Anda di halaman 1dari 13

7

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

Kelompok 2 :
1. Iin inna A
2. Naufal Ghozi M
3. Mila Fahriana
4. Sania Krisyani
5. Tivana Ardiansyah
6. Tri Pujiati

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN NERS (PROGRAM TRANSFER)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN – UNIVERSITAS BAHMADA SLAWI SLAWI
TAHUN 2022/2023
8

1. Definisi
BPH (Benign Prostatic Hyperthropy) adalah pembesaran prostat yang mengenai
uretra dan menyebabkan gejala uritakaria. Selain itu Hiperplasia Prostat Benigna adalah
pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50
tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius
(Nuari, 2017). Selain itu menurut Budaya (2019), BPH dikarakteristikkan sebagai
peningkatan jumlah sel-sel stroma dan epitel prostat di area periuretra yang merupakan
suatu hyperplasia dan bukan hipertrofi, selain itu secara etiologi pada BPH terjadi
peningkatan jumlah sel akibat dari proliferasi sel-sel stroma dan epitel prostat atau
terjadi penurunan kematian sel-sel prostat yang terprogram. Menurut Brunner (2013)
kelenjar prostat membesar, meluas ke atas menuju kandung kemih dan menghambat
aliran keluarnya urine. Berkemih yang tidak tuntas dan retensi urine yang memicu stasis
urine dapat menyebabkan hidronefrosis, hidroureter, dan infeksi saluran kemih.
Dimana penyebab gangguan tersebut tidak dipahami dengan baik, tetapi bukti
menunjukkan adanya pengaruh hormonal. BPH sering terjadi pada pria berusia lebih
dari 40 tahun.
2. Anatomi Kelenjar Prostat
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran,
organ ini menyumbat uretra posterior dan buila pembesaran terjadi pada uretra pars
prostatika dapat mengakibatkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli. Secara
anatomis bentuk kelenjar prostat sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang
dewasa kurang lebih 20 gram. Menurut beberapa ahli, kelenjar prostat dibagi dalam
beberapa zona antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona
fibromuskuler anterior dan zona periuretra.
9

Gambar 2.1 Kelenjar Prostat

Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron. Dalam sel-sel
kelenjar prostat, hormone akan tumbuh menjadi Dihidrotestosteron (DHT) dengan
bantuan enzim α- reduktase. DHT inilah yang secara langsung memacu mRNA dalam
sel-sel kelenjar prostat yaitu sejenis hormon yang memacu sintesis protein sehingga
terjadi pertumbuhan kelenjar prostat. Pada usia lanjut beberapa pria mengalami
pembesaran prostat benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun
dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun. Pemebesaran kelenjar prostat
mengakibatkan terganggunya aliran urine sehingga menimbulkan gangguan miksi.
3. Klasifikasi
Menurut Sjamsuhidajat 2011, derajat BPH dibedakan menjadi empat, yaitu:
a. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.
b. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis, masih terasa kira-kira 60- 150 cc, ada rasa tidak enak BAK atau dysuria dan
menjadi nocturia.
c. Staudium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
d. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh paisen tampak kesakitan, urine menetes secara
periodic ontinen
4. Etiologi
Menurut Nuari (2017) & Duarsa (2020), penyebab BPH belum diketahui, namun
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat erat kaitannya dengan
kadar dihidrotestoteron (DHT) dan proses penuaan. Selain faktor tersebut ada beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulmya hyperplasia antara lain:
1. Teori Dihydrotestosterone
Dihydrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat pentng pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosterone di dalam sel
prostat oleh 5α- reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah
terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-
1

RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Peningkatan 5α-reduktase dan reseptor
androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami
hiperplasi. Teori ini didukung pada praktek klinis dengan pemberian 5α-reduktase
inhibitor yang menghambat perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron,
dalam waktu 3-6 bulan akan membuat pengurangan volume prostat 20-30%.
2. Ketidakseimbangan hormon estrogen-testosteron
Pada proses penuaan pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma. Diketahui bahwa estrogen di
dalam prostat berperan pada terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan
cara meningkatkan sensitiviras sel –sel prostat terhadap rangsangan hormone
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian terprogram sel-sel prostat (apoptosis). Sehingga meskipun rangsangan
terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel-sel
prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat
menjadi lebih besar.
3. Interaksi stroma-epitel
Peningkatan epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya kematian terprogram (apoptosis) sel prostat
Pada jaringan normal terdapat keseimbangan antara laju proliferasi dengan
kematian sel. Pada saat pertumbuhan prostat sampai dewasa, penambahan jumlah
sel prostat seimbang dengan sel yang mengalami apoptosis. Berkurangnya jumlah
sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel prostat meningkat
sehingga terjadi pertambahan massa prostat.
5. Teori sel punca
Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel punca yaitu sel yang mempunyai
kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Sel punca yang meningkat
mengakibatkan proliferasi sel transit. Kehidupan sel ini sangat bergantung pada
keberadaan hormone androgen sehingga jika hormone ini kadarnya menurun seperti
yang terjadi pada kastrasi, akan menyebabkan apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-
sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel punca sehingga
terjadi produksi yang berlebihan pada sel stroma maupun sel epitel.
6. Teori inflamasi kronis
1

Pada uji klinis oleh Medical Therapy of Prostatic Symptoms (MTOPS)


menunjukkan bahwa volume prostat dengan inflamasi cenderung tumbuh lebih
cepat dibandingkan dengan tanpa inflamasi.
5. Patofisiologi
Kelenjar prostat akan mengalami hiperplasi, sejalan dengan pertambahan usia. Jika
prostat membesar, maka akan meluas ke atas kandung kemih sehingga pada bagian
dalam akan mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine.
Keadaan tersebut dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi
terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan kandung kemih berkontraksi
lebih kuat agar dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus akan
menyebabkan perubahan anatomi dari kandung kemih berupa hipertrofi otot detrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sekula, dan divertikel kandung kemih. Dimana
tekanan intravesikel yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan
aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan
tersebut jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal (Muttaqin, 2011).

6. Manifestasi Klinis
Menurut Nuari 2017, manifestasi klinis yang timbulkan oleh BPH disebut sebagai
syndroma prostatisme. Sindroma prostatisme ini dibagi menjadi dua :
1) Gejala obstruktif
a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destructor buli-buli memerlukan
waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikel guna mengatasi
adanya tekanan dalam uretra prostatika
b. Intermittency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan
intravesikel sampai berakhirnya miksi
c. Terminal dribbling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing
d. Pancaran lemah yaitu kelemahan kekuatan dan pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas
2) Gejala iritasi
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan
1

b. Frequency yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (nocturia) dan pada siang hari
c. Dysuria yaitu nyeri pada waktu kencing

7. Pathway

8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nuari 2017, pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien BPH
adalah antara lain:
a) Sedimen urin
Untuk mncari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi slauran kemih.
b) Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.
1

c) Foto polos abdomen


Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan
kadang menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin yang merupakan
tanda dari retensi urine.
d) IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
e) Ultrasonografi (Trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin
dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
f) Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan megukur panjang uretra parsprostatika dan
melihat prostat ke dalam rectum
9. Komplikasi
Komplikasi BPH dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu komplikasi pada
traktus urinarius dan komplikasi di luar traktus urinarius. Di dalam traktus urinarius
komplikasi BPH meliputi retensi urine berulang atau kronis, hematuria, infeksi saluran
kemih berulang, batu kandung kemih, perubahan patologi pada kandung kemih
(trabekulasi, sakulasi divertikel), hidroureteronefrosis bilateral dan gagal ginjal.
Sedangkan komplikasi di luar traktus urinarius adalah hernia dan hemoroid (Budaya,
2019).
Selain itu menurut Harmilah (2020), komplikasi pembesaran prostat meliputi:
a. Ketidakmampuan untuk buang air kecil mendadak (retensi urine). Pasien
memerlukan kateter yang dimasukkan ke kandung kemih untuk menampung
urine. Beberapa pria dengan pembesaran prostat membutuhkan pembedahan
untuk meredakan retensi urine.
b. Infeksi saluran kemih (ISK). Ketidakmampuan untuk mengososngkan kandung
kemih dapat meningkatkan resiko infeksi saluran kemih.
c. Batu empedu. Ini umumnya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk sepenuhnya
mengosongkan kandung kemih. Batu kandung kemih daoat menyebabkan infeksi,
iritasi kandung kemih, adanya darah dalam urine, dan obstruksi saluran urine.
d. Kerusakan kandung kemih. Kandung kemih yang tidak dikosongkan sepenuhnya
dapat meregang dan melemah seiring waktu. Akibatnya dinidng kandung kemih
tidak lagi berkontraksi dengan baik.
1

e. Kerusakan ginjal. Tekanan di kandung kemih dari retensi urine langsung dapat
merusak ginjal atau memungkinkan infeksi kandung kemih mencapai ginjal.

10. Pentalaksanaan
Menurut Nuari 2017, penatalaksanaan terapi BPH tergantung pada penyebab,
keparahan obstruksi, dan kondisi pasien. Berikut beberapa penatalaksanaan BPH
antara lain:
a. Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan untuk pasien dengan keluhan ringan dan biasanya pasien
dianjurkan untuk mengurangi minum, setelah makan malam untuk mengurangi
nokturia, menghindari obat-obatan dekongestan, mengurangi minum kopi dan
tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap 3 bulan
dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan pemeriksaan colok dubur.
b. Terapi medikamentosa
1) Penghambat adrenergika (prazosin, tetrazosin): menghambat reseptor pada
otot polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini
menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air
seni dan gejala-gejala berkurang
2) Penghambat enzim 5-a-reduktase, menghambat pembentukan DHT sehingga
prostat yang membesar akan mengecil
c. Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi
bedah yaitu:
1) Retensi urine berulang
2) Hematuria
3) Tanda penurunan fungsi ginjal
4) Infeksi saluran kemih berulang
5) Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
6) Ada batu saluran kemih
Menurut Brunner (2013), beberapa tindakan bedah yang dilakukan antara lain :
a. Terapi invasif secara minimal yang meliputi terapi panas mikro-gelombang
transuretra (Transurethral Microwave Heat Treatment /TUMT), kompres panas
ke jaringan prostat, ablasi jarum transuretra (Transurethral Needle
1

Ablation/TUNA), melalui jarum tipis yang ditempatkan di dalam kelenjar prostat,


sten prostat (tetapi hanya untuk pasien retensi kemih dan untuk pasien yang
memiliki resiko bedah yang buruk).
1

b. Reseksi bedah antara lain reseksi prostat transuretra/ TURP (Transurethral


Resection of The Prostate) yang merupakan standar terapi bedah, insisi prostat
transuretra/ TUIP (Transurethral Incision of The Prostate), elektrovaporisasi
transuretra, terapi laser, dan prostatektomi terbuka.
d) Kateterisasi urine
Tindakan ini digunakan untuk membantu pasien yang mengalami gangguan
perkemihan karena retensi urine. Kateterisasi urine adalah tindakan memasukkan
selang karet atau plastik melalui uretra kedalam kandung kemih. Pemasangan
kateter menyebabkan urine mengalir secara continue pada pasien yang tidak
mampu mengontrol perkemihan atau pasien yang mengalami obstruksi pada
saluran kemih.
11. Asuhan Keperawatan BPH Pre Operasi dan Post Operasi
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan pada Askep BPH Pre Operasi
a) Retensi Urin b/d peningkatan tekanan uretra (D.0050)
Luaran: Eliminasi urine membaik (L.04034)
- Sensasi berkemih meningkat
- Desakan berkemih (urgensi) menurun
- Berkemih tidak tuntas (hesistancy) menurun
- Volume residu urin menurun
- Urin menetes (dribbling) menurun
- Nokturia menurun
- Mengompol menurun
- Enuresis menurun
- Disuria menurun
- Frekuensi BAK membaik
- Karakteristik urin membaik
Intervensi Keperawatan
Kateterisasi urine (I.04148)
Observasi
- Periksa kondisi pasien (mis. Kesadaran, ttv, daerah perineal, distensi kandung
kemih, inkontenesua urine, reflex berkemih)
Terapeutik
- Siapkan peralatan, bahan bahan dan ruangan Tindakan
- Siapkan pasien: bebaskan pakaian bawah dan posisikan dorsal rekumben
1

- Pasang sarung tangan


- Bersihkan daerah perineal atau proposium dengan cairan NaCl atau aquadest
- Lakukan insersi kateter urine dengan menerapkan prinsip aseptic
- Sambungkan kateter urine dengan urine bag
- Isi balon dengan dengan Nacl 0.9 % sesuai anjuran pabrik
- Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau di paha
- Pastikan kantung urine ditempatkan lebih rendah dari kandung kemih
- Berikan label waktu pemasangan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urin
- Anjurkan menarik nafas saat insersi selang cateter
b) Ansietas b/d Kurang terpapar informasi (D.0080)
Luaran: 
- Tingkat Ansietas menurun (L.09093)
- Verbalisasi kebingungan dan khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
- Perilaku gelisah dan tegang menurun
- Palpitasi, tremor, dan pucat menurun
- Konsentrasi dan pola tidur membaik
- Orientasi membaik
Intervensi Keperawatan
Reduksi ansietas (I.09314)
Observasi
- Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
- Monitor tanda-tanda ansietas
Terapeutik
- Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan kepercayaan
- Pahami situasi yang membuat ansietas
- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
Edukasi
- Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
- Latih teknik relaksasi
1

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan pada Askep BPH Post Operasi


c) Nyeri Akut b/d agen pencedera fisik (D.0077)
Luaran: Tingkat nyeri menurun (L.08066)
- Keluhan nyeri menurun
- Merigis menurun
- Gelisah dan kesulitan tidur menurun
- Anoreksia, mual, muntah menurun
- Ketegangan otot dan pupil dilatasi menurun
Intervensi Keperawatan
Manajemen Nyeri (I.08238)
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas dan intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
Terapeutik
- Kontrol lingkungan yang dapat memperberat nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik,sesuai indikasi
d) Risiko Infeksi b/d Efek Prosedur Invasif (D. 0142)
Luaran: Tingkat Infeksi Menurun (L.14137)
- Kebersihan tangan dan badan meningkat
- Demam, kemerahan, nyeri, dan bengkak menurun
- Periode menggigil, letargi, dan ganggauan kognitif menurun
- Kadar sel darah putih membaik
Intervensi Keperawatan
Observasi
- Monitor tanda dan gejala infeksi lokan dan patagenik
Terapeutik
- Batasi jumlah pengunjung
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
1

Anda mungkin juga menyukai