Disusun Oleh :
SHINTA ARY MURTY
P1905033
A. Pengertian BPH
Benign Prostactic Hyperplasia atau Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) disebut juga
Nodular hyperplasia, Benign prostatctic hyperthrophy atau Benign enlargement of the
prostate (BPH) yang merujuk kepada peningkatan ukuran prostat pada laki-laki usia
pertengahan dan usia lanjut. Hiperplasia prostatis benigna (benigna prostatic
hyperplasia-BPH) adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra, menyebabkan
gejala urinaria
Benign prostat hipertropi (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan jaringan seluler
kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan
proses penuaan. Prostat adalah kelenjar yang belapis kapsula dengan berat kira-kira 20
gram, berada di sekeliling uretra dan dibawah leher kandung kemih pada pria. Bila
terjadi pembesaran lobus bagian tengah kelenjar prostat akan menekan dan uretra akan
menyempit.
Hiperplasia dari kelenjar prostat dan sel-sel epitel mengakibatkan prostat menjadi
besar. Ketika prostat cukup besar akan menekan saluran uretra menyebabkan obstruksi
uretra baik secara parsial maupun total. Hal ini menyebabkan gejala-gejala urinary
hesitancy, sering berkemih, peningkatan risiko infeksi saluran kemih dan retensi urin.
Dari definisi – definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna Prostat Hiperplasia
adalah terjadinya pembesaran yang terjadi pada kelenjar prostat akibat proses penuaan.
B. Etiologi BPH
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrosteron (DHT) dan proses aging
(menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasiaprostat adalah :
1. Teori Dihidrosteron
Dihidrosteron (DHT) adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel kelenjar prostat. DHT dihasilkan dari reaksi perubahan testosteron
di dalam sel prostat oleh enzim 5 alfa-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH.
DHT yang telah terbentuk berkaitan dengan reseptor androgen (RA) membentuk
kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth
factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada penelitian dikatakan
bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat
normal, hanya saja pada BPH aktivitas enzim 5 alfa-reduktase dan jumlah reseptor
androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel prostat pada BPH lebih
sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan
dengan prostat normal.
2. Ketidakseimbangan Antara Estrogen – Testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun sedangkan kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antar estrogen : testosteron relatif
meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam
terjadinya proliferasi sel – sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitifitas sel – sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan
jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel – sel prostat
(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan
terbentuknya sel – sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel – sel
prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat
jadi lebih besar.
3. Interaksi Stroma – Epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel – sel stroma melalui suatu mediator
(growth factor) tertentu. Setelah sel – sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT
dan estradiol, sel – sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel – sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta
mempengaruhi sel – sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan
terjadinya proliferasi sel – sel epitel maupun sel stroma.
4. Berkurangnya Kematian Sel Prostat
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel – sel yang mengalami
apoptosis akan difagositosis oleh sel – sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh
enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi
sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat
dewasa, penambahan jumlah sel – sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan
seimbang. Berkurangnya jumlah sel – sel prostat yang mengalami apoptosis
menyebabkan jumlah sel – sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat
sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat. Sampai sekarang belum dapat
diterangkan secara pasti faktor – faktor yang menghambat proses apoptosis. Diduga
hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah
dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.
Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel – sel prostat, sedangkan faktor
pertumbuhan TGFβ berperan dalam proses apoptosis.
5. Teori Sel Stem
Untuk mengganti sel – sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk
sel – sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat
tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya
menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan apoptosis. Terjadinya
proliferasi sel – sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel
stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
C. Patofisiologi BPH
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli – buli harus berkontraksi lebih kuat melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli –
buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli – buli. Perubahan struktur pada buli – buli tersebut, oleh pasien
dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower tract symptom
(LUTS) yang dahulu dikenal sebagai dengan gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli – buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli – buli ke ureter atau terjadi refluks
vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung lama akan menagkibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Obsrtuksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan
oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior tetapi juga disebabkan
oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada
leher buli – buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari
nervus pudendus.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada
prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2 : 1, pada BPH rasionya
meningkat menjadi 4 : 1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot
polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang
menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan
komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.
D. Manifestasi Klinis BPH
Gejala-gejala BPH dapat diklasifikasikan karena obstruksi dan iritasi. Gejala
obstruksi meliputi hesitancy, intermitten, pengeluaran urin yang tidak tuntas, aliran
urin yang buruk, dan retensi urin. Gejala-gejala iritasi meliputi sering berkemih, sering
berkemih dimalam hari (nokturia), dan urgency (dorongan ingin berkemih).
Dengan adanya statis urin didalam kandung kemih akan beresiko terjadinya infeksi
saluran kemih atau batu kandung kemih. Batu kandung kemih terbentuk dari
kristalisasi dari garam-garam didalam urin residu.
Manifestasi Klinis klien dengan BPH adalah :
1. Poliuria (sering buang air kemih), karena kandung kemih hanya mampu
mengeluarkan sedikit air kemih.
2. Aliran air kemih menjadi terhambat, karena terjadi penyempitan uretra.
3. Hematuria (Kandung kemih mengandung darah), akibat kongesti basis kandung
kemih.
4. Retensi urin
5. Hidronefrosis dan kegagalan ginjal, terjadi akibat tekanan balik melewati ureter ke
ginjal.
E. Komplikasi BPH
1. Retensi urine akut dan involusi kontraksi kandung kemih.
2. Refluks kandung kemih , hidroureter, dan hidronefrosis.
3. Gross hematuria dan urinaery tract, infection (UTI)
G. Penatalaksanaan BPH
1. Perubahan gaya hidup : Yaitu mengurangi minum-minuman beralkohol dan yang
mengandung kafein.
2. Pengobatan
a. Alpha blokers, suatu α1-adregenic receptor antagonists (misalnya : Doxazozin,
Terazosin, Alfuzosin dan Tamsulosin), dapat memperbaiki gejala-gejala BPH.
Alpha blockers dapat merelaksasi otot pada prostat dan leher kandung kemih,
dan menunrunkan derajat hambatan aliran urin.
b. 5 α-reductase inhibitors ( misalnya: finasteride and duyasteride)
Ketika digunakan bersama dengan alpha blokers dapat menurunkan
progresifitas pembesaran prostat.
3. Katerisasi
4. Pemberian obat antimicrobial
5. Pembedahan
Prostatectomy adalah pembedahan dengan mengeluarkan seluruh atau sebagian dari
kelenjar prostate. Abnormalitas prostate, seperti sebuah tumor atau apabila kelenjar
prostate membesar karena berbagai alas an dapat menghambat aliran urin.Terdapat
beberapa bentuk operasi pada prostat, diantaranya:
a. Transurethral resection of prostate (TURP)
Suatu alat sistocopy dimasukkan melalui uretra ke prostat, dimana jaringan
disekeliling di eksisi. TURP adalah suatu pebedahan yang dilakukan pada BPH
dan hasilnya sempurna dengan tingkat keberhasilan 80-90%.
b. Open prostatectomy
Open prostatectomy asalah suatu prosedur pembedahan dengan melakukan
insisi pada kulit dan mengangkat adenoma prostat melalui kepala prostat
(retropubic prostatectomy) atau RPP, atau melalui kandung kemih (suprapubic
prostatectomy) atau SPP.Open prostatectomy diindikasi apabila masa prostat
lebih dari 60 gram (Doenges, 1993).
c. Laparoscopy prostatectomy
Suatu laparoscopi atau empat insisi kecil dibuat di abdomen dan seluruh prostat
dikeluarkan secara hati-hati dimana saraf-saraf lebih mudah rusak dengan
teknik retropubic atau suprapubic. Laparoscopic prostatectomy lebih
menguntungkan dibandingkan dengan pembedahan radikal perineal
prostatectomy atau retropubik prostatectomy dan lebih ekonomis dibandingkan
teknik bantuan robot.
d. Robotic-assisted prostatectomy
Robotic-assisted prostatectomy atau pembedahan dengan bantuan robot.
Tangan-tangan robot laparoscopi dikendalikan oleh seorang ahli bedah. Robot
memberikan ahli bedah banyak ketreampilan daripada laparoscopi
konvensional dengan menawarkan keuntungan-keuntungan yang lebih daripada
open prostatectomy, diantaranya insisi lebih kecil, nyeri ringan, perdarahan
sedikit, resiko infeksi rendah, waktu penyembuhan lebih cepat, perawatan lebih
pendek.
e. Radical perineal prostatectomy
Radical perineal prostatectomy asalah suatu insisi dibuat pada perineum
ditengah-tengah antara rectum dan skrotum, dan kemudian prostat dikeluarkan.
f. Radical retropubic prostatectomy
Radical retropubic prostatectomy adalah suatu insisi yang dibuat di abdomen
bawah, dan kemudaian prostat dikeluarkan (diangkat) melalui belakang tulang
pubis (retropubic). Radical prostatectomy adalah salah satu tindakan kunci pada
kanker prostat.
g. Transurethral electrovaporization of the prostate (TVP)
h. Transurethral plasmakinetic vaporarization prostatectomy (TUPVP)
i. Laser TURP
j. Visual laser ablation (VLAP)
k. TransUrethral Microwave Thermo Theraphy (TUMT)
l. TransUrethral Needle Ablation (TUNA)
H. Pendidikan Kesehatan BPH
1. Jelaskan kepada pasien mengenai tidak adanya pengobatan gejala komplikasi BPH,
retensi urine, cystitis, dan peningkatan gejala iritasi saat berkemih. Anjurkan agar
pasien melaporkan masalah ini.
2. Ajarkan pasien melakukan latihan kegel, (kegle exercise) sesudah pembedahan
untuk membentu mengontrol saat berkemih :
Kontraksi otot parineal jika berhenti berkemih atau plastis, tahan selama 10-15
menit , kemudian relaksasi.
Ulangi selama 15 menit (satu kali) ; lakukan 15 kali setiap hari.
3. Nasihatkan pasien bahwa gejala iritasi saat berkemih tidak segera hilang sesudah
penyembuhan obstruksi ; gejala akan hilang dengan sendirinya.
4. Beritahukan pada pasien untuk menghindari berhubungan intim, mengatur BAB,
tidak mengakat benda berat , dan tidak duduk dalam jangka waktu yang lama
selama 6-8 minggu sesudah operasi sebab dapat menyebabkan struktur uretra dan
pertumbuhan prostat kembali sesudah TURP.
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Keragu-raguan dalam memulai berkemih.
2. Aliran urin berkurang : baik kekuatan maupun ukurannya.
3. Pengosongan kandung kemih tak sempurna, karena masih ada residu urin.
4. Adanya dorongan untuk berkemih.
5. Frekuensi berkemih menjadi lebih sering.
6. Sering bauang air kemih dimalam hari.
7. Disuria (nyeri saat buang air kemih)
8. Hematuria (adanya darah dalam urin)
9. Retensi urin
10. Pembesaran dan nyeri tekan prostat.
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus BPH post operasi :
1. Nyeri akut b/d agen cidera biologi
2. Risiko infeksi b/d tindakan invasif
3. Hambatan mobilitas di tempat tidur b/d nyeri
C. Rencana Keperawatan
DX NOC NIC
1 1. Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
2. Tingkat Nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri
3. Pemulihan pembedahan : segera komprehensif yang meliputi lokasi,
setelah operasi karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
Setelah diberikan Asuhan keperawatan kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
kepada pasien selama ….x 24 jam dan factor pencetus
diharapkan masalah teratasi dengan 2. Pastikan perawatan analgesic bagi
Kriteria Hasil : pasien dilakukan dengan pemantauan
1. Sering menunjukkan mengenali yang ketat
kapan nyeri terjadi, 3. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri
menggambarkan factor penyebab, terhadap kualitas hidup pasien
menggunakan tindakan tanpa (misalnya, tidur, nafsu makan,
analgesik, melaporkan nyeri yang pengertian, perasaan, hubungan,
terkontrol dan menggunakan performa kerja, dan tanggung jawab
analgesic yang di rekomendasikan peran)
2. Tidak ada nyeri yang dilaporkan, 4. Berikan informasi mengenai nyeri
ekspresi nyeri wajah, ketegangan 5. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen
otot dan mengerluarkan keringat. nyeri
3. Deviasi ringan dari kisaran normal 6. Ajarkan penggunaan Teknik non
dengan kepatenan jalan nafas, farmakologi
tekanan darah, tekanan nadi, suhu 7. Berikan individu penurun nyeri yang
tubuh, irama pernafasan, tingkat optimal dengan persepan analgesic
kesadaran dan integritas jaringan 8. Evalusai keefektifan dari tindakan
4. Tidak ada nyeri, perdarahan, pengontrolan nyeri yang dipakai
cairan merembes pada balutan dan selama pengkajian nyeri dilakukan
pembengkakan pada sisi luka Monitor tanda-tanda vital
- Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan
status pernafasan dengan tepat.
Pemberian Analgesik
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas
dan keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien
2. Cek perintah pengobatan meliputi obat
dosis, dan frekuensi obat analgesic
yang sesuai waktu parunya diresepkan
3. Memberikan analgesik
A. Identitas
1. Pasien
Nama : Tn.K
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 90 Tahun
Status Perkawinan : Duda
Alamat : Semanu
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan Terakhir : Tidak Sekolah
No RM : 00296xxx
Diagnosa Medis : BPH
Tanggal masuk RS : Minggu, 27 Oktober 2019
2. Penanggung Jawab
Nama : Tn.W
Umur : 40 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Semanu
B. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Kesehatan Pasien
a. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri setelah dilakukan operasi TURP dengan skala sedang
yaitu 4-5. Rasa nyeri seperti tertusuk-tusuk jarum terkadang seperti panas
terbakar dan rasa nyeri menjalar ke punggung klien. Rasa nyeri akan bertambah
jika klien bergerak dan nyeri yang dirasakan hilang timbul.
b. Kronologi Penyakit Saat Ini
Pasien mengatakan sekitar satu minggu yang laluyaitu mulai tanggal 20 oktober
2019, pasien mengeluh susah buang air kecil (BAK). Pasien mengatakan urin
yang keluar sedikit dan terasa sakit. Akhirnya pada tanggal 27 oktober 2019
pasien priksa ke RSUD Wonosari dan IGD sudah terpasang selang DC dan
infus RL 20 tpm setelah itu dipindah ke bangsal cempaka. Dan pada tanggal 28
oktober 2019 dilakukan pembedahan TURP (Transurethral Resection Of
Prostate).
c. Pengaruh Penyakit Terhadap Pasien
Pasien mengatakan merasa terganggu selama sakit karena pasien hanya bisa
terbaring ditempat tidur, aktivitas terganggu dan tidak bisa kesawah.
d. Apa Yang Diharapkan Pasien Dari Pelayanan Kesehatan
Pasien berharap pelayanan kesehatan yaitu RSUD Wonosari, dapat membantu
dalam pengobatannya sehingga klien bisa sembuh dan dapat beraktivitas
kembali.
2. Riwayat Penyakit Anak-anak
a. Penyakit Masa Anak-anak
Pasien mengatakan waktu kecil jarang sakit
b. Imunisasi
Pasien mengatakan sudah tidak ingat lagi apakah dahulu mendapat imunisasi
lengkap atau tidak.
c. Alergi
Pasien mengatakan tidak alergi terhadap obat dan makanan
d. Pengalaman Sakit/Di rawat Sebelumnya
Pasien mengatakan belum pernah di rawat dirumah sakit, ini pertama kalinya
pasien dirawatdi rumah sakit.
e. Pengobatan Terakhir
Pasien mengatakan sebelumnya periksa ke puskesmas semanu, lalu selang dua
hari pasien langsung dibawa ke RSUD Wonosari.
3. Genogram
Keterangan :
: Perempuan
: Laki – laki
: Perempuan Meninggal
: Laki-laki Meninggal
: Klien laki-laki
: Garis pernikahan
: Garis keturunan
Pasien tinggal serumah dengan anaknya, istri pasien sudah meninggal, anak pasien
berjumlah lima orang. Pasien mengatakan dalam anggota keluarganya tidak ada
yang menderita penyakit yang sama dengan seperti dirinya yaitu BPH. Klien juga
mengatakan dalam anggota keluarganya tidak ada yang menderita penyakit HT,
DM, asam urat dll dan dala anggota keluarga klien juga tidak ada yang menderita
penyakit menular seperti TB, AIDS,Hepatitis dll. Efek bagi keluarga jika salah satu
anggotanya yang sakit, keluarga merasa sedih dan mereka tidak bisa berkumpul
dengan seluruh anggota keluarganya.
C. Pengkajian Biologis
1. Rasa Aman dan Nyaman
- Sebelum sakit
Pasienn tidak ada keluhan nyeri, tidak ada gangguan dalam beraktivitas sehari-
hari dan tidak ada riwayat pembedahan.
- Setelah sakit
Pasien mengatakan merasakan nyeri di luka bekas operasi yaitu di bagian area
genital.
P : Nyeri jika klien bergerak
Q : Rasa nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : Diarea Genital
S : Skala 4-5 (Sedang)
T : Hilang Timbul
2. Aktivitas Istirahat-Tidur
a. Aktivitas
- Sebelum Sakit
Pasien mengatakan jarang berolahraga. Klien mengatakan biasanya
klien beraktivitas mulai dari jam 8 kadang juga tidak tentu. Aktivitas
sehari-hari klien yaitu petani. Klien mengatakan tidak memiliki
keterampilan khusus.
Sebelum sakit
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian/ √
berdandan
Mobilisasi di TT √
Ambulasi √
Makan / Minum √
- Setelah Sakit
Pasien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas karena klien harus
bed rest atau istirahat total. Hal ini dilakukan karena jika klien bergerak
maka klien akan merasakan nyeri pada area genital. Untuk aktivitas
klien dibantu oleh keluarganya.
Sesudah Sakit
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian/ √
berdandan
Mobilisasi di TT √
Ambulasi √
Makan / Minum √
Keterangan :
Skore 0 : Mandiri
Skore 1 : Dibantu sebagian
Skore 2 : Perlu bantuan orang lain
Skore 3 : Perlu bantuan orang lain dan alat
Skore 4 : Tergantung / tidak mampu
b. Istirahat
- Sebelum sakit
Pasien biasanya istirahat setelah klien beraktivitas atau setelah klien
merasakan lelah atau capek. Kegitan klien diwaktu luang hanya tiduran
kira-kira 3-4 jam.
- Setelah sakit
Pasienlebih banyak beristirahat yakni di tempat tidur. Hal ini
dikarenakan klien merasakan sakit atau nyeri saat bergerak atau aktivitas.
c. Tidur
- Sebelum sakit
Pasien mengatakan biasanya klien tidur jam 9 malam dan bangun jam 5
pagi, tidur klien nyenyak, serta klien tidak menggunakan obat penenang
sebelum tidur. Kadang-kadang pasien bangun di malam hari untuk BAK
- Setelah sakit
Setelah pasien dilakukan operasi, pasien mengatakan susah tidur hal ini
dikarenakan klien merasakan nyeri dan klien sering terbangun dalam
tidurnya.
3. Cairan
- Sebelum sakit
Pasien minum minimal 1,5 liter per hari. Minuman kesukaan klien adalah air
teh dan klien jarang minum air putih. Klien tidak minum alkohol dan tidak ada
program pembatasan cairan pada klien.
- Setelah klien sakit
Pasien mengatakan minum ±600 cc per hari dan lebih banyak minum air putih
serta klien tidak ada program pembatasan cairan. Saat ini klien terpasang infus
NaCl 20 x tpm.
4. Nutrisi
- Sebelum sakit
Pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan porsi satu centhong dengan lauk
pauk dan sayuran. Pasien mengatakan tidak memiliki alergi pada makanan
- Setelah klien sakit
klien mengatakan tetap makan 3 kali sehari sesuai dengan porsi yang diberikan
oleh rumah sakit namun tidak habis. Klien tidak mengalami mual, muntah,
klien tidak mengalami kesulitan menelan dan mengunyah serta saat ini klien
tidak terpasang alat bantu seperti sonde.
A : BB : 43 kg IMT : 17,2 kg/m2
TB : 158 cm LiLA : 25 cm
B : Hb : 13,1 mg/dl
C : Kulit lembab, mukosa bibir lembab, turgor kulit < 2 detik dan ada
penurunan nafsu makan.
D : Klien makan 3 kali sehari sesuai dengan porsi yang diberikan oleh rumah
sakit. Klien mengatakan menghabiskan setengah dari porsi makanan yang
diberikan.
5. Eliminasi Urine dan Feses
a. Eliminasi Feses
- Sebelum sakit
klien mengatakan tidak mengalami gangguan BAB. Klien biasanya BAB
minimal satu kali sehari dengan karakteristik lembek, berbau khas. Klien
mengatakan tidak terbiasa menggunakan obat pencahar dan menggunakan alat
bantu untuk defekasi.
- Setelah sakit
Pasien mengatakan selama dirawat di RS belum BAB .
b. Eliminasi Urine
- Sebelum sakit
klien tidak mengalami gangguan BAK, klien biasanya BAK minimal 4-5 kali
sehari.
- Setelah sakit
klien mengatakan susah BAK dan jika BAK klien mengatakan nyeri dan panas
serta urine yang keluar hanya sedikit. Saat ini klienterpasang kateter.
6. Kebutuhan Oksigenasi dan Karbondioksida
a. Oksigenasi
- Sebelum sakit
klien mengatakan tidak mengalami kesulitan bernapas.
- Setelah sakit
klien juga tidak mengalami kesulitan bernapas, klien tidak mengalami sesak
napas serta pola napas klien normal. Klien tidak menggunakan alat bantu
pernapasan seperti kanul nasal dan masker. Klien juga mengatakan tidak
memiliki riwayat gangguan pernapasan. Klien riwayat perokok aktif.
b. Karbondioksida
- Sebelum sakit
klien mengatakan memiliki riwayat darah tinggi
- Setelah sakit
Tekanan darah tinggi pasien tinggi, jantung berdebar, tidak menggunakan alat
pacu jantung.
7. Personal Hygiene
- Sebelum sakit klien mengatakan mandi minimal 2x sehari menggunakan sabun
mandi, menggosok gigi minimal 2x sehari. Untuk mencuci rambutnya klien
mengatakan tidak menentu, terkadang 2x seminggu dan terkadang 3x
seminggu. Sebelum sakit klien tidak memerlukan bantuan dalam melakukan
personal hygiene.
- Setelah sakit untuk personal hygiene klien dibantu oleh keluarganya yaitu
dengan disibin 2x sehari
8. Sex
Klien sudah menikah dan sekarang berstatus duda, memiliki lima orang anak yaitu
4 perempuan dan 1 laki-laki.
3. Dada
a. Paru
1) Inspeksi : Terlihat simetris kanan kiri, tidak ada lesi, warna kulit sawo
matang, tidak ada benjolan, tidak ada jejas serta tidak ada retraksi dada.
2) Palpasi : Simetris, tidak ada vocal fremitus, serta tidak ada nyeri
tekan.
3) Perkusi : Suara sonor
4) Auskultasi: Suara napas vesikuler dan tidak ada wheezing (suara
tambahan)
b. Jantung
1) Inspeksi : Warna kulit sawo matang, tidak ada luka maupun jejas serta
tidak ada tarikan dada.
2) Palapasi : Tidak ada nyeri tekan.
3) Perkusi : Suara redup dan tidak ada pelebaran jantung.
4) Auskultasi : Reguler serta tidak ada bunyi tambahan.
4. Abdomen
a. Inspeksi : Warna kulit sawo matang, tidak luka maupun jejas.
b. Auskultasi : Terdapat bunyi peristaltik yaitu 17 x / menit
c. Perkusi : Suara tympani
d. Palpasi : Ada nyeri tekan
5. Genitalia, Anus dan Rektum
Inspeksi : Terpasang alat bantu kateter + 750 cc
Palapasi : Tidak teraba penumpukan urine di kandung kemih
6. Ekstremitas
a. Atas : Terapasang infus NaCl 20 tpm pada tangan kiri, semua anggota
gerak atas lengkap.
b. Bawah : Kedua kaki lengkap, tidak ada oedema, tidak farises, selama sakit
kaki susah digerakkan
5 5
2 2
Keterangan :
1. Nilai 5 : Kekuatan penuh
2. Nilai 4 : Dapat menahan tekanan
3. Nilai 3 : Dapat digerakkan tetapi sedikit menahan tekanan
4. Nilai 2 : Ada pergerakkan tetapi tidak dapat menahan tekanan
5. Nilai 1 : Ada kontraksi
6. Nilai 0 : Tidak ada kekuatan otot
F. Pemeriksaan Penunjang
Kimia Klinik tanggal 27 Oktober 2019
H. Discharge Planning
1. Pengobatan
Pasien dan keluarga harus mengetahu obat yang diminum pasien tentang manfaat
dan dosis.
2. Lingkungan
Keluarga harus menyediakan lingkungan yang aman bagi paien untuk mencegah
resiko jatuh dan menjaga kondisi pasien agar tetap stabil
3. Diet
Pasien dan keluarga harus mengetahui diet yang tepat yaitu rendah natirum, tinggi
serat dan tinggi protein.
Proses Keperawatan
A. Analisa Data
DO :
1. Ekspresi wajah meringgis menahan nyeri
2. TD : 120/70 mmHg
Nadi : 96x / menit
3. RR : 20 X/Menit
4. Suhu : 36, 2 C
DS : Penurununan Hambatan
- Klien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas kekuatan otot Mobilitas Fisik
karena klien harus bed rest atau istirahat total. di Tempat
- Hal ini dilakukan karena jika klien bergerak maka klien Tidur
akan merasakan nyeri pada area genital. Untuk
aktivitas klien dibantu oleh keluarganya.
DO :
1. Pasien terlihat lemas dan terbaring ditempat tidur
2. Klien terpasang kateter/drain di area genital
3. Terdapat balutan kasa di ujung genital
5 5
2 2
B. Diagnosa Keperawatan
Prioritas diagnosa keperawatan :
1. Nyeri akut b/d agen cidera biologi
2. Hambatan mobilitas di tempat tidur b/d penurunan kekuatan otot
3. Risiko infeksi b/d tindakan invasif
C. Rencana Keperawatan
DX NOC NIC
1 Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
Setelah diberikan Asuhan keperawatan - Lakukan pengkajian nyeri
kepada pasien selama 3.x 24 jam komprehensif yang meliputi lokasi,
diharapkan masalah teratasi dengan karakteristik, onset/durasi,
Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas, intensitas atau
Tidak ada nyeri yang dilaporkan, beratnya nyeri dan factor pencetus
ekspresi nyeri wajah, ketegangan - Mpnitor TTV
otot dan mengerluarkan keringat. - Ajarkan penggunaan Teknik non
farmakologi relaksasi nafas dalam
untuk mengurangi nyeri
- Berikan individu penurun nyeri
yang optimal dengan persepan
analgesic
- Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian analgesik
DO :
- Ekspresi wajah
meringgis menahan
nyeri
- TD : 120/70
mmHg
- Nadi : 96x / menit
- RR : 20
X/Menit
- Suhu : 36, 2 C
DO :
- Ekspresi wajah
meringgis menahan
nyeri
- TD : 120/75
mmHg
- Nadi : 86x / menit
- RR : 20 X/Menit
- Suhu : 36 C
DO :
- Ekspresi wajah
meringgis menahan
nyeri
- TD : 125/70
mmHg
- Nadi : 84x / menit
- RR : 20 X/Menit
- Suhu : 36 C
E. Evalusai Keperawatan
O:
- Ekspresi wajah meringgis menahan nyeri
- TD : 125/70 mmHg
- Nadi : 84x / menit
- RR : 20 X/Menit
- Suhu : 36 C
A: Nyeri Akut
P: Lanjutkan Intervensi
- Kaji Nyeri
- Monitor TTV
- Ajarkan Relaksasi nafas dalam
2 S:
- Pasien mengatakan kakinya masih susah untuk
digerakkan
- Pasien mau diajarkan latihan rentang gerak
Shinta
O:
- Pasien mengikuti gerakan yang diarahkan perawat
- Pasien mampu mendemonstrasikan ROM dengan
didampingi perawat
A:
Hambatan Mobilitas Fisik
P : Lanjutkan Intervensi
- Ajarkn teknik ROM
3 S:
- Pasien mengatakan masih agak nyeri dan minta
selang dilepas
- Pasien mngatakan mau dilakukan perawatan luka
O: Shinta
-Luka terlihat kering
-Tidak muncul tanda-tanda infeksi ( tidak oedema,
tidak panas, tidak ada nanah)
- Terpasang kateter dan draine
A: Resiko Infeksi
P : Lanjutkan Intervensi
- Kaji Luka
- Lakukan perawatan luka
- Kolaborasi pemberian antibiotik
Wonosari, 2019
Mahasiswa
Mengetahui