Anda di halaman 1dari 10

Tugas Soal Farmakoterapi Terapan

Nama : Dwi Halfiyan Hanafi


NIM : I4041162017
Kelompok : II (dua)
Dosen : Eka Kartika Untari, M.Farm., Apt

Identifikasi Masalah
1. a. Buatlah daftar masalah terapi obat pasien atau DRP (Drug Therapy
Problems)?
Jawab :
DRP yang dialami pasien antara lain sebagai berikut:
 Indikasi tidak terobati : BPH dan Anemia normositik
 Kesalahan dalam memilih obat: pasien diberikan Amitriptilin
 Reaksi obat yang tidak diinginkan : sakit kepala akibat penggunaan
tadalafil, kenaikan berat badan akibat penggunaan Gliburid, dan
kenaikan gula darah akibat penggunaan Hidroklorotiazid (HCT).
 Interaksi obat:
1) Gliburid – Amitriptilin : amitriptilin meningkatkan efek gliburid
2) Gliburid – Lisinopril : Lisinopril meningkatkan efek gliburid
3) Gliburid – HCT : HCT menurunkan efek gliburid
4) Gliburid – Ibuprofen : Ibuprofen meningkatkan kadar gliburid
5) Metformin – Amitriptilin : Amitriptilin meningkatkan efek
metformin
6) Metformin – HCT : HCT meningkatkan efek metformin
7) Amitriptilin – Claritin : bekerja secara antagonis pada efek sedasi
8) Lisinopril – Ibuprofen : Ibuprofen menurunkan efek antihipertensi
darilisinopril
9) Lisinopril – Tadalafil : Tadalafil meningkatkan efek lisinopril
10) HCT – Ibuprofen : Ibuprofen meningkatkan kadar HCT
11) HCT – Tadalafil : Tadalafil meningkatkan efek HCT
1. b. Gambarkan riwayat alami dan karakteristik epidemiologi BPH (Gambar 90-
1) ?
Jawab :
BPH adalah gangguan yang secara makroskopik ditandai dengan
pembesaran kelenjar prostat dan histologinya disebabkan oleh hiperplasia
stroma yang progresif dan hiperplasia kelenjar prostat.Jaringan prostat yang
terus berkembang ini pada akhirnya dapat mengakibatkan penyempitan dari
saluran kemih. Secara epidemiologik, prevalensi BPH meningkat dari
sekitar 20% pada pria berusia 41-50 tahun, 50% pada pria berusia 51-60
tahun, dan >90% pada pria yang berusia lebih dari 80 tahun. Pada usia 55
tahun, sekitar 25% pria dilaporkan mengalami obstruktif gejala voiding.
Pada usia 75 tahun, 50% dari pria mengeluhkan terjadi penurunan dalam
kekuatan dan kaliber pancaran urin.

1. c. Manakah dari keluhan pasien ini sesuai dengan gejala obstruktif BPH ?
Jawab :
Gejala obstuktif disebabkan karena adanya penyempitan uretra karena
didesak oleh pembesaran prostat dan kegagalan otot detrusor untuk
berkontraksi cukup kuat dan lama sehingga pengosongan kandung kemih
terputus-putus. Gejalanya meliputi :
a) Hesitancy,
b) pancaran kencing lemah (loss of force),
c) Pancaran kencing terputus-putus (intermitency),
d) Tidak puas saat selesai berkemih (sense of residual urine),
e) Rasa ingin kencing lagi sesudah kencing (double voiding) dan
f) Keluarnya sisa kencing pada akhir berkemih (terminal dribbling).
Manakah yang sesuai dengan gejalairitatif ?
Jawab :
Gejala iritatif disebabkan oleh pengosongan kandung kemih yang tidak
sempurna pada saat berkemih atau hipersensitif otot detrusor sehingga
kandung kemih sering berkontraksi meskipun belum penuh.Gejalanya
antara lain:
a) Sering kencing
b) Keinginan kencing yang mendesak
c) Nokturia atau terbangun di malam hari untuk kencing
d) Nyeri saat kencing
1. d. Langkah-langkah apa yang direkomendasikan dalam melakukan evaluasi
awal untuk semua pasien yang mengalami BPH ?
Jawab :
a) Melihat riwayat medis pasien untuk mengidentifikasi penyebab lain
BPH yang akan mempengaruhi terapi,
b) Melakukan pemeriksaan fisikdan laboratorium (darah), termasuk
pemeriksaan rektal secara digital dan pemeriksaan neurologi,
c) Melakukan urinalisis dengan pengujian mikroskopik untuk melihat
kemungkinan hematuria dan infeksi saluran kemih,
d) Mengukur antigen serum prostat spesifik (PSA),
e) Melakukan pencatatan flow-rate urin dan menghitung postvoid residual
urine (PVR),
f) Melakukan sitologi urin pada pria dengan gejala iritatif khususnya yang
memiliki riwayat merokok dan faktor risiko lainnya.

1. e. Kondisi medis apa yang harus dicegah sebelum pengobatan pada pasien
BPH ?
Jawab :
Modifikasi perilaku meliputi pembatasan asupan cairan dekat dengan waktu
tidur, menghindari kafein dan asupan alkohol, lebih sering pengosongan
kandung kemih selama bangun (untuk menghindari over flow inkontinensia
dan urgensi), dan menghindari obat-obatan yangbisa memperburuk gejala
berkemih.Jika gejala meningkat ke tingkat keparahan sedang atau berat atau
pasien merasakan gejalanya menjadi mengganggu, pasien harus ditawarkan
pengobatan spesifik.Pada pasien ini, watchful waiting delays tapi tidak
menurun, sehingga perlu prostatektomi Dalam gejala pasienwatchful
waiting dapat menyebabkan retensi urin, peningkatan volume PVR urine,
dan gejala berkemih yang signifikan.Oleh karena itu watchful waitingtidak
dianjurkan untuk pasien dengan gejala tersebut.Jika respon dilanjutkan pada
pasien dengan BPH tingkat sedang atau keparahan parah, pilihan
pengobatanterapi obat atau operasi dapat dilakukan.Pasien dengan
komplikasi serius BPH harus ditawarkan koreksi bedah (yaitu,
prostatektomi).terapi obat dianggap sebagai langkah sementara pada pasien
tersebut, karena kemungkinan hanya penundaan memburuknya komplikasi
dan perlunya intervensi bedah.
Hasil yang Diinginkan
2. Apa tujuan dari farmakoterapi dalam kasus ini ?
Jawab :
 Mengurangi gejala BPH yang paling mengganggu yaitu nokturia dan
inkontinensia
 Mencegah komplikasi BPH seperti retensi urin yang dapat memperparah
infeksi saluran kemih
 Meminimalkan gejala disfungsi ereksi dan mencegah interaksi obat yang
dapat menyebabkan disfungsi ereksi dan efek hipotensi dari inhibitor PDE-
5
 Mencegah pendarahan akibat penggunaan NSAID pada GI dan mengatasi
anemia normositik
Alternatif Terapi
3. Apa saja alternatif pengobatan untuk BPH ?
Jawab :
a. Fitoterapi
Penggunaan ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk terapi BPH, beberapa
tumbuhan yang digunakan antara lain saw palmetto berry, kulit kayu
tumbuhan Pygeum africanuum, akar Echinacea purpurea dan Hypoxis
rooperi, serta ekstrak serbuk sari.
b. Pembedahan terbuka
Indikasi absolut yang memerlukan pembedahan terbuka dibanding pilihan
bedah lainnya adalah terdapatnya keterlibatan kandung kemih yang perlu
diperbaiki seperti adanya divertikel atau batu kandung kemih yang
besar.Prostat yang melebihi 80-100 cm3 biasanya dipertimbangkan untuk
dilakukan pengangkatan prostat secara terbuka.
c. Transurethral resection of the prostate (TURP)
TURP merupakan metode paling sering digunakan dimana jaringan prostat
yang menyumbat dibuang melalui sebuah alat yang dimasukkan melalui
uretra (saluran kencing).
d. Transurethral incision of the prostate (TUIP)
Metode ini digunakan pada pasien dengan pembesaran prostat yang tidak
terlalu besar dan umur relative muda.
e. Laser prostatekomi
Dengan teknik laser ini komplikasi yang ditimbulkan dapat lebih sedikit,
waktu penyembuhan lebih cepat, dan dengan hasil yang kurang lebih sama.
f. Transurethral needle ablation of the prostate (TUNA)
Teknik ini menggunakan kateter uretra yang didesain khusus dengan jarum
yang menghantarkan gelombang radio yang panas sampai mencapai 100oC
di ujungnya sehingga dapat menyebabkan kematian jaringan prostat.Pasien
dengan gejala sumbatan dan pembesaran prostat kurang dari 60 gram adalah
pasien yang ideal untuk tindakan TUNA ini.
g. Transurethral electrovaporization of the prostate
Teknik ini menggunakan rectoskop (seperti teropong yang dimasukkan
melalui anus) standar dan loop konvensional. Arus listrik yang dihantarkan
menimbulkan panas yang dapat menguapkan jaringan sehingga
menghasilkan timbulnya rongga di dalam uretra.
h. Termoterapi
Metode ini menggunakan gelombang mikro yang dipancarkan melalui
kateter transuretral (melalui saluran kemih bagian bawah).Namun terapi ini
masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat
keefektivitasannya.
i. Intraurethral stents
Alat ini dapat bertujuan untuk membuat saluran kemih tetap terbuka.
Setelah 4-6 bulan alat ini biasanya akan tertutup sel epitel. Biasanya
digunakan pada pasien dengan usia harapan hidup yang minimum dan
pasien yang tidak cocok untuk menjalani operasi pembedahan maupun
anestesi
j. Transurethral balloon dilation of the prostat
Dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang berada di prostat dengan
menggunakan balon yang dimasukkan melalui kateter.Teknik ini efektif
pada pasien dengan prostat kecil, kurang dari 40 cm3.

Rencana yang Optimal


4. Apa obat, bentuk sediaan, dosis, jadwal dan durasi terapi yang terbaik untuk
pasien BPH ini?
Jawab :
R Ada dua obat dalam pengobatan pasien yang mungkin memperburuk
gejala BPH (amitriptiline dan Claritin-D berisi pseudoefedrin) maka
hentikan keduanya apabila berpotensi. Amitriptiline dihentikan dan
mengevaluasi apabila pasien mengeluhkan sulit tidur. Ganti regimen terapi
alergi dari Claritin-D menjadi Claritin tanpa komponen pseudoefedrin.
Dekongestan nasal topikal dapat direkomendasikan jika hidung tersumbat
terus-menerus. Berikan edukasi pada pasien mengenai penggunaan
dekongestan nasal.
R Terazosin dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien. Ganti ke
α1-antagonis yang lebih selektif untuk reseptor di saluran kemih, seperti
tamsulosin. Terapi kombinasi dengan inhibitor 5-fosfodiesterase danα1-
antagonis dapat memberikan manfaat lebih untuk pasien BPH dan ED.
Pengobatan kombinasi Tamsulosin 0,4mg sekali sehari dan Tadalafil 5mg
sekali sehari menjadi rekomendasi yang rasional. Namun, harus sementara
dijeda paling sedikit 4 jam untuk menghindari hipotensi.
R Karena pasien memiliki riwayat anemia normositik dan ditemukannya
darah pada pemeriksaan stool (kemungkinan akibat penggunaan
ibuprofen), tindakan yang dapat diambil yaitu menghentikan penggunaan
ibuprofen dan memantau nyeri pada OA-nya. Dapat diganti dengan
Paracetamol 500mg 1-2 setiap 6 jam (maksimum 4000mg/hari).
R Lisinopril 10 mg satu kali sehari merupakan pengobatan yang sesuai pada
pasien ini untuk mengatasi hipertensinya.
R Pasien mencoba produk herbal untuk mengobati gejala BPH-nya.
Sementara itu Saw Palmetto dilaporkan tidak cukup efekti untuk
mengobati gejala BPH.

Evaluasi Hasil
5. Apa parameter klinis dan laboratorium yang diperlukan untuk mengevaluasi
tercapainya hasil terapi yang diinginkan dan untuk medeteksi atau mencegah
efek samping ?
Jawab :
Parameter klinis dan laboratorium meliputi pengukuran PSA (prostate specific
antigen) dan RVP (post voiding residual urine) seminggu setelah terapi,
pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, elektrolit serum, pemeriksaan kembali
tekanan darah, pemeriksaan terhadap disfungsi ereksi apakah sudah membaik
atau belum. Pemeriksaan kembali anemia normositik dan pemeriksaan
tambahan yaitu panendoskopi untuk mengetahui keadaan muara ureter dan
kapasitas buli-buli.

Pendidikan Pasien
6. Informasi apa yang harus diberikan kepada pasien untuk meningkatkan
kepatuhan, memastikan terapi berhasil dan meminimalisirefek samping ?
Jawab :
Informasi secara umum
R Beritahukan kepada pasien bahwa obat insomnia dan alergi
(Amitriptiline dan Pseudoefedrin dari Claritin-D) memperburuk saluran
kemih pasien . Penggunaan pseudoefedrin berkontribusi terhadap
peningkatan tekanan darah pasien. Oleh sebab itu, pemberian obat ini
dihentikan agar dapat dilihat apakah masalah saluran kemih pasien
semakin membaik. Pasien sebaiknya memberitahu dokter atau apoteker
apabila insomnianya tidak kunjung teratasi.
R Beritahukan pada pasien bahwa Claritin-D diganti dengan Claritin. Jika
pasien mengalami gangguan hidung tersumbat, gunakan dekongestan
nasal topikal yang tersedia, dimana tidak akan memperburuk urinari
ataupun tekanan darah. Contoh dekongestan nasal yaitu Oxymetazoline,
tidak boleh digunakan selama 3-5 kali sehari.
R Beritahukan kepada pasien bahwa terapi hipertensinya diubah, yaitu
lisinopril 1xsehari. Perubahan ini akan membantu pasien menyelesaikan
efek samping yang dialami pasien akibat penggunaan Terazosin dan
Metoprolol. Obat ini juga dapat membantu melindungi ginjal dari
kerusakan yang disebabkan oleh diabetes. Lisinopril menyebabkan
tubuh mempertahankan kalium, sehingga sangat penting bagi pasien
untuk menjaga asupan kalium. Gejala hiperkalemia berupa: lemah otot
dan detak jantung tidak teratur. Selain itu pasien dapat mengalami
batuk kering; jika hal tersebut terjadi dan semakin memburuk,
sebaiknya pasien konsultasikan hal tersebut ke dokter atau apoteker.
Jika terdapat reaksi obat yang serius, seperti pasien mengalami
pembengkakan pada wajah, bibir, lidah, atau tenggorokan. Segera bawa
pasien ke UGD.
R Beritahukan ke pasien bahwa dari hasil labnya menunjukkan adanya
pendarahan di saluran pencernaan. Hal ini merupakan efek samping
dari Ibuprofen. Sehingga diganti dengan Paracetamol yang lebih aman
untuk pasien.
Informasi mengenai α1-Antagonis
R Tamsulosin diminum sekali sehari segera setelah makan setiap hari.
Jangan menghancurkan atau mengunyah kapsul ini karena dapat
merusak sifat extended-release dari obat dan mungkin
menyebabkan pusing berat.
R Pasien mungkin mengalami pusing setelah minum obat ini. Untuk
itu, berhati-hatilah saat bangun tidur, dan bangun secara perlahan.
R Kebanyakan pasien mengalami peningkatan pada prostat setelah
menggunakan obat ini dalam beberapa minggu. Pengobatan ini
tidak cocok digunakan bersamaan dengan Tadalafil, karena dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah secara drastis dan pusing.
Phosphodiesterase Inhibitor
R Tadalafil diminum sekali sehari. Minum obat ini sesuai peresepan
dari dokter. Jangan melebihi dari yang ditentukan
R Pasien akan melihat perbaikan pada disfungsi ereksinya. Namun,
pasien harus segera ke dokter apabila ereksi berkepanjangan lebih
dari 4 jam.
R Jika tidak segera diobati, ereksi berkepanjangan akan menyebabkan
kerusakan yang ireversibel.
R Pengelihatan menurun merupakan efek samping yang sangat jarang
terjadi. Laporkan segera ke dokter apabila hal tersebut terjadi dan
hentikan pemakaiannya.
R Jangan mengonsumsi nitrat apapun saat mengonsumsi Tadalafil
R Jeda mengonsumsi Tadalafil dan Tamsulosin 10-12 jam untuk
meminimalkan kemungkinan pusing.

Tindak Lanjut Pertanyaan


Untuk pertanyaan yang berkaitan dengan penggunaan saw palmetto pada
pengobatan BPH, silakan lihat Bagian 20 dari buku teks ini.

Kuliah Klinik
Tekanan darah Mr. McLaren berkurang menjadi kisaran yang diinginkan
setelah penghentian ibuprofen dan beralih dari Claritin-D untuk
Claritin.Lisinopril dan tadalafil dilanjutkan; hydrochlorothiazide dihentikan
karena potensi untuk menyebabkan atau memperburuk ED. Gejala BPH
membaik dalam beberapa hari setelah penghentian amitriptyline dan
pseudoefedrin dan penambahan terapi baru Anda dianjurkan. Namun,
selama minggu-minggu berikutnya, ia terus mengalami urgensi sesekali dan
keraguan, sehingga 6 bulan kemudian ia memilih untuk laser prostatectomy.
Prosedur ini berhasil dalam mengurangi gejala-gejalanya.

Tugas Belajar Mandiri


1. Bandingkan khasiat saw palmetto (Serenoa repens) untuk finasteride dan
α1-antagonis untuk pengobatan BPH.
2. Melakukan pencarian literatur untuk bukti yang mendukung penggunaan
finasteride dan α1-antagonis sebagai terapi kombinasi untuk BPH.
3. Bandingkan pilihan pengobatan untuk hipertensi pada pasien dengan
BPH. Bandingkan terapi diuretik untuk α1-antagonis untuk kontrol BP
pada populasi pasien ini.
4. Bandingkan pilihan pengobatan untuk disfungsi ereksi pada pasien
dengan BPH. Mengidentifikasi risiko dan potensi manfaat menggunakan
α1-antagonis dan inhibitor 5α-reduktase dalam mengobati penyerta ED
dan BPH.

Anda mungkin juga menyukai