Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH CASE 7

ASFIKSIA

Disusun oleh:

Tutorial C1

Fahira Alia Natassha 1610211078

Radya Agna Nugraha 1610211011

Widya Pratiwi 1610211004

Muhammad Hafizh H 1610211105

Annisa Siska Afita 1610211024

Nurul Nadifa Erza 1610211084

Ghestiara Pusphita H 1610211139

Dora Amanda Erawati 1610211064

Laula Sekar Tadji 1610211107

Natasya Hirany Zanum 1610211147

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2016
KEMATIAN AKIBAT ASFIKSIA MEKANIK TENGGELAM

Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam kasus kedokteran
forensik. Asfiksia yang diakibatkan oleh karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan
disebut asfiksia mekanik. Asfiksia jenis inilah yang paling sering dijumpai dalam kasus
tindak pidana yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Mengetahui gambaran asfiksia,
khususnya pada postmortem serta keadaan apa saja yang dapat menyebabkan asfiksia,
khususnya asfiksia mekanik mempunyai arti penting terutama dikaitkan dengan proses
penyidikan.

Asfiksia adalah keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara
pernafasan sehingga oksigen darah berkurang (hipoksia), peningkatan CO2 (hiperkapnia),
organ tubuh mengalami kekurangan oksigen sehingga dapat menyebabkan kematian.

Etiologi

1. ALAMIAH : Penyakit saluran napas


2. MEKANIK : Trauma dan sumbatan saluran napas
3. KERACUNAN : CNS Depresant

Asfiksia merupakan keadaan dimana terjadinya gangguan sirkulasi udara pernapasan yang
menyababkan hipoksia dan peningkatan karbondioksida. Hal ini akan menyebabkan organ
kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian.

Asfiksia mekanik adalah keadaan dimana udara masuk terhalang oleh beberapa tindakan
kekerasan yang akhirnya akan menyebabkan korban mati lemas. Terdapat beberapa
mekanisme yang dapat menyebabkan terjadinya asfiksia mekanik, yaitu :

• Penutupan lubang pernapasan bagian atas (pembekapan, penyumbatan)


• Penekanan dinding saluran pernapasan (penjeratan, pencekikan, gantung)
• Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumaik)
• Saluran pernapasan terisi air (tenggelam, drowning)

Ada 4 fase kematian pada korban asfiksia, yaitu:

• Fase dispnea : terjadi karena penurunan kadar CO2 yang akan menyebabkan
peningkatan amplitudo dan frekuensi napas, peningkatan tekanan darah, muncul
sianosis pada muka dan tangan.
• Fase konvulsi : peningkatan kadar CO2 akan menyebabkan kejang yang diawali
dengan kejang klonik, tonik kemudian spasme otistotonik. Dilatasi pupil, penurunan
denyut jantung, dan penurunan tekanan darah dapat terjadi
• Fase apnea : adanya depresi pada pusat pernapasan akan menybabkan pernapasan
menjadi lemah dan terhenti
• Fase akhir : paralisis pada pusat pernapasan lengkap akan menyebabkan
pernapasan berhenti total, namun jantung masih berdenyut beberapa saat setelah
pernapasan terhenti.
Secara umum, kematian akibat asfiksia akan mulai timbul stelah 4-5 menit, dimana fase 1 dan
2 terjadi kurang lebi 3-4 menit tergantung dari keparahan halangan oksigen yang ada.

Pemeriksaan Jenazah

Pada pemeriksaan luar jenazah yang dapat ditemukan adalah adanya sianosis pada bibir,
ujung-ujung jari dan kuku. Bendungan sistemik, pulmoner, dan dilatasi jantung merupakan
trias klasik yang muncul pada korban asfiksia. Lebam mayat yang ditemukan biasanya
memberikan warna merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat akibat tingginya kadar
CO2 dan fibrinolisin. Tingginya kadar fibrinolisin berhubungan denga cepatnya kematian
terjadi.

Busa halus pada hidung dan mulut dapat ditimbulkan akibat reaksi yang ditimbulkan oleh
peningkatan aktivitas pernapasn fase 1. Pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi dan
palpebra muncul sebagai bukti terdapatnya bendungan pada mata. Kapiler yang mudah pecah
juga akan timbul pada daerah konjungtiva bulbi, palpebra dan subserosa lain. Tardieu’s spot
timbul karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler akibat hipoksia.

Pada pemeriksaan bedah jenazah, korban yang mati karena asfiksia akan menimbulkan
beberapa gejala khas, seperti :

• Warna darah lebih gelap dan encer


• Muncul busa halus di saluran pernapasan
• Perbendungan sirkulasi pada seluruh organ tubuh
• Petekie
• Edema paru
• Kelainan yang berhubungan dengan kekerasan (fraktur laring).

Tenggelam (Drowning)

Tenggelam adalah mati lemas (asfikia) yang disebabkan oleh masuknya cairan ke dalam
rongga pernapasan. Pada korban tenggelam sangat sulit diidentifikasi apakah benar-benar
tenggelam atau sudah berada dalam keadaan mati pada saat tergenang di air. Terdapat
beberapa istilah tenggelam, yaitu :

• Wet drowning (cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah korrban tenggelam)
• Dry drowning (cairan masuk ke dalam saluran pernapasan karena spasme laring)
• Secondary drowning (terjadi beberapa hari setelah korban tenggelam, dan meningal
akibat komplikasi)
• Immersion syndrome (korban meninggal tiba-tiba setelah tenggelam pada air dingin
akibat refleks vagal)

Pemeriksaan Jenazah Tenggelam

Pada korban tenggelam, pemeriksaan harus dilakukan secara lengkap dan teliti. Ada
beberapa hal penting yang harus diperhatikan saat melakukan pemeriksan luar pada jenazah
tenggelam, yaitu :

• Keadaan jenazah : basah, berlumpur, pasir, benda-benda penyerta


• Busa halus pada hidung dan mulut, atau darah
• Keadaan mata : setengah terbuka/tertutup, jarang terdapat perdarahan/ bendungan
• Kutis anserina pada permukaan anterior tubuh terutama ekstremitas akibat adanya
kontraksi otot erektor pili sebaga respon dari air dingin.
• Washer woman’s hand : telapak tagan berwarna keputihan dan keriput karena adanya
imbisi cairan ke dalam kutis
• Cadaveric spasme : biasanya menunjukkan kadaan pada saat korban berusaha
menyelamatkan diri.
• Luka lecet pada siku, jari tangan, lutut, kaki akibat gesekan benda-benda saat
tenggelam.

Pada pemeriksaan bedah jenazah ada 6 hal yang harus diperhatikan, yaitu :

• Busa halus dan benda asing ( pasir dan tumbuhan air )


• Paru – paru membesar seprti balon
• Petekie
• Paru-paru normal (kasus tenggelam pada air tawar )
• Otak, ginjal, hati, limpa mengalami bendungan
• Lambung membesar, terisi air, lumpur dan dapat juga ada pada usus halus.

Pada kasus tenggelam, perlu dilakukan pemriksaan laboratorium guna kepastian penyebab
kematian. Terdapat 2 pemeriksaan yang harus dilakukan, yaitu :

1. Pemeriksaan diatom. Pada korban tenggelam diatom biasanya akan masuk ke dalam
saluran pernapasan ataupun saluran pencernaan, yang nantinya akan masuk ke dalam
peredaran darah melalui dinding kapiler yang rusak. Pemeriksaan diatom dapat
menggunakan tekhnik destruksi menggunakan sediaan yang diambil dari getah paru.
Pada pemeriksaan diperhatikan banyaknya diatom. Jika terdapat 4-5/LPB maka
pemeriksaan diatom dikatan positif.
2. Pemeriksaan darah jantung. Asfiksia merupakan keadaan dimana terjadinya
gangguan sirkulasi udara pernapasan yang menyababkan hipoksia dan peningkatan
karbondioksida. Hal ini akan menyebabkan organ kekurangan oksigen (hipoksia
hipoksik) dan terjadi kematian.
ASFIKSIA TRAUMATIK

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara
pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan
karbondioksida (hiperkapnea).Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen
(hipoksia hipokasik) dan terjadi kematian.
Asfiksia karena sumbatan jalan napas adalah satu dari beberapa penyebab kegagalan
oksigenasi jaringan yang biasanya karena kekerasan. Asfiksia berasal dari bahasa yunani
yang artinya ”tidak berdenyut”, pengertian ini sering salah digunakan sehingga sering
menimbulkan kebingungan untuk membedakan dengan status anoksia lain pada defisiensi
Hb, racun sianida, sirkulasi darah yang terganggu dimana ambilan oksigen oleh jaringan
terganggu.
Menurut Dorland's Illustrated Medical Dictionary, asfiksia (asphyxia; Gr. “a stopping of the
pulse”) didefinisikan sebagai suatu perubahan patologis yang disebabkan oleh karena
kekurangan oksigen pada udara respirasi, yang menimbulkan keadaan hipoksia dan
hiperkapnea. Sementara itu asfiksia traumatic diartikan sebagai keadaan asfiksia yang terjadi
sebagai akibat dari kompresi (penekanan) yang berat atau tiba-tiba pada thoraks maupun
abdomen bagian atas ataupun keduanya.

Pembagian jenis asfiksia secara umum untuk memudahkan asfiksia dibagi menjadi empat
golongan, yaitu:

• kelemasan,
• jeratan,
• asfiksia kimia, dan
• mati lemas.

Dalam kematian akibat kelemasan, terdapat kegagalan oksigen untuk sampai ke darah. Pada
umumnya, terdapat enam jenis kelemasan:

• kelemasan udara atau akibat terperangkap,


• kelemasan tekupan,
• tercekik,
• kelemasan atau asfiksia mekanik,
• asfiksia mekanik bersama-sama tekupan (burking), dan
• kelemasan gas.

Asfiksia mekanik disebabkan oleh tekanan ke bagian luar tubuh yang menghalangi proses
pernafasan. Contoh-contoh asfiksia mekanik ialah:

• asfiksia traumatik,
• asfiksia kedudukan, dan
• asfiksia dihimpit orang.

Hampir kesemua kasus asfiksia mekanik merupakan kasus kecelakaan.

Mekanisme Kejadian

• Keadaan asfiksia traumatik merupakan hasil dari penekanan yang terus-menerus pada
dada dan abdomen oleh kejatuhan sesuatu, kendaraan yang berat, tekanan kerumunan
orang dan sebagainya.
• Asfiksia kompresif (juga disebut dengan kompresi dada) mengarah pada suatu
pembatasan mekanik dari ekspansi paru oleh kompresi pada sumbu tubuh, yang
mengakibatkan gerakan berlawanan dengan pergerakan nafas sebenarnya. Asfiksia
kompresif terjadi ketika dada atau abdomen mengalami penekanan (terutama dari
posterior).
• Pada kecelakaan, istilah asfiksia traumatik atau crush asphyxia biasanya digunakan
untuk menggambarkan asfiksia kompresif yang dihasilkan dari keadaan tertekan atau
terjepit dibawah beban maupun gaya yang berat. Sebagai contohnya adalah kasus
dimana seseorang terjepit di kolong mobilnya ketika mencoba memperbaiki mobil
dan tubuhnya terhimpit oleh beban mobil tersebut.
• Pada kasus lainnya, seperti kecelakaan di stadion Heysel, asfiksia traumatik disebut
dengan riot-crush. Berlawanan dengan pendapat umum, kejadian tersebut bukanlah
akibat trauma tumpul dari terinjak-injaknya korban, namun lebih dikarenakan asfiksia
karena tekanan sebagai hasil dari kerumunan yang kacau. Dalam lingkungan yang
terkurung, orang-orang saling mendorong dan bersandar pada orang lain; buktinya
adalah terdapatnya pagar terali baja yang bengkok pada beberapa kecelakaan pada
kerumunan kacau yang fatal menunjukkan gaya horizontalnya melebihi 4500 N
(sekitar 460kg). Dalam keadaan dimana terdapat kerumunan orang dewasa dan saling
bersandar satu sama lain sehingga membentuk suatu gundukan manusia, telah
dilakukan penilaian dimana terdapat sekitar 380kg beban tekanan pada lapisan yang
paling bawah.
• Asfiksia akibat dihimpit orang dapat terjadi ketika seseorang berada di tempat orang
yang berkerumun seperti dalam satu kumpulan dan tiba-tiba terjadi kekacauan yang
menyebabkan orang akan saling mendorong karena mencoba melarikan diri. Dalam
keadaan ini, ada yang terjatuh terinjak-injak, dan ada pula yang terdorong serta
terhimpit beberapa lama sehingga akhirnya mati akibat asfiksia.
• Pada Asfiksia kedudukan dapat dikatakan semua kejadiannya merupakan akibat dari
intoksikasi narkotika atau alkohol. Individu yang mengalami intoksikasi dan jatuh ke
tempat yang sempit sering kali tidak boleh bergerak (akibat terlalu mabuk), kepalanya
tertekuk dan ini menghalanginya bernafas.
• Asfiksia traumatik terjadi apabila objek yang berat jatuh ke atas atau menekan dada
atau bagian abdomen atas, menyebabkan korban tidak dapat bernafas. Terdapat juga
kasus dimana korbannya mati akibat asfiksia traumatik karena ditekan dengan lemari
es atau pepohonan; terjepit dalam kenderaan sewaktu kecelakaan atau terjepit diantara
kayu-kayu besar.2Kompresi dada juga dapat terjadi pada berbagai oleh raga gulat
militer, yang kadang disebut dengan istilah “wringing”. Berbagai teknik digunakan
untuk mengunci lawan. Sebagai contonya adalah kompresi pada dada yang meliputi
posisi yang disebut dengan knee-on-stomach position, atau teknik seperti leg scissors
(juga disebut dengan body scissors, do-jime, dan trunk strangle) jika pelaku
melilitkan kaki di sekitar pertengahan tubuh lawan dan menekan nya bersamaan.1

Gambaran Klinis

• Temuan klinisnya adalah craniocervical cyanosis/cervicofacial cyanosis dan edema,


subconjunctival haemorrhage atau petechiae, serta distensi dari vena leher. Sering
dihubungkan dengan cedera yang meliputi kontusio pulmoner dan hemothoraks.
(A) The knee-on-belly position yang menekan dada, membuat orang di bawahnya kesulitan
bernafas.1 (B) Asfiksia traumatik dengan beban badan sendiri 8

• Multiple ecchymotic hemorrhage pada wajah, leher dan bagian atas dada pernah pula
didokumentasikan. Pada korban yang masih hidup, pemeriksaan Glasgow coma scale
berkisar dari 8 hingga 15. Diskoloritas kulit menghilang dalam 3 minggu. Resolusi
komplit dari perdarahan subkonjungtiva terjadi 1 bulan kemudian. Pada sebuah
penelitian, nyeri tenggorokan, suara serak, pusing, kebas, dan nyeri kepala juga sering
ditemui. Bagian kaki yang lebih rendah ditemukan pitting edema, dapat dijumpai pula
hemoptisis, hemotimpanum, dan kehilangan kemampuan melihat sebagian. Gambaran
radiologis biasanya normal, dan walaupun jarang hematuria mikroskopik dapat
ditemukan.7

Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala:

• Fase dispnu: perangsangan medulla oblongata karena kadar O2 rendah dan CO2 yang
tinggi berupa amplitudo-frekuensi nafas meningkat, nadi cepat, tensi tinggi, tanda-
tanda sianosis pada muka-tangan
• Fase konvulsi: rangsangan susunan saraf pusat akibat peningkatan CO2 berupa kejang
klonik, lalu tonik, akhirnya epistotonus, pupil dilatasi, denyut jantung menurun, tensi
turun.
• Fase apnu: depresi pusat nafas hingga berhenti, kesadaran menurun, relaksasi
spinkter.
• Fase akhir: paralysis pusat pernafasan lengkap. Jantung masih berdenyut beberapa
saat sesudahnya.

Lama proses asfiksia sampai timbulnya kematian umumnya antara 4-5 menit.2 vena yang
kurang daripada 25 mm Hg.

• Kongesti visera disebabkan oleh kongesi kapiler-vena karena kerentanan kapiler


terhadap hipoksia. Hal ini menyebabkan dilatasi kapiler dan hambatan darah dalam
kapiler dan vena yang terdilatasi. Pecahnya kapiler akan menyebabkan bintik-bintik
perdarahan. Bintik perdarahan sangat jelas pada pleura visera dan epikardium. Gordon
dan Mansfield melaporkan pembentukan bintik-bintik perdarahan di epikardium
walaupun sesudah kematian.
• Apabila tidak ada oksigen, jumlah hemoglobin yang tidak berikatan akan meningkat.
Jika peningkatan jumlah hemoglobin teroksidasi melebihi 5 g/100 ml darah, warna
kebiruan akan kelihatan pada kulit bawah kuku, bibir, lidah dan kadang kala di bagian
wajah. Warna kebiruan ini dikenali sebagai sianosis.

Pemeriksaan Jenazah

• Oedema paru adalah hal yang tersering terjadi pada kasus asfiksia. Hal ini disebabkan
dari efek hipoksia pada pusat vasomotor dengan berbagai macam derajatnya, bila
udem paru berat maka akan tampak buih berwarna merah muda keluar dari hidung
dan mulut dan bila udem paru ringan maka pemeriksaan hanya dapat dilihat dengan
pemeriksaan histologi paru.
• Pada kasus traumatik asfiksia dimana dada tertekan, bronkus dan trakea terdapat
darah, hal ini biasanya terjadi pada koban kecelakaan lalu lintas. Kondisi ini sering
terjadi pada tulang dada yang lentur yaitu pada anak-anak dimana dadanya tertekan
tanpa menimbulkan patah tulang iga yang kemudian kembali ke bentuk semula.Pada
keadaan ini, hemoragi terjadi akibat dari benturan dan laserasi internal paru-paru dan
sering menjadi hemoragi yang luas tanpa menyebabkan robekan pleura. Yang perlu
diperhatikan pada korban kecelakaan adalah perdarahan asfiksia, dimana darah
terhisap dari luka yang ada di hidung, bibir dan rahang. korban bisa diselamatkan jika
hal ini diketahui dengan cepat. Dengan cara aliran udara dilancarkan dengan
penghisapan.
• Bentuk Post mortem sering dramatis yaitu kongesti yang berat pada jaringan diatas
area penekanan serta petekie perdarahan yang banyak di kulit dan konjungtiva, juga
edem dan dipenuhi dengan darah. Meskipun tanda-tanda yang dramatis yang terlihat
pada asfiksia traumatik, ini merupakan tanda yang dapat hilang.
• Terdapat kongesi berwarna biru keunguan di bagian kepala, leher dan badan atas
bersama bintik-bintik perdarahan di bahagian sklera, konjunktiva dan kulit sekitar
mata. Pemeriksaan mata selanjutnya menunjukkan bagian konjungtiva yang sangat
merah akibat kongesti dan bagian retina menunjukkan tanda perdarahan.
• Pemeriksaan organ dalam biasanya tidak menunjukkan kecederaan walaupun terdapat
objek berat yang menghimpit dada korban. Kadang kala terdapat patah tulang rusuk
dan tulang dada. DiMaio melaporkan kasus seorang anak yang mati akibat asfiksia
traumatik karena dililit ular sawah. Ular tersebut mengetatkan lilitannya setiap kali
anak tersebut menghembus nafas. Pemeriksaan postmortem menunjukkan kesan gigi
ular tersebut pada muka mangsa kerana ular tersebut mencoba menelan keseluruhan
kepala dan badan korban. Tidak terdapat bintik-bintik perdarahan, atau kesan lebam
semasa pemeriksaan postmortem.

Untuk merangkum tanda asfiksia, Mansjoer dkk, 2000, menggambarkan hal-hal sebagai
berikut: Tanda-tanda klasik asfiksia ialah kongesi visera, sianosis, bintik-bintik perdarahan
(peteki) dan darah yang bersifat bendalir tidak beku. Selain itu, jantung didapati terdilatasi
dalam kebanyakan kasus yang mati akibat asfiksia. Walau bagaimanapun tanda-tanda ini
tidaklah khusus untuk asfiksia karena tanda-tanda ini juga terdapat pada kematian akibat
sebab-sebab yang lain. Perubahan biokimia yang diperhatikan dalam kasus kematian asfiksia
ialah PO

 Pemeriksaan luar

• Sianosis pada bibir, ujung jari dan kuku


• Lebam mayat merah kebiruan lebih gelap dan terbentuk lebih cepat dan lebih luas
• Busa halus pada hidung dan mulut
• Pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi dan palpebra
• Tardieu’s Spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra
• Tanda-tanda kekerasan dan perlawanan
• Untuk kasus penjeratan, jejas biasanya mendatar, melingkari leher, setinggi/dibawah
rawan gondok

 Pemeriksaan dalam

• Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer


• Busa halus di saluran pernafasan
• Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh, sehingga organ dalam
menjadi lebih gelap dan lebih berat
• Tardieu’s spot pada mukosaorgan dalam
• Edema paru
• Kelainan-kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan.
Kesimpulan

• Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran
udara pernapasan hipoksia disertai dengan hiperkapnea sehingga organ tubuh
mengalami hipoksia hipokasik dan terjadi kematian.
• Asfiksia traumatik diartikan sebagai keadaan asfiksia yang terjadi sebagai akibat dari
kompresi (penekanan) yang berat atau tiba-tiba pada thoraks maupun abdomen bagian
atas ataupun keduanya
• Asfiksia traumatik terjadi apabila objek yang berat jatuh ke atas atau menekan dada
atau bagian abdomen atas, ditekan dengan lemari es atau pepohonan; terjepit dalam
kenderaan sewaktu kecelakaan atau terjepit diantara kayu-kayu besar. Dapat terjadi
pula pada berbagai oleh raga gulat militer.
• Temuan klinis pada korban yang hidup adalah craniocervical cyanosis/cervicofacial
cyanosis dan edema, subconjunctival haemorrhage atau petechiae, serta distensi dari
vena leher, kontusio pulmoner dan hemothoraks.
• Multiple ecchymotic hemorrhage pada wajah, leher dan bagian atas dada pernah pula
didokumentasikan. Glasgow coma scale berkisar dari 8 hingga 15. Diskoloritas kulit
menghilang dalam 3 minggu. Resolusi komplit dari perdarahan subkonjungtiva terjadi
1 bulan kemudian, nyeri tenggorokan, suara serak, pusing, kebas, dan nyeri kepala
juga sering ditemui. Pitting edema, hemoptisis, hemotimpanum, dan kehilangan
kemampuan melihat sebagian dan walaupun jarang hematuria mikroskopik dapat
ditemukan.Oedema paru adalah hal yang tersering terjadi pada kasus asfiksia. Hal ini
disebabkan dari efek hipoksia pada pusat vasomotor dengan berbagai macam
derajatnya
• Aspek Medikolegalnya adalah: menentukan penyebab kematian, menentukan tempat
kejadian dan mekanisme kejadian.
Daftar Pustaka

1. Budiyanto A, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik


FKUI; 1997.p.3-11, 15-16, 26-33, 55-57, 64-70.

2. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Jakarta : Bagian Kedokteran


Forensik FKUI; 1994. p.11-12,14

Anda mungkin juga menyukai