respirasi karena cairan (van beck et al, 2005). Hasil akhir dari kejadian tenggelam adalah korban
dinyatakan selamat atau meninggal. Penyebab kematian akibat tenggelam diantaranya adalah
kematian otak karena hipoksia atau iskemia otak parah, ARDS, kegagalan multi organ, sindrom
sepsis karena pneumonia aspirasi (Santoso, 2010).
Berdasarkan data Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pesisir Barat,
jumlah korban tenggelam diperairan pantai dan aliran sungai di daerah pesisir sejak 2012 lalu
hingga 2014, tahun 2012 silam korban tenggelam di pantai mencapai 13 orang, di tahun 2013
mencapai 12 orang, tiga diantaranya tenggelam di aliran sungai dan di hingga Desember tahun
2014 telah tercatat enam orang, dua tenggelam di aliran sungai empat orang tenggelam dilaut, satu
diantaranya hingga kini tidak ditemukan (Radar Lampung, 2014). Selain itu di Jawa Timur juga
banyak kejadian kapal yang tenggelam atau perahu nelayan yang dihantam ombak sehingga
memakan korban yang jumlahnya tidak sedikit, seperti di Situbondo dalam satu kali perahu
tenggelam saja korbannya berjumlah 21 orang (Detik, 2014). Berdasarkan gambaran data dari
BPBD Lampung jumlah orang yang tenggelam masih tergolong tinggi walaupun secara matematis
data tiap tahun menurun, Indonesia adalah negara maritim yang wilayahnya didominasi daerah
berair, jika dalam satu daerah saja terdapat 13 orang yang meninggal karena tenggelam, maka
secara matematis korban tenggelam yang terhidung dari sabang sampai merauke sudah tentu
banyak sekali.
Mekanisme tenggelam dapat digolongkan menjadi dua, yaitu dengan aspirasi cairan dan tanpa
aspirasi cairan. Mekanisme kematian aspirasi cairan adalah asfiksia. Proses tenggelam ketika jalan
nafas seseorang berada di bawah permukaan cairan, secara sadar individu akan menahan nafasnya
kemudian diikuti oleh laryngospasme involunter karena cairan yang ada di orofaring atau laring,
selama periode ini individu tidak dapat menghirup udara sehingga mengalami kekurang oksigen
dan penumpukan karbondioksida. Perubahan terjadi di paru, cairan tubuh, tekanan gas darah,
keseimbangan asam basah, dan konsentrasi elektrolit yang bergantung pada komposisi, volume
cairan yang teraspirasi, dan durasi tenggelam (Santoso, 2010).
Oleh sebab itu, Penanganan dini sangat diperlukan karena drowning dapat menyebabkan paru
seseorang terendam cairan, yang dapat menyebabkan kondisi yang dapat mengancam jiwa, seperti
pneumonia aspirasi dan asfiksia. Peran perawat di sini juga sangat diperlukan mengingat
kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia. Pasien dengan drowning mengalami
kesulitan bernafas, sehingga hal ini juga dapat menganggu kenyamanan dan nyawa pasien, maka
dari itu asuhan keperawatan yang tepat dan cepat kepada klien dengan sufokasi sangat diperlukan.
Tujuan
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami, menjelaskan dan melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan drowning.
Tujuan Khusus
1. Mampu memahami dan menjelaskan definisi drowning
2. Mampu memahami dan menjelaskan etiologi drowning
3. Mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi drowning
4. Mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis drowning
5. Mampu memahami dan menjelaskan penatalaksanaan drowning
6. Mampu memahami dan menjelaskan diagnostik penunjang drowning
7. Mampu memnuat asuhan keperawatan pada pasien dengan drowning
Manfaat
1. Mengetahui definisi etiologi, patofisiologi, dan manifestasi klinis, penatalaksanaan, diagnostik
penunjang, dan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan drowning sehingga
pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan kritis dapat tercapai.
2. Sebagai perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan drowning
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Tenggelam adalah suatu bentuk sufokasi berupa korban terbenam dalam cairan dan cairan tersbut
terhisap masuk ke jalan nafas sampai alveoli paru-paru. Pada umumnya tenggelam merupakan
kasus kecelakaan, baik secara langsung maupun karena ada faktor-faktor lain seperti korban dalam
keadaan mabuk atau dibawah pengaruh obat, atau bisa saja dikarenakan akibat dari suatu peristiwa
pembunuhan (Wilianto, 2012). Hampir tenggelam (near drowning) adalah keadaan gangguan
fisiologi tubuh akibat tenggelam tetapi tidak terjadi kematian (Onyekwelu, 2008).
Near drowning didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang masih bertahan hidup setelah
mengalami sufokasi (kekurangan napas) akibat tenggelam dalam air atau cairan lain. Sedangkan
drowning sendiri didefinisikan sebagai kematian sekunder karena asfiksia (sesak nafas) saat
tenggelam dalam cairan, biasanya air, dalam 24 jam setelah kejadian (Banerjee dalam Rauuf
(2008))
Drowning (tenggelam) adalah masuknya cairan ke dalam saluran napas yang mengakibatkan
gangguan pertukaran udara di alveoli dan dapat terjadi mati lemas (Arif Mansjoer, 2000)
Menurut WHO (2015), tenggelam merupakan gangguan sistem pernafasan akibat terendam dalam
media yang cair. Konsensus terbaru menyatakan definisi terbaru dari tenggelam harus mencakup
kasus fatal dan non fatal. Dampak tenggelam dapat berupa kematian, morbiditas, dan non
morbiditas. Ada juga konsensus yang menyatakan bahwa istilah basah, kering, aktif, pasif, diam,
dan menengah seharusnya tidak digunakan lagi.
Drowning atau tenggelam adalah proses masuknya cairan ke dalam saluran nafas atau paru-paru
yang menyebabkan gangguan pernafasan sampai kematian. Definisi tenggelam mengacu pada
‘adanya cairan yang masuk hingga menutupi lubang hidung dan mulut’, sehingga tidak
terbatas pada kasus tenggelam di kolam renang, atau perairan seperti sungai, laut, dan danau saja,
tetapi juga pada kondisi terbenamnya tubuh dalam selokan atau kubangan dimana bagian wajah
berada di bawah permukaan air (Putra, 2014).
Klasifikasi
Klasifikasi tenggelam menurut Levin (dalam Arovah, 2009) adalah :
Atypical Drowning
1. Dry Drowning
Cairan yang masuk ke dalam saluran pernapasan hanya sedikit bahkan tidak ada.
1. Immersion Syndrom
Terutama pada anak-anak yang tiba-tiba terjun ke dalam air dingin (suhu < 20°C), menyebabkan
terpicunya reflex vagal sehingga mengakibatkan apneu, bradikardia, dan vasokonstriksi dari
pembuluh darah kapiler dan mengarah ke terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi serebaral.
1. Delayed Dead
Kondisi ketika seorang korban masih hidup setelah lebih dari 24 jam setelah diselamatkan dari
suatu episode tenggelam.
Etologi
Terdapat beberapa penyebab tenggelam antara lain (Levin dalam Arovah, 2009) :
Patofisiologi
Hipoksia merupakan hal utama yang terjadi setelah seorang individu tenggelam. Keadaan
terhambatnya jalan nafas akibat tenggelam menyebabkan adanya gasping dan kemudian aspirasi,
dan diikuti dengan henti nafas (apnea) volunter dan laringospasme. Hipoksemia dan asidosis yang
persisten dapat menyebabkan korban beresiko terhadap henti jantung dan kerusakan sistem syaraf
pusat. Laringospasme menyebabkan keadaan paru yang kering, namun karena asfiksia membuat
relaksi otot polos, air dapat masuk ke dalam paru dan menyebabkan edema paru.
Efek fisiologis aspirasi pun berbeda antara tenggelam di air tawar dan air laut. Pada tenggelam di
air tawar, plasma darah mengalami hipoktonik, sedangkan pada air laut adalah hipertonik. Aspirasi
air tawar akan cepat diabsorbsi dari alveoli sehingga menyebabkan hipervolemia intravaskular,
hipotonis, dilusi elektrolit serum, dan hemolisis intravaskular. Aspirasi air laut menyebakan
hipovolemia, hemokonsentrasi dan hipertonis.
Aspirasi air yang masuk kedalam paru dapat menyebabkan vagotonia, vasokontriksi paru, dan
hipertensi. Air segar dapat menembus membran alveolus dan menggangu stabilitas alveolus
dengan menghambat kerja surfaktan. Selain itu, air segar dan hipoksemi dapat menyebabkan lisis
eritrosit dan hiperkalemia. Sedangkan, air garam dapat menghilangkan surfaktan, dan
menghasilkan cairan eksudat yang kaya protein di alveolus, intertitial paru, dan membran basal
alveolar sehingga menjadi keras dan sulit mengembang. Air garam juga dapat menyebabkan
penurunan volume darah dan peningkatan konsentasi elektrolit serum.
Hipoksia merupakan salah satu akibat dari tenggelam, dan merupakan faktor yang penting dalam
menentukan kelangsungan hidup korban tenggelam. Karena itu, ventilasi, perfusi, dan oksigenasi
yang cepat dibutuhkan untuk meningkatkan tingkat survival korban.
Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang sering muncul ialah tanda dan gejala sistem kardiorespiratori dan neurologi.
Distres respiratori awalnya tidak terlihat, hanya terlihat adanya perpanjangan nilai RR tanpa
hipoksemia. Pasien yang lebih parah biasanya menunjukkan tanda hipoksemia, retraksi dinding
dada, dan suara paru abnormal. Manifestasi neurologi yang muncul seperti penurunan kesadaran,
pasien mulai meracau, iskemik-hipoksia pada sistem saraf pusat sehingga menunjukkan tanda
peningkatan ICP (Elzouki, 2012).
Tanda dan gejala neardrowning berbeda-beda pada setiap individu tergantung pada durasi dari
tenggelamnya. Manifestasi klinis yang biasa muncul antara lain (Raoof, 2008):
Asimtomatik
Simtomatik
Pasien sadar namun gelisah dan sesak nafas.Insufisiensi pulmonar dapat berkembang cepat
bersamaan dengan takipnea, takikardia, batuk dengan sputum berwana pink serta berbusa, dan
sianosis.
Pemeriksaan Diagnostik
Pasien dengan drowning harus melakukan X-ray dada dan monitoring saturasi oksigen.Radiografi
dada mungkin menunjukkan perubahan akut, seperti infiltrasi alveolar bilateral.Selain itu,
pemeriksaan sistem saraf pusat, EKG, dan analisis gas darah juga diperlukan (Elzouki, 2012).
Berikut pemeriksaan diagnostic lainnya yaitu:
1. Laboratorium
2. ABG + oksimetri, methemoglobinemia dan carboxyhemoglobinemia CBC
prothrombin time, partial thromboplastin time, fibrinogen, D-dimer, fibrin
3. Serum elektrolit, glukosa, laktat, factor koagulasi
4. Liver enzymes :
5. Aspartate aminotransferase dan alanine minotransferase,
6. Renal function tests (BUN, creatinine)
7. Drug screen and ethanol level
8. Continuous pulse oximetry and cardiorespiratory monitoring
9. Cardiac troponin I testing
10. Urinalisis
11. Imaging:
12. Foto thoraks : bukti aspirasi, edema pulmo, atelektasis, benda asing, evaluasi penempatan
endotrakea tube
13. CT scan kepala dan servikal bila curiga trauma
14. Extremity, abdominal, pelvic imaging bila ada indikasi
15. Echocardiography jika ada disfungsi miokard
16. EKG
17. Kateter swan-ganz untuk monitor cardiac output dan hemodinamik pada pasien dg status CV tidak
stabil atau pasien yang membutuhkan pengobatan inotropic multiple dan vasoaktif
Penatalaksanaan
Algoritma Drowning sebagai berikut:
Penatalaksanaannya sebagai berikut:
Dalam Raoof (2008), penatalaksanaan pasien dengan neardrowning umumnya terbagi menjadi
tiga fase, antara lain perawatan prehospital, perawatan unit gawat darurat, penatalaksanaan rawat
inap.
Perawatan pre hospital
Pada fase ini, penatalaksanaan difokuskan pada Airway (A), Breathing (B), dan Circulation
(C).Pasien harus dipindahkan dari air secepatnya, namun menyelamatkan pernafasan dapat
dimulai walau korban masih berada di air.Cara memindahkan pasien harus benar dengan
meminimalkan gerakan pada leher pasien untuk menghindari terjadinya cedera medula
spinal.Ketika pasien telah berada di permukaan yang datar, segera dilakukan CPR ketika nadi
tidak teraba.Akan tetapi, nadi mungkin lemah dan sulit teraba pada korban yang mengalami
hipotermia karena bradikardi dan atrial fibrilation (AF).Heimlich Maneuver tidak banyak
menguntungkan bila digunakan untuk mengeluarkan air yang tertelan, teknik ini seharusnya hanya
digunakan saat penyebab obstruksi jalan nafas adalah benda asing. Oksigen tambahan (100%)
dapat diberikan jika tersedia.Pasien yang mengalami apneu harus dilakukan intubasi sesegera
mungkin.
Perawatan di unit gawat darurat
Ketika pasien sudah dipindah ke unit gawat darurat, harus dilakukan pengkajian ulang secara hati-
hati untuk mengetahui adanya tanda-tanda trauma seperti trauma spinal, trauma dada, atau trauma
abdomen.Pengkajian status neurologi termasuk reflek batang otak dan GCS diperlukan untuk
memastikan prognosis pasien.
Pakaian yang basah harus dilepas, pasien dengan hipotermia harus dihangatkan dengan
menggunakan berbagai cara. Seperti selimut hangat, bantalan pemanas, mandi air hangat,
teknik forced warm air.Kadang-kadang peritoneal lavage dan pleural lavagedengan larutan
hangat juga digunakan.
Oksimetri nadi dan EKG digunakan untuk mendeteksi hipoksia dan aritmia jantung. Analisis gas
darah arteri, serum elektrolit, level etanol, pemeriksaan urin biasanya dilakukan. Cervical spine
imaging, radiografi dada, CT scan dilakukan jika dicurigai adanya trauma.Pasien yang sudah
terlihat membaik dapat dipulangkan setelah dilakukan monitoring selama 7 sampai 12 jam.Pasien
dengan distres respiratori berat dan perubahan status mental diperlukan intubasi dan ventilasi
mekanik.
Komplikasi
Menurut Flags (2008) dan Szpilman (2012), setelah kejadian near-drowning, seorang pasien
beresiko terjadinya komplikasi seperti:
1. Hipoksia atau iskemik injuri cerebral
2. ARDS (acute respiratory distress syndrome)
3. Kerusakan pulomal sekunder akibat respirasi
4. Cardiak arrest
5. Anoksia
6. Shock
7. Myoglubinuria
8. Insufisiensi ginjal
9. Infeksi Sistemik dan intravaskuler koagulasi juga dapat terjadi selama 72 jam pertama setelah
resusitasi.
Ada juga komplikasi lain dari drowning yaitu:
1. Neurologic injury
2. Pulmonary edema and ARDS
3. Secondary pulmonary infection
4. Multiple organ system failure
5. Acute tubular necrosis (secondary to hypoxemia)
6. Myoglobinuria
7. Hemoglobinuria
Prognosis
Prognosis pasien dengan neardrowning dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (Raoof,
2008):
Durasi tenggelam > 10 menit
Usia pasien < 3 tahun
Hipotermia < 33o C
GCS < 5
pH darah arteri < 7.1
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN UMUM
1. Pengkajian
1. Identitas Klien : meliputi nama, umur, pekerjaan, jenis kelamin, alamat
2. Keluhan Utama : Kaji hal yang dirasakan klien saat itu, biasanya klien mengeluh sesak nafas
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Bagaimana awal mula klien dibawa ke pelayanan kesehatan sampai
munculnya keluhan yang dirasakan klien
4. Riwayat Penyakit Dahulu : Kaji apakah sebelumnya klien pernah tenggelam, dan kaji apakah
klien mempunyai penyakit asma
5. Primary Survey
1. Airway : Kaji adanya sumbatan jalan nafas akibat paru-paru yang terisi cairan
Manajemen : Kontrol servikal, bebaskan jalan nafas
1. Breathing : Periksa adanya peningkatan frekuensi nafas, nafas dangkal dan cepat, klien sulit
bernafas
Manajemen : Berikan bantuan ventilasi
B2 : Tekanan darah klien menurun, klien tampak pucat, sianosis dan nadi meningkat (takikardi)
2. Analisa Data
No Data Etiologi MK
Drowning
Hipoksemia
Penurunan fungsi
tubuh
DS : pasien
mengatakan Air masuk ke paru
kesulitan untuk
bernafas
DO : hipoksia Peningkatan Gangguan
1 permeabilitas pertukaran gas
membran kapiler
alveoli
Hipoksia
Gangguan
pertukaran gas
Drowning
Hipoksemia
Penurunan fungsi
tubuh
ARDS
Edema paru
DS : –
DO : penurunan Hipoksia
TD, akral dingin
pucat, suhu tubuh
menurun Ventrikal iskemik Penurunan curah
2 jantung
Penurunan curah
jantung
Drowning
Surfaktan
bercampur dengan
air
Menekan refleks
DS : pasien batuk
mengeluh susah
untuk bernafas
DO : nafas cepat Bersihan jalan nafas
dan dangkal tidak efektif Bersihan jalan
3. nafas tidak efektif
Drowning
Voluntary breath
DS : –
DO : penurunan
kesadaran Hipoksemia Peubahan perfusi
4. jaringan cerebral
Penurunan fungsi
tubuh
Involuntary
breathing
Hipoksia
Perubahan perfusi
jaringan cerebral
Drowning
DS : Klien
mengeluh sesak Ventilasi pulmonar
DO : RR inadekuat
meningkat, nafas
cepat dan
dangkal, Hipoksia
penggunaan otot
bantu pernafasan Pola nafas tidak
5. Kompensasi tubuh efektif
untuk mendapatkan
oksigen
Drowning
Hipoksia
Kadar oksigen
dalam darah
menurun
Suplai darah ke
jaringan menurun
DS : –
DO : CRT > 2 Ketidakefektifan
detik, akral perfusi jaringan Ketidakefektifan
3. Diagnosa Keperawatan
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan supresi reflek batuk sekunder
akibat aspirasi air ke dalam paru
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoksia akibat penurunan kadar oksigen dalam tubuh
6. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan refraktori dan kebocoran interstitial pulmonal
/ alveolar pada status cedera kapiler paru
7. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen
8. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel
9. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan tidak adekuat
10. Intervensi Keperawatan
11. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan supresi reflek batuk sekunder
akibat aspirasi air ke dalam paru
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam bersihan jalan nafas
efektif
Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoksia akibat penurunan kadar oksigen dalam tubuh
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam, pola nafas klien adekuat dan
efektif
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
Pantau adanya pucat dan Pucat dan sianosis merupakan
sianosis tanda hipoksia
3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan refraktori dan kebocoran interstitial pulmonal
/ alveolar pada status cedera kapiler paru
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1×24 jam tidak terjadi gangguan
pertukaran gas
Kriteria Hasil :
Oksigenasi adekuat
Saturasi oksigen dalam rentang normal
Intervensi Rasional
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
6. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan tidak adekuat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam, gangguan perfusi jaringan
perifer dapat diatasi
Kriteria Hasil :
BAB IV
Kasus :
Tn A berusia 21 tahun akibat gagal audisi D’Academy nekat mencoba bunuh diri dengan cara
menenggelamkan diri ke laut selatan. Tn A saat ini masih tercatat sebagai seorang mahasiswa di
sebuah PTN ternama di Surabaya. Saat ini korban telah berhasil dievakuasi ke tepi oleh tim
penyelemat dalam keadaan masih hidup setelah tenggelam.
1. Pengkajian
Identitas Klien :
Nama : Tn.A
Umur : 21 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Suku/Bangsa : Jawa
Pekerjaan : mahasiswa
B3 : Klien mengalami penurunan kesadaran, GCS : 356 (mata terbuka dengan perintah, orientasi
baik dan mampu berbicara, bereaksi terhadap perinta verbal)
5. Analisa Data
No Data Etiologi MK
Drowning
Hipoksemia
Penurunan fungsi
tubuh
DS : pasien
mengatakan Peningkatan
kesulitan untuk permeabilitas
bernafas membran kapiler
DO : hipoksia alveoli Gangguan
1 pertukaran gas
Hipoksia
Gangguan
pertukaran gas
Drowning
Hipoksemia
Penurunan fungsi
tubuh
ARDS
Edema paru
Hipoksia
DS : – Ventrikal iskemik
DO : penurunan
TD, akral dingin
pucat, suhu tubuh Penurunan curah
menurun jantung Penurunan curah
2 jantung
Drowning
Surfaktan
bercampur dengan
air
Menekan refleks
DS : pasien batuk
mengeluh susah
untuk bernafas
DO : nafas cepat Bersihan jalan nafas
dan dangkal tidak efektif Bersihan jalan
3. nafas tidak efektif
Drowning
Voluntary breath
Hipoksemia
DS : –
DO : penurunan Penurunan fungsi
kesadaran tubuh Peubahan perfusi
4. jaringan cerebral
Involuntary
breathing
Hipoksia
Perubahan perfusi
jaringan cerebral
Drowning
Ventilasi pulmonar
inadekuat
DS : Klien
mengeluh sesak
DO : RR Hipoksia
meningkat, nafas
cepat dan
dangkal, Kompensasi tubuh
penggunaan otot untuk mendapatkan
bantu pernafasan oksigen Pola nafas tidak
5. efektif
Pola nafas tidak
efektif
Drowning
Hipoksia
Kadar oksigen
dalam darah
menurun
Suplai darah ke
jaringan menurun
DS : –
DO : CRT > 2 Ketidakefektifan
detik, akral perfusi jaringan Ketidakefektifan
6. Diagnosa Keperawatan
7. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan supresi reflek batuk sekunder
akibat aspirasi air ke dalam paru
8. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan refraktori dan kebocoran interstitial pulmonal
/ alveolar pada status cedera kapiler paru
9. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen
10. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan peningkatan kerja ventrike
11. Intervensi Keperawatan
12. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan supresi reflek batuk sekunder akibat
aspirasi air ke dalam paru
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam bersihan jalan nafas
efektif
Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan refraktori dan kebocoran interstitial pulmonal
/ alveolar pada status cedera kapiler paru
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1×24 jam tidak terjadi gangguan
pertukaran gas
Kriteria Hasil :
Oksigenasi adekuat
Saturasi oksigen dalam rentang normal
Intervensi Rasional
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
BAB V
Mengingat pentingnya penatalaksanaan yang cepat dan tepat terhadap pasien kritis, sebagai calon
Ners kita seharusnya banyak membaca literature. Untuk mendalami pengetahuan
tentang drowning banyak literature tersedia di kedokteran forensik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul M. I.1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta Bara : Binarupa Aksara
Budiyanto.1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik FKUI
Dolinak, D., Matshes, E. & Lew, E. O., 2005. Forensic Pathology: Principles and
Practice. s.l.:Elsevier.
Levin, D. L. et al., 1993. Drowning and Near-Drowning. Pediatric clinics of North
America, Volume 2.
McCance, K. L., Huether, S. E., Brashers, V. L. & Rote, N. S., 2014. Pathophsysiology ,The
Biologic Basis for Disease in Adults and Children, Seventh Edition. Canada: Mosby.
Onyekwelu, E., 2008. Drowning and Near Drowning. Internal Journal of Health 8, Volume 2.
Pendit, Brahm. U et al. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta : EGC
Putra, A. A. G. A., 2014. Kematian Akibat Tenggelam : Laporan Kasus, Denpasar: Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah .
Raoof, Suhail. 2008. Manual of Critical Care. New York: Brooklyn.
Rastogi, P. & Rao, J., 2011. Accidental Mechanical Asphyxia At Work Site By Mud. J Punjab Acad
Forensic Med Toxicol, Volume 11, pp. 52-54.
Somantri, irman, 2007, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan,
Salemba Medika, Jakarta
Santoso, Bhetaria, (2010). Perbedaan Kadar Magnesium Serum antara Tikus Putih (Rattus
Norvegicus) yang Mati Tenggelam di Air Tawar dengan di Air Laut, Skripsi, Surakarta,
Universitas Sebelas Maret
Sorrentino, S., 2010. Mosby’s Textbok for Long-Term Care Nursing Assistants. 6th penyunt.
s.l.:Mosby.
Tasmono, 2008. Distribusi Kasus Kematian Akibat Asfiksia di Malang Raya yang Diperiksa di
Instalasi Kedokteran Forensik RSSA Tahun 2006-2007. pp. 36-39.
Wilkinson & Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi
NIC, Kriteria Hasil NOC . Ed. 9. Jakarta: EGC
Wilianto, W., 2012. Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga Tenggelam. Jurnal Kedokteran
Forensik Indonesia, Volume 14, pp. 39-46.