Anda di halaman 1dari 32

Hipertrofi

{ Prostat
Benigna (HPB)
DEFINISI

Hipertrofi Prostat Benigna (HPB) adalah kelainan histologis yang khas di tandai
dengan poliferasi sel-sel prostat. Hipertrofi prostat jinak (benign prostatic
hyperthropy; BPH) merupakan kondisi yang belum diketahui penyebabnya,
ditandai oleh meningkatnya ukuran zona dalam (kelenra periuretra) dari kelenjar
prostat (pierce,2006).
ANATOMI & FISIOLOGI PROSTAT

ANATOMI
Menurut Wibowo dan Paryana (2009). Kelenjar prostat terletak dibawah kandung
kemih, mengelilingi uretra posterior dan disebelah proksimalnya berhubungan dengan
buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma
urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar panggul.
Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah walnut atau buah
kenari besar. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya kurang
lebih 2 - 3 cm dengan berat sekitar 20 gram. Bagian- bagian prostat terdiri dari 50 70 %
jaringan kelenjar, 30 50 % adalah jaringan stroma (penyangga) dan kapsul/muskuler.
LANJUTAN..

Prostat merupakan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus


prostatikus atau pleksus pelvikus yang menerima masukan serabut parasimpatik
dari korda spinalis dan simpatik dari nervus hipogastrikus. Rangsangan
parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan
rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat kedalam uretra
posterior, seperti pada saat ejakulasi. System simpatik memberikan inervasi pada otot
polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-buli. Ditempat itu terdapat banyak
reseptor adrenergic. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot
tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria akan mengalami pembesaran kelenjar prostat
akibat hiperplasi jinak sehingga dapat menyumbat uretra posterior dan
mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih (Purnomo, 2011).
FISIOLOGI

Menurut Purnomo (2011) fisiologi prostat adalah suatu alat tubuh yang tergantung
kepada pengaruh endokrin. Pengetahuan mengenai sifat endokrin ini masih belum
pasti. Bagian yang peka terhadap estrogen adalah bagian tengah, sedangkan bagian tepi
peka terhadap androgen. Oleh karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang
mengalami hiperplasi karena sekresi androgen berkurang sehingga kadar estrogen
relatif bertambah. Sel-sel kelenjar prostat dapat membentuk enzim asam fosfatase yang
paling aktif bekerja pada pH 5.

Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan bersifat
alkalis. Cairan prostat merupakan 70% volume cairan ejakulat dan berfungsi
memberikan makanan spermatozon dan menjaga agar spermatozon tidak cepat mati di
dalam tubuh wanita, dimana sekret vagina sangat asam (pH: 3,5-4). Cairan ini dialirkan
melalui duktus skretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian
dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi.
Patogenesis

Hiperplasia prostat sering merupakan gambaran umum pada laki-


laki dengan testis yang utuh. Penumpukan dehis\drotestosteron
(DHT) dalam kelenjar prostat menjadi mediator terjadinya hiperplasia.
Hiperplasia prostat tidak terjadi pada laki-laki yang mengalami
kastrasi (operasi pengangkatan organ reproduksi) sejak umur dini,
dan kastrasi ternyata dapat meregresi hal tersebut.

Teori terjadinya hiperplasi prostat yaitu :


Teori hormonal

Teori sel punca (stem cell)

Teori berkurangnya kematian sel prostat (apoptosis)

Teori interaksi stroma-epitelial

Teori faktor inlamasi dan sindrom metabolik


PATOFISIOLOGI

Secara mikroskopis, pembesaran prostat merupakan proses hiperplasia,


yang akan menekan aliran urin dalam kandung kemih, dan akhirnya akan
menimbulkan manifestasi klinik. Teori tradisional mengatakan, hiperplasia
prostat adalah pembesaran prostat yang mengelilingi dan menekan uretra,
sehingga terjadi obstruksi, dan menyebabkan disfungsi kandung kemih yang
pada akhirnya menimbulkan gejala pada traktus urinarius bagian bawah
lainnya. Kandung kemih secara bertahap akan bertambah lemah dan
kehilangan kesanggupan mengeluarkan atau mengosongkan urin secara
sempurna, akibatnya dapat terjadi peningkatan residu urin dan retensi urin
akut atau pun kronik.
Obstruksi saluran dari kandung kemih akan menyebabkan hipertrofi otot
detrussor dan penebalan kandung kemih akibat peningkatan beban
melawan resistensi jalan keluar.
Pada fase awal obstruksi saluran keluar, flow rate dipertahankan dengan
peningkatan tekanan pengosongan, sehingga terjadi kompensasi hipertrofi.
Pada obstruksi lebih lanjut, tekanan detrussor meningkat lebih tinggi dan
flow rate turun dengan sejumlah besar residu urin dalam kandung kemih.
Otot detrussor diganti dengan jaringan fibrosis, sehingga menjadi lemah
dan mengalami penurunan tonisitas. Pada fase akhir, terjadi dekompensasi
hipertrofi dan kerusakan kandung kemih menjadi irreversible akibat adanya
penebalan dinding kandung kemih, selain terjadi peningkatan tekanan
detrussor, terjadi juga pembentukan trabekula, saccule dan divertikel pada
kandung kemih. Jika obstruksi tidak bisa diperbaiki dengan terapi medik
maka perlu tindakan operatif (TURP)
Manifestasi Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
maupun keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan
tanda dan gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian
bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar
saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan
dikandung kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi
(sulit memulai miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten
(kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah
miksi)
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan
ingin miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat
miksi).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
3. Gejala diluar saluran kemih
PENATALAKSANAAN

1. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien dianjurkan
untuk mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan agar tidak
terjadi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik),
mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak
terlalu sering miksi. Pasien dianjurkan untuk menghindari mengangkat barang
yang berat agar perdarahan dapat dicegah. Ajurkan pasien agar sering
mengosongkan kandung kemih (jangan menahan kencing terlalu lama) untuk
menghindari distensi kandung kemih dan hipertrofi kandung kemih. Secara
periodik pasien dianjurkan untuk melakukan control keluhan, pemeriksaan
laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan mengukur
residual urin dan pancaran urin:
A. Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat
diukur dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan
dengan pemeriksaan USG setelah miksi.
B. Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara menghitung
jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau
dengan alat urofometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin.
2. Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada
penderita BPH adalah :
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi
untuk mengurangi tekanan pada uretra
b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan
alfa blocker (penghambat alfa adrenergenik)
c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone
testosterone/ dehidrotestosteron (DHT).

Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH,


menurut
Purnomo (2011) diantaranya : penghambat adrenergenik alfa,
penghambat enzin 5 alfa reduktase, fitofarmaka.
1) Penghambat adrenergenik alfa
2) Pengahambat enzim 5 alfa reduktase
3) Fitofarmaka/fitoterapi
3. TEORI PEMBEDAHAN
Pembedahan adalah tindakan pilihan Menurut Smeltzer dan Bare (2002)
intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi : pembedahan terbuka dan
pembedahan endourologi.
Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka

yang biasa digunakan adalah :


1) Prostatektomi suprapubik
3) Prostatektomi retropubik
2) Prostatektomi perineal
Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi
transurethral dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrik
diantaranya:
1) Transurethral Prostatic Resection (TURP)
2) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
3) Terapi invasive minimal
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
HIPERTROFI PROSTAT BENIGNA
(BPH)
PENGKAJIAN

Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita BPH


merujuk pada teori menurut Smeltzer dan Bare (2002) , Tucker dan Canobbio (2008)
ada berbagai macam, meliputi :

a. Demografi
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat kesehatan keluarga
e. Pola kesehatan fungsional
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a) Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting
b) Pemeriksaan faal ginjal
c) Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA)
2. Radiologis/pencitraan
a) Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya
b) Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ),
c) Pemeriksaan USG transektal
DIAGNOSA

Diagnosa keperawatan pada penyakit BPH menurut Carpenito (2007) dan


Tucker dan Canobbio (2008) adalah :
1. Pre Operasi
a. Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan obstruksi
mekanik, pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor,
ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan
adekuat.
b. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal
saraf, distensi kandung kemih, infeksi urinaria, efek mengejan
saat miksi sekunder dari pembesaran prostat dan obstruksi
uretra.
c. Ansietas/cemas berhubungan dengan krisis situasi, perubahan
status kesehatan, kekhawatiran tentang pengaruhnya pada ADL
atau menghadapi prosedur bedah.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
2. Post Operasi
a. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik: bekuan
darah, edema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi
kateter.
b. Nyeri akut berhubungan dengan spasme kandung kemih dan
insisi sekunder pada pembedahan
c. Resiko perdarahan berhubungan dengan insisi area bedah
vaskuler (Tindakan pembedahan) , reseksi bladder, kelainan
profil darah.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat
selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih.
e. Resiko terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan
ketakutan impoten akibat dari pembedahan.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek
pembedahan
INTERVENSI
Intervensi keperawatan pada penyakit BPH menurut Carpenito (2007), dan Tucker
dan Canobbio (2008) adalah:
1. Pra operasi
a. Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran
prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi dengan adekuat.
Tujuan : Tidak terjadi retensi urine
Kriteria hasil : Pasien menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml,
dengan tidak adanya tetesan atau kelebihan cairan.
INTERVENSI RASIONAL
Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam atau meminimalkan retensi urin distensi berlebihan
bila tiba-tiba dirasakan. pada kandung kemih.

Observasi aliran urin, perhatikan ukuran dan berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan
kekuatan. pilihanintervensi

Awasi dan catat waktu tiap berkemih dan retensi urine meningkatkan tekanan dalam
jumlah tiap berkemih, perhatikan penurunan saluran perkemihan atas, yang dapat
haluaran urin dan perubahan berat jenis. mempengaruhi fungsi ginjal. Adanya deficit
INTERVENSI RASIONAL
Lakukan perkusi/palpasi suprapubik distensi kandung kemih dapat dirasakan
diarea suprapubik

Dorong masukan cairan sampai 3000 ml peningkatan aliran cairan


sehari mempertahankan perfusi ginjal dan
membersihkan ginjal dan kandung kemih
dari pertumbuhan bakteri

Kaji tanda-tanda vital, timbang BB tiap kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan


hari, pertahankan pemasukan dan penurunan eliminasi cairan dan akumulasi
pengeluaran yang akurat sisa toksik, dapat berlanjut kepenuruan
ginjal total

Lakukan rendam duduk sesuai indikasi Meningkatkan relaksasi otot, penuruan


edema, dan dapat meningkatkan upaya
berkemih.

Kolaborasi pemberian obat :


a. Supositorial rectal
b. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf, distensi kandung
kemih, infeksi urinaria, efek mengejan saat miksi sekunder dari pembesaran prostat
dan obstruksi uretra.
Tujuan : nyeri hilang, terkontrol
Kriteria hasil : pasien melaporkan nyeri hilang dan terkontrol pasien tampak rileks,
mampu untuk tidur dan istirahat dengan tepat
INTERVENSI RASIONAL

Kaji tipe nyeri, perhatikan lokasi, intensitas Memberikan informasi untuk membantu
(skala 0-10) lamanya. dalam menentukan pilihan/keefektifan
intervensi

Pertahankan tirah baring bila tirah baring mungkin diperlukan pada


diindikasikan awal selama fase retensi akut. Namun
ambulasi dini dapat memperbaiki pola
berkemih normal dan menghilangkan
nyeri kolik

Berikan tindakan kenyamanan, distraksi meningkatkan relaksasi, memfokuskan


selama nyeri akut seperti, pijatan kembali perhatian dan dapat
punggung : membantu pasien melakukan meningkatkan kemampuan koping
posisi yang nyaman: mendorong
LANJUTAN

INTERVENSI RASIONAL
Dorong menggunakan rendam duduk, Meningkatkan relaksasi otot
gunakan sabun hangat
untuk perineum

Kolaborasi pemberian obat pereda nyeri Menurunkan adanya nyeri, dan kaji 30
( analgetik) menit kemudian untuk mengetahui
keefektivitasnya.

c. Ansietas/cemas berhubungan dengan krisis situasi, perubahan status kesehatan,
kekhawatiran tentang pengaruhnya pada ADL atau menghadapi prosedur bedah.
Tujuan : pasien tampak rileks.
Kriteria Hasil : menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan
rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut

INTERVENSI RASIONAL

Damping pasien dan bina hubungan saling menunjukkan perhatian dan keinginan
percaya untuk
membantu.

Berikan informasi tentang prosedur Membantu pasien dalam memahami


tindakan yang akan Dilakukan tujuan dari suatu tindakan.

Dorong pasien/orang terdekat untuk Memberikan kesempatan pada pasien dan


menyatakan masalah/perasaan konsep solusi pemecahan masalah

Beri informasi pada pasien sebelum Memungkinkan pasien untuk menerima


dilakukan tindakan kenyataan dan menguatkan kepercayaan
pada pemberi perawatan dan pemberian
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya.
Kriteria Hasil : Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program
pengobatan

INTERVENSI RASIONAL

Dorong pasien menyatakan rasa takut Membantu pasien dalam mengalami


perasaan dan perhatian. perasaan.

Kaji ulang proses penyakit, pengalaman Memberi dasar pengetahuan dimana


pasien pasien dapat membuat pilihan terapi

Berikan informasi tentang penyakit yang Meningkatkan pengetahuan pasien


diderita pasien terhadap penyakit yang dideritanya

Berikan penjelasan tentang Meningkatkan pengetahuan pasien


tindakan/pengobatan yang akan terhadap tindakan untuk menyembuhkan
dilakukan penyakitnya.
2. Post operasi
a. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik: bekuan darah, edema,
trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi kateter.
Tujuan : Pasien berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi
Kriteria Hasil : Menunjukkan perilaku yang meningkatkan control kandung
kemih/urinaria, pasien mempertahankan keseimbangan cairan : asupan sebanding
dengan haluaran.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji haluaran urine dan system drainase, khususnya retensi dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan
selama irigasi berlangsung darah dan spasme kandung kemih.
Bantu pasien memilih posisi normal untuk berkemih mendorong pasase urine dan menngkatkan rasa
normalitas
Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran kateter biasa lepas 2-5 hari setelah bedah, tetapi
setelah kateter dilepas. berkemih dapat berlanjut sehingga menjadi masalah
untuk beberapa waktu karena edema uretral dan
kehilangan tonus.

Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi, mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal
batasi cairan pada malam hari setelah kateter dilepas untuk aliran urine penjadwalan masukan cairan
menurunkan
kebutuhan berkemih/gangguan tidur selama malam
hari.

Pertahankan irigasi kandung kemih continue mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan debris
(continous bladderirrigation)/CBI sesuai indikasi pada untuk mempertahankan patensi kateter.
periode pascaoperasi
b. Nyeri akut berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada
pembedahan, dan pemasangan kateter.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
1) Pasien mengatakan nyeri berkurang
2) Ekspresi wajah pasien tenang
3) Pasien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
4) Pasien akan tidur / istirahat dengan tepat.
5) Tanda tanda vital dalam batas normal.

Intervensi Rasional
Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih sekitar
kateter menunjukkan spasme kandung kemih.

Jelaskan pada pasien tentang gejala dini spasmus Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung
kandung kemih kemih.

Pertahankan patensi kateter dan system drainase. mempertahankan fungsi kateter dan drainase system.
Pertahankan selang bebas dari lekukan dan Menurunkan resiko distensi/spasme kandung kemih
bekuan

Berikan informasi yang akurat tentang kateter, menghilangkan ansietas dan meningkatkan kerjasama.
drainase, dan spasme kandung kemih

Kolaborasi pemberian antispasmodic contoh : 1. merilekskan otot polos, untuk memberikan penurunan
(1) Oksibutinin klorida (Ditropan), supositoria spasme dan nyeri
(2) Propantelin bromide (pro-bantanin) 2. menghilangkan spasme kandung kemih oleh kerja
antikolinergik
c. Resiko perdarahan berhubungan dengan insisi area bedah vaskuler (tindakan
pembedahan) , reseksi bladder, kelainan profil darah
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria Hasil :
1) Pasien tidak menunjukkan tanda tanda perdarahan
2) Tanda tanda vital dalam batas normal .
INTERVENSI RASIONAL
3) Urine lancar lewat kateter
Jelaskan pada pasien tentang sebab terjadi perdarahan Menurunkan kecemasan pasien dan mengetahui tanda
setelah pembedahan dan tanda tanda perdarahan . tanda perdarahan

Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan
saluran kateter peregangan dan perdarahan kandung kemih
Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatic yang
untuk memudahkan defekasi akan mengendapkan perdarahan

Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan Dapat menimbulkan perdarahan prostat


rektal atau huknah, untuk sekurang kurangnya satu
minggu
Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke
kapan traksi dilepas sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya
dilepas 3 6 jam setelah pembedahan
Observasi tanda tanda vital tiap 4 jam, masukan dan Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi
haluaran Warna urine yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang
permanen.


d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan,
kateter, irigasi kandung kemih sering
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan tanda tanda infeksi
Kriteria Hasil :
1) Pasien tidak mengalami infeksi.
2) Dapat mencapai waktu penyembuhan.
3) Tanda tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda tanda syok.

INTERVENSI RASIONAL

Pertahankan sistem kateter steril, berikan Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi.
perawatan kateterdengan steril.

Anjurkan intake cairan yang cukup (2500 Meningkatkan output urine sehingga
3000 ) sehingga dapat menurunkan resiko terjadi ISK dikurangi dan
potensial infeksi. mempertahankan fungsi ginjal

Pertahankan posisi urinebag dibawah Menghindari refleks balik urine yang


dapat memasukkan bakteri ke kandung
kemih.
LANJUTAN..

INTERVENSI RASIONAL
Observasi tanda tanda vital, laporkan Mencegah sebelum terjadi shock.
tanda tanda shock dan demam.

Observasi urine: warna, jumlah, bau. Mengidentifikasi adanya infeksi.

Kolaborasi dengan dokter untuk Untuk mencegah infeksi dan membantu


memberi obat antibiotic proses penyembuhan

e. Resiko terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan impoten akibat


dari pembedahan.
Tujuan : Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatasi
Kriteria Hasil : Menyatakan pemahaman situasional individu, menunjukan pemecahan
masalah dan menunjukkan rentang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa
takut.

INTERVENSI RASIONAL

1) Dampingi pasien dan bina hubungan Menunjukka perhatian dan keinginan


saling percaya untuk membantu

2) Berikan informasi yang tepat tentang impotensi fisiologis terjadi bila syaraf
harapan kembalinya fungsi seksual perineal dipotong selama prosedur radikal.

3) Diskusikan ejakulasi retrograde bila cairan seminal mengalir kedalam kandung


pendekatan transurethral/suprapubik kemih dan disekresikan melalui urine, hal
digunakan ini tidak mempengaruhi fungsi seksual
tetapi akan menurunkan kesuburan dan
menyebabkan urine keruh

4) Anjurkan pasien untuk latihan perineal meningkatkan peningkatan control otot


f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan
Tujuan : Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil :
1) Pasien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
2) Pasien mengungkapan sudah bisa tidur
3) Pasien mampu menjelaskan factor penghambat tidur .

INTERVENSI RASIONAL

Jelaskan pada pasien dan keluarga meningkatkan pengetahuan pasien


penyebab gangguan tidur dan sehingga mau kooperatif dalam tindakan
kemungkinan cara untuk menghindari. perawatan

Ciptakan suasana yang mendukung, Suasana tenang akan mendukung istirahat


suasana tenang dengan mengurangi
kebisingan .

Beri kesempatan pasien untuk Menentukan rencana mengatasi gangguan


mengungkapkan penyebab gangguan
tidur.

Kolaborasi dengan dokter untuk Mengurangi nyeri sehingga pasien bisa


pemberian obat yang dapat mengurangi istirahat dengan cukup .
nyeri/analgetik.
IMPLEMENTASI

Pelaksanaan adalah realisasi dari perencanaan


keperawatan oleh perawat dan klien, baik sebelum
operasi dan sesudah operasi. Beberapa petunjuk pada
implementasi adalah sebagai berikut:
1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah divalidasi;
2. Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal,
dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi
yang tepat;
3. Keamanan fisik dan psikologis dilindungi;
4. Dokumentasi intervensi dan respon klien.
EVALUASI
Evaluasi adalah bagian akhir dari proses keperawatan . Semua tahap
proses keperawatan ( diagnosis, tujuan, intervensi ) harus dievaluasi.
Tujuan evaluasi adalah untuk apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang
Ada tiga alternatif yang dapat dipakai perawat dalam memutuskan,
sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai, yaitu tujuan
tercapai, tujuan tercapai sebagian dan tujuan tidak tercapai. Untuk
dapat menilai maka dilihat dari perilaku klien sebagai berikut:
1. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan perilaku pada waktu
atau tanggal yang telah ditentukan, sesuai dengan pernyataan tujuan.

2. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan


perilaku, tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan
yang telah ditentukan .

3. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama

Anda mungkin juga menyukai