Anda di halaman 1dari 43

Asfiksia

Muhammad Syafiq bin Md Sohaimi (11.2016.390)


Syahmi Syafiq bin Azmei (11.2016.201)
Muhammad Haziq Asyraf bin Mohd Yusri (11.2016.187)

Pembimbing :

dr. M. Galih Irianto, Sp.F


Latar Belakang
Asfiksia merupakan penyebab kematian
terbanyak yang ditemukan dalam kasus
kedokteran forensik.
Asfiksia yang diakibatkan oleh karena adanya
obstruksi pada saluran pernafasan disebut
asfiksia mekanik
Asfiksia mekanik adalah jenis yang paling sering
dijumpai dalam kasus tindak pidana yang
menyangkut tubuh dan nyawa manusia.
Definisi Asfiksia
Keadaan yang ditandai dengan terjadinya
gangguan pertukaran udara pernafasan
Oksigen darah berkurang(hipoksia)
Peningkatan CO2(hiperkapnia)
Organ tubuh mengalami kekurangan
oksigen
kematian
ALAMIAH

Etiologi

KERACUNAN MEKANIK
Fisiologi Asfiksia
Anoksia anoksik
Anoksia anemik
Anoksia stagnan
Anoksia histotoksik
Anoksia anoksik
Yaitu keadaan anoksia yang disebabkan karena
oksigen tidak dapat mencapai darah sebagai
akibat kurangnya oksigen yang masuk paru-paru

Asfiksia murni Asfiksia mekanik

Bernafas dalam Penggantungan


ruangan Penjeratan
tertutup Pencekikan
Bernafas dalam
selokan tertutup
Pegunungan yang
tinggi
Anoksia anemik
Yaitu keadaan anoksia yang disebabkan
karena darah tidak dapat menyerap oksigen
Contoh pada keracunan karbonmonoksida
(afinitas karbonmonoksida terhadap
hemoglobin jauh lebih tinggi dibandingkan
afinitas oksigen dengan hemoglobin)
Anoksia stagnan
Yaitu keadaan anoksia yang disebabkan
karena darah tidak mampu membawa
oksigen ke jaringan karena gangguan
sirkulasi darah
Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup
tinggi, tetapi sirkulasi darah tidak lancar
Contoh pada heart failure atau embolis
Anoksia histotoksik
Yaitu keadaan anoksia yang disebabkan
karena jaringan tidak mampu menyerap
oksigen
Contoh pada keracunan sianida
Jenis-jenis asfiksia
1. Strangulasi
a) Gantung (Hanging)
b) Penjeratan (Strangulation by Ligature)
c) Pencekikan (Manual Strangulation)
2. Sufokasi
3. Pembengkapan (Smothering)
4. Penyumpalan (Choking/ Gagging)
5. Tenggelam (Drowning)
6. Crush Asphyxia
a) Tekanan pada dada oleh benda berat
b) Berdesakan
7. Keracunan CO dan SN
Gejala klinis
Fase dispneu / Fase akhir /
Fase konvulsi Fase apneu
sianosis terminal / final
Berlangsung Berlansung kira- Berlangsung Paralisis pusat
kira-kira 4 kira 2 menit. kira-kira 1 pernapasan
menit. Awalnya berupa menit. lengkap.
Pernapasan kejang klonik Depresi pusat Denyut jantung
terlihat cepat, lalu kejang tonik pernapasan beberapa saat
berat. kemudian (napas lemah), masih ada lalu
Nadi teraba opistotonik. kesadaran napas terhenti
cepat. Kesadaran mulai menurun kemudian mati.
Tekanan darah hilang, pupil sampai hilang
terukur dilatasi, denyut dan relaksasi
meningkat. jantung lambat, spingter.
dan tekanan
darah turun.
Tanda-Tanda Umum Jenazah Yang
Meninggal Akibat Asfiksia

Tardieus spot (Petechial hemorrages)


Oedema
Sianosis
Lebam mayat
Busa halus pada hidung dan mulut
Tardieus spot (Petechial hemorrages)
Terjadi karena peningkatan tekanan vena
secara akut yang menyebabkan overdistensi
dan rupturnya dinding perifer vena
Ditemukan pada kelopak mata, dibawah kulit
dahi, konjungtiva, sklera mata, jantung, paru
dan otak
Oedema
Kekurangan oksigen yang berlangsung
lama akan mengakibatkan kerusakan pada
pembuluh darah kapiler sehingga
permeabilitasnya meningkat
Ditemukan pada paru-paru
Sianosis
Kurangnya oksigen akan menyebabkan
darah menjadi lebih encer dan lebih gelap
Pada kebanyakan kasus forensik dengan
konstriksi leher, sianosis hampir selalu
diikuti dengan kongesti pada wajah, darah
vena yang kandungan hemoglobinnya
berkurang setelah perfusi kepala dan leher
dibendung kembali dan menjadi lebih biru
karena akumulasi darah.
Lebam Mayat
Merah kebiruan gelap, terbentuk lebih
cepat, distribusi luas, akibat kadar CO2
yang tinggi dan akibat fibrinolisin dalam
darah sehingga darah sukar membeku dan
mudah mengalir.
Busa Halus pada Hidung dan Mulut
Timbul akibat peningkatan aktivitas
pernafasan pada fase dispneu yang disertai
sekresi selaput lendir bagian atas.
Keluar masuknya udara yang cepat dalam
saluran sempit, menimbulkan busa yang
kadang bercampur darah akibat pecahnya
kapiler.
Gambaran Umum Post Mortem Asfiksia
a. Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan luar jenazah didapatkan:14,18,19,20
1. Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku.
2. Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan merupakan
tanda klasik pada kematian akibat asfiksia.
3. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi
lebam mayat lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan aktivitas
fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir.

Gambar 3. Lebam mayat (livor mortis)


4.1. Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan
aktivitas pernapasan pada fase dispneu yang disertai sekresi selaput lendir saluran
napas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan
menimbulkan busa yang kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya
kapiler.
5.2. Kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar,

misalnya pada konjungtiva bulbi, palpebra dan subserosa lain. Kadang-kadang


dijumpai pula di kulit wajah.
6.
3. Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah
konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase kejang. Akibatnya tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula dan
kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding
kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik perdarahan
yang dinamakan sebagai Tardieus spot.
a. Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam (otopsi) jenazah didapatkan:14,18,19,20
1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang
meningkat paska kematian.
2. Busa halus di dalam saluran pernapasan.
3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih
berat, berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.
4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian
belakang jantung belakang daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru
terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala
sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglotis dan daerah sub-
glotis.
5. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia.
6. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur laring
langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang rawan
krikoid (pleksus vena submukosa dengan dinding tipis).
Penjeratan - Definisi
Penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, stagen, kawat, kabel, kaos kaki dan
sebagainya, melingkari atau mengikat leher yang makin lama makin kuat, sehingga saluran
nafas tertutup atau lilitan tali, ikat pinggang, rantai, stagen, kawat, kabel, kaos kaki dan
sebagainya, yang menjadi erat karena tarikan kedua ujungnya oleh orang lain.
Tali yang dipakai sering disilangkan dan sering dijumpai adanya simpul. Jeratan pada bagian
depan leher hampir selalu melewati membran yang menghubungkan tulang rawan hyoid dan
tulang rawan thyroid.
Mekanisme Kematian
Ada 4 mekanisme kematian pada jerat , yaitu :
1. Obstruksi jalan nafas
Hal ini dapat terjadi akibat kompresi langsung laring atau trakea atau akibat dari
tertariknya laring kea rah atas sehingga pangkal lidah menutupi jalan napas. Pangkal
lidah menutupi palatum mole dan langit-langit mulut.
2. Oklusi pembuluh balik / vena di leher
Oklusi terhadap pembuluh darah vena lebih mudah terjadi dibandingkan oklusi
pembuluh darah arteri, dikarenakan lebih tipisnya lapisan pembuluh darah vena.
Tetapi kematian secara langsung akibat oklusi dari pembuluh darah vena jarang
terjadi, kecuali ada faktor lain yang menambahkan.
3. Kompresi atau oklusi dari pembuluh darah arteri carotis.
Oklusi pembuluh darah arteri karotis lebih susah dicapai karena tingginya tekanan
aliran darah dan tebalnya lapisan pembuluh darah. Tetapi apabila hal ini terjadi, dapat
menyebabkan kematian yang secara langsung. Menurut Saukko dan knight, dalam
waktu 4 menit setelah terjadinya oklusi pembuluh darah arteri carotis , tubuh akan
mengalamai kerusakan otak/ brain damage.
4. Stimulasi Vagal reflex
Ketika terjadinya rangsang tekanan dari luar yang langsung mengenai nervus vagus
akan menyebabkan terjadinya bradicardi, yang akan berlanjut menjadi asistol, atau di
beberapa kasus langsung menjadi asistole.
Cara Kematian Pada Kasus Jerat
1. Pembunuhan (paling sering) Pembunuhan pada kasus jeratan (strangulation by
ligature) dapat kita jumpai pada kejadian infanticide dengan menggunakan tali pusat,
psikopat yang saling menjerat, dan hukuman mati(zaman dahulu).21,24
2. KecelakaanKecelakaan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita
temukan pada bayi yang terjerat oleh tali pakaian, pekerja yang sering memakai
selendang dan tertarik masuk ke mesin.21,24
3. Bunuh diri Bunuh diri pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mereka lakukan
dengan cara melilitkan tali secara berulang dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya
ditarik. Antara jeratan dan leher mereka masukkan tongkat lalu mereka memutar tongkat
tersebut.25 Hal ini sangat jarang dan menyulitkan diagnosis. Pengikatan dilakukan sendiri
oleh korban dengan simpul hidup atau bahan yang dililitkan saja ,dengan jumlah lilitan
lebih dari satu.21
Gambaran Post Mortem Penjeratan
1. Pemeriksaan Luar Jenazah
Pada pemeriksaan luar hasil jerat didapatkan:
a. Leher
Jejas jerat 22:
i. Tidak sejelas jejas gantung
ii. Arahnya horizontal
iii. Jejas biasanya terletak setinggi atau dibawah rawan gondok.
iv. Kedalamannya regular (sama) ,tetapi jika ada simpul atau tali
disilangkan maka jejas jerat pada tempat-tempat tersebut lebih
dalam atau lebih nyata.
v. Tinggi kedua ujung jejas jerat tidak sama.
vi. Jumlah lilitan umumnya satu dengan simpul mati.
vii. Pola jejas dapat dilihat dengan menempelkan transparent scotch
tape pada daerah jejas di leher, kemudian ditempelkan pada kaca
objek dan dilihat dengan mikroskop atau dengan sinar ultra violet.
Luka lecet 23:
i. Dapat ditemukan luka lecet berbentuk bulan sabit yang disebabkan
oleh kuku, baik kuku sipenjerat atau kuku korban sewaktu berusaha
melepaskan jeratan tersebut
Gambaran Post Mortem Penjeratan
21,22,23,24
a.
b. Tanda-tanda Asfiksia
Tanda-tanda umum asfiksia diantaranya adalah sianosis, kongesti vena dan
edema. Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas. Tetapi apabila
penyebabnya adalah reflex vagal, maka tanda-tanda diatas tidak akan ditemukan.
c.
b. Lebam Mayat
Lokasi timbulnya lebam mayat tergantung dari posisi tubuh korban setelah mati.

Tanda bekas penjeratan


yang horizontal dengan 2
lilitan
Gambaran Post Mortem Penjeratan
1. Pemeriksaan Dalam Jenazah
Pada pemeriksaan dalam akibat peristiwa jerat didapatkan:
a. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun
ruptur.
b. Tanda-tanda Asfiksia
Terdapat bintik perdarahan pada pelebaran pembuluh darah,
Terdapat buih halus di mulut
Didapatkan darah lebih gelap dan encer akibat kadar CO2 yang meninggi.
c. Terdapat resapan darah pada jaringan dibawah kulit dan otot
a. Terdapat memar atau ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan otot ini
lebih sering dihubungkan dengan tindak kekerasan.
d. Pada pemeriksaan paru-paru sering ditemui edema paru.
e. Jarang terdapat patah tulang hyoid atau kartilago cricoid
Gantung (Hanging) - Definisi
Penggantungan adalah metode penjeratan
leher dengan ikatan, dimana
memanfaatkan gravitasi terhadap berat
badan tubuh atau bagian dari tubuh.
Seluruh atau sebagian tubuh seseorang
ditahan di bagian lehernya oleh sesuatu
benda dengan permukaan yang relatif
sempit dan panjang (biasanya tali) sehingga
daerah tersebut mengalami tekanan
Tipe tipe Penggantungan
Suicidal Hanging (Gantung Diri)
Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada
penggantungan, yaitu sekitar 90% dari seluruh kasus. Walaupun demikian, pemeriksaan yang
teliti harus dilakukan untuk mencegah kemungkinan lain terutamanya pembunuhan.
b. Accidental Hanging
Kejadian penggantungan akibat kecelakaan lebih banyak ditemukan pada anak-anak
utamanya pada umur antara 6-12 tahun. Tidak ditemukan alasan untuk bunuh diri karena
pada usia itu belum ada tilikan dari anak untuk bunuh diri. Hal ini terjadi akibat kurangnya
pengawasan dari orang tua. Meskipun tidak menutup kemungkinan hal ini dapat terjadi pada
orang dewasa yaitu ketika melampiaskan nafsu seksual yang menyimpang (Autoerotic
Hanging).

c. Homicidal Hanging (Pembunuhan)


Pembunuhan yang dilakukan dengan metode menggantung korban. Biasanya
dilakukan bila korbannya anak-anak atau orang dewasa yang kondisinya lemah baik oleh
karena penyakit atau dibawah pengaruh obat, alcohol, atau korban sedang tidur. Sering
ditemukan kejadian penggantungan tetapi bukan kasus bunuh diri, namun kejadian diatur
sedemikian rupa hingga menyerupai kasus penggantungan bunuh diri. Banyak alasan yang
menyebabkan pembunuhan terjadi mulai dari masalah sosial, masalah ekonomi, hingga
masalah hubungan sosial.
Klasifikasi Gantung
1. Berdasarkan Titik Gantung:
a. Penggantungan tipikal
Dimana letak simpul di belakang leher, jeratan berjalan simetris di samping leher
dan di bagian depan leher di atas jakun. Tekanan pada saluran nafas dan arteri
karotis paling besar pada tipe ini.
b. Penggantungan atipikal
Bila titik penggantungan terdapat di samping, sehingga leher dalam posisi sangat
miring (fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan. Sehingga korban segera
tidak sadar
(a) posisi biasa dengan tali tetap dan titik
suspensi yang tinggi

(b) Jika simpul hidup yang digunakan, ketatnya


dari lingkaran sangat terlihat biasanya
ditemukan lingkar terkecil di leher, dan
mungkin lebih rendah dan lebih horisontal.

(c) Jika suspensi titik rendah dan subjek


bersandar jauh, tanda bisa horisontal.
(sumber : Knight pathhology forensic)
Klasifikasi Gantung
2.1. Berdasarkan Posisi Tubuh
a. Penggantungan Lengkap
Istilah penggantungan lengkap digunakan jika beban aktif adalah seluruh
berat badan tubuh, yaitu terjadi pada orang yang menggantungkan diri dengan kaki
mengambang dari lantai.
b. Penggantungan Parsial
Istilah penggantungan parsial digunakan jika beban berat badan tubuh
tidak sepenuhnya menjadi kekuatan daya jerat tali, misalnya pada korban yang
tergantung dengan posisi berlutut atau berbaring. Pada kasus tersebut, berat badan
tubuh tidak seluruhnya menjadi gaya berat sehingga disebut penggantungan parsial.
Mekanisme Kematian
Penggantungan menyebabkan kematian dengan beberapa mekanisme yang bisa
berlansung bersamaan. Pada setiap kasus penggantungan beberapa kondisi di bawah akan
terjadi.32
1. Arteri karotis tersumbat
2. Vena jugularis tersumbat
3. Memicu refleks karotis
4. Fraktur vertebra servikal
5. Menutupnya jalan nafas
Daripada kondisi di atas, dapat disimpulkan kematian pada korban penggantungan yang
terdiri dari empat penyebab yaitu:
1. Asfiksia
2. Iskemi otak
3. Refleks vagus
4. Kerusakan medulla oblongata
Gambaran Post Mortem Kasus Gantung

Sianosis
Kongesti
Perdarahan berbintik (ptechial
haemorrhages)
Patahnya tulang lidah dan tulang rawan
gondok
Pemeriksaan Luar Pada Jenazah
Bekas jeratan (ligature mark): berparit,
bentuk oblik seperti V terbalik, tidak
bersambung, terletak di bagian leher atas.
Leher bisa didapati sedikit memanjang
karena lama tergantung, lidah terjulur dan
kadang tergigit, tetesan saliva di pinggir
salah satu sudut mulut, sianosis
Tanda Asfiksia pada Penggantungan
Mata menonjol
Perdarahan berupa petekia pada wajah
dan subkonjungtiva
Pemeriksaan Dalam
1. Jaringan otot setentang jeratan didapati hematom, saluran pernafasancongested,
demikian juga paru-paru dan organ dalam lainnya. Terdapat Tardieus spot di
permukaan paru-paru, jantung dan otak. Darah berwarna gelap dan encer
2. Patah tulang lidah (os hyoid) sering didapati, sedangkan tulang rawan yang lain jarang
3. Didapati adanya robekan melintang berupa garis berwarna merah ( Red line ) pada
tunika intima dari arteri karotis interna.
Pencekikan - Definisi
Pencekikan atau manual strangulation
merupakan jenis strangulasi yang selalu
dikaitkan dengan pembunuhan adalah
penekanan pada leher dengan tangan atau
lengan bawah, yang menyebabkan dinding
saluran nafas bagian atas tertekan dan
terjadi penyempitan saluran nafas sehingga
udara pernafasan tidak dapat lewat.
Cara Kematian

Penyebab dari mekanik asfiksia. (A). Carotid sinus refleks menyebabkan


kardiak arrest, (B). Jugular vein compression menyebabkan sianosis dan
ptekie, (C.) Carotid artery compression menyebabkan kehilangan
kesadaran, (D). Airway obstruction menyebabkan hipoksia
Gambaran Post Mortem Pencekikan
Kepala
- Perdarahan pin point / petekia di bola
mata/kelopak mata
- Muncul petekia disebabkan peningkatan
tekanan pembuluh darah yang
menyebabkan kapiler pecah.
Gambaran Post Mortem Pencekikan
Leher bagian luar
- Memar yang bentuknya bulat atau lonjong
akibat tekanan jari-jari pelaku
- Lecet berbentuk bulan sabit akibat kuku
pelaku. Jika pencekikan menggunakan satu
tangan (misalnya tangan kanan) maka jejas
kuku atau memar pada leher bagian kiri
korban akan lebih banyak karena tertekan
oleh empat jari sedangkan pada leher
sebelah kanan hanya sedikit karena tertekan
oleh ibu jari saja
Gambaran Post Mortem Pencekikan
Leher bagian dalam
- Resapan darah nampak lebih jelas yaitu
pada jaringan ikat dibawah kulit,
dibelakang kerongkongan, dasar lidah dan
kelenjar tyroid.
- Fraktur dari tulang rawan hyoid yang
tersering. Selain itu dapat pula terajadi
fraktur tulang thyroid, cricoid karena
penekanan langsung pada leher.
Gambaran Post Mortem Pencekikan
Paru-paru
- Edema paru-paru terjadi jika noksia
berlangsung lama. Bila penekanan pada leher
terjadi secara intermiten maka pada mulut
dan lubang hidung akan terlihat adanya buih
halus.
Penutup - Kesimpulan
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan
pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang
disertai dengan peningkatan karbon dioksida. Dengan demikian organ
tubuh mengalami kekurangan oksigen dan terjadi kematian.

Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan
terhalang memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan yang
bersifat mekanik, misalnya pembekapan, penyumbatan, penjeratan,
pencekikan, gantung diri, dan tenggelam (drowning).

Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dibedakan
menjadi 4 fase, yaitu: fase dispneu, fase konvulsi, fase apneu dan fase akhir.
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat
bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit.

Anda mungkin juga menyukai