KEPERAWATAN MATERNITAS
DISUSUN OLEH :
KELAS 2A
i
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah
melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Adapun judul Makalah ini yang
penulis ambil adalah “MAKALAH SISTEM GANGGUAN RESPRODUKSI
MIOMA UTERI”
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu
metode pembelajaran bagi mahasiswa-mahasiswi Politeknik Kesehatan Kemenkes
Malang Ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini,
diantaranya :
Demikian akhir kata dari penulis, semoga makalah ini bermanfaat bagi
semua pihak dan pembelajaran budaya khususnya dalam segi teoritis sehingga
dapat membuka wawasan ilmu budaya serta akan menghasilkan yang lebih baik di
masa yang akan datang.
Wasallamualaikum Wr.Wb
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan.............................................................................................36
3.2 Saran .......................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................37
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Berdasarkan uraian di atas, maka kelompok merasa tertarik untuk
membahas mengenai masalah mioma uteri ini dengan menggunakan metode
pendekatan manajemen “asuhan keperawatan dengan gangguan sistem reproduksi
mioma uteri “.[ CITATION Wia20 \l 1033 ]
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang berasal
dari otot polos dan jaringan ikat fibrous.Biasa juga disebut fibromioma uteri,
leiomioma uteri atau uterine fibroid.Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang
sering ditemukan pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah produktif
(menopouse).Mioma uteri jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi
kerusakan reproduksi dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif
berupa infertilitas, abortus spontan, persalinan premature dan malpresentasi [ CITATION
Asp17 \l 1033 ].
Mioma uteria dalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-sel jaringan otot
polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen.1,2 Mioma uteri merupakan tumor pelvis
yang terbanyak pada organ reproduksiwanita. Kejadian mioma uteri sebesar 20 – 40%
pada wanita yang berusia lebih dari 35 tahun dan sering menimbulkan gejala klinis
berupa menorrhagia dan dismenorea. Selain itu mioma juga dapat menimbulkan
kompresi pada traktus urinarius, sehingga dapat menimbulkan gangguan berkemih
maupun tidak dapat menahan berkemih.
Dari berbagai pengertian dapat disimpulkan bahwa Mioma Uteri adalah suatu
pertumbuhan jinak dari otot-otot polos, tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikat,
neoplasma yang berasal dari otot uterus yang merupakan jenis tumor uterus yang
paling sering, dapat bersifat tunggal, ganda, dapat mencapai ukuran besar, biasanya
mioma uteri banyak terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35
tahun.
Nyeri akut pada post operasi mioma uteri memiliki tanda dan gejala mayor
maupun minor sebagai berikut [ CITATION Tim16 \l 1033 ].
3
2. Secara objektif tampak meringis, bersikap protektif (misalnya, waspada,
posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat dan sulit
tidur.
b. Tanda dan gejala minor:
1. Secara subjektif tidak ada gejala minor dari nyeri akut.
2. Secara objektif nyeri akut ditandai dengan tekanan darah meningkat, pola
napas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik
diri, berfokus pada diri sendiri, dan diaforesis.
Gejalah klinis lain yang dapat timbul pada mioma uteri menurut [ CITATION
Arm17 \l 1033 ] adalah sebagai berikut.
2.3 Etiologi
Menurut Astuti ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri.
1) Umur .
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan sekitar 40%-
50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan sebelum
menarche (sebelum mendapatkan haid).
2) Hormon Endogen (endogenous hormonal)
4
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan
miometrium normal.
3) Riwayat keluarga Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma
dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.
4) Makanan Makanan di laporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red
meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau
menurunkan insiden menurunkan mioma uteri
5) Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen
dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini mempercepat
pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin
berhubungan dengan respon dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti
peningkatan produksi reseptor progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal
6) Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan dengan
wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau 2 (2) kali. Faktor
terbentuknya tumor:
a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya replikasi pada saat sel sel
yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika yang
diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkan kanker
pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap kanker payudara, tidak serta
merta semua anak gandisnya akan mengalami hal yang sama, karena sel
yang mengalami kesalahan genetik harus mengalami kerusakan terlebih
dahulu sebelum berubah menjadi sel kanker. Secara internal, tidak dapat
dicegah namun faktor eksternal dapat dicegah. Menurut WHO, 10%-15%
kanker, disebabkan oleh faktor internal dan 85%, disebabkan oleh faktor
eksternal[ CITATION Asp17 \l 1033 ]
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,
makanan, radiasi dan berasal dari bahan kimia, baik bahan kimia yang
ditambahkan pada makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari
polusi. Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan seperti pengawet
5
dan pewarna makanan cara memasak juga dapat mengubah makanan
menjadi senyawa kimia yang berbahaya. Kuman yang hidup dalam
makanan juga dapat menyebarkan racun, misalnya aflatoksin pada
kacang-kacangan, sangat erat hubungannya dengan kanker hati, Makin
sering tubuh terserang virus makin besar kemungkinan sel normal
menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi yang dilakukan oleh tubuh,
dalam prosesnya sering menghasilkan senyawa yang lebih berbahaya bagi
tubuh, yaitu senyawa yang bersifat radikal atau karsinogenik. Zat
karsinogenik dapat menyebabkan kerusakan pada sel.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan tumor yang
cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen eksogen. Mioma
uteri akan mengecil pada saat menopause dan oleh pengangkatan ovarium.
Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan ovulasi ovarium dan
wanita dengan sterilitas. Enzim hidrxydesidrogenase mengubah estradiol
(sebuah estrogen kuat) menjadi estrogen (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini
berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor
estrogen yang lebih banyak dari pada miometrium normal
b. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
c. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu HPL, terlihat pada
periode ini dan memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari
leiomyoma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik
antara HPL dan estrogen.
6
2.4 Pemeriksaan penunjang
1) Temuan Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan
perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang
mioma menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan
polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga
akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan
balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoietinginjal.
2) Imaging
a) Pemeriksaan dengan USG (Ultrasonografi) transabdominal dan
transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi
transvaginal terutama bermanfaat pada uterus kecil. Uterus atau massa yang
paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma
uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang
mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus.
b) Histeroskopo digunkan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa, jika
mioma kecil serta bertangkai. Mioma tersebut sekaligus dapat diangkat
c) MRI (Magnetic Resonance Imaging) sangat akurat dalam menggunakan
jumlah, ukuran, dan likasi mioma terapi jarang diperlukan. Pada MRL, mioma
tapak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium
normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan
jelas, termasuk mioma (Lubis, P.N.,2020)
7
2.5 Penatalaksanaan Mioma Uteri
a. Enukleasi Mioma
b. Histerektomi
c. Miomektomi
Mimektomi direkomendasikan pada pasien yang menginginkan
fertility sparing. Miomektomi dapat dengan teknik laparotomi, mini
laparotomi, laparoskopi, dan histeroskopi. Teknik laparotomi dan mini
laparotomi adalah tindakan yang paling sering dilakukan, sedangkan
9
laparoskopi paling jarang dilakukan karena lebih sulit. Histeroskopi
direkomendasikan pada mioma submukosa dengan ukuran tumor < 3
yang 50%-nya berada dalam rongga rahim dan pada mioma multipel.
Akan tetapi, komplikasi perdarahan pada teknik ini lebih besar
daripada histerektomi.[ CITATION Nov20 \l 1033 ]
3) Penatalaksanaan radioterapi
a. Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk
patient).
10
menembus jaringan lunak dan menyebabkan denaturasi protein, iskemia, dan
nekrosis koagulatif. Teknik ini direkomendasikan pada mioma uteri saat
kehamilan. [ CITATION Nov20 \l 1033 ]
1. Pengkajian
a. Anamnesa
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
11
4) Riwaya Penyakit Keluarga
12
a. Keadaan haid
c. Faktor Psikososial
Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus
dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan yang
terjadi.
e. Pola eliminasi
13
f. Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain
Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan
malam hari, masalah yang ada waktu tidur.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
14
Perkusi: timpani, pekak Auskultasi: bagaimana bising usus
15
i) Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan
pada ekstremitas atas dan bawah pasien mioma uteri
j) Genetalia dan anus perhatikan kebersihan,adanya
lesi, perdarahan diluar siklus menstruasi.
16
3. Rencana keperawatan
Tabel 2.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan NANDA Internasional (2015-2017), NIC-NOC (2013) [ CITATION NAN15 \l 1033 ]
N Intervensi
Diagnosa Keperawatan
O NOC NIC
1. Nyeri akut berhubungan NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri
dengan nekrosis atau trauma selama 1 x 24 jam, pasien mioma uteri 1) Lakukan pengkajian nyeri
jaringan dan refleks spasme mampu mengontrol nyeri dibuktikan komprehensip yang meliputi lokasi,
otot sekunder akibat tumor dengan kriteria hasil: karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
Mengontrol Nyeri dan faktor pencetus
Definisi:
1) Mengenali kapan nyeri terjadi 2) Observasi adanya pentunjuk nonverbal
Pengalaman sensori dan
2) Menggambarkan faktor penyebab nyeri mengenai ketidak nyamanan terutama
emosional tidak menyenangkan
3) Menggunakan tindakan pencegahan nyeri pada mereka yang tidak dapat
yang muncul akibat kerusakan
4) Menggunakan tindakan pengurangan nyeri berkomunikasi secara efektif
jaringan aktual atau potensial
(nyeri) tanpa analgesik 3) Pastikan perawatan analgesik bagi
atau yang digambarkan sebagai
5) Menggunakan analgesik yang pasien dilakukan dengan pemantauan
kerusakan (International
direkomendasikan yang ketat
Association for the Study of
6) Melaporkan perubahan terhadap gejalah 4) Gunakan strategi komunikasi
17
pain) awitan yang tiba-tiba atau nyeri pada profesional kesehatan terapeutik untuk mengetahui
lambat dari intensitas ringan 7) Melaporkan gejalah yang tidak terkontrol pengalaman nyeri dan sampaikan
hingga berat dengan akhir yang pada profesional kesehatan penerimaan pasien terhadap nyeri
dapat diantisipasi atau 8) Menggunakan sumber daya yang tersedia 5) Gali pengetahuan dan kepercayaan
diprediksi. untuk menangani nyeri pasien mengenai nyeri
9) Mengenali apa yang terkait dengan gejala 6) Pertimbangkan pengaruh budaya
Batasan karakteristik:
nyeri terhadap respon nyeri
a) Bukti nyeri dengan
10) Melaporkan nyeri yang terkontrol 7) Tentukan akibat dari pengalaman nyeri
menggunakan standar daftar
terhadap kualitas hidup pasien
periksa nyeri untuk pasien
(misalnya, tidur, nafsu makan,
yang tidak dapat
pengertian, perasaan, performa kerja
mengungkapannya
dan tanggung jawab peran)
b) Ekspresi wajah nyeri (misal:
8) Gali bersama pasien faktor-faktor yang
mata kurang bercahaya,
dapat menurunkan atau memperberat
tampak kacau, gerakan mata
nyeri
berpencar atau tetap pada
9) Evaluasi pengalaman nyeri dimasa lalu
satu fokus, meringis)
yang meliputi riwayat nyeri kronik
c) Fokus menyempit (misal:
individu atau keluarga atau nyeri yang
persepsi waktu, proses
menyebabkan disability/ ketidak
18
berpikir, interaksi dengan mampuan/kecatatan, dengan tepat
orang dan lingkungan) 10) Evaluasi bersama pasien dan tim
d) Fokus pada diri sendiri kesehatan lainnya, mengenai
e) Keluhan tentang intensitas efektifitas, pengontrolan nyeri yang
menggunakan standars kala pernah digunakan sebelumnya
nyeri 11) Bantu keluarga dalam mencari dan
f) Keluhan tentang menyediakan dukungan
karakteristik nyeri dengan 12) Gunakan metode penelitian yang sesuai
menggunakan standar dengan tahapan perkembangan yang
instrumen nyeri memungkinkan untuk memonitor
g) Laporan tentang perilaku perubahan nyeri dan akan dapat
nyeri/ perubahan aktivitas membantu mengidentifikasi faktor
h) Perubahan posisi untuk pencetus aktual dan potensial
menghindari nyeri (misalnya, catatan perkembangan,
i) Putus asa catatan harian)
j) Sikap melindungi area nyeri 13) Tentukan kebutuhan frekuensi untuk
melakukan pengkajian ketidak
Faktor yang berhubungan: nyamanan pasien dan
a) Agens cidera biologis mengimplementasikan rencana monitor
19
b) Agens cidera fisik 14) Berikan informasi mengenai nyeri,
Agens cidera kimiawi seperti penyebab nyeri, berapa nyeri
yang dirasakan, dan antisipasi dari
ketidak nyamanan akibat prosedur
15) Kendalikan faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon pasien
dari ketidaknyamanan (misalnya, suhu
ruangan, pencahayaan, suara bising)
16) Ajarkan prinsip manajemen nyeri
17) Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri
ketika memilih strategi penurunan
nyeri
18) Kolaborasi dengan pasien, orang
terdekat dan tim kesehatan lainnya
untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan
penurunan nyeri nonfarmakologi,
sesuai kebutuhan
19) Gunakan tindakan pengontrolan nyeri
20
sebelum nyeri bertambah berat
20) Pastikan pemberian analgesik dan atau
strategi nonfarmakologi sebelum
prosedur yang menimbulkan nyeri
21) Periksa tingkat ketidaknyamanan
bersama pasien, catat perubahan dalam
cacatan medis pasien, informasikan
petugas kesehatan lain yang merawat
pasien
22) Mulai dan modifikasi tindakan
pengontrolan nyeri berdasarkan respon
pasien
23) Dukung istirahat/tidur yang adekuat
untuk membantu penurunan nyeri
24) Dorong pasien untuk mendiskusikan
pengalaman nyerinya, sesuai
kebutuhan
25) Beritahu dokter jika tindakan tidak
berhasil atau keluhan pasien saat ini
21
berubah signifikan dari pengalaman
nyeri sebelumnya
26) Gunakan pendekatan multi disiplin
untuk menajemen nyeri, jika sesuai
Pemberian analgesik
1) Tentukan lokasi, karakteris, kualitas
dan keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien
2) Cek perintah pengobatan meliputi obat,
dosis, dan frekuesi obat analgesik yang
diresepkan
3) Cek adanya riwayat alergi obat
4) Pilih analgesik atau kombinasi
analgesik sesuai lebih dari satu kali
pemberian
5) Monitor tanda vital sebelum dan
setelah memberikan analgesik pada
pemberian dosis pertama kali atau jika
22
ditemukan tanda-tanda yang tidak
biasanya
6) Berikan kebutuhan kenyamanan dan
aktivitas lain yang dapat membantu
relaksasi untuk memfasilitasi penuruna
nyeri
7) Berikan analgesik sesuai waktu
paruhnya, terutama pada nyeri yang
berat
8) Dokumentasikan respon terhadap
analgesik dan adanya efek samping
9) Lakukan tindakan-tindakan yang
menurunkan efek samping analgesik
(misalnya, konstipasi dan iritasi
lambung)
10) Kolaborasikan dengan dokter apakah
obat, dosis, rute, pemberian, atau
perubahan interval dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus bedasarkan
23
prinsip analgesik
2. Resiko syok berhubungan NOC: Setelah dilakukan perawatan selama 1x Pencegahan Syok
dengan perdarahan 24 jam diharapkan tidak terjadi syok 1) Monitor adanya respon konpensasi
hipovolemik dengan kriteria: terhadap syok (misalnya, tekanan darah
Definisi: beresiko terhadap
1) Tanda vital dalam batas normal. normal, tekanan nadi melemah,
ketidak cukupan aliran darah
2) Tugor kulit baik. perlambatan pengisian kapiler, pucat/
kejaringan tubuh, yang dapat
3) Tidak ada sianosis. dingin pada kulit atau kulit kemerahan,
mengakibatkan disfungsi seluler
4) Suhu kulit hangat. takipnea ringan, mual dan munta,
yang mengancam jiwa.
5) Tidak ada diaporesis. peningkatan rasa haus, dan kelemahan)
Faktor resiko 6) Membran mukosa kemerahan. 2) Monitor adanya tanda-tanda respon
1) Hipotensi.
sindroma inflamasi sistemik (misalnya,
2) Hipovolemi
peningkatan suhu, takikardi, takipnea,
3) Hipoksemia
hipokarbia, leukositosis, leukopenia)
4) Hipoksia
3) Monitor terhadap adanya tanda awal
5) Infeksi
reaksi alergi (misalnya, rinitis, mengi,
6) Sepsis
stridor, dipnea, gatal-gatal disertai
7) Sindrom respon inflamasi
kemerahan, gangguan saluran
sestemik
pencernaan, nyeri abdomen, cemas dan
24
gelisa)
4) Monitor terhadap adanya tanda ketidak
adekuatan perfusi oksigen kejaringan
(misalnya, peningkatan stimulus,
peningkatan kecemasan, perubahan
status mental, egitasi, oliguria dan
akral teraba dingin dan warna kulit
tidak merata)
5) Monitor suhu dan status respirasi
6) Periksa urin terhadap adanya darah dan
protein sesuai kebutuhan
7) Monitor terhadap tanda/gejalah asites
dan nyeri abdomen atau punggung.
8) Lakukan skin-test untuk mengetahui
agen yang menyebabkan anaphiylaxis
atau reaksi alergi sesuai kebutuhan
9) Berikan saran kepada pasien yang
beresiko untuk memakai atau
membawa tanda informasi kondisi
25
medis
10) Anjurkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala syok yang
mengancam jiwa
11) Anjurkan pasien dan keluarga
mengenai langkah-langkah timbulnya
gejala syok
3. Resiko Infeksi berhubungan NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Alat terapi per vaginam
dengan penurunan imun selama 1 x 24 jam, pasien mioma uteri 1) Kaji ulang riwayat kontraindikasih
tubuh sekunder akibat menunjukkan pasien mampu melakukan pemasangan alat pervaginam pada
gangguan hematologis pencegahan infeksi secara mandiri, pasien (misalnya, infeksi pelvis,
(perdarahan) ditandai dengan kriteria hasil: laserasi, atau adanya massa sekitar
1) Kemerahan tidak ditemukan pada vagina)
Definisi:
tubuh 2) Diskusikan mengenai aktivitas-
Mengalami peningkatan resiko
2) Vesikel yang tidak mengeras aktivitas seksual yang sesuai sebelum
terserang organisme patogenik
permukaannya memilih alat yang dimasukan
3) Cairan tidak berbauk busuk 3) Lakukan pemeriksaan pelvis
Faktor yang berhubungan:
4) Piuria/nanah tidak ada dalam urin 4) Intruksikan pasien untuk melaporkan
26
1) Penyakit kronis 5) Demam berkurang ketidaknyamanan, disuria, perubahan
a. Diabetes melitus 6) Nyeri berkurang warna, konsistensi, dan frekuensi
b. Obesitas 7) Nafsu makan meningkat cairan vagina
2) Pengetahuan yang tidak 5) Berikan obat-obat berdasarkan resep
cukup untuk menghindari dokter untuk mengurangi iritasi
pemanjanan patogen 6) Kaji kemampuan pasien untuk
3) Pertahanan tubuh primer melakukan perawatan secara mandiri
yang tidak adekuat 7) Observasi ada tidaknya cairan vagina
a. Gangguan peritalsis yang tidak normal dan berbau
b. Kerusakan integritas 8) Infeksi adanya lubang, laserasi, ulserasi
kulit (pemasangankateter pada vagina
intravena, prosedur
invasif) Kontrol Infeksi
c. Perubahan sekresi PH 1) Bersihkan lingkungan dengan baik
d. Penurunan kerja siliaris setelah digunakan untuk setiap pasien
e. Pecah ketuban dini 2) Isolasi orang yang terkena penyakit
f. Pecah ketuban lama menular
g. Merokok 3) Batasi jumlah pengunjung
h. Stasis cairan tubuh 4) Anjurkan pasien untuk mencuci tangan
27
i. Trauma jaringan yang benar
(misalnya, trauma 5) Anjurkan pengunjung untuk mencuci
destruksi jaringan) tangan pada saat memasuki dan
4) Ketidak adekuatan jaringan meninggalkan ruangan pasien
sekunder 6) Gunakan sabun antimikroba untuk cuci
a. Penurunan hemoglobin tangan yang sesuai
b. Supresi respon inflamasi 7) Cuci tangan sebelum dan sesudah
5) Vaksinasi tidak adekuat kegiatan perawatan pasien
6) pemajanan terhadap patogen 8) Pakai sarung tangan sebagaimana
lingkungan meningkat dianjurkan oleh kebijakan pencegahan
7) prosedur invasif universal
8) malnutrisi 9) Pakai sarung tangan steril dengan tepat
10) Cukur dan siapkan untuk daerah
persiapan prosedur invasif atau opersai
sesuai indikasi
11) Pastikan teknik perawatan luka yang
tepat
12) Tingkatkan inteke nutrisi yang tepat
13) Dorong intake cairan yang sesuai
28
14) Dorong untuk beristirahat
15) Berikan terapi anti biotik yang sesuai
16) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
tanda dan gejalah infeksi dan kapan
harus melaporkannya kepada penyedia
perawatan kesehatan
17) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
bagaimana menghindari infeksi
4. Retensi urine berhubungan NOC: setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen eliminasi urin:
dengan penekanan oleh massa 1x 24 jam diharapkan eliminasi urin kembali 1) Monitor eliminasi urin termasuk
jaringan neoplasma pada normal dengan kriteria hasil: frekuensi, konsistensi, bau, volume dan
organ sekitarnya, gangguan 1) Pola eliminasi kembali normal warna urin sesuai kebutuhan.
sensorik motorik. 2) Bau urin tidak ada 2) Monitor tanda dan gejala retensio urin.
3) Jumlah urin dalam batas normal 3) Ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi
Definisi: pengosongan kantung
4) Warna urin normal saluran kemih.
kemih tidak komplit
5) Intake cairan dalam batas normal 4) Anjurkan pasien atau keluarga untuk
6) Nyeri saat kencing tidak ditemukan melaporkan urin uotput sesuai
Batasan karakteristik: kebutuhan.
29
1) Tidak ada keluaran urin 5) Anjurkan pasien untuk banyak minum
2) Distensi kandung kemih saat makan dan waktu pagi hari.
3) Menetes 6) Bantu pasien dalam mengembangkan
4) Disuria rutinitas toileting sesuai kebutuhan.
5) Sering berkemih 7) Anjurkan pasien untuk memonitor
6) Inkontinensia aliran berlebih tanda dan gejalah infeksi saluran
7) Residu urin kemih.
8) Sensasi kandung kemih
Kateterisasi Urin
penuh
1) Jelaskan prosedur dan alasan dilakukan
9) Berkemih sedikit
kateterisasi urin.
2) Pasang kateter sesuai kebutuhan.
Faktor yang berhubungan
3) Pertahankan teknik aseptik yang ketat.
1) Sumbatan
4) Posisikan pasien dengan tepat
2) Tekanan ureter tinggi
(misalnya, perempuan terlentang
3) Inhibishi arkus reflex
dengan kedua kaki diregangkan atau
fleksi pada bagian panggul dan lutut).
5) Pastikan bahwa kateter yang
dimasukan cukup jauh kedalam
30
kandung kemih untuk mencegah
trauma pada jaringan uretra dengan
inflasi balon
6) Isi balon kateter untuk menetapkan
kateter, berdasarkan usia dan ukuran
tubuh sesuai rekomendasi pabrik
(misalnya, dewasa 10 cc, anak 5 cc)
7) Amankan kateter pada kulit dengan
plester yang sesuai.
8) Monitor intake dan output.
9) Dokumentasikan perawatan termasuk
ukuran kateter, jenis, dan pengisian
bola kateter
5. Konstipasi berhubungan NOC: setelah dilakukan perawatan selama 1 x 24 Manajemen saluran cerna
dengan penekanan pada jam pasien diharapkan konstipasi tidak ada 1) Monitor bising usus
rectum (prolaps rectum) dengan kriteria hasil: 2) Lapor peningkatan frekuensi dan bising
1) Tidak ada irita bilitas usus bernada tinggi
Definisi: penurunan pada 2) Mual tidak ada 3) Lapor berkurangnya bising usus
frekuensi normal defekasi yang 3) Tekanan darah dalam batas normal 4) Monitor adanya tanda dan gejalah
31
disertai oleh kesulitan atau 4) Berkeringat diare, konstipasi dan impaksi
pengeluaran tidak lengkap feses 5) Catat masalah BAB yang sudah ada
atau pengeluaran feses yang Keparahan Gejalah sebelumnya, BAB rutin, dan
kering, keras, dan banyak. 1) Intensitas gejalah penggunaan laksatif
Batasan karakteristik 2) Frekuensi gejalah 6) Masukan supositorial rektal, sesuai
1) Nyeri abdomen 3) Terkait ketidak nyamanan dengan kebutuhan
2) Nyeri tekan abdomen dengan 4) Gangguan mobilitas fisik 7) Intruksikan pasien mengenai makanan
teraba resistensi otot 5) Tidur yang kurang cukup tinggi serat, dengan cara yang tepat
3) Nyeri tekan abdomen tanpa 6) Kehilangan nafsu makan 8) Evaluasi profil medikasi terkait dengan
teraba resistensi otot efek samping gastrointestinal
4) Anoraksia
5) Penampilan tidak khas pada Manajemen konstipasi/inpaksi
lansia 1) Monitor tanda dan gejala konstipasi
6) Darah merah pada feses 2) Monitor tanda dan gejala impaksi
7) Perubahan pola defekasi 3) Monitor bising usus
8) Penurunan frekuensi 4) Jelaskan penyebab dari masalah dan
9) Penurunan volume feses rasionalisasi tindakan pada pasien
10) Distensia abdomen 5) Dukung peningkatan asupan cairan,
11) Rasa rektal penuh jika tidak ada kontraindikasi
32
12) Rasa tekanan rektal 6) Evaluasi pengobatan yang memiliki
13) Keletihan umum efek samping pada gastrointestinal
14) Feses keras dan berbentuk 7) Intruksikan pada pasien dan atau
15) Sakit kepala keluarga untuk mencatat warna,
16) Bising usus hiperaktif volume, frekuensi dan konsistensi dari
17) Bising usus hipoaktif feses
18) Peningkatan tekanan 8) Intruksikan pasien atau keluarga
abdomen mengenai hubungan antara diet latihan
19) Tidak dapat makan, mual dan asupan cairan terhadap kejadian
20) Rembesan feses cair konstipasi atau impaksi
21) Nyeri pada saat defekasi 9) Evaluasi catatan asupan untuk apa saja
22) Massa abdomen yang dapat nutrisi yang telah dikonsumsi
diraba 10) Berikan petunjuk kepada pasien untuk
Faktor yang berhubungan dapat berkonsultasi dengan dokter jika
1) Funfsional konstipasi atau impaksi masih tetap
a. Kelemahan otot abdomen terjadi
b. Ketidak adekuatan 11) Informasukan kepada pasien mengenai
toileting prosedur untuk mengeluarkan feses
c. Kurang aktifitas fisik secara manual jika di perlukan
33
d. Kebiasaan defekasi tidak teratur 12) ajarkan pasien atau keluarga mengenai
6) Psikologis proses pencernaan normal
• Defresi, stres, emosi
• Konfusi mental
7) Farmakologi
8) Mekanis Fiologis
34
4. Implementasi
Implementasi adalah kategori dan perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang di perkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan disesuaikan Langkah-langkah yang diperlukan
dalam pelaksanaan adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji ulang pasien
35
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang memilik batas tegas yang berasal
dari otot polos atau fibrous. Mioma sering ditemukan pada wanita yang telah
melewati masa produktif dan sangat jarang ditemukan pada wanita produktif. Tanda
dan gejala yang sering muncul pada penderita mioma yaitu pendarahan uteri dan rasa
nyeri pada perut bagian bawah.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang menderita mioma yakni
umur, gen, gaya hidup, hormone serta kehamilan. Pemeriksaan penunjang yang sangat
disarankan untuk mioma adalah pemeriksaan ultrasonografi dan kemudian temuan
laboratorium. Untuk penatalaksanaan mioma sendiri biasanya dilakukan pebedahan
3.2 Saran
36
DAFTAR PUSTAKA
Armantius. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Mioma Uteri Di Ruang Ginekologi
RSUP DR M. Djamil Padang. Padang: Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang.
Benson, R. (2008). Buku Saku Obstetri Dan Ginekologi Edisi 6. Jakarta: EGC.
NANDA. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 edisi (Budi
Anna Keliat dkk, penerjemah). Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed).
Jakarta: Dewan Penurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.
37