Sebab Kematian
Pada peristiwa penjeratan dengan tali maka kematian yang terjadi dapat
disebabkan :
- Tertutupnya jalan nafas sehingga menimbulkan anoksia atau hipoksia
- Tertutupnya vena sehingga menyebabkan anoksia pada otak
- Refleks vagal
- Tertutupnya pembuluh darah karotis sehingga jaringan otak kekurangan
darah, kecuali pada bunuh diri yang kekuatan jeratnya diragukan mampu
menutup pembuluh darah karotis.
Kematian Pos Mortem
Pada tubuh jenazah yang mati akibat jeratan dengan tali dapat ditemukan kelainan sebagai
berikut:
1. Leher
a. Jejas berat
-Tidak sejelas jejas gantung
- Arahnya horizontal
- Kedalaman regular tetapi jika ada simpul atau tali disilingkan maka jejas jerat pada tempat tersebut labih
dalam atau lebih nyata
- Tinggi kedua ujung jejas jerat tidak sama
b. Lecet/memar
- Pada peristiwa pembunuhan sering ditemukan adanya lecet – lecet atau memar- memar disekitar jejas.
Kelainan tersebut terjadi karena korban berusaha membuka jeratan.
2. Kepala
a. Terlihat tanda – tanda asfiksia
b. Kongesti dan bintik – bintik perdarah pada daerah diatas jejas. Jika kematian karena refleks
vagal maka tanda – tanda tersebut tidak ditemukan
3. Tubuh bagian dalam
a. Leher bagian dalam terdapat :
- Resapan darah pada otot dan jaringan ikat
- Fraktur dari tulang rawan ( terutama tulang rawan thyroid), kecuali pada
korban yang masih muda dimana tulang rawan masih sangat elastik
- Kongesti pada jaringan ikat, kelenjar limfe, dan pangkal lidah
b. Paru – paru
- Sering ditemukan edema paru- paru
- Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas
CEKIKAN (manual strangulation)
Mekanisme :
1. penekanan pada leher dengan penyempitan saluran nafas (hipoksi-
hipoksia)
2. kompresi/penekanan pada sinus carotus lalu terjadi reflek vagal dan
terjadi cardiac arrest
3. obstruksi arteri carotis dan vena jugularis internal, terjadi hipoksi
cerebral, memerlukan waktu yang lama untuk menyebabkan
kematian.
Pemeriksaan:
Pada pemeriksaan kasus cekikan, fokus pemeriksaan pada daerah leher.
Di sini kita harus hati-hati sekali, mengamati dengan cermat; apakah
ada memar yang halus, luka lecet tekan yang tipis pada daerah sisi
kanan dan kiri leher yang berbentuk cetakan dari telapak jari jempol di
sebelah kanan korban (untuk penyekik "right handed") atau luka lecet
tekan dengan cetakan dari telapak jari jempol di sebelah kiri korban
dengan keempat jari lainnya di kanan (untuk penyekik "left handed").
• Bentuk luka lecet tekan akibat jari jempol mirip seperti bulan sabit "crescent
appearance".
• Letak dari luka akibat cekikan ini sejajar dengan tulang jakun di samping kiri atau
kanan, di atas m. sternocleidomastoideus di bawah angulus mandibulae (daerah
sinus caroticus). Diusahakan pemeriksaan secepat mungkin dan pada siang hari.
Apabila diperiksa kebetulan pada malam hari maka dengan sinar lampu yang cukup
terang.
• Setelah dilakukan pemeriksaan luar, pada pemeriksaan dalam; setelah insisi pertama
(primary incision), jangan dulu dipotong iga II – VII. Dikupas dulu kulit bagian leher
secara hati-hati untuk melihat apakah ada bintik perdarahan, memar pada lapisan
dalam kulit yang merupakan lanjutan dari luka lecet di bagian luar tadi. Juga otot-
otot leher diperhatikan adanya bintik perdarahan serta tulang-tulang rawan,os
hyoid, os crycoid, apakah ada yang patah atau retak.
PEMBEKAPAN (Smothering)
Cara kematian yang berkaitan dengan pembekapan dapat berupa:
1. Bunuh diri (suicide). Bunuh diri dengan cara pembekapan masih mungkin terjadi misalnya
pada penderita penyakit jiwa, orang tahanan dengan menggunakan gulungan kasur, bantal,
pakaian, yang diikatkan menutupi hidung dan mulut.
2. Kecelakaan (accidental smothering). Kecelakaan dapat terjadi misalnya pada bayi dalam
bulan-bulan pertama kehidupannya, terutama bayi prematur bila hidung dan mulut tertutup
oleh bantal atau selimut. Anak-anak atau dewasa muda yang terkurung dalam suatu tempat
yang sempit dengan sedikit udara misalnya terbekap dalam kantong plastik. Orang dewasa
yang terjatuh waktu bekerja atau pada penderita epilepsi yang mendapat serangan dan
terjatuh sehingga mulut dan hidung tertutup dengan pasir, gandum, tepung, dan sebagainya.
3. Pembunuhan (homicidal smothering). Biasanya terjadi pada kasus pembunuhan anak sendiri.
Pada orang dewasa hanya terjadi pada orang tidak berdaya seperti orang tua, orang sakit
berat, orang dalam pengaruh obat atau minuman keras.
Pemeriksaan Luar
Didapati pada daerah hidung/mulut hiperemis/bintik-bintik
perdarahan/memar disekitar mulut serta ditandai tanda-tanda asfiksia
umum (lebam mayat lebih gelap, dilatasi pembuluh darah, ptechiae
haemorrhagic bola mata, congestive alat-alat dalam, dilatasi pembuluh
darah (arteri/vena)
PENYUMPALAN (Choking/Gaging)
Kematian dapat terjadi akibat:
• Bunuh diri (suicide). Hal ini jarang terjadi karena sulit memasukkan benda asing ke dalam
mulut sendiri disebabkan adanya refleks batuk atau muntah. Umumnya korban adalah
penderita sakit mental atau tahanan.
• Pembunuhan (homicidal chocking). Umumnya korban adalah bayi, orang dengan fisik lemah
atau tidak berdaya.
• Kecelakaan (accidental choking). Pada bolus death yang terjadi bila tertawa atau menangis
saat makan, sehingga makanan tersedak ke dalam saluran pernapasan. Mungkin pula
terjadi akibat regurgitasi makanan yang kemudian masuk ke dalam saluran pernapasan.
• Pada pemeriksaan jenazah dapat ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan
luar maupun pembedahan. Dalam rongga mulut (orofaring atau laringofaring) didapatkan
sumbatan
TENGGELAM (drowning)
Berdasarkan penyebabnya, mati tenggelam terbagi atas:
• Dry drowning adalah mati tenggelam tanpa ada air di saluran nafas.
Penyebab kematian pada kasus ini, antara lain:
a. Spasme laring (menimbulkan asfiksia).
b. Vagal reflex/cardiac arrest/kolaps sirkulasi.
• Wet drowning adalah mati tenggelam dimana cairan masuk ke dalam
saluran nafas.
Sebab Kematian
Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan oleh :
1. Refleks vagal
Peristiwa tenggelam yang mengakibatkan kematian karna refleks vagal disebut tenggelam
tipe I. Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan pos mortem tidak ditemukan
tanda – tanda asfiksia maupun air di dalam paru – paru sehingga sering disebut tenggelam
kering (dry drowning).
2. Spasme laring
Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam sangat h]jarang sekali terjadi.
Spasme laring tersebut disebabkan rangsangan air yang masuk ke laring.Pada pemeriksaan
pos mortem ditemukan tanda – tanda asfiksia, tetapi paru – parunya tidak didapati adanya
air atau benda – benda air.Tenggelam jenis ini juga disebut tenggelam tipe I.
3. Pengaruh air yang masuk paru – paru
a. Tenggelam di air tawar
Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia disertai gangguan elektrolit.
Pada keadaan ini terjadi absorbsi cairan yang masif. Karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih
rendah daripada konsentrasi dalam darah, maka akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran
darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah (hemolisis).
Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion
kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion Kalium dalam plasma meningkat (hiperkalemi), terjadi
perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam serabut otot jantung dan dapat mendorong terjadinya
fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian akibat
anoksia otak. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit.
Pemeriksaan post mortem ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl jantung kanan lebih tinggi dari
jantung kiri dan adanya buih serta benda-benda air pada paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam
tipe II A.
b. Tenggelam di air asin
Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibatkan terjadinya anoksia dan
hemokonsentrasi. Tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit.
Konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan
ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringgan intertisial paru yang akan menimbulkan
edema pulmoner, hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar magnesium dalam
darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan
terjadinya payah jantung.
Pemeriksaan post mortem ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl pada jantung
kiri lebih tinggi daripada janung kanan dan ditemukan buih serta benda-benda air.
Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II B. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9
menit setelah tenggelam (lebih lambat dibandingkan dengan tenggelam tipe IIA).
Kelainan Pos Mortem
Pemeriksaan Luar.1
a. Pakaian basah, kadang – kadang bercampur lumpur
b. Kulit basah, keriput, dan terkadang seperti kulit angsa (cutis anserina)
c. Kulit tangan dan kaki terkadang menyerupai washer woman skin
d. Lebam mayat terutama pada kepala dan leher
e. Terkadang ditemukan cadaveric spasm (karena berusuha bergerak ketika tenggelam, glikogen nya
habis terpakai, terjadi cadaveric spasm)
f. Tanda khas pemeriksaan luar pada kasus tenggelam adalah ditemukannya buih halus yang
terbentuk akibat acute pulmonary edema, berwarna putih, dan persisten. Buih menjadi banyak jika
dada ditekan
Pemeriksaan Dalam.1
g. Saluran nafas, trakea dan bronkus, ditemukan adanya buih halus
h. Paru – paru membesar dan pucat seperti layaknya paru – paru penderita asma tetapi lebih berat
dan basah. Dibanyak bagian terdapat gambaran marmer, bila permukaannya ditekan meninggalkan
lekukan dan bila diiris terlihat buih berair. Kondisi ini disebut emfisema aquosum yang merupakan
petunjuk kuat terjadinya peristiwa tenggelam
i. Lambung dan esophagus berisi air dengan butir – butir pasir dan alga
j. Bila terjadinya hemolisis maka akan terlihat adanya bercak hemolisis pada dinding aorta