Anda di halaman 1dari 10

DIAGNOSIS BPH

Anamnesis. Yang dapat ditanyakan pada anamnesis adalah usia, keluhan, riwayat penyakit
urogenital, konsumsi obat terkait miksi, nyeri pinggang, keluhan berulang atau tidak.
Pemeriksaan fisik. Adapun pemeriksaan fisik yang pentig pada BPH adalah DRE (digital
rectal examination). DRE berguna untuk menilai besar prostat, konsistensinya (kenyal),
adanya nodul (-) dan simetrisitas lobus (simetris). DRE/RT dapat juga digunakan untuk
screening Ca prostat dan menilai status neurologis pasien (reflex bulbokavernosus).
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium

Urinalisis untuk mencari kemungkinan infeksi atau hematuria dan serum kreatinin
untuk mengukur fungsi renal. Insufisiensi ginjal mungkin dapat dilihat pada 10%
pasien dengan prostatism dan warrants upper-trac imaging.

Pemeriksaan fungsi ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit


yang mengenai saluran kemih bagian atas

Pemeriksaan gula darah dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit


diabetes mellitus yang menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli.

Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan
infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba
yang diujikan.

Pemeriksaan Radiografi

Foto polos perut berguna untuk memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang
ditujukan oleh adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat)
atau ureter disebelah distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish.
Penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi
buli-buli.

Pemeriksan ultrasonografi transrektal atau TRUS dimaksudkan untuk


mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran
prostat maligna, sebagai guidance (petunjuk) untuk melakukan biopsy aspirasi
prostat, menentukan jumlah residual urine, dan mencari kelainan lain yang mungkin
ada dalam buli-buli.

Cystoscopy tidak dibutuhkan untuk menentukan terapi yang dibutuhkan tetapi untuk
membantu dalam pendekatan operasi yang dipilih pasien dalam terapi invasive.

Pemeriksaan lain:

a. Residual urine adalah jumlah sisa urine setelah miksi. Sisa urine ini dapat dihitung
dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan
ultrasonografi setelah miksi.

b. Pancaran urine atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan
menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau
dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urine. Pemeriksaa
yang lebih teliti adalah dengan pemeriksaan urodinamika. Dari uroflometri dapat
diketahui lama waktu miksi, lama pancaran, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
oancaran maksimum, rerata pancaran, maksimum pancaran maksimum dan volume urine
yang dikemihkan.
Menentukan derajat penyakit BPH dengan menggunakan IPSS
Tatalaksana BPH

Tidak semua pasien BPH perlu menjalani tindakan medic. Kadang-kadang mereka yang
mengeluhkan LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya
dengan menasehati dan konsultasi saja. Namun diantara mereka akhirnya ada yang
membutuhkan terapi medika mentosa atau tindakan medis yang lain karena keluhannya semakin
parah.

Tujuan terapi pada pasien BPH adalah:

1. Memperbaiki keluhan miksi


2. Meningkatkan kualitas hidup
3. Mengurangi obstruksi infravesika
4. Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal
5. Mengurangi volume residual urine setelah miksi
6. Mencegah progresifitas penyakit.

Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endo-urologi yang
kurang invasive.

Watchfull Waiting pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor
IPSS < 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak
mendapatkan terapi apapun dan hanya diberikan penjelasan mengenai sesuati hal yang
mungkin dapat memperburuk keluhan, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau
alcohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan dan minuman yang
mengiritasi buli-buli (kopi atau cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang
mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan
menahan kencing terlalu lama. Secara periodic pasien diminta untuk datang control
dengan ditanya keluhan apakah yang menjadi lebih baik, disamping itu dilakukan
pemeriksaan laboratorium, residu urine, atau urolfometri.
Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah:

1. Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi
infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic (adrenergic bloker)
2. Mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar
hormone tertosteron/dehidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5-reduktase

Penghambat Reseptor adrenergic-

Fenoksibenzamin merupakan obat penghambat adrenergic pertama yang diperkenalkan


oleh Caine, bekerja sebagai penghambat yang tidak selektif yang ternyata mampu memperbaiki
laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. Obat ini memiliki efeksamping sistemik
yang tidak diharapkan, diantaranya adalah hipotensi postural dan kelainan kardiovaskuler
lainnya. Ditemukan obat penghambat adrenergic-1 dapat mengurangi penyulit sistemik yang
diakibatkan oleh efek hambatan pada 2 dari fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat
penghambat adrenergic-1 adalah prazosin yang diberikan 2 kali sehari, terazosin, afluzosin dan
deksazosin yang diberiakn sekali sehari. Obat-obatan golongan ini dilaporkan dapat
memperbaiki keluhan miksi dan pancaran urine.

Akhir-akhir ini telah ditemukan pula golongan penghambat adrenergic-1A, yaitu tamsulosin
yang sangat selektif terhadap otot polos prostat. Dilaporkan bahwa obat ini mampu memperbaiki
pancaran miksi tanpa menimbulkan efek tekanan darah maupun denyut jantung.

Penghambat 5-reduktase

Bekerja dengan cara membentuk dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh
enzim 5 -reduktase di dalam sel-sel prostat. Menurunnya kadar HDT menyebabkan sintesis
protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Dilaporkan bahwa pemberian obat ini (finasteride)
5 mg sehari yang diberikan sekali setelah enam bulan maupun menyebabkan penurunan prostat
sampai 28%; hal ini memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi.
Tindakan Operasi

Pembedahan berguna sebagai penyelesaian BPH jangka panjang yang paling baik, karena
pemberian terapi obat dan konservatif lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama
untuk melihat hasilnya. Desobstruksi kelenjar prostat akan menyembuhkan gejala obstruksi dan
miksi yang tidak lamppias. Hal ini dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka, reseksi prostat
transuretra (TURP), atau insisi prostat transuretra (TUIP atau BNI). Pembedahan diindikasikan
untuk pasien-pasien BPH yang:

1. Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medika mentosa

2. Mengalami retensi urine

3. Infeksi saluran kemih berulang

4. Hematuria

5. Gagal ginjal

6. Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian
bawah.

Pembedahan terbuka

Ada beberapa macam tekniknya yaitu metode dari Millin yaitu melakukan enukleasi
kelenjarprostat melalui pendekatan retropubik infravesika, Freyer melalui pendekatan suprapubik
transvesika, atau transperineal. Prostatektomi terbuka adalah tindakan yang paling tua yang
masih banyak dilakukan saat ini, paling invasive dan palin efisien sebagai terapi BPH.
Prostatektomi terbuka dapat dilakukan melalui pendekatan suprapubik transversal (Freyer) atau
retropubik infravesikal (Millin). Prostatektomi terbuka dianjurkan untuk prostat yang sangat
besar (>100 gr). Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatektomi terbuka adalah inkontinensia
urine (3%), inpotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%), dan kontraktur leher buli-buli (3-
5%). Dibandingkan dengan TURP dan BNI, penyulit yang terjadi berupa striktu uretra dan
ejakulasi retrograde lebih banyak dijumpai pada prostatektomi terbuka. Perbaikan gejala klinis
sebanyak 85-100 %, dan angka mortalitas sebanyak 2%.
Pembedahan Endurologi (TURP) saat ini paling banyak digunakan. Operasi ini tidak
diperlukan insisi pada kulit perut, massa mondok lebih cepat dan memberikan hasil yang
tidak banyak berbeda dengan tindakan operasi terbuka. Pembedahan endurologi
transuretra dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrik TURP (transurethral
Resection of the Prostat) atau dengan memakai energy Laser. Operasi terhadap prostat
berupa reseksi (TURP), insisi (TUIP) atau evaporasi.

TURP (reseksi prostat transuretra)

Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan irigan


(pembilasan) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan
yang digunakan adalah berupa larutan non ionic, yang di maksud agar tidak terjadi hantaran
listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah yaitu H2O steril
(Aquadest).

Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat
masuk sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan
H2O dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relative dan gejala intoksikasi air atau dikenal
sebagai Sindroma TURP. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran
somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien
akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam koma dan meninggal. Angka mortalitas
sindroma TURP ini adalah sebesar 0,9%.

Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri untuk
tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam. Di samping ini beberapa operator memasang sistostomi
suprapubik terlebih dahulu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke
sirkulasi sistemik. Penggunaan cairan non ionic lain selain H2O yaitu glisin dapat mengurangi
resiko hiponatremia pada TURP, tetapi karena harganya yang cukup mahal.

Pada hyperplasia prostat yang tidak begitu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan
pada pasien yang umurnya masih muda hanya diperlukan insisi kelenjar prostat atau TUIP
(transurethral Incision of the prostate) atau insisi leher buli-buli atau BNI (Bladder Neck
Incision). Sebelum melakukan tindakan ini, harus disingkirkan kemungkinan adanya karsinoma
prostat dengan melakukan colok dubur, melakukan pemeriksaan ultrasonografi transrektal, dan
pengukuran kadar PSA.

Elektrovaporisasi Prostat

Caranya sama deng TURP, hanya saja teknik ini memakai Roller Ball yang spesifik dan
dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporisisasi kelenjar prostat.
Teknik ini cukup aman, tidak banyak menimbulkan perdarahan pada saat operasi, dan masa
mondok di rumah sakit lebih singkat. Namun teknik ini hanya diperuntukkan pada prostat yang
tidak terlalu besar (<50 gr) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

Laser Prostatektomi

Terdapat 4 jenis energy yang dipakai, yaitu Nd: YAG, Holmium: YAG, KTP: YAG, dan
diode yang dapat dipancarkan melalui bare fibre, right angle fibre, suhu yang lebih dari 100C
mengalami vaporisasi. Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaina Laser ternyata lebih
sedikit menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis, penyembuhan lebih cepat
dan dengan hasil yang kurang lebih sama. Tetapi terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap
tahun. Kekurangannya adalah tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi
(Kecuali pada Ho: YAG), sering banyak menimbulkan diuria pasca bedah yang dapat
berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi, dan peak flow
rate lebih rendah dari pada pasca TURP.

Teknik pembedahan dengan laser sudah banyak dikerjakan akhir-akhir ini. Penelitian klinis
memakai Nd: YAG menunjukkan hasil yang hampir sama dengan cara desobstruksi TURP,
terutama dalam perbaikan skor miksi dan pasca urine. Meskipun demikian efek lebih lanjut dari
laser masih belum diketahui dengan pasti. Teknik ini dianjurkan pada pasien yang memakai
terapi antikoagulan dalam jangka waktu lama atau tidak mungkin dilakukan tindakan TURP
karena kesehatannya.

Tindakan Invasif Minimal

Tindakan ini dilakukan untuk pasien yang mempunyai resiko tinggi terhadap pembedahan.
Tindakan invasive minimal itu antara lain adalah:
1. Thermoterapi pemanasan dengan gelombang mikro pada frekuensi 915-1296 Mhz
yang dipancarkan melalui antenna yang diletakkan di dalam uretra. Dengan pemanasan
yang melebihi 44C menyebabkan destruksi jaringan pada zona transisional prostat
karena nekrosis koagulasi. Energy panas yang bersamaan dengan gelombang mikro
dipancarkan melalui kateter yang terpasang di dalam uretra. Besar dan arah pancaran
energy diatur melalui sebuah computer sehingga dapat melunakkan jaringan prostat yang
membuntu uretra. Morbiditasnya relative rendah, dapat dilakukan tanpa anastesi dan
dapat dijalani oleh pasien yang kondisinya kurang baik jika menjalani pembedahan. Cara
ini direkomendasikan untuk prostat yang ukurannya kecil.

2. TUNA (Transurethral Needle Ablation of the Prostate) teknik ini memakai energy dari
frekuensi yang menimbulkan panas sampai mencapai 100C, sehingga menyebabkan
nekrosis jaringan prostat. System ini terdiri atas kateter TUNA yang dihubungkan dengan
generator yang dapat membangkitkan energy pada frekuensi radio 490 kHz. Kateter
dimasukkan ke dalam uretra melalui sistoskopi dengan pemberian anestesi topical
xylocaine sehingga jarum yang terletak pada ujung kateter terletak pada kelenjar prostat.
Pasien seringkali masih mengeluhkan hematuria, disuria, kadang-kadang retensi urine
dan epididimo-okitis.

3. Stent stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di sebelah
proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika.
Stent dapat dipasang secara temporer atau permanen. Yang temporer dipasang selama 6-
36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi dengan
jaringan. Alat ini dipasang dan dilepas kembali secara endoskopi. Stent yang permanen
terbuat dari anyaman dari bahan logam super alloy, nikel atau titanium.dalam jangka
waktu lama bahan ini akan diliputi oleh urotelium sehingga jika suatu saat ingin dilepas
harus membutuhkan anastesi umum atau regional. Pemasangan ini diperuntukkan untuk
pasien yang tidak mungkin menjalankan operasi karena resiko pembedahan yang cukup
tinggi. Seringkali stent dapat terlepas dari insersinya di uretra posterior atau mengalami
enkrustasi. Namun setelah pemasangan kateter ini pasien masih merasakan keluhan miksi
berupa gejala iritatif, perdarahan uretra atau rasa tidak enak di daerah penis.
4. HIFU (High Intensity Focused Ultrasound) energy panas yang ditujukan untuk
menimbulkan nekrosis pada prostat berasal dari gelombang ultrasonografi dari transduser
piezokeramik yang mempunyai frekuensi 0,5-10 MHz. energy dipancarkan melalui alat
yang diletakkan transrektal dan difokuskan ke kelenjar prostat. Teknik ini memerlukan
anastesi umum. Data klinis menunjukkan terjadi perbaikan gejala klinis 50-60% dari Qmax
rata-rata meningkat 40-50%. Efek lebih lanjutdari tindakan belum diketahui dan
sementara tercatat bahwa kegagalan terapi terjadi sebanyak 10% setiap tahun.

5. Control Berkala pasien dianjurkan untuk melakukan control tergantung tindakan apa
yang sudah dijalaninya. Pasien yang hanya mendapatkan pengawasan (Watchfull
waiting) dianjurkan control setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui
apakah terjadi perbaikan klinis. Penilaian dilakukan dengan pemeriksaan IPSS,
uroflometri, dan residu urine pasca miksi.

Pasien yang mendapatkan terapi penghambat 5-reduktase harus dikontrol pada minggu
ke-12 dan bulan ke-6 untuk menilai respon terhadapt terapi. Kemudian setiap tahun untuk
menilai perubahan gejala miksi. Pasien yang menjalani pengobatan penghambat
adrenergic harus dinilai respon terhadap pengobatan setelah 6 minggu dengan melakukan
pemeriksaan IPSS, uroflometri, dan rsidu urine pasca miksi. Kalau terjadi perbaikan
gejala tanpa menunjukkan penyulit yang berarti, pengobatan dapat diteruskan.
Selanjutnya control dilakukan selama 6 bulan dan kemudian setiap tahun. Pasien setelah
menerima pengobatan secara medicamentosa dan tidak menunjukkan tanda-tanda
perbaikan perlu dipukirkan tindakan pembedahan atau terapi intervensi yang lain.

Setelah pembedahan pasien harus menjalani control paling lambat 6 minggu pasca
operasi untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyulit. Control selanjutnya setelah 3
bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi. Pasien yang sudah terapi invasive minimal
harus control secara teratur dalam jangka waktu lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan, 6
bulan dan setiap tahun. Pada pasien yang mendapatkan terapi invasive minimal, selain
dilakukan penilaian terhadap skor miksi, dilakukan pemeriksaan kultur urine.

Anda mungkin juga menyukai