Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TRAUMA


KEPALA

DI SUSUN OLEH :
ARIFATUS SA’DIYAH
10215011

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puja dan Puji Syukur tercurahkan kepada Allah SWT karena
atas limpahan nikmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah
ini tepat pada waktunya. Dengan judul “Trauma Kepala”. Banyak kesulitan yang saya
hadapi dalam membuat tugas makalah ini tapi dengan semangat dan kegigihan serta
arahan, sehingga saya mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Saya menyimpulkan bahwa tugas makalah ini masih belum sempurna, oleh
karena itu saya menerima kritik dan saran, guna kesempurnaan tugas makalah ini dan
bermanfaat bagi kami dan pembaca pada umumnya.

Kediri, 31 Januari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i
Kata Pengantar.................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan............................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Trauma Kepala................................................................. 3
B. Klasifikasi Trauma Kepala............................................................ 3
C. Etiologi Trauma Kepala................................................................. 4
D. Patofisiologi Trauma Kepala......................................................... 6
E. Manifestasi Trauma Kepala........................................................... 8
F. Pemeriksaan Trauma Kepala......................................................... 9
G. Komplikasi Trauma Kepala........................................................... 10
H. Penatalaksanaan Trauma Kepala................................................... 11
I. Pathway Trauma Kepala................................................................ 13
J. Asuhan Keperawatan Trauma Kepala........................................... 14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 29
B. Saran.............................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural
dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut
Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan
oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
Menurut WHO setiap tahun di Amerika Serikat hampir 1.500.000 kasus
trauma kepala. Dari jumlah tersebut 80.000 di antaranya mengalami
kecacatan dan 50.000 orang meninggal dunia. Saat ini di Amerika terdapat
sekitar 5.300.000 orang dengan kecacatan akibat trauma kepala (Moore &
Argur, 2007). Di Indonesia, trauma kepala berdasarkan hasil Riskesdas 2013
menunjukkan insiden trauma kepala dengan CFR sebanyak 100.000 jiwa
meninggal dunia (Depkes RI, 2013).
Trauma kepela merupakan penyakit yang memerlukan perawatan dan
penanganan segera untuk mengurangi kesakitan dan mencegah kematian.
Masalah yang banyak terjadi adalah pasien dengan trauma kepala keluar
masuk rumah sakit dengan keluhan yang sama yaitu nyeri. Oleh karena itu
perawat sangat penting dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien
trauma kepala yaitu untuk menurunkan tekanan rasa nyeri, serta diharapkan
tidak hanya terhadap keadaan fisiknya saja tetapi juga psikologis penderita.
Berdasarkan latar belakang dan data yang didapatkan, penulis tertarik
untuk membuat makalah dengan kasus “Asuhan Keperawatan Dengan
Trauma Kepala.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Trauma Kepala ?
2. Apa saja klasifikasi dari Trauma Kepala?
3. Bagaimana etiologi dari Trauma Kepala ?
4. Bagaimana patofisiologi Trauma Kepala?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari Trauma Kepala ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Trauma Kepala?
7. Apa saja komplikasi dari Trauma Kepala ?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari Trauma Kepala ?
9. Bagaimana pathway Trauma Kepala ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan dari Trauma Kepala ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Trauma Kepala
2. Untuk mengetahui klasifikasi Trauma Kepala
3. Untuk mengetahui etiologi Trauma Kepala
4. Untuk mengetahui patofisiologi Trauma Kepala
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis Trauma Kepala
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Trauma Kepala
7. Untuk mengetahui komplikasi Trauma Kepala
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan Trauma Kepala
9. Untuk mengetahui pathway Trauma Kepala
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Trauma Kepala

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan
atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009).
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi
atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
B. KLASIFIKASI
Trauma kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, kaparahan,
dan morfologi cedera.
1. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi duramater
a. Trauma tumpul : kecepatan tinggi (tabrakan otomobil) Kecepatan
rendah (terjatuh, dipukul)
b. Trauma tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)
2. Keparahan cedera : (Mansjoer, Arief 2000:5),
a. Ringan: Skala koma Glasgow (Glasglow Coma Scale, GCS) 14-15
Suatu keadaan dimana kepala mendapat trauma ringan dengan hasil
penilaian tingkat kesadaran (GCS) yaitu 13-15, klien sadar penuh,
atentif dan orientatif. Klien tidak mengalami kehilangan kesadaran,
bila hilang kesadaran misalnya konkusio, tidak ada intoksikasi
alkohol atau obat terlarang. Klien biasanya mengeluh nyeri kepala
dan pusing. Pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma
kulit kepala
b. Sedang: GCS 9-13 Suatu keadaan cedera kepala dengan nilai tingkat
kesadaran (GCS) yaitu 9-12, tingkat kesadaran lethargi, obturded
atau stupon. Gejala lain berupa muntah, amnesia pasca trauma,

6
konkusio, rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan
cerebrospinal dan biasanya terdapat kejang.
c. Berat : GCS 3-8 Cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS)
yaitu 3-8, tingkat kesadaran koma. Terjadi penurunan derajat
kesadaran secara progresif. Tanda neurologis fokal, cedera kepala
penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium. Mengalami amnesia >
24 jam, juga meliputi kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intra
kranial.
3. Morfologi
1. Fraktur tengkorak : kranium : linear/stelatum; depresi/non depresi;
terbuka/tertutup: basis dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal
dengan/tanpa kelumpuhan nervus VII
2. Lesi intrakranial : fokal: menurut:Suzanne C Smeltzer, et. al, alih bahasa
Agung Waluyo (2001:2212), epidural, Adalah pengumpulan darah di
dalam ruang epidural (ekstradural) di antara tengkorak dan duramater.
Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur atau rusak (laserasi), dimana
arteri ini berada di antara duramater putus atau rusak (laserasi), dimana
arteri ini berada diantara duramater dan tengkorak daerah inferior
menuju bagian tipis tulang temporal hemoragi karena arteri ini
menyebabkan penekanan pada otak. Gejala ditimbulkan oleh hematoma
luas, disebabkan oleh perluasan hematoma. Biasanya terlihat adanya
kehilangan kesadaran sebentar pada saat cedera, diikuti dengan
pemulihan yang nyata secara perlahan-lahan. Gejala klasik atau
temporal berupa kesadaran yang makin menurun disertai anisokor pada
mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontra lateral. Sedangkan
hematoma epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan
gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang tidak
membaik setelah beberapa hari. Banyaknya perdarahan terjadi karena
proses desak ruang akut, bila cukup besar akan menimbulkan herniasi
misalnya pada perdarahan epidural, temporal yang dapat menyebabkan
herniasi unkus.

7
3. Perdarahan Intrakranial berdasarkan lokasi akibat cedera kepala adalah
sebagai berikut:
1) Hematoma epidural Adalah pengumpulan darah di dalam ruang
epidural (ekstradural) di antara tengkorak dan duramater. Keadaan
ini sering diakibatkan dari fraktur atau rusak (laserasi), dimana arteri
ini berada di antara duramater putus atau rusak (laserasi), dimana
arteri ini berada diantara duramater dan tengkorak daerah inferior
menuju bagian tipis tulang temporal hemoragi karena arteri ini
menyebabkan penekanan pada otak. Gejala ditimbulkan oleh
hematoma luas, disebabkan oleh perluasan hematoma. Biasanya
terlihat adanya kehilangan kesadaran sebentar pada saat cedera,
diikuti dengan pemulihan yang nyata secara perlahan-lahan. Gejala
klasik atau temporal berupa kesadaran yang makin menurun disertai
anisokor pada mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontra
lateral. Sedangkan hematoma epidural di daerah frontal dan parietal
atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran
(biasanya somnolen) yang tidak membaik setelah beberapa hari.
Banyaknya perdarahan terjadi karena proses desak ruang akut, bila
cukup besar akan menimbulkan herniasi misalnya pada perdarahan
epidural, temporal yang dapat menyebabkan herniasi unkus.
2) Hematoma subdural Adalah pengumpulan darah diantara durameter
dan arakhnoid yang biasanya meliputi perdarahan vena. Paling
sering disebabkan oleh trauma, tetapi dapat juga terjadi
kecenderungan perdarahan yang serius dari aneurisma, hemoragi
subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat
putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural.
Hematoma subdural dapat terjadi akut, subakut atau kronik,
tergantung pada ukuran pembuluh yang terkena dan jumlah
perdarahan yang ada.
1. Hematoma subdural akut, sering dihubungkan dengan cedera
kepala mayor yang meliputi kontusio atau laserasi. Biasanya
pasien dalam keadaan koma dan/ atau tanda gejala klinis: sakit

8
kepala, perasaan kantuk dan kebingungan, respon yang lambat
dan gelisah. Tekanan darah meningkat dengan frekuensi nadi
lambat dan pernafasan cepat sesuai dengan peningkatan
hematoma yang cepat. Keadaan kritis terlihat dengan adanya
perlambatan reaksi ipsilateral pupil.
2. Hematoma subdural sub akut, biasanya berkembang 7-10 hari
setelah cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang
agak berat dan dicurigai pada pasien yang gagal untuk
meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala. Tanda dan
gejala sama seperti pada hematoma subdural akut. Tekanan
serebral yang terus menerus menyebabkan penurunan tingkat
kesadaran yang dalam. Angka kematian pasien hematoma
subdural akut dan subakut tinggi, karena sering dihubungkan
dengan kerusakan otak.
3. Hematoma subdural kronik, terjadi karena cedera kepala minor.
Mulanya perdarahan kecil memasuki di sekitar membran
vaskuler dan pelan-pelan meluas. Gejala klinis mungkin tidak
terjadi/ terasa dalam beberapa minggu atau bulan. Keadaan ini
pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan
motorik, lansia cenderung yang paling sering mengalami cedera
kepala tipe ini sekunder akibat atropi otak, yang diperkirakan
akibat proses penuaan. Cedera kepala minor dapat
mengakibatkan dampak yang cukup untuk menggeser isi otak
secara abnormal dengan sekuela negatif.
3) Hematoma intraserebral Adalah perdarahan ke dalam substansi otak.
Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana mendesak
ke kepala sampai daerah kecil (cedera peluru atau luka tembak,
cedera tumpul). Hemoragi ini di dalam otak mungkin juga
diakibatkan oleh hipertensi sistemik yang menyebabkan degenerasi
dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantung aneurisma, anomali
vaskuler, tumor intrakranial. Akibat adanya substansi darah dalam

9
jaringan otak akan menimbulkan edema otak, gejala neurologik
tergantung dari ukuran dan lokasi perdarahan.

C. ETIOLOGI
1. Trauma tajam Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana itu
merobek otak, misalnya tertembak peluru / benda tajam.
2. Trauma tumpul Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya
lebih berat sifatnya.
3. Cedera akselerasi Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik
disebabkan oleh pukulan maupun bukan dari pukulan.
4. Kontak benturan (Gonjatan langsung) Terjadi benturan atau tertabrak
sesuatu obyek.
5. Kecelakaan lalu lintas
6. Jatuh
7. Kecelakaan industri
8. Serangan yang disebabkan karena olah raga
9. Perkelahian (Smeltzer, 2001 : 2210

D. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik apabila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energy yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan oksigen, jadi
kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan
bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25mg% dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral. Pada saat otak
mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolic anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.

10
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini menyebabkan
timbulnya metabolic asidosis.
Dalam keadaan normal aliran darah serebral (CBF) adalah 50-60
ml/menit/100 gr jaringan otak, yang merupakan 15% dari curah jantung (CO).
1. Faktor kardiovaskuler
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup
aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema
paru. Perubahan otonom pada fungsi 2 ventrikel adlaah perubahan
gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel,
takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan
vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh
darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan para
simpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Aktivitas miokard berubah termasuk peningkatan frekuensi jantung dan
menurunya stroke work dimana pembacaan CVP abnormal. Tidak
adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan
kontraktilitas ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung
dan meningkatkan tekanan atrium kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi
dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya
peningkatan tekanan atrium kiri adalah edema paru.
2. Faktor Respiratori
Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokontriksi paru
atau hipertensi paru menyebabkan hiperpnoe dan bronkokontriksi.
Pernapasan chyne stoke dihubungkan dengan sensitivitas yang meningkat
pada mekanisme terhadap karbon dioksida dan episode pasca
hiperventilasi apnea. Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida dalam
darah arteri mempengaruhi aliran darah. Bila PO2 rendah aliran darah
bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2 akan terjadi
alkalosis yang menyebabkan vasokontriksi (arteri kecil) dan penurunan
CBF (cerebral blood fluid). Bila PCO2 bertambah akibat gangguan
system pernapasan akan menyebabkan asidosis dan vasodilatasi. Hal ini

11
menyebabkan penambahan CBF, yang kemudian menyebabkan
terjadinya penambahan tingg inya tekanan intracranial (TTIK). Edema
otak karena trauma adalah bentuk vasogenik. Pada kontusio otak, terjadi
robekan pada pembuluh kapiler atau cairan traumatic yang mengandung
protein eksudat yang berisi albumin. Albumin pada cairan interstisial
otak normal tidak didapatkan. Edema otak terjadi karena penekanan
terhadap pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Edema otak ini dapat
menyebabkan kematian otak (iskemia) dan tingginya TIK yang dapat
menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau medulla
oblongata. Akibat penekanan daerah medulla oblongata dapat
menyebabkan pernapasan ataksia dimana ditandai dengan irama napas
tidak teratur atau pola napas tidak efektif.
3. Faktor Metabolisme
Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma
tubuh lainnya yaitu kecenderungan retensi natrium dan air dan hilangnya
sejumlah nitrogen.
Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap
hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi
aldosteron. Ginjal mengambil peran dalam proses hemodinamik ginjal
untuk mengatasi retensi cairan dan natrium. Setelah 3-4 hari tidak perlu
pemberian hidrasi dilihat dari haluaran urin. Pemberian cairan harus hati-
hati untuk mencegah TTIK. Demikian pula sangatlah penting melakukan
pemeriksaan serum elektrolit. Hal ini untuk mengantisipasi agar tidak
terjadi kelainan kardiovaskuler. Peningkatan hilangnya nitrogen adalah
signifikan dengan respon metabolic terhadap trauma, karena dengan
adanya trauma, tubuh memerlukan energy untuk menangani perubahan-
perubahan seluruh system organ tubuh. Namun masukan makanan yang
kurang maka akan terjadi penghancuran protein otot sebagai sumber
nitrogen utama. Hal ini menambah terjadinya asidosis metabolic karena
adanya metabolism anaerob glukosa. Maka dalam hal ini diperlukan
masukan makanan yang disesuaikan dengan perubahan metabolisme
yang terjadi pada trauma. Pemasukan makanan pada trauma kepala harus

12
mempertimbangkan tingkat kesadaran pasien atau kemampuan
melakukan reflex menelan.
4. Faktor gastro-intestinal
Trauma kepala juga mempengaruhi system gastrointestinal. Setelah
trauma kepala (3 hari) terdapat respon tubuh dengan merangsang
aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang
lambung menjadi hiperasiditas. Hipotalamus merangsang anterior
hipofisis untuk mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini adalah kompensasi
tubuh untuk menangani edema serebral. Namun pengaruhnya terhadap
lambung adalah peningkatan ekskresi asam lambung yang menyebabkan
hiperasiditas. Selain itu hiperasiditas juga terjadi karena adanya
peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani stress yang
mempengaruhi produksi lambung. Hiperasiditas yang tidak ditangani
akan menyebabkan perdarahan lambung. 4 Dilihat dari seluruh proses
patofisiologi yang terjadi pada trauma kepala, maka dapat diduga
dampak masalah yang terjadi pada kasus ini. Pada trauma kepala ringan
tidak ditemukan perubahan neurologis yang serius karena tidak terjadi
perubahan struktur dan fungsi. Namun pada trauma kepala berat seperti
kontusio dan laserasio, kemungkinan akan ditemukan gejala-gejala
perubahan neurologis seperti penurunan kesadaran dan disfungsi senso-
motoris. Pengaruh lainnya adalah perubahan system kardiovaskuler,
pernapasan, metabolism tubuh, gastrointestinal atau system urinariusm
dan lain-lain.
5. Faktor psikologis
Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, trauma
kepala pada pasien adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala
sisa yang timbul pasca trauma akan mempengaruhi psikis pasien.
Demikian pula pada trauma berat yang menyebabkan penurunan
kesadaran dan penurunan fungsi neurologis akan mempengaruhi
psikososial pasien dan keluarga.

13
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Agus Purwadianto dan Budi Sampurna, ada beberapa jenis
manifestasi klinis pada klien dengan trauma kepala,
1. Komosio serebri
a) Pingsan tidak lebih dari 10 menit
b) Tanda-tanda vital dapat normal atau menurun
c) Sesudah sadar mungkin terdapat gejala subyektif seperti nyeri kepala,
pusing muntah.
d) Terdapat amnesia retrograde, pada pemeriksaan tidak terdapat gejala
kelainan neurologic lainnya. (Agus Purwadianto & Budi Sampurna,
2000).
2. Edem Serebri Traumatik Gejala serupa dengan komosio serebri yang
sifatnya lebih berat dengan pingsannya yang lamanya dapat berjam-jam.
Tekanan darah naik dan nadi turun. Pada pemeriksaaan tidak terdapat
gejala kelainan neurologic lainnya.
3. Kontusio Serebri Pada Kontusio serebri terdapat perdarahan otak tanpa
gangguan kontinuitas jaringan. Tanda dan gejalanya sebagai berikut:
a) Pingsan berlangsung lama, dapat beberapa hari sampai berminggu-
minggu. 5
b) Kelainan neurologic. Kelainan neurologic yang timbul bergantung pada
lokalisasi dan luasnya lesi. Lesi pada batang otak dapat berakibat fatal.
Pada gangguan diensefalon:
a. Pernapasan biasa atau seperti Cheyne Stokes.
b. Pupil mengecil dan refleks cahaya baik
c. Gerakan mata seperti mata boneka yaitu mata tetap di tengah pada
pergerakan kepala.
d. Pada susunan motorik terdapat rigiditas dekortikalis yaitu kaku pada
kedua tungkai dalam sikap ekstensi dan lengan dalam sikap fleksi.
Pada gangguan mesensefalon dan pons:
a. Penurunan kesadaran hingga koma
b. Hiperventilasi
c. Pupil melebar dan refleks cahaya tidak ada

14
d. Pergerakan bola mata tidak teratur
e. Sikap desebrasi tungkai dan lengan (dalam sikap ekstensi) Pada
medulla oblongata:
f. Pernapasan tersengal-sengal, tak teratur kemudian berhenti. Pada
pemeriksaan pungsi lumbal, cairan serebrospinal berdarah.
4. Hematom epidural
Pada hematom epidural terjadi perdarahan di antara tengkorak dan
durameter akibat robeknya arteri meningea media atau cabang-cabangnya.
Tanda dan gejalanya sebagai berikut:
a. Penurunan kesadaran atau nyeri kepala sebentar, kemudian membaik.
b. Beberapa jam kemudian timbul gejala yang berat dan sifatnya progresif
seperti nyeri kepala hebat, pusing dengan disertai penurunan kesadaran.
Masa antara siuman dari pingsan setelah kecelakaan dan menurunnya
kembali kesadaran disebut interval lusid.
5. Hematom Subdural Pada hematom subdural, perdarahan terjadi di rongga
antara durameter dan arachnoid. Tanda dan gejalanya sebagai berikut:
a. Nyeri kepala hebat
b. Gangguan penglihatan karena edem dari papil N II.
c. Pada sisi kontralateral hematom terdapat gangguan traktus piramidalis.
6. Hematom subarachnoid 6
Perdarahan terjadi dalam rongga subarachnoid; sering menyertai
kontusio serebri. Papa pungsi lumbal ditemukan cairan serebrospinal
berdarah. Cairan serebrospinal yang berdarah tersebut dapat merangsang
selaput otak sehingga timbul kaku kuduk. Penatalaksanaan seperti pada
kontusio serebri.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala
meliputi
1. CT sc
an (dengan/tanpa kontras): Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan, ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.

15
2. MRI :Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radio aktif.
3. Cerebral angiografi: Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti
perubahan jaringan otak skundre menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
4. Serial EEG :Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
5. Sinar X: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema) fragmen tulang.
6. BAER: Mengeroksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
7. PET: Mendeteksi perubahan aktifititas metabolism otak.
8. CSS: Lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid
9. Kadar elektrolit: Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
peningkatan intracranial.
10. Screen toxicology: Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat
menyebabkan penurunan kesadaran.
11. Analisa gas darah: adalah salah satu tes diaknostik untuk menentukan
status status respirasi. Status respirasi dapat digambarkan melalui
pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenisasi dan status asam basa.
(Doenges 2000; Price & Wilson 2006)

16

Anda mungkin juga menyukai