Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT PADA KORBAN TENGGELAM


(DROWING)

Disusun Oleh Kelompok II:

Andi Ayu Masyita : NH02170


Andini Dian Pratiwi : NH0218004
Exra Riska. P : NH0218010
Hasmita : NH0218015
Irtawati : NH0218020
Marsella Anggraeni : NH0218025
Noviyati Hamudu : NH0218030
Nurul Huda : NH0218035
Riawulandari : NH0218041
Upik Sartika Putri : NH0218048

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


STIKES NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tenggelam (drowning) merupakan cedera oleh karena perendaman
(submersion/immersion) yang dapat mengakibatkan kematian dalam waktu
kurang dari 24 jam. Apabila korban mampu selamat dalam waktu kurang dari 24
jam maka disebut dengan istilah near drowning. Dalam sepuluh tahun terakhir,
lebih dari 50.000 orang meninggal akibat tenggelam di Amerika Serikat, dan
merupakan penyebab kematian terbanyak ke-4 akibat kecelakaan secara umum
(BMJ, 2004) dalam (Utara & Kumaat, 2014).

Kegawatdaruratan pada korban tenggelam terkait erat dengan masalah


pernapasan dan kardiovaskuler yang penanganannya memerlukan penyokong
kehidupan jantung dasar dengan menunjang respirasi dan sirkulasi korban dari
luar melalui resusitasi, dan mencegah insufisiensi. Penanganan
kegawatdaruratan korban tenggelam sebaiknya memastikan terlebih dahulu
kesadaran, system pernapasan, denyut nadi, dan proses observasi dan interaksi
yang konstan dengan korban. Korban tenggelam merupakan salah satu
kegawatdaruratan yang perlu penanganan segera (Novita, 2009) dalam (Utara &
Kumaat, 2014).

Berdasarkan data statistik yang diambil dari halaman website e-medicine,


golongan lelaki adalah tiga kali lebih sering mati akibat tenggelam berbanding
golongan wanita. Kita juga tidak banyak mendengar berita tentang anak yang
tenggelam di kolam renang sesuai dengan keadaan sosial ekonomi di Indonesia
tetapi mengingat keadaan Indonesia yang dikelilingi air, baik lautan, danau
maupun sungai, tidak mustahil jika banyak terjadi kecelakaan dalam air seperti
hanyut dan tenggelam yang belum diberitahukan dan ditanggulangi dengan
sebaik-baiknya. Hampir setiap saat, terutama pada saat musim liburan, di objek
wisata laut. Banyak terjadi kasus wisatawan yang tenggelam, karena akibat air
pasang atau kecerobohan diri wisatawan tersebut. Selain itu, kasus tenggelam
yang lainnya adalah akibat buruknya transportasi laut di Indonesia (Utara &
Kumaat, 2014).
Di Indonesia angka korban meninggal tenggelam akibat bencana alam
menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebanyak 44 orang
selama tahun 2013, angka itu relatif sedikit dibandingkan dengan korban
meninggal tenggelam di laut menurut Komite Nasional Keselamatan
Transportasi (KNKT) pada tahun 2013 sebanyak 65 korban jiwa, sementara
korban meninggal akibat tenggelam di kota Manado, sesuai data Tim Badan Sar
Manado angka kematian korban tenggelam tahun 2013 sebanyak 12 orang
(Utara & Kumaat, 2014).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu tenggelam?
2. Apa saja penyebab tenggelam?
3. Apa saja klasifikasi tenggelam?
4. Bagaimana patofisiologi tenggelam?
5. Apa saja tanda dan gejala pada pasien tenggelam?
6. Bagaimana Penatalaksanaan pada pasien tenggelam?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien tenggelam?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar tenggelam
2. Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada pasien tenggelam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Drowning atau tenggelam didefinisikan sebagai masuknya cairan
yang cukup banyak ke dalam saluran nafas atau paru-paru. Dalam
kasus tenggelam, terendamnya seluruh tubuh dalam cairan yang tidak
diperlukan (Budianto, 1997) dalam (Putra, 2014). Sedangkan WHO
mengungkapkan bahwa tenggelam merupakan suatu proses kejadian
gangguan pernapasan akibat perendaman (submersion) atau pencelupan
(immersion) dalam cairan. Proses kejadian tenggelam diawali dengan
gangguan pernapasan baik karena jalan nafas seseorang berada di
bawah permukaan cairan (submersion) ataupun air hanya menutupi
bagian wajahnya saja (immersion) (Szpilman dkk, 2012) dalam (Putra,
2014).
Tenggelam adalah kematian akibat asfiksia yang terjadi dalam 24 jam
setelah peristiwa tenggelam di air, sedangkan hampir tenggelam adalah
korban masih dalam keadaan hidup lebih dari 24 jam setelah peristiwa
tenggelam di air. Jadi tenggelam merupakan suatu keadaan fatal, sedangkan
hampir tenggelam munngkin dapat berakibat fatal. Sedangkan WHO
mendefinisikan sebagai proses gangguan pernapasan akibat tenggelam dalam
cairan (Dzulfikar, 2012) dalam (Rahardiantomo, 2016).
Tenggelam adalah suatu bentuk sufokasi berupa korban terbenam dalam
cairan dan cairan tersebut terhisap masuk ke jalan napas sampai alveoli paru-
paru. Pada umumnya tenggelam merupakan kasus kecelakaan, baik secara
langsung maupun karena ada faktor-faktor lain seperti korban dalam keadaan
mabuk atau dibawah pengaruh obat, atau bisa saja dikarenakan akibat dari
suatu peristiwa pembunuhan (Wilianto, 2012).
2. Etiologi
Tenggelam disebabkan oleh ketidakmampuan diri untuk
memosisikan mulut dan hidung di atas permukaan air, dan menahan napas
ketika berada di dalam air untuk jangka waktu tertentu. Pada kondisi ini, air
dapat masuk ke saluran pernapasan sehingga pasokan oksigen menjadi
terhenti, yang berakibat pada kerusakan atau terganggunya sistem tubuh.
Kasus-kasus tenggelam dapat dipicu oleh sejumlah faktor, seperti:
a. Tidak bisa berenang.
b. Mengalami serangan panik saat berada di dalam air.
c. Terjatuh atau terpeleset ke dalam tempat penampungan air atau tempat
pembuangan yang terisi air.
d. Mengonsumsi alkohol sebelum berenang atau berlayar.
e. Menderita penyakit yang kambuh ketika berada di dalam air, seperti
serangan jantung, epilepsi, atau gegar otak.
f. Tidak mengawasi dan menjaga bayi atau anak-anak ketika berada di
tempat yang rawan terjadi tenggelam, seperti bak mandi, kolam ikan,
kolam renang, tempat penampungan air, sungai, danau, atau laut.
g. Musibah alam, seperti banjir atau tsunami.
h. Melakukan tindakan bunuh diri https://www.alodokter.com/tenggelam
3. Klasifikasi
Berdasarkan temperature air, klasifikasi dibagi menjadi tiga, yaitu (Putu
& Pontisomaya, 2016) :

a. Tenggelam di air hangat, bila temperature air >20°C


b. Tenggelam di air dingin, bila temperature air 5-20°C
c. Tenggelam di air sangat dingin, bila temperature air <20°C
Berdasarkan osmolaritas air klasifikasi dibagian menjadi dua yaitu
a. Tenggelam di air tawar
b. Tenggelam di air laut
Kejadian tenggelam atau submersed accident dapat memberikan
dua hasil:
1) Immersion syndrome merupakan kematian mendadak setelah kontak
dengan air dingin,
2) Submersed injury, yaitu dapat menyebabkan kematian 24 jam setelah
kejadian tenggelam, survival, atau pulihnya keadaan setelah kejadian
tenggelam.
4. Patofisiologi
Proses tenggelam diawali ketika jalan nafas berada di bawah permukaan
air. Awalnya, seseorang yang tenggelam akan berusaha untuk menahan
nafas, sebagai usaha proteksi dari aspirasi. Usaha volunter ini biasanya
bertahan selama 30 detik sampai 1 menit dan selanjutnya diikuti oleh
inspirasi involunter (Schmidt & Sempsrott, 2015). Hal ini menyebabkan air
masuk jalan nafas yang diikuti dengan laringospasme, kemudian terjadi
hipoksia, yang menyebabkan apnea, penurunan kesadaran, lalu relaksasi
laring dan airpun masuk ke dalam paru-paru dalam jumlah banyak sehingga
terjadi asfiksia dan kematian (Putu & Pontisomaya, 2016).
Perubahan hemodinamik pada korban tenggelam diawali pada saat
korban mengalami hipoksia. Pada keadaan penurunan transpor oksigen,
terjadi peningkatan kompensasi ambilan oksigen untuk menyokong
metabolisme aerob. Oleh karena itu, sel harus bekerja secara anaerob untuk
menghasilkan ATP (adenosine triphospate), yang mengakibatkan
pembentukan laktat dan H+ , yang disebut dengan asidosis laktat dalam
(Putu & Pontisomaya, 2016).
Pada keadaan hipoksia, denyut nadi dan tekanan darah meningkat karena
jantung memompa lebih kuat untuk mendapatkan lebih banyak oksigen. Hal
ini menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen otot jantung, sedangkan
ketersediaan oksigen selama hipoksia menurun, sehingga dapat terjadi
iskemia jantung dan angina. Pada keadaan hipoksia, denyut nadi dan tekanan
darah meningkat karena jantung memompa lebih kuat untuk mendapatkan
lebih banyak oksigen. Hal ini menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen
otot jantung, sedangkan ketersediaan oksigen selama hipoksia menurun,
sehingga dapat terjadi iskemia jantung dan angina. Hipotermia juga kerap
terjadi pada kasus tenggelam, terutama kasus tenggelam pada air dingin,
yang akan mempercepat proses hipotermia. Setiap penurunan 10C dari suhu
inti tubuh, akan menyebabkan penurunan aliran darah ke otak hingga 6-7%.
Keadaan hipoksia, asidosis laktat dan hipotermia akan menyebabkan
disfungsi kardiovaskular, yaitu diantaranya gangguan ritme jantung, gagal
jantung hingga henti jantung.
Pada korban tenggelam di air dingin, akan terjadi refleks menyelam,
yang ditandai dengan bradikardia, penurunan curah jantung, vasokonstriksi
pembuluh darah, peningkatan tekanan darah dan penurunan aliran darah
pada pembuluh darah perifer. Refleks menyelam adalah pola respirasi,
jantung dan respon vaskuler yang dipicu oleh penahanan nafas saat
tenggelam. Respon bradikardia timbul akibat 5 kondisi apnea dan kontak
langsung dari wajah dan seluruh tubuh dengan air dingin. Respon
bradikardia oleh karena kondisi apnea, bervariasi pada sebagian individu,
dimana penurunan nadi umumnya berkisar antara 15% sampai 40%.
Bradikardia dapat dicegah dengan premedikasi dengan atropin. Peningkatan
tekanan darah juga bervariasi pada sebagian individu.
Refleks menyelam berpotensi untuk menyimpan oksigen dan
memperpanjang onset untuk terjadinya kerusakan hipoksia yang serius
dengan beberapa cara. Vasokonstriksi pada pembuluh darah dihubungkan
dengan proses redistribusi aliran darah, yang dapat menyimpan oksigen
untuk organ vital, seperti jantung dan otak. Bradikardia dapat menurunkan
kebutuhan oksigen pada miokardium dan meningkatkan perfusi koroner.
Oleh karena itu, refleks menyelam dianggap sebagai mekanisme pertahanan
yang penting. Akan tetapi, refleks menyelam juga dapat menimbulkan efek
negatif. Pada individu dengan kondisi apnea obstruktif, respon bradikardia
terkadang diikuti dengan henti jantung. Terlebih lagi, peningkatan tekanan
darah yang dihasilkan dari aktivasi sistem simpatis dapat meningkatkan
resiko terjadinya penyakit jantung koroner. Pada orang tua, tenggelam
menyebabkan peningkatan isi sekuncup tanpa peningkatan detak jantung,
yang menghasilkan peningkatan tekanan darah. Fenomena ini terkait
penurunan adaptibilitas dari sistem saraf otonom pada umur tua.
Perubahanperubahan tersebut menyebabkan respon pada peningkatan
volume sirkulasi darah (Putu & Pontisomaya, 2016).
5. Manifestasi
Tanda dan gejala yang sering muncul ialah tanda dan gejala sistem
kardiorespiratori dan neurologi. Distres respiratori awalnya tidak terlihat,
hanya terlihat adanya perpanjangan nilai RR tanpa hipoksemia. Pasien yang
lebih parah biasanya menunjukkan tanda hipoksemia, retraksi dinding dada,
dan suara paru abnormal. Manifestasi neurologi yang muncul seperti
penurunan kesadaran, pasien mulai meracau, iskemik-hipoksia pada sistem
saraf pusat sehingga menunjukkan tanda peningkatan ICP.
Sedangkan menurut sumber lain, manifestasi drowningyang muncul
antara lain :

1) Frekuensi pernafasan berkisar dari pernapasan yang cepat dan dangkal


sampai apneu.
2) Syanosis
3) Peningkatan edema paru
4) Kolaps sirkulasi
5) Hipoksemia
6) Asidosis
7) Timbulnya hiperkapnia
8) Lunglai
9) Postur tubuh deserebrasi atau dekortikasi
10) Koma dengan cedera otak yang irreversible
6. Pencegahan
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan pencegahan yang dilakukan
sebelum terjadinya patogenik. Tujuannya adalah untuk mencegah
penyakit dan trauma. Secara umum, pencegahan primer meliputi promosi
kesehatan (health promotion) dan perlindugan khusus (specific
protection). Promosi kesehatan dapat dilakukan melalui beberapa cara,
antara lain pendidikan kesehatan, peningkatan gizi yang tepat,
pengawasan pertumbuhan individu, konseling pernikahan, dan
pemeriksaan kesehatan berkala. Perlindungan khusus dilakukan melalui
upaya imunisasi, hygiene personal, sanitasi lingkungan, perlindungan
bahaya penyakit kerja, avoidment allergic, dan nutrisi khusus (mis,
nutrisi untuk ibu hamil, nutrisi untuk bayi), dan lainnya. Pencegahan
primer pada pasien tengelam, meliputi :
1. Dengan menutup akses ke tempat yang berisi air rapat-rapat. Bisa
dengan menggunakan pintu yang terkunci atau pagar yang tidak
mudah dilewati, khususnya oleh anak-anak.
2. Selalu berikan pengawasan kepada anak-anak ketika berada di lokasi-
lokasi yang rawan terjadi tenggelam, seperti bak mandi, kolam renang,
kolam ikan, danau, sungai, dan laut.
3. Jangan mengonsumsi minuman beralkohol sebelum berenang,
memancing, berlayar, atau melaut.
4. Beri tahu dokter jika sedang mengonsumsi obat-obat penenang ketika
harus bekerja atau beraktivitas di lokasi yang rawan terjadi tenggelam.
5. Mempelajari dan memahami teknik melakukan CPR dengan tepat,
agar dapat memberikan pertolongan pada orang yang tenggelam.
https://www.alodokter.com/tenggelam
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan
pada fase awal patogenik yang bertujuan untuk mendeteksi dan
melakukan intervensi segera guna menghentikan penyakit pada tahap
dini, mencegah penyebaran penyakit, menurunkan intensitas penyakit
atau mencegah komplikasi, serta mempersingkat fase ketidak mampuan.
Pencegahan sekunder dilakukan melalui diagnosis dini/penaganan
segera, seperti penemuan kasus, survei penapisan, pemeriksaan selektif.
Pencegahan sekunder pada pasien tenggelam, meliputi :
1. Lihat algoritma tatalaksana korban tenggelam

2. Bila korban yang bisa bernapas, berikan O2 sungkup muka 15 L/m

3. Bila korban mengalami perburukan atau tidak bernapas adekuat,


lakukan intubasi dini dan ventilasi mekanik. Pasang akses perifer
untuk pemberian obat dan berikan infus kritaloid cepat

4. Bila korban mengalami henti jantung (cardiac arrest) biasanya sistol


atau pulseless electrical activity (PEA), lakukan CPR, berikan
adrenalin 1 mg (0,01 mg/kg), lakukan shock bila terindikasi

http://dokterpost.com/kegawatdaruratan-pasien-tenggelam/
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier terdiri atas atau upaya mencegah atau
membatasi ketidak mampuan serta membantu memulihkan klien yang
tidak mampu agar dapat berfungsi secara optimal. Langkah pencegahan
ini antara lain dilakukan melalui upaya pembatasan ketidakmampuan
(disability limitation) dan rehabilitasi. Untuk pembatasan
ketidakmampuan, langkah yang biasa diambil adalah pelatihan tentang
cara perawatan diri dan penyediaan fasilitas. Untuk rehabilitas, upaya
yang dilakukan antara lain pendidikan khusus yang disesuaikan dengan
kondisi klien yang rehabilitasi, penempatan klien sesuai dengan dengan
keadaannya (selective places), terapi kerja, dan pembentukan kelompok
khusus bagi klien yang memiliki kondisi yang sama.
1. Saat korban masuk unit gawat darurat:
a. Evaluasi patensi jalan napas, berikan oksigenasi, hemodinamik
stabil
b. Pasang NGT, selimut untuk mencegah hipotermia
c. Anamnesis: tindakan resusitasi, riwayat penyakit sebelumnya
d. Foto toraks
e. Analisis gas darah: asidosis metabolik
2. Pemeriksaan toksikologi serta CT kepala dan leher dilakukan bila
pasien tetap tidak sadar
3. Korban yang pO2 arteri bagus tanpa terapi dan tidak ada kelainan lain
dapat dipulangkan
4. Korban dirawat bila termasuk kategori derajat 2-6. Pada korban
derajat 2 yang perbaikan setelah 6-8 jam, dapat dipulangkan. Bila ada
perburukan maka korban dirawat di ruang intermediet.
5. Pada korban derajat 3-6 yang umumnya memerlukan intubasi dan
ventilasi mekanik di rawat di unit perawatan intensif (ICU)

http://dokterpost.com/kegawatdaruratan-pasien-tenggelam/
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan di tempat kejadian
Berdasarkan AHA Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation
and Emergency Cardiovascular Care 2010 RJP pada pertolongan korban
near drowning siklus A-B-C tetap dipertahankan oleh karena sifat
hipoksia dari arrest yang terjadi sehingga apabila korban hanya
mengalami henti nafas dapat segera merespon tindakan yang diberikan.
Indikasi penghentian RJP adalah apabila pasien sadar atau dapat bernafas
spontan, pasien meninggal atau penolong mengalami kelelahan (Lavonas
et al., 2015)
Korban terlebih dahulu dikeluarkan dari air secara hati-hati
dengan praduga cedera servikal. Para penolong tidak boleh
mengansumsikan bahwa korban tidak dapat ditolong kecuali korban
sudah meninggal beberapa saat lalu. Panggil bantuan dan defribilator
(AED) jika ada, buka baju pasien, lakukan pengecekan CAB (circulation,
airway, breathing) kemudian segera lakukan RJP. Jika pasien mengalami
penurunan status mental, periksa jalur napas dari benda-benda asing
dengan manuver finger-sweep. Sesaat setelah AED datang, segera
pasang alat tersebut dengan mengeringkan badan pasien terlebih dahulu.
Usahakan pemasangan tidak mengganggu atau mengganggu kompresi
seminimal mungkin. Setelah pemberian kejutan, periksa kembali nadi
dan pernapasan. Jika nadi dan pernapasan kembali, posisikan pasien ke
recovery position. Jika ritme unshockable, RJP terus dilakukan hingga
bantuan datang atau ritme shockable (Kleinman et al., 2015)
Korban dapat muntah saat dilakukannya kompresi dada. Jika
muntah, miringkan tubuh korban dan bersihkan muntahannya dengan
menggunakan jari, pakaian atau disedot (suction). Jika curiga cedera
spinal, korban digulingkan sedemikian rupa sehingga kepala, leher dan
badan berputar sebagai sebuah unit untuk melindungi cedera spinal.
(Affzalurahman putranda, 2017).
b. Penanganan di Rumah Sakit
Menurut Bierens (2014) dalam (Affzalurahman putranda, 2017)
Sesampainya di IGD, pasien segera dioksigenasi untuk mencegah
hipoksia. Penanganan pada korban tenggelam pada umumnya
diklasifikasikan menjadi empat kelompok berdasarkan pada kondisi
korban saat sampai di IGD.

Tabel 2.1
Penanganan awal korban tenggelam di IGD berdasarkan kondisi

Klasifikasi Penangan awal di gawat darurat


Kelompok 1: pasien tanpa 1. Lakukan observasi
inhalasi yang jelas 2. Analisis gas darah, monitor SaO2
3. Kaji hipotermia
4. Periksa elektrolit, apusan darah
tepi, glukosa
5. Rontgen dada
Kelompok 2: pasien dengan 1. Oksigen dengan masker atau
ventilasi yang adekuat sirkuit CPAP
2. Pantau SaO 2 dan PaO 2 Infus
infus cairan hangat
3. Kaji hipotermia dan asidosis
metabolik Periksa rontgen dada,
hitung darah lengkap, urea,
elektrolit, glukosa Pindahkan ke
ICU sedapat mungkin
Kelompok 3: pasien dengan 1. Intubasi dan ventilasi dengan
ventilasi yang tidak adekuat oksigen 100%
2. Lanjutkan IPPV
3. Pertahankan PaO 2 >8 kPa
4. Infus intravena Gunakan PEEP
jika perlu
5. Pindahkan ke ICU

Kelompok 4: pasien dengan 1. Bersihkan jalan napas IPPV segera


henti jantung Kompresi dada EKG segera
mungkin Kanulasi intravena
2. Kaji hipotermia
Ket: SaO2=saturasi O2, PaO2=konsntrasi O2, ICU= intensive care unit, IPPV, EKG=elektrokardiogram

Sumber: Bierens (2014) dalam (Affzalurahman putranda, 2017)


Pasien yang masuk ke dalam kelompok 1 dapat dipulangkan jika
dalam 6 jam pertama setelah kedatangan pasien tidak mengalami demam,
batuk, gejala gangguan pernapasan, adanya krepitasi di paru, PaO2
normal pada pemberian oksigen 21% dan hasil rontgen normal.

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Klien : meliputi nama, umur, pekerjaan, jenis kelamin, alamat
b. Keluhan Utama : Kaji hal yang dirasakan klien saat itu, biasanya klien
mengeluh sesak nafas
c. Riwayat Penyakit Sekarang : Bagaimana awal mula klien dibawa ke
pelayanan kesehatan sampai munculnya keluhan yang dirasakan klien
d. Riwayat Penyakit Dahulu : Kaji apakah sebelumnya klien pernah
tenggelam, dan kaji apakah klien mempunyai penyakit asma
e. Primary Survey
1) Airway : Kaji adanya sumbatan jalan nafas akibat paru-paru yang
terisi cairan. Manajemen : Kontrol servikal, bebaskan jalan nafas
2) Breathing : Periksa adanya peningkatan frekuensi nafas, nafas dangkal
dan cepat, klien sulit bernafas. Manajemen : Berikan bantuan ventilasi
3) Circulation : Kaji penurunan curah jantung. Manajemen : Lakukan
kompresi dada
4) Disability : Cek kesadaran klien, apakah terjadi penurunan kesadaran.
Manajemen : Kaji GCS, periksa pupil dan gerakan ektremitas
5) Exposure : Kaji apakah terdapat jejas.
f. Pengkajian Fisik
1) Keadaan Umum : Klien biasanya tampak lemah, pucat, sesak, dan
kesulitan bernafas.
2) Pemeriksaan per – system B1-B6 :
B1 : Klien mengeluh sesak dan sulit bernafas, pernafasan cepat dan
dangkal, RR meningkat
B2 : Tekanan darah klien menurun, klien tampak pucat, sianosis dan
nadi meningkat (takikardi)
B3 : Klien mengalami penurunan kesadaran, GCS menurun
B4 : Tidak ditemukan kelainan
B5 : Tidak ditemukan kelainan
B6 : Kaji adanya fraktur karena terbentur benda keras
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan supresi
reflek batuk sekunder akibat aspirasi air ke dalam paru
b. Ketidakefektifan Pola nafas berhubungan dengan hipoksia akibat
penurunan kadar oksigen dalam tubuh
c. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan refraktori dan
kebocoran interstitial pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan
kurangnya suplai oksigen
e. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan peningkatan kerja
ventrikel
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji status pernafasan klien
jalan nafas berhubungan selama 1×24 jam diharapkan bersihan 2. Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan
dengan supresi reflek jalan nafas efektif dengan kriteria hasil : jalan nafas tambahan bila perlu
batuk sekunder akibat 1. Jalan nafas paten 3. Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya
aspirasi air ke dalam paru 2. Tidak terjadi aspirasi 4. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk
3. Sekresi encer dan mudah dibersihkan mengetahui adanya penurunan atau tidaknya ventilasi
dan adanya bunyi tambahan
5. Berikan fisioterapi ada misalnya: postural drainase,
perkusi dada/vibrasi jika ada indikasi
6. Jelaskan penggunaan peralatan pendukung
7. Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam,
perubahan posisi dan lakukan suction bila ada
indikasi
2 Ketidakefektifan Pola Setelah dilakukan tindakan keperawatn
nafas berhubungan selama 1x24 jam diharapkan, pola napas 1. Monitor pola napas
dengan hipoksia akibat efektif. Dengan kriteria hasil: 2. Monitor adanya sumbatan jalan napas
penurunan kadar oksigen 1. Jalan napas paten 3. Pertahankan posisi tubuh klien
dalam tubuh 2. Tidak terjadi aspirasi 4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
5. Kolaborasi pemberian bronkodilator jika perlu
3 Gangguan pertukaran gas setelah dilakukan tindakan keperawatan
yang berhubungan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
1x24 jam, diharapkan tidak ada masalah
dengan refraktori dan napas
dalam pertukaran gas, dengan kriteria
kebocoran interstitial hasil: 2. Monitor adanya sumbatan jalan napas
pulmonal / alveolar pada 1. Oksigenasi adekuat 3. Monitor saturasi oksigen
status cedera kapiler paru 4. Catat ada tidaknya suara napas tambahan
2. Saturasi oksigen dalam batas normal
5. Kolaborasi penggunaan oksigen
4 Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji tingkat kesadaran klien dengan GCS
jaringan serebral yang 1×24 jam tidak terjadi gangguan perfusi 2. Melakukan sirkulasi perifer secara komperhensif
berhubungan dengan serebral dengan kriteria hasil: 3. Pantau tekanan darah
kurangnya suplai oksigen 1. Klien menunjukkan perhatian, 4. Catat status neurologi secara tertatur, bandingkan
konsentrasi dan orientasi dengan nilai standar menghindari suhu yang kestrim
2. Klien menunjukkan memori jangka dan ekstremitas
lama dan saat ini, membuat keputusan 5. Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku
yang benar yang tidak sesuai
6. Monitor tanda vital setiap 1 jam
7. Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat sesuai indikasi
yang dapat ditoleransi

5 Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi tanda dan gejala penuruna curah jantung
yang berhubungan selama 1x24 jam, diharapkan terjadi 2. Monitor tekanan darah
dengan peningkatan kerja peningkatan curah jantuh, dengan kriteria 3. Monitor saturasi oksigen
ventrikel hasil: 4. Posisikan pasien dalam keadaan semifawler
1. Peningkatan pompa jantung 5. Berikan lingkungan yang tenang
2. Kesadaran meningkat

Sumber: (Hariyanto, 2018)


BAB III
TINJAUAN KASUS

Seorang laki-laki An B 15 tahun dibawa oleh gurunya ke rumah sakit dengan


keadaan sesak napas dan sempat tak sadarkan diri. Sebelum tidak sadarkan diri
pasien sedang latihan berenang dikolam renang dan tanpa pengawasan dari guru
pasien pun tenggelam. klien mengatakan sesak dan sulit bernapas.

A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway : Adanya sisa-sisa air di mulut klien. Terdengar gargling dan
ronchi.
b. Breathing : Frekuensi nafas menigkat, klien dangkal dan cepat. Klien
tampak sulit bernapas RR 42x/i SPO2 85%
c. Circulasi : Frekuensi Nadi meningkat, Klien tampak pucat, tampak
sianosis. TD 80/50mmHg N 145x/i. Akral dingin.
d. Disability : Pasien dengan tingkat kesadaran samnolen GCS E3V4M6
a. Pakaian klien tampak basah
e. Exposure : Tidak ada jejas pada tubuh klien
2. Pengkajian Sekunder
a. Identitas Pasien
Nama klien : An B
Umur : 15 Tahun
Suku/Bangsa : Bugis/ Indonesi
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. Perintis Kemerdakaan Km 6
Dx Medis : Drowning
Tanggal masuk : 5 Oktober 2019
Tanggal pengkajian : 5 Oktober 2019
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. I
Umur : 30 tahun
Alamat : Jl. Sudiang
Hubungan : Guru
c. Keluhan utama : Sesak napas
d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang : An B 15 tahun masuk IGD usai habis
tenggelam di kolam renang dan sempat tidak sadarkan diri. Klien
dibawah oleh gurunya 30 menit setelah kejadian. Saat dilakukan
pengkajian pasien mengatakan sesak napas dan sulit bernapas.
2) Riwayat penyakit dahulu : Klien mengatakan sebelumnya tidak
pernah tenggelam
3) Riwayat kesehatan keluarga :-
3. Pengkajian Fisik :
a. Tanda-tanda vital
TD 80/50mmHg
HR : 145x/i
RR : 42x/i
T : 36℃
b. Wajah : Klien tampak pucat.
c. Mulut : Keluar air di mulut klien.
d. Hidung : Tampak napas cuping hidung
e. Mata : Tampak merah pada mata klien
f. Kongjutiva : Tampak anemis
g. Dada : Gerakan dada simestris
h. Irama napas cepat dan dangkat
i. Pola napas tidak teratur
j. Abdomen :Tidak ada kelainan
k. Genetalia : Tidak ada kelainan
4. Pemeriksaan Penunjang
AGD : Asidosis Respiratoris
Foto Thorax : Udema Paru
5. Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1. Ds: Gangguan Gangguan
Klien mengatakan pertukaran gas Pertukaran Gas
sesak napas berhubungan dengan
Do: ketidakseimbangan
1. Tampak pernapasan ventilasi perfusi.
cuping hidung
2. Pola napas Nampak
tidak teratur
3. RR; 42x/i

2 Ds: peningkatan kerja Penurunan curah


 - ventrikel jantung
Do:
1. Klien Nampak
pucat
2. Klien Nampak
sianosis
3. Terjadi penurunan
kesadaran
4. TD: 80/50

3 Ds: hipoksia akibat Pola napas tidak


Klien mengatakan sulit penurunan kadar efektif
bernapas oksigen dalam
Do: tubuh
Nampak napas klien
dangkal dan cepat

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Gangguan pertukaran gas


berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel
3. Ketidakefektifan Pola nafas berhubungan dengan hipoksia akibat penurunan
kadar oksigen dalam tubuh
C. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1 Gangguan pertukaran gas setelah dilakukan tindakan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam, diharapkan napas
ketidakseimbangan ventilasi tidak ada masalah dalam pertukaran 2. Monitor adanya sumbatan jalan napas
gas, dengan kriteria hasil: 3. Monitor saturasi oksigen
perfusi. 4. Catat ada tidaknya suara napas tambahan
Ditandai dengan: 1. Oksigenasi adekuat 6. Kolaborasi penggunaan oksigen
Ds: 2. Saturasi oksigen dalam batas
Klien mengatakan sesak napas normal
Do:
1. Tampak pernapasan
cuping hidung
2. Pola napas Nampak tidak
teratur
3. RR; 42x/i

2 Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi tanda dan gejala penuruna curah jantung
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam, 2. Monitor tekanan darah
peningkatan kerja ventrikel diharapkan terjadi peningkatan curah 3. Monitor saturasi oksigen
Ditandai dengan: jantuh, dengan kriteria hasil: 4. Posisikan pasien dalam keadaan semifawler
Ds: 1. Peningkatan pompa jantung 5. Berikan lingkungan yang tenang
 -
2. Kesadaran meningkat
Do:
1. Klien Nampak pucat
2. Klien nampak sianosis
3. Terjadi penurunan
kesadaran
4. TD: 80/50

3 Ketidakefektifan Pola nafas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola napas


berhubungan dengan hipoksia keperawatn selama 1x24 jam 2. Monitor adanya sumbatan jalan napas
akibat penurunan kadar diharapkan, pola napas efektif. Dengan 3. Pertahankan posisi tubuh klien
oksigen dalam tubuh kriteria hasil: 4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Ditandai dengan: 5. Kolaborasi pemberian bronkodilator jika perlu
Ds: 1. Jalan napas paten
Klien mengatakan sulit 2. Tidak terjadi aspirasi
bernapas
Do:
Nampak napas klien dangkal
dan cepat

D. Implementasi dan Evaluasi


No Diagnosa Implementasi Evaluasi
1 S :Klien mengatakan sudah tidak merasakan
1. Memonitor frekuensi, irama, kedalaman, dan sesak
upaya napas. O:
2. Memonitor adanya sumbatan jalan napas. - Tidak terdapat sumbatan jalan napas
3. Memonitor saturasi oksigen. - Kesadaran : Compos Mentis
Hasil : Terpasang O2 5 lpm - Nadi : 90x/i
4. Mencatat ada tidaknya suara napas - RR : 28x/i
tambahan. A : Masalah teratasi
5. Kolaborasi penggunaan oksigen. P : Intervensi dihentikan
Hasil : Terpasang oksigen.
2
Penurunan curah jantung 1. Mengidentifikasi tanda dan gejala penurunan S : Klien mengatakan badannya sudah lebih
yang berhubungan dengan curah jantung kuat dari sebelumnya
peningkatan kerja ventrikel Hasil : Tidak nampak tanda dan gejala O : Klien Nampak tenang ditemani ibunya
penurunan curah jantung A : Masalah teratasi
2. Memonitor tekanan darah. P : Lanjutkan intervensi
Hasil : TTV : 110/70
3. Memonitor saturasi oksigen
Hasil : SPO2
4. Memposisikan pasien dalam keadaan
semifawler
Hasil : Pasien dalam posisi semifowler.
5. Memberikan lingkungan yang tenang

Hasil : Membatasi jumlah pengunjung.


3 Ketidakefektifan Pola nafas
berhubungan dengan 1. Memonitor pola napas. S : Klien mengatakan sesak napas berkurang
hipoksia akibat penurunan Hasil : RR : 40 x/i
kadar oksigen dalam tubuh 2. Memonitor adanya sumbatan jalan napas. O : wajah pasien Nampak rileks.
Hasil : Tidak Nampak adanya sumbatan
jalan napas A : Masalah teratasi
3. Mempertahankan posisi tubuh klien.
Hasil : Klien dalam posisi semifowler. P : Lanjutkan intervensi
4. Melakukan fisioterapi dada jika perlu.
Hasil : Belum dilakukan.
5. Kolaborasi pemberian bronkodilator jika
perlu.

Hasil : Belum dilakukan.


BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tenggelam (drowning) merupakan cedera oleh karena perendaman
(submersion/immersion) yang dapa mengakibatkan kematian dalam waktu
kurang dari 24 jam. Kegawatdaruratan pada korban tenggelam terkait erat
dengan masalah pernapasan dan kardiovaskuler yang penanganannya
memerlukan penyokong kehidupan jantung dasar dengan menunjang respirasi
dan sirkulasi korban dari luar melalui resusitasi, dan mencegah insufisiensi.
Penanganan kegawatdaruratan korban tenggelam sebaiknya memastikan terlebih
dahulu kesadaran, system pernapasan, denyut nadi, dan proses observasi dan
interaksi yang konstan dengan korban. Korban tenggelam merupakan salah satu
kegawatdaruratan yang perlu penanganan segera .
B. Saran
Penanganan kegawatdaruratan korban tenggelam sebaiknya memastikan
terlebih dahulu kesadaran, system pernapasan, denyut nadi, dan proses observasi
dan interaksi yang konstan dengan korban.
DAFTAR PUSTAKA

Affzalurahman putranda, M. (2017). Kegawatdaruratan Pada Kasus Tenggelam (Modul


Pertolongan Pertama Pada Kegawatan Dan Kedaruratan (P2k2). Вестник
Росздравнадзора, 4, 9–15.
Hariyanto, N. Askep Drawning. Retrieved Oktober Rabu, 2019, from
https://www.academia.edu/37889164/ASKEP_DROWNINNG_ATAU_tenggelam_f
ix. , (2018).
Kleinman, M. E., Brennan, E. E., Goldberger, Z. D., Swor, R. A., Terry, M., Bobrow,
B. J., … Rea, T. (2015). Part 5: Adult basic life support and cardiopulmonary
resuscitation quality: 2015 American Heart Association guidelines update for
cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care. Circulation,
132(18), S414–S435. https://doi.org/10.1161/CIR.0000000000000259
Lavonas, E. J., Drennan, I. R., Gabrielli, A., Heffner, A. C., Hoyte, C. O., Orkin, A. M.,
… Donnino, M. W. (2015). Part 10: Special circumstances of resuscitation: 2015
American Heart Association guidelines update for cardiopulmonary resuscitation
and emergency cardiovascular care. Circulation, 132(18), S501–S518.
https://doi.org/10.1161/CIR.0000000000000264
Putra, A. A. G. A. (2014). Death By Drowning : a Case Report. E-Jurnal Medika
Udayana, 3(5).
Putu, D. W. P., & Pontisomaya, P. (2016). Perubahan hemodinamik pada korban
tenggelam.
Rahardiantomo, E. (2016). Dasar Pada Wisatawan Tenggelam Di Pantai Program
Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada.
Schmidt, A., & Sempsrott, J. (2015). Drowning In The Adult Population: Emergency
Department Resuscitation And Treatment. Emergency Medicine Practice, 17(5).
Utara, M., & Kumaat, L. T. (2014). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang
Penanganan Pertama Korban Tenggelam Air Laut Terhadap Peningkatan
Pengetahuan Masyarakat Nelayan Di Desa Bolang Itang Ii Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara. Jurnal Keperawatan, 2(2).
Wilianto, W. (2012). Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga Tenggelam (Review).
Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, 14(3), 39–46.
Affzalurahman putranda, M. (2017). Kegawatdaruratan Pada Kasus Tenggelam (Modul
Pertolongan Pertama Pada Kegawatan Dan Kedaruratan (P2k2). Вестник
Росздравнадзора, 4, 9–15.
Hariyanto, N. Askep Drawning. Retrieved Oktober Rabu, 2019, from
https://www.academia.edu/37889164/ASKEP_DROWNINNG_ATAU_tenggelam_f
ix. , (2018).
Kleinman, M. E., Brennan, E. E., Goldberger, Z. D., Swor, R. A., Terry, M., Bobrow,
B. J., … Rea, T. (2015). Part 5: Adult basic life support and cardiopulmonary
resuscitation quality: 2015 American Heart Association guidelines update for
cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care. Circulation,
132(18), S414–S435. https://doi.org/10.1161/CIR.0000000000000259
Lavonas, E. J., Drennan, I. R., Gabrielli, A., Heffner, A. C., Hoyte, C. O., Orkin, A. M.,
… Donnino, M. W. (2015). Part 10: Special circumstances of resuscitation: 2015
American Heart Association guidelines update for cardiopulmonary resuscitation
and emergency cardiovascular care. Circulation, 132(18), S501–S518.
https://doi.org/10.1161/CIR.0000000000000264
Putra, A. A. G. A. (2014). Death By Drowning : a Case Report. E-Jurnal Medika
Udayana, 3(5).
Putu, D. W. P., & Pontisomaya, P. (2016). Perubahan hemodinamik pada korban
tenggelam.
Rahardiantomo, E. (2016). Dasar Pada Wisatawan Tenggelam Di Pantai Program
Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada.
Schmidt, A., & Sempsrott, J. (2015). Drowning In The Adult Population: Emergency
Department Resuscitation And Treatment. Emergency Medicine Practice, 17(5).
Utara, M., & Kumaat, L. T. (2014). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang
Penanganan Pertama Korban Tenggelam Air Laut Terhadap Peningkatan
Pengetahuan Masyarakat Nelayan Di Desa Bolang Itang Ii Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara. Jurnal Keperawatan, 2(2).
Wilianto, W. (2012). Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga Tenggelam (Review).
Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, 14(3), 39–46.
https://www.alodokter.com/tenggelam
http://dokterpost.com/kegawatdaruratan-pasien-tenggelam/

Anda mungkin juga menyukai