Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Drowning atau disebut juga tenggelam adalah suatu proses yang mengakibatkan
gangguan respirasi karena cairan (van beck et al, 2005). Hasil akhir dari kejadian
tenggelam adalah korban dinyatakan selamat atau meninggal. Penyebab kematian akibat
tenggelam diantaranya adalah kematian otak karena hipoksia atau iskemia otak parah,
ARDS, kegagalan multi organ, sindrom sepsis karena pneumonia aspirasi (Santoso,
2010).
Berdasarkan data Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Pesisir Barat, jumlah korban tenggelam diperairan pantai dan aliran sungai di daerah
pesisir sejak 2012 lalu hingga 2014, tahun 2012 silam korban tenggelam di pantai
mencapai 13 orang, di tahun 2013 mencapai 12 orang, tiga diantaranya tenggelam di
aliran sungai dan di hingga Desember tahun 2014 telah tercatat enam orang, dua
tenggelam di aliran sungai empat orang tenggelam dilaut, satu diantaranya hingga kini
tidak ditemukan (Radar Lampung, 2014).
Selain itu di Jawa Timur juga banyak kejadian kapal yang tenggelam atau perahu
nelayan yang dihantam ombak sehingga memakan korban yang jumlahnya tidak sedikit,
seperti di Situbondo dalam satu kali perahu tenggelam saja korbannya berjumlah 21
orang (Detik, 2014). Berdasarkan gambaran data dari BPBD Lampung jumlah orang
yang tenggelam masih tergolong tinggi walaupun secara matematis data tiap tahun
menurun, Indonesia adalah negara maritim yang wilayahnya didominasi daerah berair,
jika dalam satu daerah saja terdapat 13 orang yang meninggal karena tenggelam, maka
secara matematis korban tenggelam yang terhidung dari sabang sampai merauke sudah
tentu banyak sekali.
Mekanisme tenggelam dapat digolongkan menjadi dua, yaitu dengan aspirasi
cairan dan tanpa aspirasi cairan. Mekanisme kematian aspirasi cairan adalah asfiksia.
Proses tenggelam ketika jalan nafas seseorang berada di bawah permukaan cairan,
secara sadar individu akan menahan nafasnya kemudian diikuti oleh laryngospasme
involunter karena cairan yang ada di orofaring atau laring, selama periode ini individu
tidak dapat menghirup udara sehingga mengalami kekurang oksigen dan penumpukan

1
karbondioksida. Perubahan terjadi di paru, cairan tubuh, tekanan gas darah,
keseimbangan asam basah, dan konsentrasi elektrolit yang bergantung pada komposisi,
volume cairan yang teraspirasi, dan durasi tenggelam (Santoso, 2010).
Oleh sebab itu, Penanganan dini sangat diperlukan karena drowning dapat
menyebabkan paru seseorang terendam cairan, yang dapat menyebabkan kondisi yang
dapat mengancam jiwa, seperti pneumonia aspirasi dan asfiksia. Peran perawat di sini
juga sangat diperlukan mengingat kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar
manusia. Pasien dengan drowning mengalami kesulitan bernafas, sehingga hal ini juga
dapat menganggu kenyamanan dan nyawa pasien, maka dari itu asuhan keperawatan
yang tepat dan cepat kepada klien dengan sufokasi sangat diperlukan.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah cara melakukan asuhan keperawatan kegawat daruratan pada
pasien dengan drowning ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami, menjelaskan dan melakukan asuhan keperawatan
kegawatdaruratan pada pasien dengan drowning.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami dan menjelaskan definisi drowning
b. Mampu memahami dan menjelaskan etiologi drowning
c. Mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi drowning
d. Mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis drowning
e. Mampu memahami dan menjelaskan penatalaksanaan drowning
f. Mampu memahami dan menjelaskan diagnostik penunjang drowning
g. Mampu memnuat asuhan keperawatan pada pasien dengan drowning

D. Manfaat
1. Sebagai perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan drowning
2. Bagi Profesi Kesehatan

2
Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan pemahaman
yang lebih baik tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan drowning sehingga pengembangan ilmu keperawatan khususnya
keperawatan kegawatdaruratan dapat tercapai.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Tenggelam adalah suatu bentuk sufokasi berupa korban terbenam dalam cairan
dan cairan tersbut terhisap masuk ke jalan nafas sampai alveoli paru-paru. Pada
umumnya tenggelam merupakan kasus kecelakaan, baik secara langsung maupun karena
ada faktor-faktor lain seperti korban dalam keadaan mabuk atau dibawah pengaruh obat,
atau bisa saja dikarenakan akibat dari suatu peristiwa pembunuhan (Wilianto, 2012).
Hampir tenggelam (near drowning) adalah keadaan gangguan fisiologi tubuh akibat
tenggelam tetapi tidak terjadi kematian (Onyekwelu, 2008).
Near drowning didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang masih bertahan
hidup setelah mengalami sufokasi (kekurangan napas) akibat tenggelam dalam air atau
cairan lain. Sedangkan drowning sendiri didefinisikan sebagai kematian sekunder karena
asfiksia (sesak nafas) saat tenggelam dalam cairan, biasanya air, dalam 24 jam setelah
kejadian (Banerjee dalam Rauuf (2008))
Drowning (tenggelam) adalah masuknya cairan ke dalam saluran napas yang
mengakibatkan gangguan pertukaran udara di alveoli dan dapat terjadi mati lemas (Arif
Mansjoer, 2000).
Menurut WHO (2015), tenggelam merupakan gangguan sistem pernafasan akibat
terendam dalam media yang cair. Konsensus terbaru menyatakan definisi terbaru dari
tenggelam harus mencakup kasus fatal dan non fatal. Dampak tenggelam dapat berupa
kematian, morbiditas, dan non morbiditas. Ada juga konsensus yang menyatakan bahwa
istilah basah, kering, aktif, pasif, diam, dan menengah seharusnya tidak digunakan lagi.
Drowning atau tenggelam adalah proses masuknya cairan ke dalam saluran nafas
atau paru-paru yang menyebabkan gangguan pernafasan sampai kematian. Definisi
tenggelam mengacu pada ‘adanya cairan yang masuk hingga menutupi lubang hidung dan
mulut’, sehingga tidak terbatas pada kasus tenggelam di kolam renang, atau perairan
seperti sungai, laut, dan danau saja, tetapi juga pada kondisi terbenamnya tubuh dalam
selokan atau kubangan dimana bagian wajah berada di bawah permukaan air (Putra,
2014).

4
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi tenggelam menurut Levin (dalam Arovah, 2009) adalah
1. Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban
a. Typical Drowning
Kondisi ketika cairan masuk ke dalam saluran pernapasan saat korban tenggelam.
b. Atypical Drowning
1. Dry Drowning
Cairan yang masuk ke dalam saluran pernapasan hanya sedikit bahkan tidak
ada.
2. Immersion Syndrom
Terutama pada anak-anak yang tiba-tiba terjun ke dalam air dingin (suhu <
20°C), menyebabkan terpicunya reflex vagal sehingga mengakibatkan apneu,
bradikardia, dan vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan mengarah ke
terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi serebaral.
3. Submersion of the Unconscious
Sering terjadi pada korban yang menderita epilepsy atau penyakit jantung
khususnya coronary atheroma, hipertensi atau peminum yang mengalami
trauma kepala saat masuk ke air.
4. Delayed Dead
Kondisi ketika seorang korban masih hidup setelah lebih dari 24 jam setelah
diselamatkan dari suatu episode tenggelam.

2. Berdasarkan Kondisi Kejadian


a. Tenggelam (Drowning)
Penderita meneguk air dalam jumlah yang banyak hingga air masuk ke dalam
saluran pernapasan. Bagian apiglotis akan mengalami spasme yang
mengakibatkan saluran nafas menjadi tertutup dan hanya dapat dilalui oleh udara
yang sangat sedikit.
b. Hampir Tenggelam (Near Drowning)
Kondisi korban masih bernafas dan membatukkan air keluar.

5
C. ETIOLOGI
Terdapat beberapa penyebab tenggelam antara lain (Levin dalam Arovah, 2009) :
a. Kemampuan fisik yang terganggu akibat pengaruh obat
b. Ketidakmampuan fisik akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan
c. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang

D. PATOFISIOLOGI
Hipoksia merupakan hal utama yang terjadi setelah seorang individu tenggelam.
Keadaan terhambatnya jalan nafas akibat tenggelam menyebabkan adanya gasping dan
kemudian aspirasi, dan diikuti dengan henti nafas (apnea) volunter dan laringospasme.
Hipoksemia d an asidosis yang persisten dapat menyebabkan korban beresiko terhadap
henti jantung dan kerusakan sistem syaraf pusat. Laringospasme menyebabkan keadaan
paru yang kering, namun karena asfiksia membuat relaksi otot polos, air dapat masuk
ke dalam paru dan menyebabkan edema paru.
Efek fisiologis aspirasi pun berbeda antara tenggelam di air tawar dan air laut.
Pada tenggelam di air tawar, plasma darah mengalami hipoktonik, sedangkan pada air
laut adalah hipertonik. Aspirasi air tawar akan cepat diabsorbsi dari alveoli sehingga
menyebabkan hipervolemia intravaskular, hipotonis, dilusi elektrolit serum, dan
hemolisis intravaskular. Aspirasi air laut menyebakan hipovolemia, hemokonsentrasi
dan hipertonis.
Aspirasi air yang masuk kedalam paru dapat menyebabkan vagotonia,
vasokontriksi paru, dan hipertensi. Air segar dapat menembus membran alveolus dan
menggangu stabilitas alveolus dengan menghambat kerja surfaktan. Selain itu, air segar
dan hipoksemi dapat menyebabkan lisis eritrosit dan hiperkalemia. Sedangkan, air
garam dapat menghilangkan surfaktan, dan menghasilkan cairan eksudat yang kaya
protein di alveolus, intertitial paru, dan membran basal alveolar sehingga menjadi keras
dan sulit mengembang. Air garam juga dapat menyebabkan penurunan volume darah
dan peningkatan konsentasi elektrolit serum.
Hipoksia merupakan salah satu akibat dari tenggelam, dan merupakan faktor yang
penting dalam menentukan kelangsungan hidup korban tenggelam. Karena itu, ventilasi,
perfusi, dan oksigenasi yang cepat dibutuhkan untuk meningkatkan tingkat survival
korban.

6
a. Perubahan Pada Paru-Paru
Aspirasi paru terjadi pada sekitar 90% korban tenggelam dan 80 – 90% pada korban
hamper tenggelam. Jumlah dan komposisi aspirat dapat mempengaruhi perjalanan
klinis penderita, isi lambung, organism pathogen, bahan kimia toksisk dan bahan
asing lain dapat memberi cedera pada paru dan atau menimbulkan obstruksi jalan
nafas.
b. Perubahan Pada Kardiovaskuler
Pada korban hampir tenggelam kadang-kadang menunjukkan bradikardi berat.
Bradikardi dapat timbul karena refleks fisiologis saat berenang di air dingin atau
karena hipoksia. Perubahan pada fungsi kardiovaskuler yang terjadi pada hampir
tenggelam sebagian besar akibat perubahan tekanan parsial oksigen arterial (PaO2)
dan gangguan keseimbangan asam-basa.
c. Perubahan Pada Susunan Saraf Pusat
Iskemia terjadi akibat tenggelam dapat mempengaruhi semua organ tetapi
penyebab kesakitan dan kematian terutama terjadi karena iskemi otak. Iskemi otak
dapat berlanjut akibat hipotensi, hipoksia, reperfusi dan peningkatan tekanan intra
kranial akibat edema serebral.Kesadaran korban yang tenggelam dapat mengalami
penurunan. Biasanya penurunan kesadaran terjadi 2 – 3 menit setelah apnoe dan
hipoksia. Kerusakan otak irreversibel mulai terjadi 4 – 10 menit setelah anoksia dan
fungsi normotermik otak tidak akan kembali setelah 8 – 10 menit anoksia. Penderita
yang tetap koma selama selang waktu tertentu tapi kemudian bangun dalam.
d. Perubahan Pada Ginjal
Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat resusitasi biasanya tidak
menunjukkan kelainan, tetapi dapat terjadi albuminuria, hemoglobonuria, oliguria
dan anuria. Kerusakan ginjal progresif akan mengakibatkan tubular nekrosis akut
akibat terjadinya hipoksia berat, asidosis laktat dan perubahan aliran darah ke ginjal.
e. Perubahan Cairan dan Elektrolit
Pada korban tenggelam tidak mengaspirasi sebagian besar cairan tetapi selalu
menelan banyak cairan. Air yang tertelan, aspirasi paru, cairan intravena yang
diberikan selama resusitasi dapat menimbulkan perubahan keadaan cairan dan
elektrolit. Aspirasi air laut dapat menimbulkan perubahan elektrolit dan

7
perubahancairan karena tingginya kadar Na dan Osmolaritasnya. Hipernatremia dan
hipovolemia dapat terjadi setelah aspirasi air laut yang banyak. Sedangkan aspirasi
air tawar yang banyak dapat mengakibatkan hipervolemia dan hipernatremia.
Hiperkalemia dapat terjadi karena kerusakan jaringan akibat hipoksia yang luas.

E. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala yang sering muncul ialah tanda dan gejala sistem
kardiorespiratori dan neurologi. Distres respiratori awalnya tidak terlihat, hanya terlihat
adanya perpanjangan nilai RR tanpa hipoksemia. Pasien yang lebih parah biasanya
menunjukkan tanda hipoksemia, retraksi dinding dada, dan suara paru abnormal.
Manifestasi neurologi yang muncul seperti penurunan kesadaran, pasien mulai meracau,
iskemik-hipoksia pada sistem saraf pusat sehingga menunjukkan tanda peningkatan ICP
(Elzouki, 2012).

Tanda-tanda yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning), yaitu :


a) Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan pakaian basah
b) Lebam mayat biasanya sianotrik kecuali mati tenggelam di air dingin berwarna
merah muda
c) Kulit telapak tangan/telapak kaki mayat pucat (bleached) dan keriput (washer
woman’s hands/feet)
d) Kadang terdapat cutis anserine/goose skin pada lengan, paha dan bahu mayat
e) Terdapat buih putih halus pada hidung atau mulut mayat (scheumfilz froth) yang
bersifat melekat
f) Bila mayat dimiringkan, cairan akan keluar dari mulut/hidung
g) Bila terdapat cadaveric spasme maka kotoran air/bahan setempat berada dalam
genggaman tangan mayat
h) Paru-paru mayat membesar dan mengalami kongesti
i) Saluran napas mayat berisi buih, kadang berisi lumpur, pasir.
j) Lambung mayat berisi banyak cairan
k) Benda asing dalam saluran napas masuk sampai ke alveoli
l) Organ dalam mayat mengalami kongesti

8
F. PENATALAKSANAAN
Penilaian pernapasan dilakukan dengan tiga langkah, yaitu :
1. Look yaitu melihat adanya pergerakan dada
2. Listen yaitu mendengar suara nafas
3. Feel yaitu merasakan ada tidaknya hembusan nafas
Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernafas dengan
normal setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu pemberian napas
buatan dengan rasio 30:2. Terdapat tiga cara pemberian napas buatan, yaitu mouth to
mouth, mouth to nose, mouth to neck stoma.
Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian napas buatan untuk
mengurangi hipoksemia. Melakuakn pernapasan buatan dari mulut ke hidung lebih
disarankan karena sulit untuk menutup hidung korban saat pemberian napas mulut
ke mulut. Pemberian napas buatan dianjurkan hingga 10-15 kali sekitar 1 menit.
Kompresi dada diindikasikan pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas
dengan normal, karena kebanyakan korban tenggelam mengalami henti jantung
akibat hipoksia.

G. KOMPLIKASI
Menurut Flags (2008) dan Szpilman (2012), setelah kejadian near-drowning,
seorang pasien beresiko terjadinya komplikasi seperti :
1. Hipoksia atau iskemik injuri cerebral
2. ARDS (acute respiratory distress syndrome)
3. Kerusakan pulomal sekunder akibat respirasi
4. Cardiak arrest
5. Anoksia
6. Shock
7. Myoglubinuria
8. Insufisiensi ginjal
9. Infeksi Sistemik dan intravaskuler koagulasi juga dapat terjadi selama 72 jam
pertama setelah resusitasi.

9
BAB III
TINJAUAN KASUS

Kasus :

Tn A berusia 21 tahun akibat gagal audisi D’Academy nekat mencoba bunuh diri dengan
cara menenggelamkan diri ke laut selatan. Tn A saat ini masih tercatat sebagai seorang
mahasiswa di sebuah PTN ternama di Surabaya. Saat ini korban telah berhasil dievakuasi
ke tepi oleh tim penyelemat dalam keadaan masih hidup setelah tenggelam.

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien :
Nama : Tn.A
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status perkawinan : belum menikah
Pendidikan : S1
Suku/Bangsa : Jawa
Pekerjaan : mahasiswa
2. Keluhan Utama : Pasien iritabilitas, dan mengeluh sesak
3. Riwayat Penyakit Sekarang : A gagal audisi D’Academy nekat mencoba bunuh diri
dengan cara menenggelamkan diri ke laut selatan. Saat ini korban telah berhasil
dievakuasi ke tepi oleh tim penyelemat dalam keadaan masih hidup setelah tenggelam.
4. Riwayat Penyakit Dahulu : –
5. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum : sesak nafas, frekuensi nafas meningkat
b. Pemeriksaan per – system B1-B6 :
B1(Breathing) : Klien mengeluh sesak dan sulit bernafas, pernafasan cepat dan
dangkal, RR 30x/ menit
B2 (Blood) : Tekanan darah 80/50, klien tampak pucat, sianosis dan nadi
meningkat 140x/ menit

10
B3 (Brain) : Klien mengalami penurunan kesadaran, GCS : 356 (mata terbuka dengan
perintah, orientasi baik dan mampu berbicara, bereaksi terhadap perinta verbal)
B4 (Bladder) : Tidak ditemukan kelainan
B5 (bowel) : Tidak ditemukan kelainan
B6 (Bone) : tidak ada fraktur dan jejas

B. Analisa Data
No Data Etiologi Problem
1 DS : pasien mengatakan refraktori dan kebocoran Gangguan
kesulitan untuk bernafas interstitial pulmonal / pertukaran gas
DO : terdapat tanda-tanda alveolar pada status cedera
hipoksia (pucat, crt > 2dtk, kapiler paru
terdapat pernafasan cuping
hidung, terlihat otot bantu
nafas)
2 DS : – peningkatan kerja ventrikel Penurunan curah
DO : penurunan TD, akral jantung
dingin pucat, suhu tubuh
menurun
3. DS : pasien mengeluh susah supresi reflek batuk Ketidakefektifan
untuk bernafas sekunder akibat aspirasi air Bersihan jalan nafas
DO : nafas cepat dan dangkal ke dalam paru

4. DS : – kurangnya suplai oksigen Ketidakefektifan


DO : penurunan kesadaran perfusi jaringan
cerebral

C. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan supresi reflek batuk
sekunder akibat aspirasi air ke dalam paru

11
D. Intervensi Keperawatan

Intervensi Rasional
Kaji status pernafasan klien Suara nafas terjadi karena adanya aliran
udara melewati batang tracheo branchial
dan juga karena adanya cairan, mukus
atau sumbatan lain dari saluran nafas
Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala Pemeliharaan jalan nafas dengan paten
dan gunakan jalan nafas tambahan bila
perlu
Catat perubahan dalam bernafas dan pola Penggunaan otot-otot interkostal atau
nafasnya abdominal/leher dapat meningkatkan
usaha dalam bernafas
Auskultasi bagian dada anterior dan Pengembangan dada dapat menjadi batas
posterior untuk mengetahui adanya dari akumulasi cairan dan adanya cairan
penurunan atau tidaknya ventilasi dan dapat meningkatkan fremitus
adanya bunyi tambahan
Berikan fisioterapi ada misalnya: Meningkakan drainase sekret pari,
postural drainase, perkusi dada/vibrasi peningkatan efisiensi penggunaan otot-
jika ada indikasi otot pernafasan
Jelaskan penggunaan peralatan Mengurangi kekhawatiran pasien dengan
pendukung kondisinya
Kaji kemampuan batuk, latihan nafas Penimbunan sekret mengganggu ventilasi
dalam, perubahan posisi dan lakukan dan predisposisi perkembangan
suction bila ada indikasi atelektasis dan infeksi paru

12
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Drowning adalah suatu bentuk sufokasi berupa korban terbenam dalam cairan dan
cairan tersbut terhisap masuk ke jalan nafas sampai alveoli paru-paru. Drowning atau
tenggelam adalah proses masuknya cairan ke dalam saluran nafas atau paru-paru yang
menyebabkan gangguan pernafasan sampai kematian.
Drowning ini terjadi dikarenakan kemampuan fisik yang terganggu akibat ketidak
mampuan fisik akibat hipotermia, syok, cedera atau kelelahan, dan ketidakmampuan
akibat penyakit akut ketika berenag. Keadaan tergambatnya jalan nafas karena tenggelam
menyebabkan gasping dan kemudian aspirasi diikuti dengan henti nafas volunteer dan
laringospasme, hipoksemia dan asidoseis yang berakibat pada henti jantung dan
kerusakan system syaraf pusat

B. Saran
Mengingat pentingnya penatalaksanaan yang cepat dan tepat terhadap pasien kritis,
sebagai calon Ners kita seharusnya banyak membaca literature. Untuk mendalami
pengetahuan tentang drowning banyak literature tersedia di kedokteran forensik.

13
DAFTAR PUSTAKA

McCance, K. L., Huether, S. E., Brashers, V. L. & Rote, N. S., (2014) .


Pathophsysiology ,The Biologic Basis for Disease in Adults and
Children, Seventh Edition. Canada: Mosby.
Putra, A. A. G. A., 2014. Kematian Akibat Tenggelam : Laporan
Kasus, Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP
Sanglah .
Rastogi, P. & Rao, J., (2011). Accidental Mechanical Asphyxia At Work Site By
Mud. J Punjab Acad Forensic Med Toxicol, Volume 11, pp. 52-54.
Wilianto, W., (2012) . Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga
Tenggelam. Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Volume 14,
pp. 39-46.
Wilkinson & Ahern. (2011) . Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC . Ed. 9. Jakarta:
EGC.

14

Anda mungkin juga menyukai