup
Rambut
: Rambut hitam, lurus, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Conjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, Pupil isokor
diameter + 3 mm, Reflex cahaya langsung (+/+), Reflex cahaya tidak
langsung (+/+), Cekung pada mata (-)
Telinga: Daun telinga bentuk tidak ada kelainan, pendengaran +/+
Hidung
: Bentuk tidak ada kelainan, tidak ada napas cuping hidung,
mukosa tidak hiperemis, sekret tidak ada
Mulut : Sianosis tidak ada, Mukosa bibir basah, Trismus
Lidah : Lidah kotor (-), tepi hiperemis
Tonsil : T1 T1 tenang
Tenggorok
: Faring hiperemis (+), granulasi (-)
Leher : Kelenjar Getah Bening tidak teraba
Thoraks
: Simetris saat statis dan dinamis, retraksi tidak ada
Paru
Inspeksi
: Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi
: Tidak teraba massa, fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi
: Suara nafas dasar vesikuler, rhonki tidak ada,
wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba pada ICS VI mid clavicula
sinistra, tidak kuat angkat
Perkusi
: Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV mid clavicula dextra
Batas kiri
: ICS V mid clavicula sinistra
Auskultasi
: BJ I II murni, reguler, murmur tidak ada, gallop
tidak ada
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Palpasi
: Datar, tegang, nyeri tekan epigastrium (+), Hati dan
limpa tidak teraba pembesaran
Perkusi
: Timpani pada seluruh lapang abdomen
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Edema tungkai atas dan bawah tidak ada, Akral hangat,
Rumple Leed negatif.
Nervi Kranialis : Trismus positif

21

Koordinasi
: baik, dalam batas normal
Motorik
: spastik -/Sensorik
: respon positif terhadap rangsangan nyeri
Fungsi Otonom : Sekresi keringat ada
Pemeriksaan neurologis :
Refleks Fisiologis :
Refleks Biceps : +/+ normal
Refleks Triceps : +/+ normal
Refleks Patella : +/+ normal
Refleks Achilles : +/+ normal
Reflek Patologis :
Refleks Babinski
Refleks Oppenheim

: -/: -/-

Tanda Rangsang Meningeal :


Kaku kuduk
:Laseque
:Refleks Kernig
:Refleks Brudzinski 1 : Refleks Brudzinski 2 : Refleks Brudzinski 3 : Lab :

A
P

Hb
: 12 g/dl.
Leukosit
: 12.000 /mm.
LED
: 10 mm
Ht
: 33 %.
Trombosit
: 716.000 /mm
Widal
: Negatif
Hitung jenis leukosit
Eusinofil : 2%
Segmen : 60%
Limposit : 83%
Monosit : 15%
Observasi demam hari ke 4 ec viral infection
Faringitis akut
susp. DD, DHF
- IVFD RL 10 tpm (makro)
- Paracetamol syr 3x 5 ml ( Bila suhu > 37,5C)
- Domperidone syr 3x 5ml (b/p)
- Diet lunak (bubur)
- Awasi Vital sign
- Pemeriksaan H2TL/24 jam

22

Awasi tanda-tanda perdarahan

Follow up
20 September 2013
S
O

Demam (-), Nyeri kepala (+), Lemas (+), batuk pilek (+), Mual dan muntah
(+) 2x, Makan sedikit (1-2 sendok), gusi berdarah (-), mimisan (-), BAB dan
BAK normal
Ku/Ks : sakit sedang / CM
TD : 110/80 mmhg
N : 104 x/menit
R : 32 x / menit
S : 36,2 0 C
Status generalis
Kepala : Normocephal, LK : 49 cm, UUB tertutup
Rambut
: Rambut hitam, lurus, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Conjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, Pupil isokor
diameter + 3 mm, Reflex cahaya langsung (+/+), Reflex cahaya tidak
langsung (+/+), Cekung pada mata (-)
Telinga: Daun telinga bentuk tidak ada kelainan, pendengaran +/+
Hidung
: Bentuk tidak ada kelainan, tidak ada napas cuping hidung,
mukosa tidak hiperemis, sekret tidak ada
Mulut : Sianosis tidak ada, Mukosa bibir basah, Trismus
Lidah : Lidah kotor (-), tepi hiperemis
Tonsil : T1 T1 tenang
Tenggorok
: Faring hiperemis (+), granulasi (-)
Leher : Kelenjar Getah Bening tidak teraba
Thoraks
: Simetris saat statis dan dinamis, retraksi tidak ada
Paru
Inspeksi
: Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi
: Tidak teraba massa, fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi
: Suara nafas dasar vesikuler, rhonki tidak ada,
wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba pada ICS VI mid clavicula
sinistra, tidak kuat angkat
Perkusi
: Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV mid clavicula dextra
Batas kiri
: ICS V mid clavicula sinistra

23

Auskultasi
: BJ I II murni, reguler, murmur tidak ada, gallop
tidak ada
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Palpasi
: Datar, tegang, nyeri tekan epigastrium (+), Hati dan
limpa tidak teraba pembesaran
Perkusi
: Timpani pada seluruh lapang abdomen
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Edema tungkai atas dan bawah tidak ada, Akral hangat,
Rumple Leed negatif.
Nervi Kranialis : Trismus positif
Koordinasi
: baik, dalam batas normal
Motorik
: spastik +/+ , kekuatan otot tidak bisa dinilai
Sensorik
: respon positif terhadap rangsangan nyeri
Fungsi Otonom : Sekresi keringat ada
Pemeriksaan neurologis :
Refleks Fisiologis :
Refleks Biceps : +/+ normal
Refleks Triceps : +/+ normal
Refleks Patella : +/+ normal
Refleks Achilles : +/+ normal
Reflek Patologis :
Refleks Babinski
Refleks Oppenheim

: -/: -/-

Tanda Rangsang Meningeal :


Kaku kuduk
:Laseque
:Refleks Kernig
:Refleks Brudzinski 1 : Refleks Brudzinski 2 : Refleks Brudzinski 3 : Lab :

Hb
: 12,5 g/dl.
Leukosit
: 11.200 /mm.
LED
: 10 mm
Ht
: 34 %.
Trombosit
: 718.000 /mm
Widal
: Negatif
Hitung jenis leukosit

24

A
P

Eusinofil : 2%
Segmen : 60%
Limposit : 82%
Monosit : 16%
Observasi demam hari ke 5 + viral infection
Faringitis akut
susp. DD, DHF
- IVFD RL 10 tpm (makro)
- Paracetamol syr 3x 5 ml ( Bila suhu > 37,5C)
- Domperidone syr 3x 5ml (b/p)
- Diet lunak (bubur)
- Awasi Vital sign
- Pemeriksaan H2TL/24 jam
- Awasi tanda-tanda perdarahan
21 September 2013

S
O

Demam (-), Nyeri kepala (+), batuk pilek (+), Lemas (+), Mual dan
muntah (+) 3x, Tidak mau makan, gusi berdarah (-), mimisan (-), BAB
dan BAK (-)
Ku/Ks : tampak sakit ringan / cm
TD : 100/60 mmhg
N : 110 x/menit
R : 28 x / menit
S : 36,30 C
Status generalis
Kepala : Normocephal, LK : 49 cm, UUB tertutup
Rambut
: Rambut hitam, lurus, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
Mata : Conjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, Pupil isokor
diameter + 3 mm, Reflex cahaya langsung (+/+), Reflex cahaya tidak
langsung (+/+), Cekung pada mata (-)
Telinga: Daun telinga bentuk tidak ada kelainan, pendengaran +/+
Hidung
: Bentuk tidak ada kelainan, tidak ada napas cuping
hidung, mukosa tidak hiperemis, sekret tidak ada
Mulut : Sianosis tidak ada, Mukosa bibir basah
Lidah : Lidah kotor (-), tepi hiperemis
Tonsil : T1 T1 tenang
Tenggorok
: Faring hiperemis (+), granulasi (-)
Leher : Kelenjar Getah Bening tidak teraba
Thoraks
: Simetris saat statis dan dinamis, retraksi tidak ada
Paru
Inspeksi
: Simetris saat statis dan dinamis

25

Palpasi
: Tidak teraba massa, fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi
: Suara nafas dasar vesikuler, rhonki tidak ada,
wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba pada ICS VI mid clavicula
sinistra, tidak kuat angkat
Perkusi
: Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV mid clavicula dextra
Batas kiri
: ICS V mid clavicula sinistra
Auskultasi
: BJ I II murni, reguler, murmur tidak ada, gallop
tidak ada
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Palpasi
: Datar, tegang, nyeri tekan epigastrium (+), Hati
dan limpa tidak teraba pembesaran
Perkusi
: Timpani pada seluruh lapang abdomen
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Edema tungkai atas dan bawah tidak ada, Akral hangat,
Rumple Leed negatif.
Nervi Kranialis : dalam batas normal
Koordinasi
: baik
Motorik
: dalam batas normal
Sensorik
: respon positif terhadap rangsangan nyeri
Fungsi Otonom : Sekresi keringat ada
Pemeriksaan neurologis :
Refleks Fisiologis :
Refleks Biceps : +/+ normal
Refleks Triceps : +/+ normal
Refleks Patella : +/+ normal
Refleks Achilles : +/+ normal
Reflek Patologis :
Refleks Babinski
Refleks Oppenheim

: -/: -/-

Tanda Rangsang Meningeal :


Kaku kuduk
:Laseque
:Refleks Kernig
:Refleks Brudzinski 1 : Refleks Brudzinski 2 : -

26

Refleks Brudzinski 3 : Lab :

A
P

12.0
0

Hb
: 11 g/dl.
Leukosit
: 13.000 /mm.
LED
: 15 mm
Ht
: 36 %.
Trombosit
: 720.000 /mm
Widal
: Negatif
Hitung jenis leukosit
Eusinofil : 2%
Segmen : 60%
Limposit : 80%
Monosit : 17%
Observasi demam hari ke 6 ec viral infection
Faringitis akut
susp. DD, DHF
- IVFD RL 10 tpm (makro)
- Paracetamol syr 3x 5 ml ( Bila suhu > 37,5C)
- Domperidone syr 3x 5ml (b/p)
- Diet lunak (bubur)
- Awasi Vital sign
- Pemeriksaan H2TL/24 jam
- Awasi tanda-tanda perdarahan
S : Demam (+), kejang 1x 7menit
Seluruh badan kaku, mata mengarah keatas, ekstremitas kiri tidak
dapat digerakkan dan tanpa penurunan kesadaran. Anak tampak
menangis dan meminta minum setelah kejang
O : ku/ kes : Tampak sakit berat/ Apatis
TD : 110/70 mmhg, N : 150x/m, S : 39,8oc, R: 60x/m
Mata : Conjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, Pupil isokor
diameter + 3 mm, Reflex cahaya langsung (+/+), Reflex cahaya tidak
langsung (+/+), Cekung pada mata (-)
Hidung : Bentuk tidak ada kelainan, napas cuping hidung (+),
mukosa tidak hiperemis, sekret tidak ada
Mulut : Sianosis tidak ada, Mukosa bibir basah, Trismus
Lidah : Lidah kotor (-), tepi hiperemis
Leher : kaku kuduk (+)
Thoraks: Simetris saat statis dan dinamis, retraksi dinding nafas (+)
Paru
Inspeksi
: Simetris saat statis dan dinamis
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas dasar vesikuler, rhonki +/-,
wheezing -/-

27

Jantung
Auskultasi : BJ I II murni, reguler, murmur tidak ada,
gallop tidak ada
Abdomen
Inspeksi
: Datar, turgor kulit lambat
Palpasi
: Datar, tegang, nyeri tekan epigastrium
(+), Hati dan limpa tidak teraba pembesaran
Perkusi
: Timpani pada seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Edema tungkai atas dan bawah tidak ada, Akral
hangat, Rumple Leed negatif.
Nervi Kranialis : Trismus positif
Koordinasi
: Tidak bisa dinilai
Motorik
: spastik +/+ , kekuatan otot tidak bisa dinilai
Sensorik
: respon negatif terhadap rangsangan nyeri
Fungsi Otonom : Sekresi keringat ada
Pemeriksaan neurologis :
Refleks Fisiologis :
Refleks Biceps : +/+ normal
Refleks Triceps : +/+ normal
Refleks Patella : +/+ normal
Refleks Achilles : +/+ normal
Reflek Patologis :
Refleks Babinski
: -/Refleks Oppenheim : -/Tanda Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk
:+
Laseque
:Refleks Kernig
:Refleks Brudzinski 1
:Refleks Brudzinski 2
:Refleks Brudzinski 3
:A:
Faringitis akut
Observasi febris hari ke 6 ec viral infection
Kejang demam sederhana
Db : meningitis, ensefalitis, abses otak
P : Instruksi dr.Christina Sp.A
Inj. Seftriakson 2x 500 mg (iv)

28

15.0
0

Diazepam 4mg (iv)


Novalgin 90mg b/p
Domperidone syr 3x 5ml
O2 nassal 2L
Ngt bila ada penurunan kesadaran
Observasi vital sign, dan kejang setiap 1jam
S : demam (+), lemas (+), mengantuk (+), riwayat kejang
O : ku/ kes : Tampak sakit berat/ Apatis
TD 90/60 mmhg, N : 146x/m, R : 62x/m, S : 38,7oc
GCS : E2M4V1
Status generalis
Mata : pupil isokor midriasis +/+, reflek cahaya -/Hidung : deviasi septum (-), nafas cuping hidung (+)
Mulut : Trismus
Leher : kaku kuduk (+)
Thoraks: Simetris saat statis dan dinamis, retraksi dinding nafas (+)
Paru
Inspeksi
: Simetris saat statis dan dinamis
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi
: Suara nafas dasar vesikuler, rhonki +/-, wheezing
-/Jantung
Auskultasi
: BJ I II murni, reguler, murmur tidak ada, gallop
tidak ada
Abdomen
Inspeksi
: Datar, tugor kulit lambat
Palpasi
: Datar, tegang, nyeri tekan epigastrium (+), Hati
dan limpa tidak teraba pembesaran
Perkusi
: Timpani pada seluruh lapang abdomen
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Nervi Kranialis : Trismus positif
Koordinasi
: Tidak bisa dinilai
Motorik
: spastik +/+ , kekuatan otot tidak bisa dinilai
Sensorik
: respon negatif terhadap rangsangan nyeri
Fungsi Otonom : Sekresi keringat ada
Pemeriksaan neurologis :
Refleks Fisiologis :
Refleks Biceps : +/+ normal
Refleks Triceps : +/+ normal
Refleks Patella : +/+ normal
Refleks Achilles : +/+ normal
Reflek Patologis :

29

Refleks Babinski
Refleks Oppenheim

: -/: -/-

Tanda Rangsang Meningeal :


Kaku kuduk
:+
Laseque
:Refleks Kernig
:+
Refleks Brudzinski 1 : +
Refleks Brudzinski 2 : +
Refleks Brudzinski 3 : A:

19.0
0

Faringitis aku
Observasi febris hari ke 6 ec viral infection
Kejang demam sederhana
Db : meningitis, ensefalitis, abses otak
P : Instruksi dr.Christina Sp.A
IVFD RL 40 tpm (makro)
NGT sonde 20cc/ 3jam dinaikkan bertahap
Inj. Seftriakon 2x 500 mg (iv)
Diazepam 4mg (iv)
Novalgin 90mg b/p
Domperidone syr 3x 5ml
O2 nassal 1-2 litter
Cek : h2tl elektrolit dan GDS
Observasi vital sign, dan kejang tiap 1jam
S : penurunan kesadaran (+), demam (-), muntah (-), kejang (-)
O : ku/ kes : apatis
TD : 100/70 mmhg, N : 160x/m, R : 42x/m, S : 38,7oc
GCS : E2M4V1
Status generalis
Mata : pupil isokor midriasis +/+, reflek cahaya -/Hidung : nafas cuping hidung (-)
Mulut : Trismus
Leher : kaku kuduk (+)
Thoraks: Simetris saat statis dan dinamis, retraksi tidak ada
Paru
Inspeksi
: Simetris saat statis dan dinamis
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi
: Suara nafas dasar vesikuler, rhonki +/-, wheezing
-/Jantung
Auskultasi
: BJ I II murni, reguler, murmur tidak ada, gallop
tidak ada

30

Abdomen
Inspeksi
: Datar, turgor kulit lambat
Palpasi
: Datar, tegang, nyeri tekan epigastrium (+), Hati
dan limpa tidak teraba pembesaran
Perkusi
: Timpani pada seluruh lapang abdomen
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Nervi Kranialis : Trismus positif
Koordinasi
: dalam batas normal
Motorik
: dalam batas normal
Sensorik
: respon positif terhadap rangsangan nyeri
Fungsi Otonom : Sekresi keringat ada
Pemeriksaan neurologis :
Refleks Fisiologis :
Refleks Biceps : +/+ normal
Refleks Triceps : +/+ normal
Refleks Patella : +/+ normal
Refleks Achilles : +/+ normal
Reflek Patologis :
Refleks Babinski
Refleks Oppenheim

: -/: -/-

Tanda Rangsang Meningeal :


Kaku kuduk
:Laseque
:Refleks Kernig
:Refleks Brudzinski 1 : Refleks Brudzinski 2 : Refleks Brudzinski 3 : Hasil lab :
GDS : 71 mg/dl
H2tl
Hb
: 12 g/dl.
Leukosit
: 23.000 /mm.
LED
: 40 mm
Ht
: 33 %.
Trombosit
: 719.000 /mm
Widal
: Negatif
Hitung jenis leukosit
Eusinofil : 2%
Segmen : 60%

31

Limposit : 83%
Monosit : 15%
Elektrolit :
Kalium : 3,6
Natrium : 141
Klorida : 102
A:
Faringitis akut
Observasi febris hari ke 6 ec viral invection
Kejang demam sederhana
Suspek meningitis bakterial
Db : ensefalitis
P : terapi lanjut, pantau ttv
Instruksi rujuk dan edukasi keluarga pasien
22 September 2013

Demam (+), penurunan kesadaran (-), kejang (-), keringat dingin (+),
lemas (-), BAB (-), BAK (+)

Ku/Ks : tampak sakit ringan/ cm


TD : 110/70 mmhg
N : 176 x/menit
R : 70 x / menit
S : 37 0 C
Status generalis
Kepala : Normocephal, LK : 49 cm, UUB tertutup
Rambut
: Rambut hitam, lurus, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
Mata : Conjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, Pupil isokor
diameter + 3 mm, Reflex cahaya langsung (+/+), Reflex cahaya tidak
langsung (+/+), Cekung pada mata (-)
Telinga: Daun telinga bentuk tidak ada kelainan, pendengaran +/+
Hidung
: Bentuk tidak ada kelainan, tidak ada napas cuping
hidung, mukosa tidak hiperemis, sekret tidak ada
Mulut : Sianosis tidak ada, Mukosa bibir basah, Trismus
Lidah : Lidah kotor (-), tepi hiperemis
Tonsil : T1 T1 tenang
Tenggorok
: Faring tidak daoat dinilai
Leher : Kelenjar Getah Bening tidak teraba
Thoraks
: Simetris saat statis dan dinamis, retraksi tidak ada
Paru
Inspeksi
: Simetris saat statis dan dinamis

32

Palpasi
: Tidak teraba massa, fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi
: Suara nafas dasar vesikuler, rhonki +/+,
wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba pada ICS VI mid clavicula
sinistra, tidak kuat angkat
Perkusi
: Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV mid clavicula dextra
Batas kiri
: ICS V mid clavicula sinistra
Auskultasi
: BJ I II murni, reguler, murmur tidak ada, gallop
tidak ada
Abdomen
Inspeksi
: Datar, turgor kulit lambat
Palpasi
: Datar, tegang, nyeri tekan epigastrium (+), Hati
dan limpa tidak teraba pembesaran
Perkusi
: Timpani pada seluruh lapang abdomen
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Edema tungkai atas dan bawah tidak ada, Akral hangat,
Rumple Leed negatif.
Nervi Kranialis : Trismus positif
Koordinasi
: dalam batas normal
Motorik
: spastik +/+ , kekuatan dalam batass normal
Sensorik
: respon positif terhadap rangsangan nyeri
Fungsi Otonom : Sekresi keringat ada
Pemeriksaan neurologis :
Refleks Fisiologis :
Refleks Biceps : +/+ normal
Refleks Triceps : +/+ normal
Refleks Patella : +/+ normal
Refleks Achilles : +/+ normal
Reflek Patologis :
Refleks Babinski
Refleks Oppenheim

: -/: -/-

Tanda Rangsang Meningeal :


Kaku kuduk
:Laseque
:Refleks Kernig
:Refleks Brudzinski 1 : Refleks Brudzinski 2 : -

33

Refleks Brudzinski 3 : A

13.0
0
20.3
0

Faringitis akut
Observasi febris hari ke 7 ec viral infection
Kejang demam sederhana
Suspek meningitis bakterial
Db : Ensefalitis, Abses otak
- IVFD RL 40 tpm (makro)
- NGT sonde 20cc/ 3jam dinaikkan bertahap
- Paracetamol syr 3x 5 ml ( Bila suhu > 37,5C)
- Inj Seftriakson 2x 500 mg (iv)
- Domperidone syr 3x 5ml (b/p)
- Diazepam 4mg (jika kejang)
- Novalgin 90mg (b/p)
- Observasi vital sign, dan kejang tiap 1jam
Infus flebitis dan lepas NGT
Infus dipasang kembali
IVFD RL 10 tpm (makro)
23 September 2013

Demam (-), Penurunan kesadaran, kejang (-), muntah (-), batuk (-), pilek (-)
BAB (-), BAK (+), nafsu makan membaik

Ku/Ks : tampak sakit ringan / cm


N : 100 x/menit
R : 30 x / menit
S : 36,8 0 C
Status generalis
Kepala : Normocephal, LK : 49 cm, UUB tertutup
Rambut
: Rambut hitam, lurus, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Conjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, Pupil isokor
diameter + 3 mm, Reflex cahaya langsung (-/-), Reflex cahaya tidak
langsung (-/-), Cekung pada mata (-)
Telinga: Daun telinga bentuk tidak ada kelainan, pendengaran +/+
Hidung
: Bentuk tidak ada kelainan, tidak ada napas cuping hidung,
mukosa tidak hiperemis, sekret tidak ada
Mulut : Sianosis tidak ada, Mukosa bibir basah
Lidah : Lidah kotor (-), tepi hiperemis
Tonsil : T1 T1 tenang

34

Tenggorok
: Faring hiperemis (-)
Leher : Kelenjar Getah Bening tidak teraba, kaku kuduk (-)
Thoraks
: Simetris saat statis dan dinamis, retraksi tidak ada
Paru
Inspeksi
: Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi
: Tidak teraba massa, fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi
: Suara nafas dasar vesikuler, rhonki tidak ada,
wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba pada ICS VI mid clavicula
sinistra, tidak kuat angkat
Perkusi
: Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV mid clavicula dextra
Batas kiri
: ICS V mid clavicula sinistra
Auskultasi
: BJ I II murni, reguler, murmur tidak ada, gallop
tidak ada
Abdomen
Inspeksi
: Datar, turgor kulit lambat
Palpasi
: Datar, tegang, nyeri tekan epigastrium (+), Hati dan
limpa tidak teraba pembesaran
Perkusi
: Timpani pada seluruh lapang abdomen
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Edema tungkai atas dan bawah tidak ada, Akral hangat,
Rumple Leed negatif.
Nervi Kranialis : dalam batas normal
Koordinasi
: baik
Motorik
: dalam batas normal
Sensorik
: respon positif terhadap rangsangan nyeri
Fungsi Otonom : Sekresi keringat ada
Pemeriksaan neurologis :
Refleks Fisiologis :
Refleks Biceps : +/+ normal
Refleks Triceps : +/+ normal
Refleks Patella : +/+ normal
Refleks Achilles : +/+ normal
Reflek Patologis :
Refleks Babinski
Refleks Oppenheim

: -/: -/-

Tanda Rangsang Meningeal :

35

Kaku kuduk
Laseque
Refleks Kernig
Refleks Brudzinski 1
Refleks Brudzinski 2
Refleks Brudzinski 3
A

::::::-

Faringitis akut
Observasi febris hari-8 ec viral infection
Kejang demam sederhana
Suspek meningitis bakterial
Db : ensefalitis, abses otak
- IVFD KAEN 1B + KCL 10 Meq 10 tpm (makro)
- O2 nassal 1-2 litter
- Paracetamol syr 3x 5 ml ( Bila suhu > 37,5C)
- Inj. Seftriakson 2x 500mg (iv)
- Domperidone syr 3x 5ml (b/p)
- Fenitoin 175mg 12jam kemudian 80mg
- Awasi Vital sign
Pasien di edukasi boleh pulang jika tidak kejang selama 24jam dan
tidak demam selama 24jam

TANGGAL 23 SEPTEMBER 2013


Pasien pulang dengan persetujuan yang didapat dari dokter dan obat yang tersisa
diteruskan penggunaannya oleh pasien di rumah.
Obat pasien adalah:
- Parasetamol 3 x1 tab (500 mg) bila demam
- Lafidryil 3 x 1 C
- Domperidone 3x 5ml
- Cefadroxil 2x 5ml(125mg)
Dengan Anjuran:

Makan makanan yang bergizi dan minum yang banyak

Istirahat yang cukup

Kontrol ke poli anak kurang lebih 3 hari setelah keluar dari rumah sakit
DIAGNOSIS AKHIR
Faringitis akut
Observasi demam hari ke 8 ec viral infection
Kejang demam sederhana
Suspek meningitis bakterial

36

Diagnosis banding : Ensefalitis


RENCANA PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan darah lengkap: Hb, Ht, Trombosit, Leukosit
- Pemeriksaan lumbal pungsi

DISKUSI
Menurut Hannah Chow-Johnson, asisten profesor di Loyola University Chicago
Stritch School of Medicine demam tinggi secara tak langsung "memaksa" seorang anak
untuk memperlambat aktivitasnya, istirahat, dan tidur, hal yang penting dalam
memulihkan kesehatannya.
Berdasarkan penyebabnya demam dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu
demam infeksi, demam non-infeksi, dan demam fisiologis. Salah satunya adalah
demam infeksi yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri.
Demam Viral adalah sebuah demam yang terjadi karena infeksi virus. Jenis
demam ini biasanya terjadi selama 9 hari. Jenis demam ini demam juga disertai dengan
infeksi tenggorokan. demam kebanyakan disebabkan oleh infeksi virus, dan akan
hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari yang perlu dilakukan orang tua adalah
memastikan anaknya terhidrasi dengan benar, untuk menghindari dehidrasi.
Dari keluhan demam yang di alami pasien timbul secara mendadak, terus
menerus, dan makin tinggi terutama pada malam hari dan membaik dengan pemberian
antipiretik.
Meningitis adalah infeksi yang terjadi di meningens yang banyak disebabkan
oleh bakteri. Pasien meningitis umumnya datang dengan keluhan utama deman, nyeri
kepala, batuk, pilek, hingga saat perawatan kejang, dan penurunan kesadaran.
Pada pasien ini ditemukan keluhan utama demam, yang merupakan respon
tubuh atau gejala dari sebuah infeksi penyakit, kemudian pasien mengelukan batuk dan
pilek pada pemeriksaan fisik ditemukan faring hiperemis. Infeksi pada saluran nafas
akut atau ISPA khususnya faringitis akut pada pasien ini menunjukan adanya port
dentree utama pada penularan meningitis. Virus, bakteri, dan jamur ini disebarkan
melalui pertukaran udara pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk
secara inhalasi kemudian hematogen ke dalam cairan serebrospinal dan
memperbanayak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak
dan otak.
Selain itu, pasien ini juga mengalami demam dan kejang. Pasien yang datang
dengan keluhan ini kita bisa berpikir dan mengarahkan berbagai diangnosis yang
mungkin seperti meningitis, ensefalitis dan berbagai kemungkinan yang lain. Untuk

37

membantu kita menegakkan diagnosis, diperlukan pemeriksaan fisik dan penunjang


lainya.
Dari anamnesis pada pasien ini ditemukan bahwa riwayat imunisasi yang tidak
dilakukan sama sehingga memungkinkan lemahnya sistem pertahanan tubuh pasien
terhadap respon penyakit. Pemeriksaan fisik pada pasien ini ditemukan dalam keadaan
apatis. Pasien ini juga ditemukan adanya kaku kuduk, refleks kernig (+), refleks
brudzinski 1 (+), refleks brudzinski 2 (+). Kaku kuduk adalah salah satu gejala ada nya
rangsangan pada meningens yang bisa salah satunya disebabkan oleh infeksi. Adanya
trismus dan spasme bisa membantu kita dalam menentukan diagnosis meningitis pada
pasien ini.
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin

Hb
: 12 g/dl.
Leukosit
: 12.000 /mm.
LED
: 10 mm
Ht
: 33 %.
Trombosit
: 716.000 /mm
Widal
: Negatif
Hitung jenis leukosit
Eusinofil : 2%
Segmen : 60%
Limposit : 83%
Monosit : 15

Peningkatan limposit menunjukan adanya infeksi virus yang menyebabkan


keluhan demam yang memdadak pada pasien dan menbaik dengan pemberian
antipiretik.
Kemudian yang sangat penting pada pasien yang saya curigai meningitis adalah
pemeriksaan LCS dengan lumbal pungsi. Pada pasien ini belum dilakukan Lumbal
pungsi.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat
ditegakkan diagnosis Faringitis akut, Observasi febris hari -8 ec viral infection, Kejang
demam sederhana dan suspek meningitis bakterial kemudian saya diagnosis banding
dengan ensefalitis. Untuk lebih memastikan diagnosis, kita dapat melakukan
pemeriksaan CT-Scan dan lumbal pungsi.
Terapi yang diberikan pada pasien meningitis adalah terapi antibiotik dan terapi
suportif. Terapi antibiotik yang diberikan adalah terapi empiris sampai hasil kultur dan
uji sentivitas ada. Antibiotik yang digunakan berupa seftriakson 2x 500 mg (iv),
Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara lain
umur pasien, jenis mikroorganisme, berat ringannya infeksi, lamanya sakit sebelum
mendapat pengobatan, dan kepekaan bakteri terhadap antibiotik yang diberikan.

38

39

Anda mungkin juga menyukai