Anda di halaman 1dari 39

BENIGNA PROSTATIC

HYPERPLASIA (BPH)

OLEH
KELOMPOK 7:
ANJELICA DEFITA (203210244)
ELVINAWATI (203210251)
SHERLY MARIANA (203210272)
SILVIA PRADEFI (203210273)
YOSIL INDAH PURNAMA SARI (203210278)
 
 
DESEN PEMBIMBING:
NS. ANITA MIRAWATI,M.Kep
Pengertian
 Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan
perbesaran kelenjar prostat, memanjang ke
atas kedalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urin dengan menutupi orifisium uretra
akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter)
dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Tahapan Perkembangan Penyakit BPH

Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut


Sjamsuhidajat dan De jong (2005) secara klinis penyakit BPH
dibagi menjadi 4 gradiasi :
 Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada
colok dubur ditemukan penonjolan prostat, batas atas
mudah teraba dan sisa urin kurang dari 50 ml
 Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada
colok dubur dan batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa
volum urin 50- 100 ml.
 Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur
batas atas prostat tidak dapat diraba dan sisa volum urin
lebih dari 100ml.
 Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total.
Anatomi Prostat
 Menurut Wibowo dan Paryana (2009). Kelenjar
prostat terletak dibawah kandung kemih,
mengelilingi uretra posterior dan disebelah
proksimalnya berhubungan dengan buli-buli,
sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat
ini menempel pada diafragma urogenital yang
sering disebut sebagai otot dasar panggul.
Bagian prostat
Fisiologi
 Menurut Purnomo (2011) fisiologi prostat
adalah suatu alat tubuh yang tergantung
kepada pengaruh endokrin. Pengetahuan
mengenai sifat endokrin ini masih belum pasti.
Bagian yang peka terhadap estrogen adalah
bagian tengah, sedangkan bagian tepi peka
terhadap androgen. Oleh karena itu pada
orang tua bagian tengahlah yang mengalami
hiperplasi karena sekresi androgen berkurang
sehingga kadar estrogen relatif bertambah.
Etiologi
 Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti
etiologi/penyebab terjadinya BPH, namun beberapa
hipotesisi menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya
dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT)
dan proses menua. Terdapat perubahan
 mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia
30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini
berkembang, akan terjadi perubahan patologik
anatomi yang adapada pria usia 50 tahun, dan angka
kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka
kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun sekiatr
100% (Purnomo, 2011)
Teori Dehidrotestosteron (DHT)
 Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit
androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis
hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi
dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostad
merupakan factor terjadinya penetrasi DHT
kedalam inti sel yang dapat menyebabkan
inskripsi pada RNA, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya sintesis protein yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Teori hormone ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)

 Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar


testosteron sedangkan kadar estrogen relative tetap,
sehingga terjadi perbandingan antara kadar estrogen
dan testosterone relative meningkat. Hormon estrogen
didalam prostat memiliki peranan dalam terjadinya
poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan
menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya sel-
sel baru akibat rangsangan testosterone meningkat,
tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur yang
lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel.

 Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel


prostat secara tidak langsung dikontrol oleh
sel-sel stroma melalui suatu mediator yang
disebut Growth factor. Setelah sel-sel stroma
mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu
growth factor yang selanjutnya mempengaruhi
sel-sel stroma itu sendiri intrakrin 13dan
autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel
parakrin.
Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)

 Progam kematian sel (apoptosis) pada sel


prostat adalah mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homeostatis kelenjar prostat.
Pada apoptosis terjadi kondensasi dan
fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang
mengalami apoptosis akan difagositosis oleh
sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi
oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal,
terdapat keseimbangan antara laju poliferasi
sel dengan kematian sel.
Teori sel stem

 Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat


diganti dengan sel-sel baru. Didalam kelenjar
prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel
stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan
berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel
ini sangat tergantung pada keberadaan
hormone androgen, sehingga jika hormone
androgen kadarnya menurun, akan terjadi
apoptosis.
Patofisiologi

 Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-


nodul fibroadenomatosa majemuk dalam
prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari
bagian periuretral sebagai proliferasi yang
terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar
normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik
terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma
fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-
beda. Proses pembesaran prostad terjadi secara
perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan.
Manifestasi Klinis

 Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran


kemih maupun keluhan diluar saluran kemih. Menurut
Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari BPH yaitu : keluhan
pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih
bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.
 1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
 a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan
dikandung kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit
memulai miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten (kencing
terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah miksi)
 b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan
ingin miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat
miksi).
 2. Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan
akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian atas
berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang,
 benjolan dipinggang (merupakan tanda dari
hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda
infeksi atau urosepsis.
 3. Gejala diluar saluran kemih
 Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia
inguinalis atau hemoroid. Timbulnya penyakit ini
dikarenakan sering mengejan pada saan miksi sehingga
mengakibatkan tekanan intraabdominal.
Penatalaksanaan
 Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan.
Pasien dianjurkan untuk mengurangi minum setelah
makan malam yang ditujukan agar tidak terjadi nokturia,
menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik),
mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum
alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Pasien dianjurkan
untuk menghindari mengangkat barang yang berat agar
perdarahan dapat dicegah. Ajurkan pasien agar sering
mengosongkan kandung kemih (jangan menahan kencing
terlalu lama) untuk menghindari distensi kandung kemih
dan hipertrofi kandung kemih.
 Pemeriksaan derajat obstruksi prostat menurut
Purnomo (2011) dapat diperkirakan dengan mengukur
residual urin dan pancaran urin:
 a. Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi.
Sisa urin dapat diukur dengan cara melakukan
kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan
pemeriksaan USG setelah miksi.
 b. Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan
cara menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya
miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat
urofometri yang menyajikan gambaran grafik
pancaran urin.
Terapi medikamentosa

 Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat


yang diberikan pada penderita BPH adalah :
 a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-
otot berelaksasi untuk mengurangi tekanan pada uretra
 b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-
obatan golongan alfa blocker (penghambat alfa
adrenergenik)
 c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar
hormone testosterone/ dehidrotestosteron (DHT).
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada
pasien
 3) Fitofarmaka/fitoterapi
 Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain
eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, saw
palmetto, serenoa repeus dll. Afeknya diharapkan terjadi setelah
pemberian selama 1- 2 bulan dapat memperkecil volum prostat.
 3. Terapi bedah
 Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk
dilakukan pembedahan didasarkan pada beratnya obstruksi,
adanya ISK, retensio urin berulang, hematuri, tanda penurunan
fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dan perubahan fisiologi
pada prostat. Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi
tergantung pada beratnya
 gejala dan komplikasi.
Komplikasi
 Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :
 1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
 2. Infeksi saluran kemih
 3. Involusi kontraksi kandung kemih
 4. Refluk kandung kemih
 5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus
berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung
urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
 6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
 7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat
terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah
keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila
terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.24
 8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada
waktu miksi pasien harus mengedan.
Pengkajian Fokus

 Pengkajian fokus keperawatan yang perlu


diperhatikan pada penderita BPH merujuk
pada teori menurut Smeltzer dan Bare (2002) ,
Tucker dan Canobbio (2008) ada berbagai
macam,
a. Demografi

 Kebanyakan menyerang pada pria berusia


diatas 50 tahun. Ras kulit hitam memiliki
resiko lebih besar dibanding dengan ras kulit
putih. Status social ekonomi memili peranan
penting dalam terbentuknya fasilitas kesehatan
yang baik. Pekerjaan memiliki pengaruh
terserang penyakit ini, orang yang pekerjaanya
mengangkat barang-barang berat memiliki
resiko lebih tinggi..
b. Riwayat penyakit sekarang

 Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada


adalah frekuensi , nokturia, urgensi, disuria,
pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis
miksi, ( sulit memulai miksi), intermiten
(kencing terputus-putus), dan waktu miksi
memanjang dan akhirnya menjadi retensi
urine.
c. Riwayat penyakit dahulu

 Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran


kemih (ISK), adakah riwayat mengalami
kanker prostat. Apakah pasien pernah
menjalani pembedahan prostat / hernia
sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga

 Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota


keluarga yang menderita penyakit BPH.
e. Pola kesehatan fungsional

 1) Eliminasi
 2) Pola nutrisi dan metabolisme
 3) Pola tidur dan istirahat
 4) Nyeri/kenyamanan
 5) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
 6) Pola aktifitas
 7) Seksualitas
 8) Pola persepsi dan konsep diri
  
f. Pemeriksaan Penunjang

 1) Laboratorium
 a) Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan
untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur
urin berguna untuk menegtahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas
kuman terhadap beberapa
 antimikroba.
 b) Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyulit yang menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar
ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsin ginjal
dan status metabolic.
 c) Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai
PSA <4ng/ml tidak perlu dilakukan biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-10
ng/ml, hitunglah prostate specific antigen density (PSAD) lebih besar sama
dengan 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila
nila PSA > 10 ng/ml.
 2) Radiologis/pencitraan
 Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan radiologis bertujuan untuk memperkirakan volume
BPH, menentukan derajat disfungsi bulibuli dan volume residu urin serta untuk mencari
kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak berhubungan dengan BPH.
 a) Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di saluran
kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang penuh dengan
urin sebagai tandaadanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda
metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis
 akbibat kegagalan ginjal.
 b) Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui kemungkinan adanya kelainan
pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau hidronefrosis. Dan memperkirakan
besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan adanya indentasi prostat (pendesakan
buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata kail
(hooked fish)/gambaran ureter berbelok-belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli
yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.
 c) Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat, memeriksa masa
ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan volum buli-buli, mengukur sisa urin
dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli, dan mencari kelainan yang mungkin ada
buli-buli.
pathway
 DS:
 P : Klien mengatakan nyeri, nyeri
 semakin terasa ketika kecing
 dan bergerak, nyeri hilang
 ketika tidur.
 Q : Klien mengatakan nyeri seperti
 disayat benda tajam (perih) dan
 terasa seperti terbakar.
 R : Klien mengatakan nyeri pada
 alat kelaminnya.
 S : Klien mengatakan skala nyeri 5
 menggunakan skala nyeri
 numerik.
 T :Klien mengatakan nyeri hilang
 timbul saat merasa ingin
 kencing.
 DO:
  Keadaan umum: Cukup
  Kesadaran composmentis
  GCS : 4-5-6
  TTV:
 - TD: 130/80 mmHg
 - N: 88 x/menit
 - S:36,30C
 - RR: 20 x/menit
  Klien post operasi TUR-P
  Klien terpasang kateter 3 saluran berukuran 22
  Pada ujung penis tertutup kassa
 dan terdapat darah
  Di ruangan dilakukan spooling
 Ns 1000 ml grojok, sisa 300 ml,
 produksi 1.200 ml, warna urine
 kemerahan, tidak terdapat
 gumpalan darah.
 Nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera( biologis,zat kimia,fisik dan psikologis)
Kriteria hasil:
j)Skala nyeri
berkurang
k) Tanda vital dalam
rentang normal
TD : 100-140/
60- 90 mmHg
N : 60-100x/menit
S : 36,5 -37,5°C
RR : 16-24x/menit
 l)Dapat mengidentifikasi (skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
 ketika berlangsung
 m) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan
 teknik nonfarmakologi seperti teknik distraksi dan
relaksasi, kompres hangat,
 imajinasi terbimbing, dan hypnosis diri untuk
 mengurangi nyeri, mencari bantuan)
 n) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri
 o) Tidak terdapat gangguan konsentrasi
 p)Klien tidak terbangun karena nyeri
 q)Wajah menjadi segar dan tidak meringis kesakitan
 r)Tidak takut terjadinya cidera
 Tujuan :
 Diharapkan nyeri berkurang setelah dilakukan
 tindakan keperawatan selama 3×24 jam.

 10)Kaji nyeri secara komprehensif termasuk


 lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi.
 11)Kaji skala nyeri dengan pengkajian PQRST.
 13)Kaji tanda-tanda pembengkakan pada daerah post operasi.
 14)Monitor tanda-tanda
 vital.
 15)Observasi reaksi non
 verbal dari
 ketidaknyamanan dan
 gunakan komunikasi
 terapeutik untuk
 mengetahui
 pengalaman nyeri klien.
 16)Ajarkan teknik
 relaksasi seperti nafas
 dalam dan tehnik
 distraksi seperti
 menonton tv,
 mendengarkan music,
 atau hal kesukaan klien
 untuk mengalihkan
 perhatian nyeri klien.
 17)Kontrol lingkungan yang dapat
 mempengaruhi nyeri
 seperti suhu ruangan,
 pencahayaan dan
 kebisingan.
 18)Kolaborasi dengan tim
 medis lain dalam
 pemberian analgesic
Kesimpulan

 Hiperplasia prostatis benigna (BPH) adalah pembesaran prostat


yang mengenai uretra, menyebabkan gejala urinaria (Nursalam, M
& Batticaca, 2011). Seiring dengan bertambahnya umur, maka akan
terjadi perubahakeseimbangan testosteron dan estrogen karena
produksi testoteron menurun dan akan terjadi konversi testosteron
menjadi esterogen pada jaringan adiposa diperifer. Berdasarkan
angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat
dittemukan pada umur 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini
terus berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomik. Pada
laki-laki umur 50 tahun, angka kejadiannya sekitar 50% dan pada
usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut di atas
akan menyebabkan gejala dan tanda klinis. Karena proses
pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahandan efek dari
perubahannya juga terjadi perlahan-lahan (Sjamsuhidajat, R & Jong,
2004).
Saran

 Tenaga kesehatan : diharapkan dapat


melakukan perawatan yang holistic,
komprehensif, serta bertanggung jawab dalam
melakukan tindakan,
 Pendidikan : supaya meningkatkan mutu
pendidikan yang berkualitas, profesional,
bermutu, terampil, cekatan dan bertanggung
jawab.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai