Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN CEMAS

Disusun Oleh Kelompok 1

1. Hananta Ulinuha A
2. Intan Liyana
3. Titi Wartiah
4. Tri Handayani P

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN NERS (PROGRAM TRANSFER)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN - UNIVERSITAS BHAMADA SLAWI
TAHUN 2022
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Krisis ekonomi yang berkepanjangan telah menyebabkan meningkatnya


jumlah penderita penyakit jiwa, terutama gangguan
kecemasan. Berbagai macam krisis yang terjadi sebenarnya bukan krisis ekonomi
sebagai pangkal masalahnya, melainkan mendasar pada kesehatan mental bangsa
ini sendiri. Minimnya perhatian terhadap kesehatan mental bangsa termanifestasi
dalam begitu banyak masalah yang disebut krisis multidimensional.
Kecemasan adalah suatu hal yang wajar berada di dalam kehidupan karena
kecemasan sangat dibutuhkan sebagai pertanda akan bahaya yang mengancam.
Namun ketika kecemasan terjadi terus-menerus, tidak rasional dan intensitasnya
meningkat, maka kecemasan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan disebut
sebagai gangguan kecemasan (ADAA, 2010). Bahkan pada beberapa penelitian
menunjukkan bahwa gangguan kecemasan juga merupakan suatu komorbiditas
(Luana, et al., 2012).
Kecemasan merupakan suatu keadaan perasaan gelisah, ketidaktentuan, ada
rasa takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak
diketahui masalahnya (Pardede & Simangunsong, 2020). Kecemasan merupakan
suatu respon psikologis maupun fisiologis individu terhadap suatu keadaan yang
tidak menyenangkan, atau reaksi atas situasi yang dianggap mengancam (Hulu &
Pardede, 2016).
Di Indonesia prevalensi terkait gangguan kecemasan menurut hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan bahwa sebesar 6%
untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta penduduk di Indonesia
mengalami gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala
kecemasan dan depresi (Depkes, 2014). Angka tersebut cukup tinggi dan
berpotensi dapat meningkat setiap tahunnya. Maka dari itu sangat penting bagi
petugas kesehatan untuk mengetahui apa itu kecemasan dan cara
menanggulanginya.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Cemas

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada klien dengan
cemas
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada klien dengan
cemas
c. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada klien dengan cemas
d. Mampu mendeskripsikan implementasi keperawatan pada klien dengan
cemas
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada klien dengan cemas
f. Mampu mendeskripsikan pendokumentasian keperawatan pada klien dengan
cemas
BAB 2
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

2.1 Konsep Cemas


2.1.1. Pengertian Cemas
Kecemasan merupakan perwujudan tingkah laku psikologis dan
berbagai pola perilaku dari berbagai emosi yang terjadi karena seseorang
mengalami tekanan perasaan dan tekanan batin. Kecemasan timbul dari
perasaan kekhawatiran subjektif dan ketegangan karena adanya sesuatu
yang tidak jelas atau tidak diketahui. Kondisi tersebut membutuhkan
penyelesaian yang tepat sehingga individu akan merasa aman. Namun,
pada kenyataannya tidak semua masalah dapat diselesaikan dengan baik
oleh individu bahkan ada yang cenderung di hindari. Situasi ini
menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan dalam bentuk perasaan
tidak tenang, rasa khawatir, gelisah, takut atau bersalah (Ratih, 2012).
Kecemasan adalah perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh
dugaan akan bahaya atau frustrasi yang mengancam yang akan
membahayakan rasa aman, keseimbangan, atau kehidupan seseorang
individu atau kelompok biososialnya.” ( J.J GROEN).
Kecemasan (anxiety) merupakan perasaan takut yang tidak jelas
penyebabnya dan tidak didukung oleh situasi yang ada. Kecemasan dapat
dirasakan oleh setiap orang jika mengalami tekanan dan perasaan
mendalam yang menyebabkan masalah psikiatrik dan dapat berkembang
dalam jangka waktu lama. (Marbun, Pardede & Perkasa, 2019). Kecemasan
yang terjadi tidak saja dialami oleh seorang pasien tetapi dapat juga dialami
oleh perawat karena perawat terkadang cemas ketika berhadapan dengan
pasien dan keluarga pasien Pardede, Keliat, Damanik, & Gulo (2020).

2.1.2. Proses Terjadinya Cemas


A. Faktor Presdisposisi
( Kepribadian, genetic,pola asuh, tumbuh kembang, trauma,
pengalaman)
Dalam pengkajian seorang perawat dapat mengetahui faktor predisposisi
dari kecemasan . Menurut Sheila L.Videbeck tahun 2008 kecemasan
seseorang dapat bersumber dari berbagai hal yaitu:

a. Stres
Stres adalah keletihan dan kecemasan pada tubuh yang disebabkan
oleh hidup. Ansietas terjadi ketika seseorang mengalami kesulitan
mengahadapi situasi, masalah, dan tujuan hidup.
b. Teori genetic
Ansietas dapat memiliki komponen yang diwariskan karena kerabat
tingkat pertama individu yang mengalami peningkatan ansietas
memiliki kemungkinan lebih tinggi mengalami ansietas. Insiden
gangguan panik mencapai 25% pada kerabat tingkat pertama, dengan
wanita berisiko duan kali lebih besar daripada pria.
c. Teori Psikoanalitik
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian, ID dan superego. ID mewakili dorongan insting dan
impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati
nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma norma budaya
seseorang. Freud (1936) memandang ansietas alamiah seseorang
sebagai stimulus untuk perilaku. Sebagai contoh jika seseorang
memiliki pikiran dan perasaan yang tidak tepat sehingga
meningkatkan ansietas, ia merepresi pikiran dan perasaan tersebut.
d.Teori Interpersonal
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya
penerimaan dari hubungan interpersonal dan ansietas berhubungan
dengan perekembangan, trauma seperti perpisahan dan kehilangan.
e. Teori perilaku
Ansietas adalah produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
f. Kajian keluarga
Menunjukan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa
ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan
ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi .
g. Kajian biologis
Menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus
benzodiazepine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas
penghambat dalam aminobutirik. Gamma neuroregulator (GABA)
memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan
dengan ansietas sebagaimana halnya endorfin.

B. Faktor Presipitasi
Stressor berasal dari sumber internal dan eksternal. Stressor pencetus
dikelompokan menjadi 2 kategori yaitu:
a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan
fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk
melakukan aktifitas hidup sehari – hari
b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas,
harga diri dan fungsi sosial yang terintegritasi seseorang

2.1.3. Mekanisme Koping klien


Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai mekanisme
koping untuk mencoba mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi
ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya
perilaku patologis. Ansietas tingkat tingkat ringan sering ditanggulangi
tanpa yang serius
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan 2 jenis mekanisme
koping:
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu yang disadari dan
berorientasi pada untuk memenuhi secara realitis tuntutan situasi
stress
b. Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas ringan dan
sedang, tetapi jika berlangsung pada tingkat sadar dan melibatkan
penipuan diri dan distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat
merupakan respon maladatif terhadap stress.

Sebuah sumber menjelaskan bahwa ada dua mekanisme koping yang


dikategorikan untuk mengatasi ansietas:
a. Reaksi yang berorinetasi pada tugas (Task Oriented Reaction)
merupakan pemecahan masalah secara sadar digunakan untuk
menanggulangi ancaman stressor yang ada secara realistis yaitu:
1. Perilaku menyerang (agresif)
Biasanya digunakan individu untuk mengatasi rintangan agar
memenuhi kebutuhan
2. Perilaku menarik diri
Digunakan untuk menghilangkan sumber ancaman baik secara fisik
maupun secara psikologis
3. Perilaku komrpomi
Digunakan untuk mengubah tujuan – tujuan yang akan dilakukan
atau mengorbankan kebutuhan personal untuk mencapai tujuan
b. Mekanisme pertahanan ego (Ego Oriented Reaction) membantu
mengatasi ansietas ringan maupun sedang yang digunakan untuk
melindungi diri dan dilakukan secara tidak sadar untuk mempertahankan
ketidakseimbangan
1. Kompensasi
Adalah proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri
dengan tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan yang dimilikinya
2. Penyangkalan (Denial)
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari
realitas, mekanisme pertahanan ini paling sederhana dan primitif
3. Pemindahan (Displacemen)
Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang/benda
tertentu yang biasanya netral atau kurang mengancam terhadap dirinya
4. Disosiasi
Pemisahan dari setiap proses mental atau perilaku dari kesadaran atau
identitasnya
5. Identifikasi (Identification)
Proses dimana seseorang mencoba menjadi orang yang ia kagumi
dengan mengambil/menirukan pikiran-pikiran prilaku dan selera orang
tersebut.

2.1.4 Rentang respon kecemasan


Gambar 1. Rentang Respons Ansietas Sumber: Stuart 2016 15 Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta

a. Respons adaptif
Hasil yang positif akan didapatkan jika individu dapat menerima dan
mengatur kecemasan. Kecemasan dapat menjadi suatu tantangan, motivasi
yang kuat untuk menyelesaikan masalah dan merupakan sarana untuk
mendapatkan penghargaan yang tinggi. Strategi adaptif biasanya digunakan
seseorang untuk mengatur kecemasan antara lain dengan berbicara kepada
orang lain, menangis, tidur, latihan, dan menggunakan teknik relaksasi.
b. Respons maladaptif
Ketika kecemasan tidak dapat diatur, individu menggunakan mekanisme
koping yang disfungsi dan tidak berkesinambungan dengan yang lainnya.
Koping maladaptif mempunyai banyak jenis termasuk perilaku agresif,
bicara tidak jelas, isolasi diri.

2.1.5 Tanda dan Gejala Cemas


Menurut Kandouw (2006) gejala kecemasan sebagai berikut:
a. Gejala Fisik
1) Otot, kaku, tegang, terasa pegal
2) Panca indra, otot mata yang mengatur lensa bekerja berlebihan
sehingga mata lelah, telinga berdenging
3) Sistem kardiovaskular, jantung berdebar-debar, tekanan darah
meningkat.
4) Sistem pencernaan, mules, mual, diare
5) Sistem saluran kemih, sering berkemih
6) Sistem reproduksi, pada wanita berupa gangguan menstruasi, pada pria
berupa disfungsi ereksi & gairah terganggu
7) Kulit, terasa panas, dingin, gatal.
b. Gejala Psikis
a. Sangat mengantisipasi segala sesuatu
b. Iritabel (mudah marah)
c. Tertekan, gelisah, sulit relaks, mudah lelah, dan terkejut
d. Takut
e. Gangguan tidur

Menurut Shah (dalam M. Nur Ghufron & Rini Risnawita, S, 2014: 144)
membagi gejala kecemasan menjadi tiga aspek, yaitu:
1) Aspek fisik, seperti pusing, sakit kepala, tangan mengeluarkan keringat,
menimbulkan rasa mual pada perut, mulut kering, grogi, dan lain-lain.
2) Aspek emosional, seperti timbulnya rasa panik dan rasa takut.
Aspek mental atau kognitif, timbulnya gangguan terhadap perhatian dan
memori, rasa khawatir, ketidakteraturan dalam berpikir, dan bingung.

Menurut Jeffrey S. Nevid, dkk (2005: 164) ada beberapa ciri-ciri kecemasan,
yaitu:
a. Ciri-ciri fisik dari kecemasan, diantaranya:
Kegelisahan, kegugupan, tangan atau anggota tubuh yang bergetar atau
gemetar, sensasi dari pita ketat yang mengikat di sekitar dahi, kekencangan
pada pori-pori kulit perut atau dada, banyak berkeringat, telapak tangan
yang berkeringat, pening atau pingsan, mulut atau kerongkongan terasa
kering, sulit berbicara, sulit bernafas, bernafas pendek, jantung yang
berdebar keras atau berdetak kencang, suara yang bergetar, jari-jari atau
anggota tubuh yang menjadi dingin, pusing, merasa lemas atau mati rasa,
sulit menelan, kerongkongan merasa tersekat, leher atau punggung terasa
kaku, sensasi seperti tercekik atau tertahan, tangan yang dingin dan
lembab, terdapat gangguan sakit perut atau mual, panas dingin, sering
buang air kecil, wajah terasa memerah, diare, dan merasa sensitif atau
“mudah marah”
b. Ciri-ciri behavioral dari kecemasan, diantaranya:
Perilaku menghindar, perilaku melekat dan dependen, dan perilaku
terguncang
c. Ciri-ciri kognitif dari kecemasan, diantaranya:
Khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan atau
aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, keyakinan bahwa
sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada penjelasan yang
jelas, terpaku pada sensasi ketubuhan, sangat waspada terhadap sensasi
ketubuhan, merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya
hanya sedikit atau tidak mendapat perhatian, ketakutan akan kehilangan
kontrol, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah,
berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan, berpikir bahwa semuanya
tidak lagi bisa dikendalikan, berpikir bahwa semuanya terasa sangat
membingungkan tanpa bisa diatasi, khawatir terhadap hal-hal yang sepele,
berpikir tentang hal mengganggu yang sama secara berulang-ulang,
berpikir bahwa harus bisa kabur dari keramaian, kalau tidak pasti akan
pingsan, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, tidak mampu
menghilangkan pikiran-pikiran terganggu, berpikir akan segera mati,
meskipun dokter tidak menemukan sesuatu yang salah secara medis,
khawatir akan ditinggal sendirian, dan sulit berkonsentrasi atau
memfokuskan pikiran.

2.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kecemasan
1) Farmakologi, Departemen Kesehatan RI (2008)
a) Antiansietas
(1) Golongan Benzodiazepam
(2) Buspiron
b) Antidepresi Golongan Serotonin Norepinephrin Reuptake Inhibitors
(SNRI). Pengobatan yang paling efektif untuk pasien dengan kecemasan
menyeluruh adalah pengobatan yang mengkombinasikan psikoterapi
dan farmakoterapi. Pengobatan mungkin memerlukan cukup banyak
waktu bagi klinisi yang terlibat (Mansjoer, 2010).
2) Non farmakologi
Distraksi merupakan metode menghilangkan kecemasan dengan cara
mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa
terhadap cemas yang dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan
menyebabkan pelepasan endorfin yag bisa menghambat stimulus cemas
yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan ke
otak, sehingga dapat menurunkan hormon-hormon stresor, mengaktifkan
hormon endorfin alami, meningkatkan perasaaan rileks, dan mengalihkan
perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia
tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat
pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju
pernafasan yang lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan
ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme
yang lebih baik (Potter & Perry, 2010).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cemas

2.2.1 Pengkajian
Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan.
Dari informasi yang terkumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-
masalah yang dihadapi klien. Selanjutnya data dasar itu digunakan untuk
menentukan diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan,
serta tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah klien.
a. Identitas
Identitas dijabarkan dengan lengkap yang berisikan nama, usia,
alamat,pendidikan, agama, staus perkawinan, pekerjaan, jenis kelamin,
nomor rekam medis dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Menanyakan kepada Klien/keluarga/pihak yang berkaitan mengenai apa
penyebab Klien datang kerumah sakit, apa yang sudah dilakukan oleh
Klien/keluarga sebelum atau di rumah untuk mengatasi masalah dan
bagaimana hasilnya. Klien dengan halusinasi pendengaran sering
melamun, menyendiri dan tertawa sendiri.
c. Riwayat penyakit sekarang
Menanyakan riwayat timbulnya gejala gangguan jiwa saat ini, penyebab
munculnya gejala, upaya yang dilakukan keluarga untuk mengatasi dan
bagaimana hasilnya.
Menurut Ah.Yusuf, Rizky,Hanik (2015.122) :
d. Faktor Predisposisi
a) Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mempengaruhi hubungan
interpersonal yang dapat mempengaruhi peningkatan stres dan
ansietas atau kecemasan yang dapat berakhir pada gangguan persepsi.
Klien mungkin menekan perasaannya sehingga mengakibatkan
pematangan fungsi intelektual dan emosi menjadi tidak efektif.
b). Faktor sosial budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang menyebabkan seseorang merasa
tersingkirkan ataupun kesepian, selanjutnya tidak segera diatasi
sehingga timbul dampak berat seperti delusi dan halusinasi.
c). Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak baik atau tidak harmonis, serta
peran ganda atau peran yang bertentangan dapat menjadi penyebab
ansietas berat terakhir yaitu pengingkaran terhadap fakta yang ada,
sehingga terjadilah halusinasi.
d). Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada klien gangguan
orientasi realitas atau kenyataan, dan atropik otak pembesaran
ventikal, perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik dapat
ditemukan.
e). Faktor genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi secara umum
ditemukan pada Klien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup
tinggi pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami
skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.

e. Faktor Presipitasi
a) Stresor sosial budaya stres dan kecemasan akan meningkat jika
terjadi penurunan stabilitas keluarga, berpisah dengan orang yang
dirasa penting, atau dikucilkan dari kelompok dapat menyebabkan
terjadinya halusinasi.
b) Faktor biokimia berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin,
indolamin, serta zat halusigenik diduga berhubungan dengan
gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi.
c) Faktor psikologis intensitas kecemasan yang eksterm dan
berkepanjangan disertai kurangnya kemampuan dalam mengatasi
masalah memungkinkan menjadi penyebab berkembangnya
gangguan orientasi realitas. Klien mengembangkan koping berguna
untuk menghindari fakta– fakta yang tidak menyenangkan.
d) Perilaku yang perlu dikaji pada Klien dengan gangguan orientasi
realitas berhubungan dengan berubahnya proses pikir, afektif
persepsi, motorik, serta sosial. Kemudian data yang didapatkan
dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut:
1) Data objektif adalah data yang didapatkan secara nyata. Data ini
diperoleh melalui observasi atau identifikasi langsung oleh
perawat
2) Data subjektif adalah data yang didapatkan melalui penyampaian
secara lisan oleh Klien serta keluarga. Data ini diperoleh melalui
proses wawancara perawat kepada Klien serta keluarga. Data
yang langsung diperoleh oleh perawat disebut sebagai data
sekunder.

2.2.2 Pathway

Pohon Masalah
Harga diri rendah (Effect)

Kecemasan (Core Problem)

Koping individu tidak efektif (Causa)

2.2.3 Masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan


kecemasan adalah sebagai berikut :
1. Koping individu tidak efektif
2. Kecemasan
3. Harga diri rendah
2.2.4 Intervensi Keperawatan

Intervensi Rasional

Mandiri:
1. Bentuk dan pertahankan 1. Klien dapat menerima perawat
hubungan percaya melalui sebagai suatu ancaman yang dapat
penggunaan kehangatan, menigkatkan ansietas klien.
empati, dan menghargai. Beri Perlilaku mendampingi dapat
waktu yang adekuat untuk meningkkan kenyamanan klien
berespons. Komunikasikan selama terlibat dengan perawat.
dukungan dan ekspresi diri 2. Meningkatkan perkembangan dan
klien. perubahan serta membantu klien
2. Identifikasi perilaku klien menyadari bagaimana perilakunya
yang dapat menimbulkan mempengaruhi orang lain.
ansietas perawat. Gali 3. Untuk mengadopsi respons koping
perilaku setelah terbentuknya baru, penurunan ansietas 5 R.
hubungan dengan klien. Kebutuhan pertama klien untuk
3. Buat klien mengidentifikasi mengenali ansietas waspada
dan menggambarkan sensasi terhadap perasaan, bagaimana
perasaan emosi dan fisik. mereka menghubungkan pada
Bantu klien menghubungkan respons koping maladaptive
perilaku dan perasaan. tertentu, dan tanggung jawabnya
Validasi semua kesimpulan dalam mempelajari perilaku
dan asumsi dengan klien. control.
4. Minta klien untuk mengingat 4. Berguna untuk membantu klien
saat ia membayangkan hal memahami dinamika pikiran
yang terburuk dan hal negatif dan hubunganya dengan
tersebut tidak terjadi. perasaan ansietas.
Fokuskan perhatian pada 5. Memberi waktu kepada klien untuk
situasi tersebut. mengidentifikasi/menerapkan dan
5. Hadapkan klien perlahan melatih respon koping adaptif yang
pada situasi pencetus ansietas baru dan menjai nyaman dalam
gunakan bermain peran yang menggunakan koping tersebut.
sesuai. 6. Relaksasi dapat menurunkan
6. Anjurkan klien mengguakan denyut jantung, menurunkan
teknik relaksasi mislanya metabolism, dan menurunkan laju
meditasi, masase, teknik pernapasan.
napas dalam, olahraga 7. Dapat menurunkan kecemasan
imajinasi terbimbing
7. Kolaborasi
Beri obat sesuai indikasi
mislanya
bisopuron,benzodiazepine,
alprazolam, klonazepam,
klorazepat

Strategi Pelaksanaan

Tindakan Keperawatan pada Tindakan keperawatan pada keluarga


pasien
SP I P SP I K
1. Identifikasi stressor cemas 1. Mendiskusikan masalah yang
2. Identifikasi koping dirasakan keluarga dalam
maladaptif dan akibatnya merawat pasien
3. Bantu perluas lapang 2. Menjelaskan pengertian, tanda
persepsi dan gejala ansietas sedang yang
4. Konfrontasi positif (jika dialami pasien beserta proses
perlu). terjadinya
5. Latih teknik relaksasi : 3. Menjelaskan cara-cara merawat
nafas dalam pasien cemas
6. Membimbing memasukan
dalam jadwal kegiatan.
SP II P SP II K
1. Validasi masalah dan 1. Melatih keluarga mepraktekan
latihan sebelumnya cara merawat pasien cemas
2. Latih koping : olahraga sedang
3. Membimbing memasukkan 2. Melatih keluarga melakukan cara
dalam jadwal kegiatan merawat langsung pasien cemas
sedang
SP III P SP III K
1. Validasi masalah dan 1. Membantu keluarga membuat
latihan sebelumnya jadwal aktivitas di rumah
2. Latih koping : olahraga termasuk minum obat
3. Membimbing memasukkan 2. Mendiskusikan sumber rujukan
dalam jadwal kegiatan yang bisa dijangkau oleh keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Ghufron, M. Nur dan Rini Risnawita S. 2010. Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-ruzz
Media.

Mansjoer, A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1. Penerbit Aesculapius :


Jakarta.

Musfir Az-zahrani. 2005. Konseling Terapi. Jakarta: Gema Insani.

Ratih, AN. 2012. Hubungan Tingkat Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Nasional.
Jurnal Psikologi. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Stuart, G.W dan Sundden, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, EGC :
Jakarta

Stuart, G.W. 2013. Principle and Practice of Psichyatric Nursing 10th Edition. St.Louis:
Mosby

Suliswati. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai