Anda di halaman 1dari 21

TATALAKSANA BPH

Rizky Dermawan - 1810211053


Tujuan Tatalaksana
1) Memperbaiki keluhan miksi
2) Meningkatkan kualitas hidup
3) Mengurangi obstruksi infravesika
4) Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal
5) Mengurangi volume residu urine setelah miksi, dan mencegah progresifitas
penyakit.
Konservatif
Watchful waiting Lifestyle Education
 Pasien tidak diberikan terapi • Kurangi minum setelah makan (malam)
• Kurangi konsumsi makanan atau minuman
 Perkembangan penyakitnya diawasi oleh
yang menyebabkan iritasi pada kandung
dokter kemih (kopi atau cokelat)
 Ditujukan untuk pasien BPH dengan skor • Batasi penggunaan obat-­­obat influenza yang
IPSS dibawah 7 mengandung fenilpropanolamin
 Pasien kontrol berkala (3-6 bulan) untuk (penyempitan prostat dan kontraksi otot)
• Jangan menahan kencing terlalu lama
menilai perubahan
• Penanganan konstipasi
Medikomentosa
• Contoh : terazosin, doksazosin,
Terapi medikamentosa diberikan pada pasien alfuzosin, dan Tamsulosin.
dengan skor IPSS >7. • Dosis : 400mcg 1x/Hari
α1-blocker
 Menghambat kontraksi otot polos prostat
 Dapat mengurangi keluhan storage symptom dan
voiding symptom dan mampu memperbaiki skor
gejala berkemih hingga 4-6 skor IPSS.
 Tetapi tidak mengurangi volume prostat .
 Efek sampingnya adalah hipotensi.
 Waktu : 4 minggu
5α-reductase inhibitor
 Bekerja dengan menginduksi proses • Contoh :finasteride dan dutasteride.
apoptosis sel epitelprostat yang • Finasteride digunakan bila volume
kemudian mengecilkan volume prostat. prostat >40 ml
 mengecilkan volume prostat hingga 20 • dutasteride digunakan bila volume
– 30%. prostat >30 ml.
 Dengan cara menghambat
pembentukan dihidrotestosteron (DHT)
dari testosteron yang dikatalisis oleh
enzim 5 α- redukstase di dalam sel-sel
prostat.
 Efek samping disfungsi ereksi,
penurunan libido, ginekomastia, atau
timbul bercak-bercak kemerahan di kulit
 Waktu : 6 Bulan
Phospodiesterase 5 inhibitor
 Meningkatkan konsentrasi dan memperpanjang
• Contoh : sildenafil, vardenafil, dan
aktivitas dari cyclic guanosine monophosphate
tadalafil.
(cGMP) intraseluler, sehingga dapat mengurangi • Dosis : 5mg 1x/Hari
tonus otot polos detrusor, prostat, dan uretra.
 Efek lebih baik pada pria usia lebih muda dengan
indeks massa tubuh yang rendah dengan keluhan
LUTS berat .
 Dapat menurunkan nilai IPSS sebesar 22-37%.
 Efek samping : sakit kepala,nyeri otot,hidung
tersumbat,gangguan pencernaan,mual.
 Waktu : 1 minggu
Antagonis Reseptor
• Contoh : fesoterodine fumarate,
Muskarinik propiverine HCL.
Bertujuan untuk menghambat atau mengurangi • Dosis :1 tablet 2-3x/Hari
stimulasi reseptor muskarinik sehingga akan
mengurangi kontraksi sel otot polos kandung kemih.
Penggunaan antimuskarinik terutama untuk
memperbaiki gejala storage LUTS. pasien dengan
nilai PSA <1,3 ng/ml (≈volume prostat kecil)
menunjukkan pemberian antimuskarinik yang
bermanfaat.
Penggunaan antimuskarinik dipertimbangkan jika
penggunaan α-blocker tidak mengurangi gejala
storage.
Terapi kombinasi
α1-blocker + 5α-reductase inhibitor
 Diberikan kepada orang dengan keluhan LUTS sedang-berat dan
mempunyai risiko progresi (volume prostat besar, PSA yang tinggi (>1,3
ng/dL), dan usia lanjut).
 Kombinasi ini hanya direkomendasikan apabila direncanakan pengobatan
jangka panjang (>1 tahun)
 Terapi kombinasi memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
monoterapi dalam risiko terjadinya retensi urine akut dan kemungkinan
diperlukan terapi bedah. Akan tetapi, terapi kombinasi juga dapat
meningkatkan risiko terjadinya efek samping.
Pembedahan
 Indikasi :
• Keluhan sedang-berat
• Tidak menunjukkan perbaikan setelah
pemberian terapi non bedah
• Pasien yang menolak pemberian terapi
medikamentosa
Transurethral resection (TURP)
 Reseksi endoskopik malalui uretra
 Jaringan yang direseksi hampir seluruhnya terdiri dari jaringan
kelenjar sentralis dan jaringan perifer ditinggalkan bersama
kapsulnya.
 Dapat terjadi ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil dapat
mengalami impotensi
Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)
 Indikasi: pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran prostatnya mendekati
normal.
 Dilakukan secara endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yang
dipakai pada TURP tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat
penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai dekat ke
verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat.

Laser Prostatektomi
 Penggunaan laser pada terapi pembesaran prostat jinak dianjurkan khususnya
pada pasien yang terapi antikoagulannya tidak dapat dihentikan
Tindakan Minimal Invasif
Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
 Cara memanaskan prostat sampai 44,5°C – 47°C → nekrosis jaringan prostat
Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)
 Penekanan prostat dengan dimasukkannya balon
Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)
 Dengan gelombang radio frekuensi tinggi untuk menghasilkan ablasi termal pada
prostat.
Stent Urethra
 Sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja kateter tersebut dipasang pada
uretra pars prostatika.
Operasi terbuka
 Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal dan retropubik.
 Pembedahan terbuka dianjurkan pada prostat yang volumenya lebih dari 80 ml.
 Prostatektomi terbuka adalah cara operasi yang paling invasif
 Penyulit dini yang terjadi pada saat operasi dilaporkan sebanyak 7-14% berupa
perdarahan yang memerlukan transfusi.
 Komplikasi jangka panjang dapat berupa kontraktur leher kandung kemih dan
striktur uretra (6%) dan inkontinensia urine (10%).
Kondisi khusus
Trial Without Catheterization (TWOC)
 TWOC adalah cara untuk mengevaluasi apakah pasien dapat berkemih secara
spontan setelah terjadi retensi. Setelah kateter dilepaskan, pasien kemudian diminta
dilakukan pemeriksaan pancaran urin dan sisa urin
 TWOC baru dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian α1-blocker selama
minimal 3-7 hari. TWOC umumnya dilakukan pada pasien yang mengalami retensi
urine akut yang pertama kali dan belum ditegakkan diagnosis pasti

Sistostomi
 Pada keadaan retensi urine dan kateterisasi transuretra tidak dapat dilakukan,
sistostomi dapat menjadi pilihan.
 Sistostomi dilakukan dengan cara pemasangan kateter khusus melalui dinding
abdomen (supravesika) untuk mengalirkan urine
Clean Intermittent Catheterization (CIC)
 CIC adalah cara untuk mengosongkan kandung kemih secara intermiten baik
Mandiri maupun dengan bantuan.
 CIC dipilih sebelum kateter menetap dipasang pada pasien-pasien yang
mengalami retensi urine kronik dan mengalami gangguan fungsi ginjal.
 CIC dikerjakan dalam lingkungan bersih ketika kandung kemih pasien sudah
terasa penuh atau secara periodik

Kateter menetap
 Kateterisasi menetap merupakan cara yang paling mudah dan sering digunakan
untuk menangani retensi urine kronik dengan keadaan medis yang tidak dapat
menjalani tidakan operasi
TERIMAKASIH
Sumber
 Urologi dasar-basuki purnomo
 Pedoman penatalaksaan pembesaran prostat Indonesia 2017

Anda mungkin juga menyukai