Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang menyeluruh dengan
pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk mengurangi penderitaan
pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga memberikan
support kepada keluarganya..
Terdapat banyak alasan mengapa pasien dengan penyakit stadium lanjut tidak
mendapatkan perawatan yang memadai, namun semua alasan itu pada akhirnya berakar pada
konsep terapi yang eksklusif dalam menyembuhkan penyakit daripada meningkatkan kualitas
hidup dan mengurangi penderitaan. Itulah mengapa, seringkali keputusan untuk mengambil
tindakan paliatif baru dilakukan setelah segala usaha penyembuhan penyakit ternyata tidak
efektif. Padahal seharusnya, palliative care dilakukan secara integral dengan perawatan
kuratif dan rehabilitasi baik pada fase dini maupun lanjut.
Gejala gabungan dari frekuensi kencing, urgensi, nokturia, dan inkontinensia (terlalu
aktif kandung kemih) adalah gejala umum dalam suatu populasi lanjut usia, tetapi juga
terlihat pada pasien perawatan paliatif dan yang paling sering disebabkan oleh overactivity
otot detrusor. Gejala-gejala ini dapat menyebabkan penurunan ditandai kualitas hidup dan
manajemen farmakologis secara tradisional dengan obat antikolinergik. Obat-obat ini
membawa risiko tinggi efek samping dan sering buruk ditoleransi oleh pasien perawatan
paliatif. manajemen lainnya pendekatan, bagaimanapun, seperti penggunaan urisheaths nyata
dapat meningkatkan kualitas hidup tanpa menambah beban gejala pada pasien mendekati
akhir kehidupan. Dari penjelasan diatas maka kelompok akan membahas management gejala
pada system perkemihan.

B. Tujuan
Dari uraian di atas maka diharapkan mahasiswa dapat :
1. Mengetahui apa saja gejala yang muncul pada pasien paliatif terkait dengan system
perkemihan
2. Mengetahui bagaimana intervensi/ penatalaksanaan yang tepat dari gejala yang
muncul

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan berfungsi sebagai tempat memproses berlangsungnya
pembetukan urin dan menghilangkan jenis produk limbah dari aliran darah yang disebut
urea. Urea adalah senyawa yang dihasilkan ketika makanan yang mengandung protein,
seperti daging, unggas, dan sayuran tertentu, dipecah dalam tubuh, dan dihapus dari
darah dengan air untuk membentuk urin dalam ginjal.
Setelah urin telah disaring dari darah di ginjal, perjalanan menyusuri dua tabung
sempit yang disebut ureter untuk disimpan di dalam kandung kemih. Ureter panjang
sekitar 16 sampai 25 cm. otot kecil di dinding ureter terus berkontraksi dan rileks untuk
mendorong urin menurun dari ginjal. Setiap 10 sampai 15 detik, sejumlah kecil urin
disimpan di dalam kandung kemih dari ureter.
Otot melingkar di sekitar uretra disebut sfingter bertindak sebagai katup dan
membantu menjaga air seni dari bocor dari kandung kemih. Otot-otot sphincter
menutup erat seperti karet gelang di sekitar pembukaan kandung kemih ke uretra,
tabung yang memungkinkan urin untuk lulus di luar tubuh.
Pada titik tertentu selama mengisi kandung kemih dari ureter, tekanan internal dalam
kandung kemih menjadi cukup kuat untuk mengaktifkan reseptor peregangan di
dinding kandung kemih. Ketika reseptor peregangan ini sinyal pesan ke sistem saraf,
gelombang kontraktil kecil terjadi pada otot detrusor, dan internal sfingter uretra
otomatis rileks dan menjadi corong berbentuk. Sphincter eksternal sekarang harus sadar
diperketat, dan dorongan untuk buang air kecil menjadi sangat jelas. Untuk buang air
kecil, seseorang harus mengendurkan sphincter eksternal dan kontraksikan otot detrusor
untuk mengosongkan kandung kemih.
Ketika merasa sudah waktunya untuk buang air kecil, maka otak akan mengirimkan
sinyal ke otot-otot kandung kemih untuk berkontraksi. Dalam aksi bersama, otak juga
sinyal otot sphincter dalam uretra untuk relaksasi. Sebagai otot sphincter bersantai, urin
keluar dari kandung kemih melalui uretra. Ketika semua sinyal terjadi dalam urutan
yang benar, maka terjadi buang air kecil yang normal.

B. Gangguan / Gejala Pada Sistem Perkemihan pada pasien paliatif

1. Hematuria

2
Penyebab hematuria pada pasien dengan kanker adalah :
a. Infeksi sistitis, prostatitis, uretritis, septikemia
b. Malignansi tumor primer atau sekunder
c. Iatrogenic nefrostomi, pemasangan stent, atau kateter, emboli
d. Gangguan hemostasis
e. Penyakit ginjal
f. Urolitiasis

Penatalaksanaan sesuai penyebab yang ada. Jika perdarahan ringan, intervensi khusus
sering tidak diperlukan. Pada perdarahan berat, kateter khusus diperlukan untuk
mengeluarkan bekuan darah. Pencucian vesika urinaria dilakukan secara kontinu.

2. Frekwensi/Urgency

Penyebab frekuensi adalah poliuri, inflamasi, kapasitas vesika urinaria yang menurun,
hiperaktivitas detrusor dan obstruksi traktus urinarius bawah. Volume yang berlebihan
atau vesika urinaria yang tidak normal menyebabkan urgensi.

Tata laksana:

a. Antikolinergik: oxybutynin 2.5 5 mg oral/ 6-8 jam


Hyoscine butylbromide 30 180 mg/24 jam infus SC
b. Phenazopyridin (efek anestesi lokal): 100 200 mg PO/ 8 jam

3. Inkontinensia Urin
Inkontinensia urin banyak terjadi pada pasien stadium lanjut yang menyebabkan iritasi
serius pada kulit dan perineum.
Penyebab:
a. Overflow inkontinensia
Obstruksi Vesika Urinaria akibat infiltrasi sel kanker, hipertropi prostat, faecal
impaction, striktura, Gangguan detrusor efek samping antikolinergik,
gangguan saraf spinal, somnolence, bingung, demensia, kelemahan umum.

b. Stress inkontinensia
Insufisiensi sphincter gangguan saraf spinal atau sacral, infiltrasi kanker,
Operasi, menopause, multipara
c. Urge inkontinensia

3
Hiperaktifitas detrusor poliuria, infeksi, inflamasi, infiltrasi, radiasi,
kemoterapi , Ganggua SSP atau saraf spinal, dan kecemasan
d. Continues inkontinensia
Fistula infiltrasi, operasi, radiasi

Tata laksana:
a. Atasi penyebab

b. Cara umum Mempermudah akses ke toilet

1) Bantu untuk dapat menggunakan fasilitas yang ada


2) Buang Air Kecil secara teratur
3) Hindari cairan yang berlebihan
4) Evaluasi obat yang digunakan
5) Kateterisasi
6) Perawatan kulit
c. Obat penghambat alfa: prazosin 0,5 1 mg PO/12 jam

Kolinergik: bethanecol 5 30 mg PO/ 6 jam

Adrenegik: ephedrine 25 50 mg PO/8 jam


Antidepresant

C. Symtomp Management

1. Prinsip tata laksana gejala


Gejala yang muncul pada pasien dengan penyakit stadium lanjut bervariasi. Prinsip tata
laksananya adalah sebagai berikut:
a. Evaluasi:
1) Evaluasi terhadap gejala yang ada:
a) Apa penyebab gejala tersebut (kanker, anti kanker dan pengobatan lain, tirah
baring, kelainan yang menyertai)

b) Mekanisme apa yang mendasari gejala yang muncul? (misalnya: muntah karena
tekanan intrakranial yang meningkat berlainan dengan muntah karena obstruksi
gastrointestinal)

4
c) Adakah hal yang memperberat gejala yang ada (cemas, depresi, insomnia,
kelelahan)

d) Apakah dampak yang muncul akibat gejala tersebut? (misalnya: tidak bisa tidur,
tidak nafsu makan, tidak dapat beraktifitas)

e) Pengobatan atau tindakan apa yang telah diberikan? Mana yang tidak
bermanfaat?

f) Tindakan apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyebabnya?

2) Evaluasi terhadap pasien:


a) Seberapa jauh progresifitas penyakit ? Apakah gejala yang ada merupakan gejala
terminal atau sesuatu yang bersifat reversible?

b) Apa pendapat pasien terhadap gejala tersebut?

c) Bagaimana respon pasien?

d) Bagaimana fungsi tubuh? (Gunakan KARNOFSKY RATING SCALE)

b. Penjelasan:
Penjelasan terhadap penyebab keluhan yang muncul sangat bermanfaat untuk
mengurangi kecemasan pasien. Jika dokter tidak menjelaskan, mungkin pasien
bertambah cemas karena menganggap dokter tidak tahu apa yang telah terjadi dalam
dirinya.

c. Diskusi
Diskusikan dengan pasien pilihan pengobatan yang ada, hasil yang dapat dicapai
dengan pilihan yang tersedia, pemeriksaan yang diperlukan, dan apa yang akan
terjadi jika tidak dilakukan pengobatan.

d. Pengelolaan secara individu


Pengobatan bersifat individual, tergantung pada pilihan yang tersedia, manfaat dan
kerugian pada masing masing pasien dan keinginan pasien dan keluarga. Pengobatan
yang diberikan terdiri dari:

5
1) Atasi masalah berdasarkan penyebab dasar : atasi penyebabnya bila
memungkinkan (Pasien dengan nyeri tulang karena metastase, lakukan radiasi
bila memungkinkan. Pasien dengan sesak nafas karena spasme bronkus, berikan
bronkodilator)

2) Prinsip pengobatan : setiap obat opioid dimulai dengan dosis terendah, kemudian
lakukan titrasi, untuk mendapatkan efek yang optimal dan dapat mencegah
penderitaan dan penurunan kualitas hidup akibat efek samping obat tersebut.

3) Terapi fisik : selain dengan obat, modalitas lain diperlukan untuk mengatasi
gejala misalnya relaksasi, pengaturan posisi, penyesuaian lingkungan dll.

e. Perhatian khusus
Walaupun gejala yang ada tidak dapat diatasi penyebabnya, mengatasi keluhan
secara simtomatis dengan memperhatikan hal hal kecil sangat bermanfaat (misalnya
jika operasi, kemoterapi atau radiasi pada kanker esofagus tidak dapat lagi diberikan,
pengobatan untuk jamur di mulut akan bermafaat bagi pasien). Gunakan kata tanya
Mengapa untuk dapat mengatasi mencari penyebab gejala. (misalnya: seorang
pasien kanker paru muntah. Pasien tidak hiparkalsemia atau dengan opioid.
Mengapa pasien muntah?

f. Pengawasan
Pengawasan terhadap pasien, gejala yang ada dan dampak pengobatan yang
diberikan sangat diperlukan karena pada stadium lanjut,karena keadaan tersebut
dapat berubah dengan cepat.

6
BAB III

PENUTUP

Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang menyeluruh dengan
pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk mengurangi penderitaan
pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga memberikan
support kepada keluarganya..
Pada pasien paliatif banyak gejala yang muncul tekait dengan system perkemihan
seperti hematuria, urgensi, inkontsia uri dan dari gejala tersebut management gejala meliputi
evaluasi , pengawasan, diskusi ,pengelolaan secara individu, perhatian khusus. Dari uraian di
atas diharapkan klien paliatif dapat merasa nyaman dan dapat mengurangi penderitaan
sehingga kualitas hidupnya dapat meningkat.

7
DAFTAR PUSTAKA

Https://Myhealth.Alberta.Ca/Palliative-Care/Resources/Symptom Management /Bowel-

And-Bladder-Problems. Diakses Pada 27-08-2016 09:00


Mike Harlos Md, Ccfp, Fcfp. 2015. Symptom Management In Paliative Icu Patient.
Who (2007). Who Guide For Effective Programmes : Palliative Care. Ed. Geneva, World

Health Organization

Anda mungkin juga menyukai