Anda di halaman 1dari 23

ASFIKSIA

Terminologi
Asfiksia berasal dari bahasaYunani, yaitu terdiri dari a yang berarti tidak, dan
sphinx yang artinya nadi. Jadi secara harfiah, asfiksia diartikan sebagai
tidak ada nadi atau tidak berdenyut. Pengertian ini sering salah dalam
penggunaannya.
Akibatnya
sering
menimbulkan
kebingungan
untuk
membedakan dengan status anoksia lainnya (1).

Definisi Asfiksia
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar
oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO 2) secara bersamaan
dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen
(udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler
paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan kelebihan karbon dioksida
disebut hiperkapnia.

Etiologi Asfiksia
Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut :
1. Penyebab Alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran
pernafasan seperti laryngitis difteri, tumor laring, asma bronkiale, atau
menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru, pneumonia,
COPD.
2. Trauma mekanik, yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma
yang mengakibatkan emboli, pneumotoraks bilateral, sumbatan atau
halangan pada saluran napas dan sebagainya. Emboli terbagi atas 2
macam, yaitu emboli lemak dan emboli udara. Emboli lemak disebabkan
oleh fraktur tulang panjang. Emboli udara disebabkan oleh terbukanya
vena jugularis akibat luka.
3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernafasan, misalnya
barbiturate, narkotika.

Gejala Asfiksia
Ada 4 stadium gejala / tanda dari asfiksia, yaitu
1.
2.
3.
4.

Fase
Fase
Fase
Fase

dispneu / sianosis
konvulsi
apneu
akhir / terminal / final

Pada fase dispneu / sianosis asfiksia berlangsung kira-kira 4 menit. Fase ini
terjadi akibat rendahnya kadar oksigen dan tingginya kadar karbon dioksida.
Tingginya kadar karbon dioksida akan merangsang medulla oblongata sehingga
terjadi perubahan pada pernapasan, nadi dan tekanan darah. Pernapasan terlihat
cepat, berat, dan sukar. Nadi teraba cepat. Tekanan darah terukur meningkat.
Fase konvulsi asfiksia terjadi kira-kira 2 menit. Awalnya berupa kejang klonik lalu
kejang tonik kemudian opistotonik. Kesadaran mulai hilang, pupil dilatasi, denyut
jantung lambat, dan tekanan darah turun.
Fase apneu asfiksia berlangsung kira-kira 1 menit. Fase ini dapat kita amati
berupa adanya depresi pusat pernapasan (napas lemah), kesadaran menurun
sampai hilang dan relaksasi spingter.
Fase akhir asfiksia ditandai oleh adanya paralisis pusat pernapasan
lengkap. Denyut jantung beberapa saat masih ada lalu napas terhenti kemudian
mati.
Gambaran Postmortem pada Asfiksia
Karena asfiksia merupakan mekanisme kematian, maka secara menyeluruh
untuk semua kasus akan ditemukan tanda-tanda umum yang hampir sama,
yaitu:
Pada pemeriksaan luar :

Muka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan) yang


disebabkan tubuh mayat lebih membutuhkan HbCO 2 daripada HbO2.
Tardieus spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieus spot
merupakan bintik-bintik perdarahan (petekie) akibat pelebaran kapiler
darah setempat.
Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena terhambatnya
pembekuan darah dan meningkatnya fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal
ini akibat meningkatnya kadar CO 2 sehingga darah dalam keadaan lebih
cair. Lebam mayat lebih gelap karena meningkatnya kadar HbCO 2..
Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan
adanya fenomena kocokan pada pernapasan kuat.

Pada pemeriksaan dalam :

Organ dalam tubuh lebih gelap & lebih berat dan ejakulasi pada mayat
laki-laki akibat kongesti / bendungan alat tubuh & sianotik.
Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih cair.
Tardieus spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea apponeurotika,
laring, kelenjar timus dan kelenjar tiroid.
Busa halus di saluran pernapasan.
Edema paru.
Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti fraktur laring,
fraktur tulang lidah dan resapan darah pada luka.

Asfiksia Mekanik
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernafasan terhalang
memasuki saluran pernafasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik),
misalnya :
Penutupan lubang saluran pernafasan bagian atas:

Pembekapan (smothering)
Penyumbatan (gagging dan choking)

Penekanan dinding saluran pernafasan:

Penjeratan (strangulation)
Pencekikan (manual strangulation)
Gantung (hanging)

External pressure of the chest yaitu penekanan dinding dada dari luar.
Drawning (tenggelam) yaitu saluran napas terisi air.
Inhalation of suffocating gases.

Karena mekanisme kematian pada kasus tenggelam bukan murni disebabkan


oleh asfiksia, maka ada sementara ahli yang tidak lagi memasukkan tenggelam
ke dalam kelompok asfiksia mekanik, tetapi dibicarakan sendiri. Berikut akan
dibahas beberapa kasus asfiksia mekanik.

1. PENGGANTUNGAN (HANGING)
1.1 Definisi
Penggantungan (hanging) merupakan suatu strangulasi berupa tekanan pada
leher akibat adanya jeratan yang menjadi erat oleh berat badan korban (1,3,4).
1.2 Etiologi Kematian pada Penggantungan
Ada 4 penyebab kematian pada penggantungan, yaitu (1,3):
1.
2.
3.
4.

Asfiksia
Iskemia otak akibat gangguan sirkulasi
Vagal reflex
Kerusakan medulla oblongata atau medulla spinalis

1.3 Cara Kematian pada Penggantungan


Ada 3 cara kematian pada penggantungan, yaitu

1. Bunuh diri (paling sering) .


2. Pembunuhan, termasuk hukuman mati .
3. Kecelakaan, misalnya bermain dengan tali lasso, tali parasut pada terjun
payung, dan penggunaan tali untuk mendapat kepuasan seks.
Untuk mengetahui lebih jelas cara kematian ini, hal yang perlu diperhatikan,
yaitu:

Ada tidaknya alat penumpu korban, misalnya bangku dan sebagainya.


Arah serabut tali penggantung.

Serabut tali penggantung yang arahnya menuju korban dapat memberi petunjuk
bagi kita bahwa korban melakukan bunuh diri. Sebaliknya, bila arah serabut tali
menjauhi korban menjadi bukti korban dibunuh lebih dahulu sebelum digantung.

Distribusi lebam mayat.


Distribusi lebam mayat harus kita perhatikan secara seksama, apakah sesuai
dengan posisi mayat ataukah tidak.
Jenis simpul tali gantungan.
Hal ini penting diperhatikan karena dapat kita jadikan sebagai patokan apakah
korban melakukan bunuh diri ataukah korban pembunuhan. Simpul tali, baik
simpul hidup maupun simpul mati, bila melewati lingkar kepala korban dapat
menunjukkan korban melakukan bunuh diri. Apabila simpul tali tidak melewati
lingkar kepala korban, berarti korban dibunuh lebih dahulu sebelum digantung.
Simpul hidup harus dilonggarkan secara maksimal untuk membuktikannya.
1.4 Gambaran Postmortem pada Penggantungan
1.4.1 Pemeriksaan luar
Kepala
Muka korban penggantungan akan mengalami sianosis dan terlihat pucat karena
vena terjepit. Selain itu, pucat pada muka korban juga disebabkan terjepitnya
arteri.Mata korban dapat melotot akibat adanya bendungan pada kepala korban.
Hal ini disebabkan terhambatnya vena-vena kepala tetapi arteri kepala tidak
terhambat.
Bintik-bintik perdarahan pada konjungtiva korban terjadi akibat pecahnya vena
dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah karena asfiksia.
Lidah korban penggantungan bisa terjulur, bisa juga tidak terjulur. Lidah terjulur
apabila letak jeratan gantungan tepat berada pada kartilago tiroidea. Lidah tidak
terjulur apabila letaknya berada diatas kartilago tiroidea.
Leher.

Alur jeratan pada leher korban penggantungan berbentuk lingkaran


shape). Alur jerat berupa luka lecet atau luka memar dengan ciri-ciri :

(V

- Alur jeratan pucat.


- Tepi alur jerat coklat kemerahan.
- Kulit sekitar alur jerat terdapat bendungan.
- Alur jeratan yang simetris / tipikal pada leher korban penggantungan (hanging)
menunjukkan letak simpul jeratan berada dibelakang leher korban. Alur jeratan
yang asimetris menunjukkan letak simpul disamping leher.
Anggota gerak (lengan dan tungkai).
Anggota gerak korban penggantungan dapat kita temukan adanya lebam mayat
pada ujung bawah lengan dan tungkai. Penting juga kita ketahui ada tidaknya
luka lecet pada anggota gerak tersebut.
Dubur dan Alat kelamin.
Dubur korban penggantungan dapat mengeluarkan feses. Alat kelamin korban
dapat mengeluarkan mani, urin, dan darah (sisa haid). Pengeluaran urin
disebabkan kontraksi otot polos pada stadium konvulsi atau puncak asfiksia.
Lebam mayat dapat ditemukan pada genitalia eksterna korban.
1.4.2 Pemeriksaan Dalam
Kepala.
Kepala korban penggantungan dapat kita temukan tanda-tanda bendungan
pembuluh darah otak, kerusakan medulla spinalis dan medulla oblongata. Kedua
kerusakan tersebut biasanya terjadi pada hukuman gantung (judicial hanging).
Leher.
Leher korban penggantungan dapat kita temukan adanya perdarahan dalam otot
atau jaringan, fraktur (os hyoid, kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan
trakea), dan robekan kecil pada intima pembuluh darah leher (vena jugularis).
Dada dan perut.
Pada dada dan perut korban dapat ditemukan adanya perdarahan (pleura,
perikard, peritoneum, dan lain-lain) dan bendungan/kongesti organ.
Darah.
Darah dalam jantung korban penggantungan (hanging) warnanya lebih gelap
dan konsistensinya lebih cair.
Tabel 1. Perbedaan antara penggantungan antemortem dan postmortem

No

Penggantungan antemortem

Penggantungan postmortem

Tanda-tanda
penggantungan Tanda-tanda
post-mortem
ante-mortem
menunjukkan kematian yang bukan
bervariasi.Tergantung dari cara disebabkan penggantungan
kematian korban

Tanda
jejas
jeratan
miring,
berupa lingkaran terputus (noncontinuous) dan letaknya pada
leher bagian atas

Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk


lingkaran utuh (continuous), agak
sirkuler dan letaknya pada bagian
leher tidak begitu tinggi

Simpul tali biasanya tunggal,


terdapat pada sisi leher

Simpul tali biasanya lebih dari satu,


diikatkan dengan kuat dan diletakkan
pada bagian depan leher

Ekimosis tampak jelas pada


salah
satu
sisi
dari
jejas
penjeratan.
Lebam
mayat
tampak di atas jejas jerat dan
pada tungkai bawah

Ekimosis pada salah satu sisi jejas


penjeratan tidak ada atau tidak jelas.
Lebam mayat terdapat pada bagian
tubuh yang menggantung sesuai
dengan
posisi
mayat
setelah
meninggal

Pada kulit di tempat jejas Tanda parchmentisasi tidak ada atau


penjeratan
teraba
seperti tidak begitu jelas
perabaan kertas perkamen, yaitu
tanda parchmentisasi

Sianosis pada wajah, bibir,


telinga, dan lain-lain sangat jelas
terlihat terutama jika kematian
karena asfiksia

Sianosis pada bagian wajah, bibir,


telinga dan lain-lain tergantung dari
penyebab kematian

Wajah membengkak dan mata


mengalami kongesti dan agak
menonjol,
disertai
dengan
gambaran pembuluh dara vena
yang jelas pada bagian kening
dan dahi

Tanda-tanda pada wajah dan mata


tidak terdapat, kecuali jika penyebab
kematian
adalah
pencekikan
(strangulasi) atau sufokasi

Lidah bisa terjulur atau tidak Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
sama sekali
kematian akibat pencekikan

Penis. Ereksi
penis
disertai Penis. Ereksi penis dan cairan sperma
dengan keluarnya cairan sperma tidak ada. Pengeluaran feses juga tidak
sering terjadi pada korban pria. ada
Demikian juga sering ditemukan
keluarnya feses

No

Penggantungan antemortem

Penggantungan postmortem

10

Air liur. Ditemukan menetes dari Air liur tidak ditemukan yang menetes
sudut mulut, dengan arah yang pad
kasus
selain
kasus
vertikal menuju dada. Hal ini penggantungan.
merupakan
pertanda
pasti
penggantungan ante-mortem

Tabel 2. Perbedaan penggantungan pada bunuh diri dan pada pembunuhan


No

Penggantungan pada bunuh Penggantungan pada pembunuhan


diri

Usia. Gantung diri lebih sering


terjadi
pada
remaja
dan
orangdewasa.
Anak-anak
di
bawah usia 10 tahun atau orang
dewasa di atas usia 50 tahun
jarang melakukan gantung diri

Tidak mengenal batas usia, karena


tindakan pembunuhan dilakukan oleh
musuh atau lawan dari korban dan
tidak bergantung pada usia

Tanda jejas jeratan, bentuknya


miring,
berupa
lingkaran
terputus (non-continuous) dan
terletak pada bagian atas leher

Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran


tidak terputus, mendatar, dan letaknya
di bagian tengah leher, karena usaha
pelaku pembunuhan untuk membuat
simpul tali

Simpul tali, biasanya hanya satu


simpul yang letaknya pada
bagian samping leher

Simpul tali biasanya lebih dari satu


pada bagian depan leher dan simpul
tali tersebut terikat kuat

Riwayat korban. Biasanya korban Sebelumnya korban tidak mempunyai


mempunyai
riwayat
untuk riwayat untuk bunuh diri
mencoba bunuh diri dengan cara
lain

Cedera. Luka-luka pada tubuh Cedera berupa luka-luka pada tubuh


korban yang bisa menyebabkan korban biasanya mengarah kepada
kematian
mendadak
tidak pembunuhan
ditemukan pada kasus bunuh diri

Racun.
Ditemukannya
racun Terdapatnya racun berupa asam opium
dalam lambung korban, misalnya hidrosianat atau kalium sianida tidak

No

Penggantungan pada bunuh Penggantungan pada pembunuhan


diri
arsen, sublimat korosif dan lainlain tidak bertentangan dengan
kasus gantung diri. Rasa nyeri
yang disebabkan racun tersebut
mungkin
mendorong
korban
untuk melakukan gantung diri

sesuai pada kasus pembunuhan,


karena untuk hal ini perlu waktu dan
kemauan
dari
korban
itu
sendiri.Dengan demikian maka kasus
penggantungan
tersebut
adalah
karena bunuh diri

Tangan tidak dalam keadaan Tangan yang dalam keadaan terikat


terikat,
karena
sulit
untuk mengarahkan dugaan pada kasus
gantung diri dalam keadaan pembunuhan
tangan terikat

Kemudahan.
Pada
kasus
bunuhdiri,
mayat
biasanya
ditemukan
tergantung
pada
tempat yang mudah dicapai oleh
korban
atau
di
sekitarnya
ditemukan alat yang digunakan
untuk mencapai tempat tersebut

Pada kasus pembunuhan, mayat


ditemukan tergantung pada tempat
yang sulit dicapai oleh korban dan alat
yang digunakan untuk mencapai
tempat tersebut tidak ditemukan

Tempat kejadian. Jika kejadian


berlangsung di dalam kamar,
dimana pintu, jendela ditemukan
dalam keadaan tertutup dan
terkunci
dari
dalam,
maka
kasusnya
pasti
merupakan
bunuh diri

Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada


ruangan ditemukan terkunci dari luar,
maka penggantungan adalah kasus
pembunuhan

10

Tanda-tanda perlawanan, tidak Tanda-tanda perlawanan hampir selalu


ditemukan pada kasus gantung ada kecuali jika korban sedang tidur,
diri
tidak sadar atau masih anak-anak.

2. PENJERATAN (STRANGULATION BY LIGATURE)


2.1 Definisi
Jerat (strangulation by ligature) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada
leher korban akibat suatu jeratan dan menjadi erat karena kekuatan lain bukan
karena berat badan korban.
2.2 Etiologi Kematian pada Penjeratan
Ada 3 penyebab kematian pada jerat (strangulation by ligature), yaitu
1. Asfiksia

2. Iskemia
3. Vagal refleks
2.3 Cara Kematian pada Penjeratan:
Ada 3 cara kematian pada kasus jeratan (strangulation by ligature), yaitu
1.

Pembunuhan (paling sering).

Pembunuhan pada kasus jeratan dapat kita jumpai pada kejadian infanticide
dengan menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan hukuman
mati (zaman dahulu).
2.

Kecelakaan.

Kecelakaan pada kasus jeratan dapat kita temukan pada bayi yang terjerat oleh
tali pakaian, orang yang bersenda gurau dan pemabuk. Vagal reflex menjadi
penyebab kematian pada orang yang bersenda gurau.
3.

Bunuh diri.

Pada kasus bunuh diri dengan jeratan, dilakukan dengan melilitkan tali secara
berulang dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya ditarik. Antara jeratan
dan leher dimasukkan tongkat lalu mereka memutar tongkat tersebut.
Hal-hal penting yang perlu kita perhatikan pada kasus jeratan, antara lain (1,6):

Arah jerat mendatar / horisontal.


Lokasi jeratan lebih rendah daripada kasus penggantungan.
Jenis simpul penjerat.
Bahan penjerat misalnya tali, kaus kaki, dasi, serbet, serbet, dan lainlain.
Pada kasus pembunuhan biasanya kita tidak menemukan alat yang
digunakan untuk menjerat.

2.4 Gambaran Postmortem


Pemeriksaan otopsi pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mirip kasus
penggantungan (hanging) kecuali pada :

Distribusi lebam mayat yang berbeda.


Alur jeratan mendatar / horisontal.
Lokasi jeratan lebih rendah.

PENCEKIKAN (MANUAL STRANGULASI)


3.1 Definisi
Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada
leher korban yang dilakukan dengan menggunakan tangan atau lengan bawah.
Pencekikan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.


Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang
korban.
Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang
korban.

Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban ke arah pelaku
maka ini disebut mugging .
3.2 Etiologi Kematian pada Pencekikan
Ada 3 penyebab kematian pada pencekikan, yaitu :
1.
2.
3.

Asfiksia
Iskemia
Vagal reflex

3.3 Cara Kematian pada Pencekikan


Ada 2 cara kematian pada kasus pencekikan, yaitu :
1. Pembunuhan (hampir selalu).
2. Kecelakaan, biasanya mati karena vagal reflex.
3.4 Gambaran Postmortem Pencekikan
3.4.1 Pemeriksaan Luar:
Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan luar kasus pencekikan, antara lain :
1. Tanda asfiksia.
Tanda-tanda asfiksia pada pemeriksaan luar otopsi yang dapat kita temukan
antara lain adanya sianotik, petekie, atau kongesti daerah kepala, leher atau
otak. Lebam mayat akan terlihat gelap.
2. Tanda kekerasan pada leher.
Tanda kekerasan pada leher yang penting kita cari, yaitu bekas kuku dan
bantalan jari. Bekas kuku dapat kita kenali dari adanya crescent mark, yaitu luka
lecet berbentuk semilunar/bulan sabit. Terkadang kita dapat menemukan sidik
jari pelaku. Perhatikan pula tangan yang digunakan pelaku, apakah tangan kanan
(right handed) ataukah tangan kiri (left handed). Arah pencekikan dan jumlah
bekas kukujuga tak luput dari perhatian kita.
3. Tanda kekerasan pada tempat lain.
Tanda kekerasan pada tempat lain dapat kita temukan di bibir, lidah, hidung, dan
lain-lain. Tanda ini dapat menjadi petunjuk bagi kita bahwa korban melakukan
perlawanan.
3.4.2 Pemeriksaan Dalam:

Hal yang penting pada pemeriksaan dalam bagian leher kasus pencekikan,
yaitu :
1.

Perdarahan atau resapan darah.

Perdarahan atau resapan darah dapat kita cari pada otot, kelenjar tiroid, kelenjar
ludah, dan mukosa & submukosa pharing atau laring.
2.

Fraktur.

Fraktur yang paling sering kita temukan pada os hyoid. Fraktur lain pada
kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea.
3.
4.

Memar atau robekan membran hipotiroidea.


Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada mugging.

4. PEMBEKAPAN (SMOTHERING)
4.1 Definisi
Pembekapan (smothering) adalah suatu suffocation dimana lubang luar jalan
napas yaitu hidung dan mulut tertutup secara mekanis oleh benda padat atau
partikel-partikel kecil .
4.2 Etiologi Kematian pada Pembekapan:
Ada 3 penyebab kematian pada pembekapan (smothering), yaitu :
1. Asfiksia
2. Edema paru
3. Hiperaerasi
4.3 Cara Kematian pada Pembekapan:
Cara kematian pada kasus pembekapan, yaitu :

Kecelakaan (paling sering), misalnya tertimbun tanah longsor atau salju,


alkoholisme, bayi tertutup selimut atau mammae ibu
Pembunuhan, misalnya hidung dan mulut diplester, bantal ditekan ke
wajah, serbet atau dasi dimasukkan ke dalam mulut.
Bunuh diri

4.4 Gambaran Postmortem Pembekapan


Hal-hal penting pada pemeriksaan otopsi kasus pembekapan, yaitu :

Mencari penyebab kematian.


Menemukan tanda-tanda asfiksia.
Menemukan edema paru, hiperaerasi dan sianosis pada kematian yang
lambat.

5. TERSEDAK (CHOCKING)
5.1 Definisi
Tersedak (chocking) adalah suatu suffocation dimana ada benda padat yang
masuk dan menyumbat lumen jalan udara.
5.2 Cara Kematian Pada Kasus Tersedak
Ada 2 cara kematian pada kasus tersedak, yaitu :
1.

Kecelakaan (paling sering), seperti gangguan refleks batuk pada


alkoholisme, pada bayi atau anak kecil yang gemar memasukkan benda
asing ke dalam mulutnya, tonsilektomi, aspirasi, dan kain kasa yang
tertinggal pada anestesi eter.
2. Pembunuhan (kasus infanticide)
5.3 Gambaran Postmortem
Hal-hal penting pada pemeriksaan otopsi kasus tersedak (chocking), yaitu :
1. Mencari bahan penyebab dalam saluran pernapasan. Juga kadang-kadang
ada tanda kekerasan di mulut korban.
2. Menemukan tanda asfiksia.
3. Mencari tanda-tanda edema paru, hiperaerasi dan atelektasis pada
kematian lambat.
4. Tersedak dapat terjadi sebagai komplikasi dari bronkopneumonia dan
abses.

6. ASFIKSIA TRAUMATIK (EXTERNAL PRESSURE OF THE CHEST)


6.1 Definisi
Asfiksia traumatik (external pressure of the chest) adalah terhalangnya udara
untuk masuk dan keluar dari paru-paru akibat terhentinya gerak napas yang
disebabkan adanya suatu tekanan dari luar pada dada korban .
6.2 Cara Kematian Pada Kasus Asfiksia Traumatik
Cara kematian pada kasus asfiksia traumatik, antara lain:
1. Kecelakaan (paling sering), misalnya terjepit antara lantai dengan
elevator, antara 2 kendaraan, atau antara dinding dengan kendaraan yang
mundur, tertimbun runtuhan benda atau bangunan, pasir, atau batubara
atau berdesakan di pintu sempit akibat panik.
2. Pembunuhan (misalnya burking)

6.3 Gambaran Postmortem


Ada 2 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan otopsi korban kasus
asfiksia traumatik (external pressure of the chest), yaitu :

Mencari tanda kekerasan di dada.


Menemukan tanda asfiksia.

7. INHALATION OF SUFFOCATING GASSES


7.1 Definisi
Inhalation of suffocating gasses adalah suatu keadaan dimana korban menghisap
gas tertentu dalam jumlah berlebihan sehingga kebutuhan O 2 tidak terpenuhi .
7.2 Cara kematian pada kasus Inhalation of suffocating gasses:
Ada 3 cara kematian pada korban kasus inhalation of suffocating gasses, yaitu
menghisap gas :

CO
CO2
H 2S

Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO 2 banyak pada sumur tua dan
gudang bawah tanah. Gas H2S pada tempat penyamakan kulit.

TENGGELAM DALAM AIR TAWAR


Pada keadaan ini terjadi absorbsi cairan masif ke dalam membran alveolus,
dimana dalam waktu 3 menit dapat mencapai 70 % dari vol darah sebenarnya.
Karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi
dalam darah, maka akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran
darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah (hemolisis).
Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh berusaha mengkompensasinya
dengan melepaskan ion Kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion
dalam plasma meningkat, akibatnya terjadi perubahan keseimbangan ion K dan
Ca dalam serabut otot jantung dan mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel an
penurunan tekanan darah, yang kemudian menimbulkan kematian akibat
anoksia otak. Kematian dapat terjadi dalam waktu 4-5 menit.
TENGGELAM DALAM AIR ASIN

Konsentrasi elektrolit dalam air asin lebih tinggi dibandingkan dalam darah,
sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstitial
paru, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya odem pulmonal, hemokonsentrasi,
hipovolemi, dan kenaikan kadar magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan
mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan terjadinya payah
jantung. Kematian dapat terjadi dalam waktu 8-12 menit setelah tenggelam.

TANDA TANDA YANG DITEMUKAN


BUIH/ BUSA PADA SALURAN PERNAFASAN
Tanda-tanda positif dari tenggelam, berbeda dengan pembenaman, yang sangat
sedikit dan tidak spesifik pastinya. Yang paling bermanfaat adalah dengan
ditemukannya cairan busa pada saluran pernafasan, dimana pada tubuh yang
masih segar, akan terlihat menetes pada mulut dan lubang hidung. Busa
tersebut merupakan cairan edema dari paru-paru, yang mengandung campuran
eksudat protein dan surfaktan dengan air yang masuk. Biasanya busa berwarna
putih, tetapi dapat juga berwarna merah muda atau merah, karena adanya
sedikit campuran darah akibat perdarahan intra pulmonal. Gambaran ini hampir
mirip dengan edem akibat gagal jantung kiri yang sering terlihat pada kematian
akibat penyakit jantung, seperti hipertensi.
Buih dapat meluas sampai trakea, bronkus utama dan alveoli. Paru-paru sendiri
pastinya akan terisi air dan cairan busa akan menetes dari bronkus ketika paruparu di tekan dan dari potongan permukaan paru ketika dipotong dengan pisau.

OVERINFLASI PADA PARU-PARU


Bagian dari seluruh paru-paru yang berisi air dapat terjadi overinflasi, memasuki
rongga torak ketika sternum dibuka. Normalnya bare area lebih dari jantung
yang tertutupi dan paru-paru yang menonjol keatas bertemu di midline untuk
menghilangkan mediastinum anterior.
Teksturnya lebih pucat dan berkrepitasi. Bagian superfisialnya mirip dengan
asma, nama lain untuk kondisi ini adalah emfisema aquosum.
Pre-existing emfisema yang sebenarnya sebagian berupa distensi dari
tenggelam, tetapi sekarang bulla jarang ada. Cairan edem dalam bronkus yang
kolpas, ini normal pada kematian,menyokong paru pada posisi inspirasi.
Sekarang sering dari elemen distensi yang berlebihan disebabkan oleh valvular
action dari obstruksi bronchial, lagi-lagi sama dengan asma.
Pada tenggelam dapat cukup membentuk tanda pada permukaan lateral dari
paru-paru dengan tekanan pada iga, dapat dilihat dan diraba cekungan setelah
membuka organ dalam torax. Ini adalah satu dari ciri positif dari kasus
tenggelam untuk menuntun otopsi.

Terdapat beberapa area perdarahan intrapulmoner yang memberikan warna


merah pada cairan edem. Area itu kadang luas dan intensif, edema generalisata
dan distensi ada untuk meminimalkan tonjolan, beberapa dapat berada dekat
lapisan pleural dan dapat lebih terlihat mengaburkan benjolan pada eksterior
paru-paru. Bagian yang kabur hasil dari penyebaran hemolisis.

Perbedaan Tenggelam Air Tawar dan Air Laut


Air Tawar

Air Laut

paru besar dan ringan

paru besar dan berat

relative kering

basah

bentuk biasa

bentuk besar dan kadang-kadang


overlapping

merah pucat

ungu biru / permukaan licin

krepitasi ada

krepitasi tidak ada

busa banyak

busa sedikit / cairan banyak

dikeluarkan dari thoraks tapi

dikeluarkan dari thoraks akan mendatar


/ jika

kempis

jika ditekan jadi cekung


mati dalam 5 menit 40
ml/kgBB

mati dalam 5-10 menit 20 ml/kgBB

darah :

darah :

BJ 1,055

BJ 1,0595-1,60

Hipotonik

Hipertonik

Hemodilusi/hemolisis

Hemokonsentrasi

Hipervolemi

Hipovolemi

Hiperkalemi

Hipokalemi

Hiponatremi

Hipernatremi

Hipoklorida

Hiperklorida

Mekanisme Tenggelam
Tenggelam dalam Air Tawar

inhalasi air tawar

alveolus paru-paru

absorbsi dalam jumlah besar

hipervolemi

hemodilusi hebat (72%)

hemolisis

tekanan sistole menurun

perubahan biokimiawi

K+ meningkat, Na+ dan Cl-menurun

fibrilasi ventrikel

anoksia cerebri

MATI

anoksia myocardium

Tenggelam dalam Air Asin


inhalasi air asin

alveolus paru-paru

hemokonsentrasi

hipovolemi cairan sirkulasi berdifusi keluar hematokrit meningkat

K+ menurun, Na+ dan Cl-

viskositas darah meningkat


meningkat

K+ meningkat, Na+ dan Cl-menurun

payah jantung

MATI

GAMBAR-GAMBAR ASFIKSIA

Gbr.1 Etiologi Asfiksia Mekanik

Gbr.2 Tanda Asfiksia Mekanik (atas kiri-kanan: Cyanosis, Buih putih; tengah kirikanan: lebam mayat di leher dan wajah; bawah kiri: Tardieus sign

Gbr.3 Korban Pembekapan (Smoothering)

Gbr.4 Smoothering, Gagging dan Chocking

Gbr. 5 Korban Penjeratan (Manual Strangulation)

Gbr. 6 Macam Letak Simpul pada Hanging (kiri Typical Hanging, tengah-kanan
Atypical Hanging)

Gbr. 7 Berbagai posisi korban Hanging

Gbr. 8 Womans washer hand pada korban tenggelam (kiri pada telapak tangan,
kanan pada kaki).

Gbr. 9 Diatome (benda asing, fitoplankton) diagnosis yang terdapat dalam paru
korban tenggelam

Anda mungkin juga menyukai