Anda di halaman 1dari 5

Pembesaran Prostat Jinak – Benign Prostate Hyperplasia (BPH)

Prostat adalah organ genital yang hanya ditemukan pada pria berbentuk piramid atau
buah kenari, prostat pada umumnya memiliki ukuran dengan panjang 1,25 inchi atau kira –
kira 3 cm, mengelilingi uretra pria, dengan berat normal pada orang dewasa muda + 20 gram.

Gambar 1. Organ prostat pada pria (Dixon, 2000)

Hingga saat ini belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat,
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) – estrogen dan proses aging (menjadi tua).

Gambar 2. Mekanisme pertumbuhan prostat (Roehrborn, 2008)

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen urethra prostatika dan


menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
dapat mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan
tersebut. Kontraksi terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli. Perubahan
struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS). Pada BPH terjadi peningkatan
massa prostat serta peningkatan tonus otot polos pada prostat. Ukuran dari prostat tidak
mempengaruhi derajat obstruksi, faktor lain seperti resistensi urethra, kapsul prostat dan
pleomorfisme anatomi akan lebih berperan terhadap munculnya gejala LUTS dibandingkan
dengan ukuran prostat.
Gejala saluran kemih bagian bawah / LUTS atau karena komplikasi dari BPH itu
sendiri. LUTS sendiri terdiri dari 3 komponen utama:
 Komponen storage terdiri dari
o Nokturia : terbangun lebih dari 1 kali pada malam hari untuk kencing
o Urgensi : ketidakmapuan untuk menahan kencing. Saat merasakan keinginan
untuk kencing, harus segera dikencingkan karena kalau tidak segera
dikencingkan akan ngompol
o Frekuensi : frekuensi kencing yang lebih sering dibanding orang normal.
Orang secara normal akan berkemih dalam 3 sampai 4 jam sekali, pada
frekuensi orang tersebut sudah akan merasakan keinginan untuk kencing
setiap setengah sampai 1 jam sekali
 Komponen voiding
o Intermittensi : kondisi dimana kencing tiba tiba terhenti ditengah waktu dan
membutuhkan waktu (terjeda) beberapa saat untuk berkemih lagi
o Pancaran lemah
o Hesitensi : kesulitan untuk memulai berkemih, pada kondisi ini biasanya
terdapat jeda waktu beberapa saat pasien sudah di kamar mandi untuk
berkemih, namun tidak langsung keluar air kencingnya.
 Komponen post miksi
o Perasaan tidak puas meskipun pasien sudah selesai berkemih (masih terasa
sisa air kencing di kandung kemih) dan terminal driblling, dimana masih ada
tetesan air kencing meskipun telah selesai berkemih
Pemeriksaan fisik pada pasien BPH bertujuan untuk menentukan adanya pembesaran
pada prostat, pembesaran dicurigai sebagai pembesaran yang jinak atau kearah keganasan,
serta pemeriksaan fisik yang berkaitan komplikasi pada BPH; colok dubur, ada tidaknya
retensi urine, tanda-tanda gagal ginjal (uremic skin, uremic lung, dll), tanda-tanda hernia
inguinalis, maupun hemoroid, dll.
Pemeriksaan penunjang pada pasien BPH dapat diperiksakan urinalisa, dimana pemeriksaan
ini untuk mengidentifikasi adanya mikrohematuria, proteinuria atau adanya infeksi saluran
kemih (ISK). Pemeriksaan fungsi ginjal dapat dinilai melalui kreatinin darah atau estimated
glomerular filtration rate (eGFR).
Pemeriksaan laju urine (uroflowmetri) saat berkemih merupakan pemeriksaan non
invasif yang direkomendasikan pada semua pasien dengan LUTS, termasuk LUTS oleh
karena BPH. Pemeriksaan tersebut digunakan untuk melihat laju maksimal urin dan pola
berkemihnya. Uroflowmetri juga bisa digunakan sebagai monitoring terapi.
Pencitraan prostat dapat menggunakan ultrasonografi (USG) secara transabdominal
maupun transrectal. USG dapat menentukan volume prostat, ada tidaknya komplikasi seperti
ada tidaknya batu buli, divertikel buli, hidronefrosis, batu ginjal, dll.

Gambar 3. Transabdominal ultrasonografi pada BPH (Warner&Gaillard, 2005)

Tatalaksana pada mereka dengan LUTS ringan dan memiliki kualitas hidup yang
masih bagus tidak membutuhkan terapi baik obat-obat an maupun operatif, Watchfull waiting
dan modifikasi gaya hidup adalah pilihan terapinya yang terdiri dari;
 Edukasi tentang kondisi pasien
 Meyakinkan pasien bahwa kondisi ini bukan precursor terjadinya kanker dimasa
yang akan datang
 Mengharuskan monitoring secara periodic
 Dan perubahan gaya hidup meliputi :
o Mengurangi konsumsi minum diperiode tertentu untuk mencegah
terjadinya nokturia atau frekuensi (misalnya minum sebelum tidur
malam atau minim sebeleum bepergian lama)
o Mengurangi konsumsi alcohol dan minuman atau makanan mengandung
kafein dimana mempunyai efek diuretic dan iritasi terhadap kandung
kemih
o Bladder training untuk menahan kencing lebih lama lagi pada kasus
urgensi sehingga bisa menambah kapasitas buli dan menambah waktu
diantara dua kencing
o Mengurangi obat-obatan yang mempunyai efek diuretic
o Mengobati konstipasi
Pada mereka dengan gejala yang lebih berat maupun mengganggu, dapat diberikan
obat-obatan antara lain; golongan antagonis adrenergik-α1 (alfa bloker), 5-alfa reductase
inhibitor (5-ARI), antagonis reseptor muskarinik, agonis reseptor beta-3, phosphodiesterase 5
inhibitor (PDE5i).
Tatalaksana pembedahan pada BPH apabila terjadi; kegagalan medikamentosa, BPH
dengan penyulit / komplikasi, serta pilihan dari pasien. Tindakan operasi pada BPH dapat
menggunakan reseksi transuretra prostat (TURP), teknik ini mengangkat/reseksi jaringan dari
zona transisi prostat melalui pendekatan transuretra, sehingga tidak membutuhkan sayatan /
jahitan.

Gambar 4. Gambar Ilustrasi TURP (Madersbacher S, 1999)

Teknik operasi lainnya yaitu insisi transuretra prostat (TUIP), Bipolar transurethral
vaporisation of the prostate (B-TUVP), Transurethral microwave therapy (TUMT),
Transurethral needle ablation of the prostate (TUNA), Holmium laser resection of the
prostate (HoLRP) atau holmium laser enucleation of the prostate (HoLEP), Stent prostat,
Prostatic urethral lift (PUL), serta pembedahan prostat terbuka.
Pasien dengan watchful waiting harus dievaluasi dalam enam bulan kemudian tiap
tahun, apakah terdapat perburukan gejala atau apakah terdapat indikasi dilakukannya
tindakan yang bersifat invasif. Mereka yang mengkonsumsi obat-obatan dievaluasi empat
sampai enam minggu setelah inisiasi pemberian obat untuk melihat respon terapi. Setelah
menjalani terapi invasif untuk BPH, pasien harus dievaluasi 4 sampai 6 minggu setelah
operasi atau setelah pelepasan kateter untuk melihat respon terhadap tindakan dan ada
tidaknya efek samping yang ditimbulkan paska tindakan.

Anda mungkin juga menyukai