Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN NY. S DENGAN KASUS


“BELL‟S PALSY”

Dosen Pengampu:
Ns. Edy Suprayitno, M. Kep

Disusun oleh:
1. Isna Ayu Herdayanti (2010206013)
2. Irsyad Hidayat Sukmana (2010206014)
3. Nabillah Alif Andriyani (2010206015)
4. Bayu Nur Pratama (2010206016)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS „AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Bell‟s palsy adalah suatu kelumpuhan saraf fasialis perifer yang bersifat unilateral,

penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), akut dan tidak disertai oleh gangguan pendengaran,

kelainan neurologi lainnya atau kelainan lokal. Diagnosis biasanya ditegakkan bila semua

penyebab yang mungkin telah disingkirkan (Munilson, 2012).

Insiden sindrom ini sekitar 23 kasus per 100.000 orang setiap tahun. Manifestasi

klinisnya terkadang dianggap sebagai suatu serangan stroke atau gambaran tumor yang

menyebabkan separuh tubuh lumpuh atau tampilan distorsi wajah yang akan bersifat

permanen (Lowis, 2012).

Menururt Munilson (2012) insiden Bell‟s Palsy dilaporkan sekitar 40-70% dari semua

kelumpuhan saraf fasialis perifer akut. Prevalensi rata-rata berkisar antara 10-30 pasien per

100.000 populasi per tahun dan meningkat sesuai pertambahan umur. Insiden meningkat pada

penderita diabetes dan wanita hamil. Sekitar 8-10% kasus berhubungan dengan riwayat

keluarga pernah menderita penyakit ini. Biasanya penderita mengetahui ketidaksimetrisan

wajah dari teman atau keluarga atau pada saat bercermin atau berkumur. Pada saat penderita

menyadari bahwa ia mengalami kelemahan pada wajahnya, maka ia mulai merasa takut, malu,

rendah diri, dan kadangkala jiwanya tertekan terutama pada penderita yang masih aktif dalam

bersosialisasi. Seringkali timbul pertanyaan di dalam hatinya, apakah wajahnya bisa

secepatnya kembali secara normal atau tidak.


B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Bell‟s palsy ?
2. Apa etiologi dari Bell‟s palsy ?
3. Bagaimana patofisiologi dari Bell‟s palsy ?
4. Bagaimana pathway Bell‟s palsy ?
5. Bagaimana manifestasi klinis Bell‟s palsy ?
6. Apa komplikasi dari Bell‟s palsy ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada Bell‟s palsy ?
8. Bagaimana cara penatalaksanaan pada Bell‟s palsy ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa definisi Bell‟s palsy.
2. Untuk mengetahui apa etiologi dari Bell‟s palsy.
3. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari Bell‟s palsy..
4. Untuk mengetahui bagaimana pathway Bell‟s palsy.
5. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis Bell‟s palsy.
6. Untuk mengetahui apa komplikasi dari Bell‟s palsy..
7. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang pada Bell‟s palsy.
8. Untuk mengetahui bagaimana cara penatalaksanaan pada Bell‟s palsy.
D. Manfaat
Menambah wawasan pengetahuan mengenai kasus Bell‟s palsy.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Paralisis Bell (paralisis wajah) Karena keterlibatan perifer saraf cranial ketujuh pada

salah satu sisi, yang mengakibatkan kelemahan atau paralisis otot wajah (Muttaqin, 2012).

Paralisis Bell (Bell‟s palsy) atau prosoplegia adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer,

terjadi secara akut, dan penyebabnya tidak diketahui atau tidak menyertai penyakit lain yang

dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis (Harsono, 2009).

B. Etiologi

Penyebabnya tidak diketahui, meskipun kemungkinan penyebab dapat meliputi iskemia

vascular, penyakit virus (herper simplek, herpes zoster), penyakit autoimun, atau kombinasi

semua factor ini (Smeltzer dan Bare, 2002).

Menurut Harsono (2009) mengatakan paralisis fasial perifer dapat terjadi pada penyakit-

panyakit tertentu, misalnya diabetes mellitus, hipertensi berat, anestesi local pada pencabutan

gigi, infeksi telinga bagian tengah, sindrom Guillain Barre, kehamilan trimester terakhir,

meningitis, perdarahan, dan trauma. Apabila factor penyebabnya jelas maka disebut paralisis

fasialis perifer dan bukannya paralisis Bell.

C. Patofisiologi

Menurut Muttaqin (2012) paralisis Bell dipertimbangkan dengan beberapa tipe paralisis

tekanan. Inflamasi dan edema saraf pada titik kerusakan, atau pembuluh nutriennya tersumbat

pada titik yang menyebabkan nekrosis iskemik dalam kanal yang sangat sempit. Ada kelainan

wajah berupa paralisis otot wajah; peningkatan lakrimasi (air mata); sensasi nyeri pada wajah,

belakang telinga, dan terdapat kesulitan bicara pada sisi yang terkena karena kelemahan atau

otot wajah. Pada kebanyakan klien, yang pertama kali mengetahui paresis adalah teman

sekantor atau orang terdekat/ keluarganya.

Pada observasi dapat terlihat juga bahwa gerakan kelompok yang tidak sehat lebih

lambat jika dibandingkan dengna gerakan kelopak mata yang sehat lebih lambat jika

dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat. Lipatan nasolabial pad asisi

kelumpuhan mendatar. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh
tidak mengembung. Saat mencibir, gerakan bibir tersebut menyimpan ke sisi yang tidak sehat.

Jika klien diminta untuk memperlihatkan gigi geliginya atau diminta meringis, sudut mulut

sisi yang lumpuh tidak terangkat, sehingga mulut tampaknya mencong kearah yang sehat.

Setelah paralisi pasial perifer sembuh, masih sering terdapat gejala sisa. Pada umumnya

gejala itu merupakan proses regerasi yang salah, sehingga timbul gerakan fasial yang

berasosiasi dengan gerakn otot kelompok lain. Gerakan yang mengikuti gerakan otot kelopak

lain disebut sinkinetik. Gerakan yang mengikuti gerakan otot kelopak lain itu disebut

sinkinetik. Adapun gerakan sinkinetik adalah ikut terangkatnya sudut mulut pada waktu mata

ditutup dan fisula palpebra sisi yang pernah lumpuh menjadi sempit, pada waktu rahang

bawah ditarik ke atas atau ke bawah, seperti sewaktu berbicara atau mengunyah. Dalam hal

ini, di luar serangan spasme fasialis, sudut mulut sisi yang pernah lumpuh tampak lebih tinggi

kedudukannya dari padapada sisi yang sehat. Oleh karena itu, banyak kekeliruan mengenai sisi

yang memperlihatkan paresis fasialis, terutama jika klien yang pernah mengalami Bell‟s Palsy

kemudian memperoleh „stroke‟.


D. Pathway

(Harsono, 2009)

E. Manifestasi Klinis

Menurut Harsono (2009), mengatakan pada awalnya, penderita merasakan ada kelainan

disaat bangun tidur, menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara. Setelah merasakan

adanya kelainan didaerah mulut maka penderita biasanya memperhatikannya lebih cermat

dengan mengunakan cermin.

Mulut tampak mencong terlebih pada saat meringis kelopak mata tidak dapat dipejamkan

(lagoftalmos), waktu penderita disuruh menutup kelopak matanya maka bola matanya makan

bola mata tampak terputar ke atas (tanda Bell). Penderita tak dapat bersiul atau menutup,

apabila berkumur atau minum makan air akan keluar melalui sisi mulut yang lumpuh.
Selanjutnya gejala dan tanda klinis lainnya berhubungan dengan tempat/lokasi lesi.

1. Lesi di luar foramen stilomastoideus

Mulut tertarik ke arah sisi mulut sehat, makanan terkumpul di antara pipi dan gusi,
dan sensasi dalam (deep sensation) di wajah menghilang. Lipatan kulit dahi menghilang.
Apabila mata yang terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar
terus-menerus.
2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)
Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya ketajaman
pengecapan lidah (dua pertiga bagian depan) dan salviasi di sisi yang terkena berkurang.
Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya nervus intermedius,
sekaligus menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di
daerah antara pons dan titik dimana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di
kanalis fasialis.
3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)
Gejala tanda klinis seperti pada (1) dan (2), ditambah dengan adanya hiperakusis.
4. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)
Gejala dan tanda klinik sepertipada (1), (2), dan (3) disertai dengan nyeri di belakang
dan di dalam liang telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pascaherpes di membrane timpani
dan konka. Syndrome Ramsay Hunt adalah paralisis fasialis fasialis perifer yang
berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum. Lesi herpetic terlihat di
membrane timpani, kanalis auditorius eksterna dan pina.
5. Lesi di matus akustikus internus
Gejala dan tanda klinik seperti di atas ditambah dengna tuli sebagai akibat dari
terlibatnya nervus akustikus.
6. Lesi di tempat keluarnya nervus fasialis dari pons.
Gejala dan tanda klinis sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda terlihatnya
nervus trigenius, nervus akustikus, dan kadang-kadang juga nervus abdusens, nervus
aksesorius, dan nervus hipoglosus.
Sindrom air mata buaya (crocodile tears syndrome) merupakan gejala sisa paralisis
Bell, beberapa bulan pasca awitan, dengna manifestasi klinik: air mata bercucuran dari
mata yang terkena pada saat penderita makan. Nervus fasialis menginervasi glandula
lakrimalis dan granua salivarius submandibularis. Diperkirakan terjadi regerasi saraf
salivarius tetapi dalam perkembangannya terjadi “salah jurusan” menuju ke granula
lakrimali.
F. Komplikasi
Menurut Doengues (2008), kira-kira 30% pasien Bell‟s palsy yang sembuh dengan
gejala sisa seperti fungsi motorik dan sensorik yang tidak sempurna serta kelemahan saraf
parasimpatik. Komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu disgeusia atau ageusia, spasme
nervus fasialis yang kronik dan kelemahan saraf parasimpatik yang menyebabkan kelenjar.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doengues (2008), Bell‟ s palsy merupakan diagnosis klinis sehingga
pemeriksaan penunjang perlu dilakukan untuk menyingkirkan etiologi sekunder dari paralisis
saraf kranialis.
1. Pemeriksaan radiologis dengan CT-scan atau radiografi polos
Dilakukan untuk menyingkirkan fraktur, metastasis tulang, dan keterlibatan sistem
saraf pusat (SSP).
2. Pemeriksaan MRI
Dilakukan pada pasien yang dicurigai neoplasma di tulang temporal, otak, glandula
parotis, atau untuk mengevaluasi sklerosis multipel. Selain itu, MRI dapat memvisualisasi
perjalanan dan penyengatan kontras saraf fasialis.
3. Pemeriksaan neurofisiologi
Bells palsy sudah dikenal sejak tahun 1970- sebagai prediktor kesembuhan, bahkan
dahulu sebagai acuan pada penentuan kandidat tindakan dekompresi intrakanikular.
4. Pemeriksaan elektromiografi (EMG)
Mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dibandingkan elektro-neurografi (ENG).
Pemeriksaan serial EMG pada penelitian tersebut setelah hari ke-15 mempunyai positive-
predictive-value(PPV) 100% dan negative-predictive-value (NPV) 96%. Spektrum
abnormalitas yang didapatkan berupa penurunan amplitudo Compound Motor Action
Potential(CMAP), pemanjangan latensi saraf fasialis.
5. Pemeriksaan blink reflex
Pemanjangan gelombang R1 ipsilat-eral. Pemeriksaan blink reflex ini sangat
bermanfaat karena 96% kasus didapatkan abnormalitas hingga minggu kelima, meski
demikian sensitivitas pemeriksaan ini rendah. Abnor-malitas gelombang R2 hanya
ditemukan pada 15,6% kasus.
H. Penatalaksanaan
1. Istirahat terutama pada keadaan akut
2. Medikamentosa
Prednison : pemberian sebaiknya selekas-lekasnya terutama pada kasus BP yang secara
elektrik menunjukkan denervasi. Tujuannya untuk mengurangi odem dan mempercepat
reinervasi. Dosis yang dianjurkan 3 mg/kg BB/hari sampai ada perbaikan, kemudian
dosis diturunkan bertahap selama 2 minggu.
3. Fisioterapi
Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium
akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh. Cara yang
sering digunakan yaitu : mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagisore atau
dengan faradisasi.
4. Operasi
Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak- anak karena dapat
menimbulkan komplikasi lokal maupun intracranial.
Tindakan operatif dilakukan apabila:
– Tidak terdapat penyembuhan spontan.
– Tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednisone.
– Pada pemeriksaan elektrik terdapat denervasi total.
Beberapa tindakan operatif yang dapat dikerjakan pada BP antara lain dekompresi n.
fasialis yaitu membuka kanalis fasialis pars piramidalis mulai dari foramen
stilomastoideum nerve graft operasi plastik untuk kosmetik (muscle sling, tarsoraphi).
(Davis et all., 2005).
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Bell‟s palsy disebabkan oleh kelumpuhan saraf fasialis dengan penyebab yang sampai
sekarang masih tidak diketahui, walaupun diduga keterlibatan virus herpes sebagai penyebab.
Diagnosis tepat dan menyingkirkan diagnosis banding serta penanganan dini, akan dapat
memberikan prognosis yang baik.
B. Saran
Diharapkan agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang penyakit-penyakit dalam
keperawatan dewasa salah satunya pada pasien Bell‟s palsy.
DAFTAR PUSTAKA

Davis Larry E, Molly K. King,Jessica L. Schultz. (2005). Bells palsy in Fundamentals of


Neurologic Disease , Demos Medical Publishing New York; 63-64.
Doengues. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan Pasien, edisi 3; Buku Ajar Asuhan
Keperawatan dengan Gangguan System Persarafan. Salemba Medika. Jakarta.
Harsono. (2009). Kapita Selekta Neurologi, cetakan ketujuh. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Lowis. (2012). Bell‟s Palsy Diagnosis dan Tata Laksana di Pelayanan Primer, Vol 62, hal 1.
Universitas Pelita Harapan Tangerang; Departemen Saraf Rumah Sakit Jakarta Medical
Center. Jakarta.
Muttaqin, Arif. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Salemba Medika.
Jakarta.
Munilson, Jacky. (2011). Gangguan pendengaran akibat bising:Tinjauan beberapa kasus. Jurnal
penelitian Fakultas Kedokteran. Universitas Andalas.
KASUS:

Nyonya Seabom adalah seorang wanita berusia 43 tahun yang datang ke unit gawat darurat
dengan keluhan kelemahan pada sisi kiri wajahnya. Dia sudah menikah dan merupakan
dekorator interior yang memiliki bisnis sendiri. Sebelumnya hari ini dia bekerja di rumah klien
ketika dia mulai mengalami kelemahan pada wajah dan tidak dapat mencicipi makan siangnya.
Dia menyatakan riwayat dua hari mati rasa di dahinya.

Tanda-tanda vital Ny. Seaborn adalah suhu 98,2 F, tekanan darah 148/60, denyut nadi 83, dan
frekuensi pernapasan 26. Dia ketakutan, menangis, dan berkata, "Ibuku meninggal karena stroke,
aku yakin itulah yang terjadi. pada. Apakah saya akan mati? " Dia mengeluh sakit di belakang
dan di depan telinga kirinya. Dia menunjukkan kelumpuhan wajah unilateral. Mata kirinya
terkulai dan dia bilang itu terasa kering. Ketidakmampuannya untuk mengangkat alisnya,
menggembungkan pipinya, mengerutkan dahi, tersenyum atau mengerutkan dahinya
mencurigakan untuk Bell's palsy. Ada bekas luka yang sudah sembuh dibagian bawah bibir.

Pertanyaan:

1. Definisikan Bell's palsy dan identifikasi dua kondisi yang dapat meniru itu?

Jawab: Bell‟s palsy merupakan lesi pada nervus VII (n.fasialis) perifer, yang
mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, bersifat akut, dimana penyebabnya tidak
diketahui dengan pasti (idiopatik). Kelumpuhan ini ditandai dengan mulut tertarik pada
salah satu sisi. Penderita tidak dapat mengangkat alis atau mengkerutkan dahi. Pada saat
menutup mata, mengangkat sudut mulut, menggembungkan pipi, bersiul dan mencibirkan
bibir akan terjadi deviasi kearah yang sehat. Sehingga menimbulkan kelainan bentuk-
bentuk wajah yang menyebabkan penderita sangat terganggu baik fungsional, maupun
psikologis.

2. Apa saraf kranial utama yang terlibat dengan Bell's palsy? Bagaimana pengujian dilakukan
untuk saraf ini?

Jawab: paralisis nervus fasialis (saraf kranial VII). Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik
yang mempersarafi seluruh otot mimik wajah

3. Apa pentingnya bekas luka di bibir Nyonya Seaborn saat ini dengan Bell's palsy?

Jawab:

4. Tes lain apa yang mungkin diperlukan untuk menyingkirkan penyebab lain dari Bell's palsy?

Jawab: Tes MRI dan CT scan

5. Gejala lain apa yang Anda harapkan terjadi pada Nyonya Seaborn?

Jawab: Keluarnya air liur, dan hiperakusis

6. Apa tiga diagnosis keperawatan prioritas untuk Ny. Seaborn?

Jawab: Ansietas, Defisien Pengetahuan, Gangguan Citra Tubuh, Hambatan Rasa Nyaman

7. Diskusikan manajemen non-bedah untuk Bell's palsy.

Jawab: manajemen non bedah ada secara medis (dokter) dan cara alami di rumah.
Secara medis = tes elektromiografi (EMG) (untuk mengetahui tingkat keparahan); pemindaian
gambar MRI dan Ct scan (untuk menyingkirkan kemungkinan sumber tekanan lain pada saraf
wajah, seperti tumor atau fraktur tengkorak); Operas.

Secara alami dirumah = melatih otot wajah untuk menghindari kontraktur permanen, yaitu
dengan: Mengangkat alis, Latihan bibir, Latihan hidung, Latihan leher dan dagu; melindungi
mata yang tidak bisa tertutup.

Terapi bell‟s palst = Akupuntur dan terapi biofeedback

8. Diskusikan komplikasi lebih lanjut dari Bell's palsy.

Jawab: Komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu disgeusia atau ageusia, spasme nervus
fasialis yang kronik dan kelemahan saraf parasimpatik yang menyebabkan kelenjar
lakrimalis tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi infeksi pada kornea

9. Berapa waktu pemulihan normal yang diharapkan untuk Nyonya Seaborn?

Jawab: Pada umumnya prognosis Bell‟s palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh dalam
waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan.

Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bell‟s palsy adalah: Usia di atas 60 tahun ;
Paralisis komplit ; Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh, ;
Nyeri pada bagian belakang telinga dan Berkurangnya air mata.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN DEWASA

I. DATA DEMOGRAFI
a. Biodata
Nama : Ny. S
Usia : 43 Tahun
Jeis Kelamin : Perempuan
Diagnosa Medik : Bell's palsy
II. KELUHAN UTAMA
Klien mengeluhkan kelemahan pada sisi kiri wajahnya
III. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien ketakutan, menangis, dan berkata, "Ibuku meninggal karena stroke, aku yakin
itulah yang terjadi. Apakah saya akan mati? " Klien juga mengeluh sakit di belakang
dan di depan telinga kirinya.
b. Riwayat Kesehatan Lalu
Klien menyatakan riwayat dua hari mati rasa di dahinya
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien memiliki riwayat keluarga dengan stroke yaitu pada ibunya
IV. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum Klien
Klien mengeluh sakit di belakang dan di depan telinga kirinya. Mata kirinya terkulai
dan dia bilang itu terasa kering. Ketidakmampuannya untuk mengangkat alisnya,
menggembungkan pipinya, mengerutkan dahi, tersenyum atau mengerutkan dahinya
mencurigakan untuk Bell's palsy. Ada bekas luka yang sudah sembuh dibagian bawah
bibir.
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 148/60 mmHg  Tinggi
Nadi : 83 x/menit  Normal
RR : 26 x/menit  Tinggi
Suhu : 98,2 F (36,78oC)
c. Sistem Pencernaan
Ada bekas luka yang sudah sembuh dibagian bawah bibir.
d. Indra
1. Mata
Mata kirinya terkulai dan dia bilang itu terasa kering.
2. Hidung
Tidak ada polip, tidak ada secret dan fungsi penciuman baik
3. Telinga
Klien mengeluh sakit di belakang dan di depan telinga kirinya.
e. Sistem Saraf
Klien menunjukkan kelumpuhan wajah unilateral.
f. Sistem Muskuloskeletal
Ketidakmampuannya untuk mengangkat alisnya, menggembungkan pipinya,
mengerutkan dahi, tersenyum atau mengerutkan dahinya

ASUHAN KEPERAWATAN DEWASA


A. DATA FOKUS
DO DS
1. Klien berusia 43 tahun 1. Klien mengeluhan kelemahan pada sisi
2. TTV: kiri wajahnya
 suhu = 98,2 F (36,78oC) 2. Klien tidak dapat mencicipi makan
 TD = 148/60  Tinggi siangnya
 Nadi = 83 x/menit  Normal 3. Klien menyatakan riwayat dua hari
 RR = 26 x/menit  Tinggi mati rasa di dahinya
3. Klien tampak ketakutan 4. Klien berkata, "Ibuku meninggal karena
4. Klien tampak menangis stroke, saya yakin itulah yang sedang
5. Klien menunjukkan kelumpuhan wajah terjadi. Apakah saya akan mati?”
unilateral 5. Klien mengeluh sakit di belakang dan
6. Klien tidak mampu mengangkat alisnya di depan telinga kirinya
7. Klien tidak mampu menggembungkan 6. Mata kirinya terkulai dan dia bilang itu
pipinya, mengerutkan dahi dan terasa kering.
terseyum
8. Klien mencurigakan Bell‟s palsy
9. Ada bekas luka yang sudah sembuh
dibagian bawah bibir

B. ANALISIS DATA
No Data Fokus Masalah Etiologi
1. Do: Ansietas Ancaman pada status
1. TD = 148/60  Tinggi terkini
2. RR = 26 x/menit  Tinggi
3. Klien tampak ketakutan
4. Klien tampak menangis
Ds:
1. Klien menyatakan riwayat dua
hari mati rasa di dahinya
2. Do: Defisien Pengetahuan Kurang informasi
1. Klien mencurigakan Bell‟s palsy

Ds:
1. Klien berkata, "Ibuku meninggal
karena stroke, saya yakin itulah
yang sedang terjadi. Apakah
saya akan mati?”
3. Do: Gangguan Citra Penyakit
1. Klien menunjukkan kelumpuhan Tubuh
wajah unilateral
2. Klien tidak mampu mengangkat
alisnya
3. Klien tidak mampu
menggembungkan pipinya,
mengerutkan dahi dan terseyum
4. Ada bekas luka yang sudah
sembuh dibagian bawah bibir
Ds:
1. Klien mengeluhan kelemahan
pada sisi kiri wajahnya
2. Klien tidak dapat mencicipi
makan siangnya.
4. Do: Hambatan Rasa Gejala Terkait
1. Klien tampak ketakutan Nyaman Penyakit
2. Klien tampak menangis

Ds:
1. Klien mengeluh sakit di
belakang dan di depan telinga
kirinya
2. Mata kirinya terkulai dan dia
bilang itu terasa kering.

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN:


1. Ansietas b/d Ancaman Pada Status Terkini
2. Gangguan Citra Tubuh b/d Penyakit
3. Hambatan Rasa Nyaman b/d Gejala Terkait Penyakit
4. Defisiensi Pengetahuan b/d Kurang Informasi
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Ansietas b/d Ancaman Setelah dilakukan tindakan Pengurangan Kecemasan 1. Untuk memberikan rasa tenang
Pada Status Terkini keperawatan selama 2x24 jam (5820) dan aman kepada pasien
diharapkan ansietas pasien dapat 1. Gunakan pendekatan yang 2. Untuk memberikan harpan yang
teratasi dengan kriteria hasil: tenang dan meyankinkan jelas kepada klien
Tingkat Kecemasan (1211) 2. Nyatakan yang jelas harapan 3. Untuk memberikan motivasi dari
1. Rasa takut yang disampaikan terhadap perilaku klien keluarga dengan mendampingi
secara lisan (3-4) 3. Dorong keluarga untuk pasien
2. Rasa cemas yang disampaikan mendampingi klien dengan 4. Untuk mengetahui perubahan
secara lisan (3-4) cara yang tepat perubahan tingkat kecemasan pada
3. Peningkatan tekanan darah (3- 4. Identifikasi pada saat terjadi pasien
4) perubahan tingkat kecemasan 5. Untuk membantu mengurangi
4. Peningkatan frekuensi nadi (3- 5. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemas pasien
4) situasi yang memicu 6. Untuk memberikan terapi
5. Peninngkatan frekuensi kecemasan nonfarmakologi dengan teknik
pernafasan (3-4) 6. Instruksikan klien untuk relaksasi
menggunakan teknik 7. Untuk memberikan rasa aman
relaksasi dan mengurangi ketakutan pada
7. Berada di sisi klien untuk pasien
meningkatkan rasa aman dan
mengurangi ketakutan

Gangguan Citra Tubuh Setelah dilakukan tindakan Peningkatan Citra Tubuh 1. Untuk mengetahui mengetahui
b/d Penyakit keperawatan selama 2x24 jam (5220) hubungan perubahan fisik dengan
diharapkan Gangguan Citra 1. Tentukan harapan citra diri citra tubuh pasien
Tubuh pasien dapat teratasi pasien didasarkan pada tahap 2. Untuk mengetahui adanya
dengan kriteria hasil: perkembangan peningkatan isolasi social
Citra Tubuh (1200) 2. Tentukan perubahan fisik 3. Memberikan tindakan untuk
1. Deskripsi bagian tubuh yang saat ini apakah kontribusi meningkatkan penampilan
terkena dampak (3-4) pada citra diri pasien 4. Untuk mengetahui pihak lain
2. Sikap terhadap menyentuh 3. Tentukan apakah perubahan yang dapat memberikan dukungan
bagian tubuh yang terkena citra tubuh berkontribusi pada pasien
dampak (3-4) pada peningkatan isolasi
3. Penyesuaian terhadap sosial
perubahan tampilan fisik (3-4) 4. Bantu pasien untuk
4. Penyesuaian terhadap mengidentifikasi tindakan-
perubahan fungsi tubuh (3-4) tindakan yang akan
5. Penyesuaian terhadap meningkatkan penambilan
perubahan status kesehatan (3- 5. Identifikasi kelompok
4) pendukukng yang tersedia
bagi pasien
Hambatan Rasa Setelah dilakukan tindakan Peningkatan Keamanan (5380) 1. Untuk memberi rasa tenang
Nyaman b/d Gejala keperawatan selama 2x24 jam 1. Tunjukan ketenangan pasien agar merasa aman
Terkait Penyakit diharapkan Hambatan Rasa 2. Luangkan waktu bersama 2. Untuk memberikan kasih sayang
Nyaman pasien dapat teratasi pasien kepada pasien dan merasa dihargai
dengan kriteria hasil: 3. Berada disisi pasien dan 3. Untuk mengurangi rasa cemas
Status Kenyamanan (2008) sediakan jaminan keamanan pasien
1. Kesejahteraan fisik (3-4) selama periode kecemasan 4. Untuk memberikan suport
2. Kontrol terhadap gejala (3-4) 4. Dengarkan ketakutan pasien dengan cara mendengerkan keluhan
3. Kesejahteraan psikologis (3-4) 5. Bantu pasien/keluarga pasien
4. Dukungan sosial dari keluarga mengidentifikasi faktor apa 5. Untuk mengidentifikasi faktor
(3-4) yang meningkatakan rasa yang meningkatkan rasa keamanan
5. Dukungan sosial dari teman- keamanan
teman (3-4)
Defisiensi Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Pengajaran Proses Penyakit 1. Untuk mengetahui pengetahuan
b/d Kurang Informasi keperawatan selama 2x24 jam (5602) pasien mengenasi penyakit
diharapkan Defisiensi 1. Kaji tingkat pengetahuan 2. Untuk mengetahui tanda dan
Pengetahuan pasien dapat teratasi pasien terkait dengan proses gejala terkait penyakit yang diderita
dengan kriteria hasil penyakit yang spesifik pasien
Pengetahuan Proses Penyakit 2. Jelaskan tanda dan gejala 3. Untuk mengetahui proses
(1803) yang umum dari penyakit penyakit pasien
1. Karakteristik spesifik penyakit 3. Jelaskan mengenai proses 4. Untuk mengetahui kondisi pasien
(3-4) penyakit saat ini
2. Faktor penyebab dan faktor 4. Berikan informasi pada 5. Untuk memberi rasa tenang
yang berkontribusi (3-4) pasien mengenai kondisinya pasien agar merasa aman
3. Faktor resiko (3-4) 5. Beri ketenangan terkait 6. Untuk meyakinkan pasien
4. Efek fisiologis penyakit (3-4) kondisi pasien dengan melibatkan tim kesehatan
5. Tanda dan gejala penyakit (3- 6. Perkuat informasi yang yang lain.
4) diberikan dengan anggota tim
6. Proses perjalanan penyakit (3- kesehatan lain.
4)
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
No Diagnosa Implemantasi Evaluasi
Keperawatan
1. Ansietas b/d Ancaman Rabu. 28 Oktober 2020 Rabu, 28 Oktober 2020
Pada Status Terkini Pukul, 09.00 WIB Pukul, 09.30 WIB
S: Pasien mengatakan
- Melakukan pendekatan sedikit tenang
dengan pasien O: pasien angat kooperatif
- Mengajarkan teknik saat diajarkan teknik
relaksasi untuk mengurangi relaksasi
kecemasan A: Ansietas belum teratasi
- Melibatkan kelurga untuk P: Lanjutkan Intervensi
mengurangi kecemasan - Mengajarkan teknik
relaksasi kembali
apabila pasien merasa
cemas

2. Gangguan Citra Rabu, 28 Oktober 2020 Rabu, 28 Okotober 2020


Tubuh b/d Penyakit Pukul, 10.00 WIB Pukul, 10.30 WIB
Rabu, 28 Okotober 2020
Rabu, 28 Oktober 2020 Pukul, 10.30 WIB
Pukul, 10.00 WIB S: Pasien mengatakan malu
- Melakukan pendekatan dengan kedaan dirinya saat
untuk mengetahui citra diri ini
- Diskusi tentang perubahan O: Pasien tampak sedih dan
fisik saat ini menangis
A: Gangguan Citra Tubuh
Belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
dengan diskusi tindakan
untuk meningkatkan
penampilan

3. Hambatan Rasa Rabu, 28 Oktober 2020 Rabu, 28 Oktober 2020


Nyaman b/d Gejala Pukul, 11.00 WIB Pukul, 12.30 WIB
Terkait Penyakit S: Pasien mengatakan
- Meluangkan waktu bersama gelisah dan tidak nyaman
pasien O:
- Mendengarkan cerita - Pasien tampak tidak
ketakutan pasien nyaman
- Membantu pasien dan - Pasien tampak ketakutan
keluarga mengidentifikasi dan menangis
faktor yang meningkatkan A: Hambatan rasa nyaman
keamanan belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
- Melakukan
pendekatan dengan
keluarga

4. Defisiensi Rabu, 28 Oktober 2020 Rabu, 28 Oktober 2020


Pengetahuan b/d Pukul, 12.00 WIB Pukul, 12.30 WIB
Kurang Informasi S: Pasien mengatakan sudah
- Mengkaji tingkat sedikit mengerti tentang
pengetahuan pasien terkait kondisinya
dengan proses penyakit yang O:
spesifik - Pasien tampak gelisah
- menjelaskan tanda dan dan ketakutan
gejala yang umum dari A: Defisiensi Pengetahuan
penyakit belum teratasi
- Menjelaskan mengenai P: Lanjutkan Intervensi
proses penyakit - Memberikan
- Memberikan informasi pada informasi pada pasien
pasien mengenai kondisinya mengenai kondisinya
- Memberikan
ketenangan kepada
pasien

Anda mungkin juga menyukai