Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN PENDAHULUAN & STRATEGI PELAKSANAAN

KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners


Stase Keperawatan Jiwa Komunitas
Dosen pembimbing :
Ns. Sri Supami, S.Kep.,S.Pd.,M.Kes

Disusun Oleh
Maryati
202207010

PROGAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ICHSAN SATYA BINTARO
2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN KECEMASAN

I. Kasus (Masalah Utama)


Kecemasan

II. Definisi
Berdasarkan pendapat dari (Gunarso, n.d, 2008) dalam (Wahyudi, Bahri,
and Handayani 2019), kecemasan atau anxietas adalah rasa khawatir, takut yang
tidak jelas sebabnya. Pengaruh kecemasan terhadap tercapainya kedewasaan,
merupakan masalah penting dalam perkembangan kepribadian. Kecemasan
merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakan. Baik tingkah laku normal
maupun tingkah laku yang menyimpang, yang terganggu, kedua-duanya
merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan dari pertahanan terhadap
kecemasan itu. Jelaslah bahwa pada gangguan emosi dan gangguan tingkah laku,
kecemasan merupakan masalah pelik.

kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan


mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan
mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak
menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan
menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis. Anxiety atau
kecemasan merupakan pengalaman yang bersifat subjektif, tidak menyenangkan,
menakutkan dan mengkhawatirkan akan adanya kemungkinan bahaya atau
ancaman bahaya dan seringkali disertai oleh gejala-gejala atau reaksi fisik
tertentu akibat peningkatan aktifitas otonomik. (Suwanto 2015).

Kecemasan menurut (Hawari, 2002) adalah gangguan alam perasaan


yang ditandai dengan kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tetapi
belum mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap
utuh dan perilaku dapat terganggu, tetapi masih dalam batas-batas normal
(Candra et al. 2017).
III. Proses Terjadinya Masalah
A. Faktor Predisposisi
Faktor Predisposisi adalah ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam kehidupan tersebut
dapat berupa :
1. Peristiwa traumatic yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan
dengan krisis yang di alami individu baik krisis perkembangan atau
situasiona.
2. Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan
baik, id dan super ego atau antar.
3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu
berpikir secara realitas sehinga akan menimbulkan kecemasan.
4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego.
5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman
terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6. Pola mekanisme keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang di alami
karena pola mekanisme koping individu banyak di pelajari dalam keluarga.
7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi
respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi
kecemasannya.

B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor prespitasi kecemasan
dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Ancaman terhadap integritas kulit ketegangan yang mengancam integritas
fisik yang meliputi:
a. Sumber internal meliputi kegagalan mekanisme fisisologis sistem
imun,regulasi suhu tubuh, perubhan biologis normal
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polusi lingkunag, kecelakaan, kekuranagan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tingga
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal :
a. Sumber internal kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah
tempatkerja, penyesuaian terhadap peran baru
b. Sumber eksternal orang yang dicinta berperan, perubahan status
pekerjaan tekanan kelompok social

C. Jenis – Jenis Kecemasan


Kecemasan merupakan suatu perubahan suasana hati, perubahan didalam
dirinya sendiri yang timbul dari dalam tanpa adanya rangsangan dari luar.
Membagi kecemasan menjadi tiga jenis kecemasan yaitu:
1. Kecemasan rasional merupakan suatu ketakuatan akibat adanya objek yang
memang mengancam, misalnya ketika menunggu hasil ujian. Ketakuatan
ini dianggap sebagai suatu unsure pokok normal dari mekanisme
pertahanan dasar kiat.
2. Kecemasan irrasional yang berarti bahwa mereka mengalami emosi ini
dibawah kedalam keadaan spesifik yang biasanya tidak dipandang
mengancam.
3. Kecemasan funda mental merupakan suatu pertanyaan tentang siapa
dirinya, untuk apa hidupnya, dan akan kemana kah kelak hidupnya
berlanjut. Kecemasan ini di sebut sebagi kecemasan eksistensial yang
mempunyai peran funda mental bagi kehidupan manusia.

D. Fase-Fase
a. Fase I (Kecemasan Ringan)
Tingkat kecemasan ringan adalah cemas yang normal yang biasa menjadi
bagian sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan perhatian, tetapi individu masih mampu memecahkan
masalah. Cemas ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreatifitas yang ditandai dengan terlihat tenang, percaya
diri, waspada, memperhatikan banyak hal, sedikit tidak sabar, ketegangan
otot ringan, sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit gelisah.
b. Fase II (Kecemasan Sedang)
Tingkat kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan
pada hal-hal yang penting dan mengesampingkan yang tidak penting atau
bukan menjadi prioritas yang ditandai dengan perhatian menurun,
penyelesaian masalah menurun, tidak sabar, mudah tersinggung,
ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital meningkat, mulai berkeringat,
sering mondar-mandir, sering berkemih dan sakit kepala.
c. Fase III (Kecemasan Berat)
Tingkat kecemasan berat sangat mengurangi persepsi individu, dimana
individu cenderung untuk memusatkan perhatian pada sesuatu yang terinci
dan spesifik, dan tidak dapat berfikir tentang hal yang lain.
d. Fase IV (Panik)
Tingkat panik dari suatu kecemasan berhubungan dengan ketakutan dan
teror, karena individu mengalami kehilangan kendali. Orang yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
pengarahan, panik melibatkan disorganisasi kepribadian, dengan panik
terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan
kehilangan pemikiran yang tidak dapat rasional.

E. Rentang Respon
Rentang respon individu terhadap cemas berflutuasi antara respon adaptif
danmaladaptif. Rentang respon yang paling adaptif adalah antisispasi dimana
individu siap siaga untuk beradaptasi dengan cemas yang mungkin muncul.
Sedangkan rentang yang paling maladaptive adalah panic dimana individu
sudah tidak mampulagi berespon terhadap cemas yang dihadapi sehingga
mengalami gangguan fisisk, perilaku maupun kognitif. Respons adaptif
Antisipasi- Ringan- Sedang- Berat- Panik

F. Mekanisme Koping
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping
yaitu sebagai berikut.
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan situasi
stres, misalnya perilaku menyerang untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemnuhan kebutuhan. Menarik diri untuk memindahkan dari
sumber stres. Kompromi untuk mengganti tujuan atau mengorbankan
kebutuhan personal.
b. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan
sedang,tetapi berlangsung tidak sadar, melibatkan penipuan diri, distorsi,
dan bersifat maladaptive

IV. A. Pohon Masalah

Kerusakan Interaksi sosial Efek

Gangguan suasana perasaan Masalah Inti


cemas

Koping Individu tidak efektif Penyebab

B. Masalah keperawatan dan Data yang perlu dikaji


Tanggal / Waktu Data Fokus Masalah
31 oktober 2022 DS: Kecemasan
- Klien mengatakan khawatir
08.00 WIB dan takut dengan pikirannya
sendiri.
- Klien mengatakan firasat
buruk terhadap dirinya
-
DO: pasien tampak melamun
dan klien tampak mondar-
mandir didalam kamarnya

V. Diagnosa Keperawatan
Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap diri sendiri

VI. Rencana Tindakan Keperawatan


Tujuan Intervensi
Tujuan umum: (I.09314) Reduksi Ansietas:
cemas berkurang Observasi
atau hilang - Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis.
Tujuan Khusus: kondisi, waktu, stressor)
Klien mampu - Monitor tanda tanda ansietas (verbal dan
mengenal nonverbal)
ansietasnya Terapeutik
Klien dapat - Ciptakan suasan terapeutik untuk
menggunakan menumbuhkan kepercayaan
teknik relaksasi - Temani pasien untuk mengurangi kecemasan,
jika memungkinkan
- Pahami situasi yang membuat ansietas
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
- Tempatkan barang pribadi yang memberikan
kenyamanan
- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
- Diskusikan perencanaan realistis tentang
peristiwa yang akan dating
Edukasi
- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien,
jika perlu
- Anjurkan untuk melakukan kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi
- Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
- Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat antiansietas,jika
perlu
Sumber : buku standar intervensi keperawatan Indonesia (SIKI)
STRATEGI PELAKSAAN TINDAKAN KEPERAWATAN SETIAP HARI

1. Proses keperawatan
Kondisi pasien
1) Melamun
2) Pasien sering mondar-mandir
3) Menanyakan hal-hal yang tidak penting
4) Pasien merasa khawatir
Diagnosa keperawatan
Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap diri sendiri
Tujuan khusus
Klien mampu mengenal ansietasnya
Klien dapat menggunakan teknik relaksasi
Tindakan keperawatan
a) Sapa pasien dengan nama baik verbal dan non verbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanya nama lengkap pasien dan nama panggilan yang disukai
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukan sikap empati dan menerima keadaan
g) Berikan perhatian kepada klien

2. Proses Komunikasi Dalam Pelaksaan Tindakan


a. Orientasi
1. Salam terapeutik :
hallo ibu, selamat pagi. Perkenalkan ibu saya perawat S, saya yang
bertugas pada pagi hari ini, dari jam 7 sampai jam 2 siang nanti ya bu.
ini dengan ibu siapa? Lebih senang dipanggil siapa ibu?
2. Evaluasi /validasi
Bagaimana keadaan ibu hari ini ?
Apa yang sedang ibu rasakan sekarang?
3. Kontrak waktu
Topic : baik ibu saya akan membantu ibu untuk membahas tentang
perihal yang membuat ibu cemas dan saya juga akan mengajarkan
teknik relasasi
Waktu : saya meminta waktu ibu kurang lebih 15-20 menit ya bu ?
Tempat : untuk tempatnya kita gunakan ditaman belakang ya bu.
Tujuan interaksi : tujuannya agar bisa mengenali penyebab cemas ibu
dan juga bisa mengurangi kecemasan ibu dengan teknik relaksasi yang
saya berikan.

b. Kerja (langkah-langkah tindakan keperawatan)


baik ibu kita mulai, sebelumnya apa yang ibu pikirkan ketika ibu merasa
cemas?... apakah bagi ibu itu sangat mengganggu?... baik, ibu tidak usah
cemas ibu hanya merasa kesepian, ibu perlu teman untuk bercerita jadi
ketika ibu merasa sendirian dan kesepian, pikiran dan perasaan buruk yang
ada di diri ibu itu akan muncul, ibu butuh kegiatan yang positif dan juga
teman untuk menemani dan bercerita, rasa cemas ibu muncul ibu bisa
bercerita dengan saya atau petugas yang lainnya atau pun teman ibu disini
ya bu, baik sekarang ibu saya ajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi
cemas ibu caranya ibu bisa ikutin saya dengan tarik nafas dalam
menggunakan hidung, lalu dikeluarkan lewat mulut, ibu bisa
mengulanginya beberapa kali untuk meredakan kecemasan ibu. Seperti itu
ya ibu bisa menggunakan teknik ini ketikan ibu merasa cemas.

c. Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan kepeawatan
a) Evaluasi klien (subjektif) :
Nah, sekarang bagaimana perasaan ibu? Apakah perasaan cemas
sudah berkurang bu? apakah sudah merasa lebih baik sekarang?
b) Evaluasi perawat (objektif dan reinforcement):
sekarang coba ibu lakukan lagi tahapan-tahapan melakukan
relaksasi seperti yang saya contohkan tadi ya ?

2. Rencana tindak lanjut : setelah ini ibu dapat menggunakan teknik


tersebut, caranya seperti yang sudah saya ajarkan tadi ya..

3. Kontrak topic yang akan datang :


Topik : ibu pertemuan hari ini sudah selesai ya besok saya akan datang
kembali untuk melakukan kegiatan bersama teman lain nya, tujuannya
agar ibu tidak merasakan kesepian dan tidak lagi memikirkan hal yang
buruk.
Waktu : waktunya jam 8 pagi dan tempatnya ya bu.
Tempat : di taman ini lagi ya ibu.
sekarang saya tinggal ya bu permisi selamat beristirahat ibu.
LAPORAN PENDAHULUAN HDR SITUASIONAL

I. Kasus (Masalah Utama)

Harga Diri Rendah Situasional

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Definisi
Harga Diri Rendah Situasional adalah suatu keadaan ketika
individu yang sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami
perasaan negative mengenai diri dalam berespon terhadap suatu kejadian
(kehilangan, perubahan)
Harga Diri Rendah Situasional adalah evaluasi diri negatif yang
berkembang sebagai respons terhadap hilangnya atau berubahnya
perawatan diri seseorang yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri
positif (NANDA, 2005)
Harga Diri Rendah Situasional yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba,
misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus
hubungan kerja, perasaan malu karena suatu terjadi (korban perkosaan,
dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba). (Dalami dkk, 2009).
B. Faktor Predisposisi
 Factor yang mempengaruhi harga diri : penolakan orangtua,
harapan orangtua tidak realistis, sekolah ditolak, pekerjaan.
 Factor yang mempengaruhi performa peran : stereotip peran
gender, tuntutan peran kerja, harapan peran budaya
 Factor yang mempengaruhi identitas pribadi : ketidakpercayaan
orangtua, tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan struktur
social.
C. Factor Presipitasi
 Ketegangan peran oleh stress yang berhubungan dengan frustasi
yang dialami dalam peran/posisi, halusinasi pendengaran dan
penglihatan, kebingungan tentang seksualitas diri sendiri,
kesulitan membedakan diri sendiri dari orang lain, gangguan citra
tubuh, mengalami dunia seperti dalam mimpi.
D. Jenis
1. Situasional
Terjadinya terutama yang tiba-tiba, misalnya harus
dioperasi,kecelakaan,dicerai suami atau istri,putus sekolah,putus
hubungan kerja,perasaan malu karena sesuatu ( korban
pemerkosaan,di tuduh KKN, di penjara tiba-tiba).
(Iskandar,2014:39)
2. Kronik
Perasaan negatif terhadap diri berlangsung lama,yaitu
sebelum sakit/di rawat. Klien ini mempunyai cara berfikir
negative. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi
negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon mal
yang adaktif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan
fisik yang kronik atau klien pada gangguan jiwa.
( Iskandar,2014:39)
E. Fase-Fase
1. Denial (Penolakan)
Fase ini merupakan reaksi pertama individu terhadap
kehilangan/individu tidak percaya. Menolak atau tidak menerima
kehilangan yang terjadi. Pernyataan yang sering diucapkan adalah
“itu tidak mungkin”, “saya tidak percaya” seseorang yang mengalami
kehilangan karena kematian orang yang berarti baginya, tetap
mereasa bahwa orang tersebut masih hidup.
Tindakan Keperawatan :
 Memberikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaan
 Jelaskan pada klien bahwa sikapnya itu wajar terjadi pada orang
yang mengalami kehilangan
 Mendukung kebutuhan emosi tanpa memperkuat penyangkalan
 Beri dukungan kepada klien secara non verbal seperti :
memegang tangan, menepuk bahu atau merangkul klien
 Menawarkan diri untuk tetap bersama klien tanpa mendiskusikan
alasan untuk mengatasi
 Memberi jawaban yang jujur terhadap pertanyaan klien tentang
sakit, pengobatan dan kematian tanpa membantah klien
 Memperhatikan kebutuhan dasar klien
2. Anger (Marah)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan marah pada
diri sendiri atau kepada orang yang berada di lingkungannya. Reaksi
fisik yang terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat,
susah tidur, tangan mengepal mau memukul, agresif.
Tindakan Keperawatan :
 Memberikan kesempatan pada klien untuk memngungkapkan
kemarahannya secara verbal tanpa melawan kemarahan nya
 Jelaskan pada keluarga bahwa kemarahan klien sebenernya
tidak ditujukan kepada mereka
 Jangan mengambil hati kemarahan yang dilontarkan klien
 Motivasi klien untuk membicarakan perasaan marahnya
 Bantu klien menguatkan system pendukung dari orang lain
 Ajarkan Teknik asertif
3. Bergaining (Tawar-Menawar)
Individu yang telah mampu mengekspresikan rasa marah akan
kehilangannya, maka orang tersebut akan maju ke tahap tawar
menawar dengan memohon kemurahan Tuhan, individu ingin
menunda kehilangan dengan berkata “seandainya saya berhati-hati”
atau “kalau saja kejadian ini bisa ditunda maka saya akan sering
berdoa”.
Tindakan Keperawatan :
 Membantu klien mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan
takutnya
 Jelaskan pada klien tentang sesuatu tindakan yang nyata
 Berikan informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan
4. Depresi
Individu berada dalam suasana berkabung, karena kehilangan
merupakan keadaan nyata, individu sering menunjukkan sikap
menarik diri, tidak mau berbicara atau putus asa dan mungkin sering
menangis.
Tindakan Keperawatan :
 Mengidentifikasi tingkat depresi dan risiko merusak diri
 Membantu klien mengurangi rasa bersalah
 Mengidentifikasi hal positif yang masih dimiliki untuk
meningkatkan harga diri klien
 Beri kesempatan klien untuk menangis dan mengungkapkan
perasaan
5. Acceptance (Penerimaan)
Pada fase individu menerima kenyataan kehilangan, misalnya :
ya, akhirnya saya harus dioperasi, apa yang harus saya lakukan agar
saya cepat sembuh, tanggung jawab mulai timbul dan usaha untuk
pemulihan dapat lebih normal.
Tindakan Keperawatan :
 Sediakan waktu bagi keluarga untuk mengunjungi klien
secara teratur
 Membantu dalam mendiskusikan rencana masa datang
 Membantu keluarga dan teman klien untuk bisa mengerti
penyebab kematian
F. Rentang Respon
a. Respon adaptif
Aktualisasi diri dan konsep diri yang positif serta bersifat
membangun (konstruksi) dalam usaha mengatasi stressor yang
menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri.
b. Respon maladaptive :
Aktualisasi diri dan konsep diri yang negatif serta bersifat merusak
(destruktif) dalam usaha mengatasi stressor yang menyebabkan
ketidakseimbangan dalam diri sendiri
c. Aktualisasi diri :
Respon adaptif yang tertinggi karena individu dapat
mengekspresikan kemampuan yang dimilikinya
d. Konsep diri positif :
Individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahannya
secara jujur dan dalam menilai suatu masalah individu berpikir secara
positif dan realistis.
e. Kekacauan identitas :
Suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai
identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian psikososial
dewasa yang harmonis.
f. Depersonalisasi :
Suatu perasaan yang tidak realistis dan keasingan dirinya dari
lingkungan. Hal ini yang berhubungan dengan ansietas panik dan
kegagalan dalam uji realistis. Individu mengalami kesulitan dalam
membedakan diri sendiri dan orang lain dan tubuhnya sendiri terasa
tidak nyata dan asing baginya.
G. Mekanisme Koping
Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka Panjang pendek
atau jangka Panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk
melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang
menyakitkan. Pertahanan tersebut mencakup berikut ini :
1) Jangka pendek
a. Aktivitas yang memberikan pelarian sementara dari krisis
identitas diri (misalnya, konser music, bekerja keras, menonton tv
secara obesif)
b. Aktivitas yang memberikan identitas pengganti sementara
(misalnya ikut serta dalam klub social, agama, politik, kelompok,
Gerakan, atau geng)
c. Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan
perasaan diri yang tidak menentu (misalnya olahraga yang
kompetitif, prestasi akademik, kontes untuk mendapatkan
popularitas)
2) Jangka Panjang
a. Penutupan identitas : adopsi identitas prematur yang diinginkan
oleh orang terdekat tanpa memerhatikan keinginan, aspirasi, atau
potensi diri individu
b. Identitas negative : asumsi identitas yang tidak sesuai dengan
nilai dan harapan yang diterima masyarakat
c. Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi,
disosiasi, isolasi, proyeksi, pengalihan (displacement, berbalik
marah terhadap diri sendri dan amuk)
III. A. Pohon Masalah

Isolasi social :
Yang Mempengaruhi

Harga Diri Rendah Situasional


Masalah Inti

Koping Individu Tidak Efektif


Penyebab
B. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
1. Identitas Pasien
Inisial : Tn. Y
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 45 Tahun
Agama : Islam
Status : Duda
Tanggal pengkajian : 1 November 2022
IV. Diagnosa Keperawatan
Harga diri rendah situasional berhubungan dengan koping individu tidak
efektif
V. Rencana Tindakan Keperawatan

Tujuan Khusus Kriteria Intervensi

1. Klien dapat Klien dapat menunjukkan Bina hubungan saling


membina hubungan ekspresi wajah percaya dengan
saling percaya bersahabat, menunjukkan menggunakan prinsip
dengan perawat rasa senang, ada kontak komunikasi terapeutik,
mata, mau berjabat yaitu sapa klien dengan
tangan, mau menyebutkan ramah baik verbal
nama, mau menjawab maupun non verbal,
salam, klien mau duduk perkenalkan diri dengan
berdampingan dengan sopan, tanyakan nama
perawat, mau lengkap dan nama
mengutarakan masalah panggilan yang disukai
yang dihadapi klien, jelaskan tujuan
pertemuan, jujur dan
menepati janji, tunjukkan
sikap empati dan
menerima klien apa
adanya, beri perhatian
dan kebutuhan dasar
klien.
STRATEGI PELAKSANAAN HDR SITUASIONAL

1. Proses Keperawatan
a. Kondisi Klien
1) Klien mengatakan malu dan tidak berguna
2) Klien menunjukkan ekspresi malu
3) Klien tampak kurang bergairah
b. Diagnose Keperawatan
Harga diri rendah situasional berhubungan dengan koping individu tidak
efektif
c. Tujuan Khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
d. Tindakan Keperawatan

Proses Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan


Orientasi
1. Salam Terapeutik
Perawat : Selamat pagi pak
Tn. Y : Pagi
Perawat : Perkenalkan pak, saya mahasiswi Stikes IMC Bintaro yang sedang
praktik dirumah sakit ini, bapak bisa panggil saya novia. Kalau boleh tau nama
bapak siapa?
Tn. Y : Bapak yacid
Perawat : Saya disini ingin menemani bapak selama k
urang lebih 2 minggu, jika ada yang mengganggu pikiran bapak, bapak bisa
cerita ke saya
2. Evaluasi/Validasi
Perawat : Bagaimana keadaan bapak hari ini?
Tn. Y : Baik
3. Kontrak :
Topik
Perawat : Tujuan saya disini ingin membicarakan masalah bapak selama
perawatan di rumah sakit ini
Tempat
Perawat : Bapak lebih suka ngobrol dimana?
Tn. Y : Di taman
Perawat : Baiklah pak
Waktu
Perawat : Kita mau ngobrol berapa lama pak? Bagaimana kalau 10 menit saja?
Tn. Y : Boleh
Tujuan interaksi
Tujuannya adalah membicarakan masalah Tn. Y selama perawatan di rumah
sakit jiwa Mutiara
Kerja (langkah-langkah tindakan keperawatan)
Perawat : kegiatan apa aja yang sering bapak lakukan?
Tn. Y : berkebun, menyulam
Perawat : selain itu kegiatan apa saja yang sering bapak lakukan?
Tn. Y : Itu aja sih
Perawat : bapak senang ga dengan kegiatan yang bapak lakukan?
Tn. Y : senang
Perawat : alasan bapak dibawa kerumah sakit jiwa Mutiara ini apa pak?
Tn. Y : saya ditinggal oleh istri saya, istri saya selingkuh
Terminasi
1. Evaluasi respons klien terhadap tindakan keperawatan
Perawat : bagaimana perasaan bapak selama kita mengobrol?
Tn. Y : senang
Evaluasi Klien (Subjektif)
Perawat : coba ceritakan lagi kegiatan yang sering bapak lakukan?
Tn. Y : berkebun, menyulam
Evaluasi Perawat (Objektif dan Reinforcement)
2. Rencana tindak lanjut (apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil tindakan
yang telah dilakukan)
Perawat : Baiklah bapak nanti bisa ingat-ingat lagi kegiatan yang lain, yang
belum di ceritakan ke saya
Tn. Y : ya
3. Kontrak Topik yang akan datang :
Topik :
Perawat : bagaimana kalau kita mengobrol kembali besok pak?
Tn. Y : boleh
Tempat :
Perawat : bapak tempatnya mau dimana?
Tn. Y : disini lagi aja
Perawat : Baik pak
Waktu :
Perawat : berapa lama kita akan mengobrol pak? Bagaimana kalau 15 menit?
Tn. Y : boleh
Perawat : sampai bertemu lagi besok ya pak
Tn. Y : ya
LAPORAN PENDAHULUAN KETIDAK BERDAYAAN

I. Kasus
Ketidak Berdayaan
II. Proses Terjadinya Masalah
A. Definisi
Ketidakberdayaan merupakan persepsi individu bahwa segala tindakannya
tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang dapat
mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan.
Ketidakberdayaan adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa perilaku atau
tindakan yang sudah dilakukannya tidak akan membawa hasil yang diharapkan
atau tidak akan membawa perubahan hasil seperti yang diharapkan, sehingga
klien sulit mengendalikan situasi yang terjadi atau mengendalikan situasi yang
akan terjadi (NANDA, 2011). Ketidakberdayaan merupakan persepsi seseorang
bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna, kurang
penggendalian yang dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang baru saja
terjadi. Ketidakberdayaan merupakan keadaan ketika seseorang individu atau
kelompok merasa kurang kontrol terhadap kejadian atau situasi tertentu.
B. Penyebab
Faktor terkait ketidakberdayaan menurut Doenges, Townsend, M, yaitu:
1) Kesehatan lingkungan: hilangnya privasi, milik pribadi dan kontrol terhadap
terapi.
2) Hubungan interpersonal: penyalahgunaan kekuasaan, hubungan yang kasar.
3) Penyakit yang berhubungan dengan rejimen: penyakit kronis atau yang
melemahkan kondisi.
4) Gaya hidup ketidakberdayaan: mengulangi kegagalan dan ketergantungan
C. Fase-fase
1. Rendah
Klien mengungkapkan ketidakpastian tentang fluktasi tingkat energi dan
bersikap pasif
2. Sedang
Klien mengalami ketergantugan pada orang lain yang dapat mengakibatkan
iritabilitas, ketidaksukaan, marah, dan rasa bersalah. Klien tidak melakukan
praktir perawatan sendiri ketika ditantang. Klien tidak ikut memantau kemajuan
pengobatan. Klien menunjukan ekspresi ketidakpuasan terhadap
ketidakmampuan melakukan aktivitas atau tugas sebelumnya. Klien menunjukan
ekspirasi keraguan tentang perfoma peran.
3. Berat
Klien menunkukan sikap apatis, depresi terhadap perburukan fisik yang terjadi
dengan mengabaikan kepatuhan pasien terhadap program pengobatan dan
menyatakan tidak memiliki kendali ( terhadap perawatan diri, situasi, dan hasil).
D. Proses terjadinya Masalah
Kebanyakan individu secara subyektif mengalami perasaan
ketidakberdayaan dalam berbagai tingkat dalam bermacam-macam situasi.
Individu sering menunjukkan respon apatis, marah atau depresi terhadap
kehilangan kontrol. Pada ketidakberdayaan, klien mungkin mengetahui solusi
terhadap masalahnya, tetapi percaya bahwa hal tersebut di luar kendalinya untuk
mencapai solusi tersebut. Jika ketidakberdayaan berlangsung lama, dapat
mengarah ke keputusasaan. Perawat harus hati-hati untuk mendiagnosis
ketidakberdayaan yang berasal dari perspektif pasien bukan dari asumsi.
Perbedaan budaya dan individu terlihat pada kebutuhan pribadi, untuk merasa
mempunyai kendali terhadap situasi (misalnya untuk diberitahukan bahwa orang
tersebut mempunyai penyakit yang fatal).
1. Faktor predisposisi
a. Biologis
1) Tidak ada riwayat keturunan
2) Gaya hidup (merokok, alkohol, obat, dan zat adiktif) dan pengalaman
menggunaan zat terlarang
3) Menderita penyakit kronis ( riwayat melakukan general checkup, tanggal
terakhir periksa)
4) Ada riwayat menderita penyakit jantung, paru-paru yang mengganggu
aktivitas harian pasien
5) Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan balita sampai
kejang- kejang atau pernah mengalami riwayat trauma kepala yang
menimbulkan lesi pada lobus frontal, temporal dan limbic
6) Riwayat menderita penyakit yang secara progresif menimbulkan
ketidakmampuan, misalnya : sklerosis multipel, kanker terminal atau
AIDS
b. Psikologis
1) Pengalaman erubahan gaya hidup akibat lingkungan tempat tinggal
2) Ketidakmampuan mengambil keputusan dan mempunyai kemampuan
komunikasi verbal yang kurang atau kuang dapat mengekspresikan
perasaan terkait dengan penyakitnya atau kondisi diriya
3) Ketidak mampuan menjalankan peran akibat penyakit yangsecara
progresif menimbulkan ketidakmampuan, misalnya : sklerosis multipel,
kanker terminal atau AIDS
4) Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang sidah dicapai)
5) Merasa frustasi dengan kondisi kesehatannya dan kehidupannya yang
sekarang
6) Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja yang terlalu
otoriter / terlalu melindungi atau menyayangi.
7) Motivasi : penerimaan umpan balik negatif yang konsisten selama taha
perkembangan balita hingga remaja, kurang minat dalam
pengembangkan hobi dan aktivitas sehati-hari
8) Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban maupun sebagai
saksi
9) Self kontrol : tidak mampu mengontrol perasaan dan emosi, mudah
cemas, rasa takut,akan tidak diakui, gaya hidup tidak berdaya.
10) Kepribadian : mudah marah, pasif dan cenderung tertutup.
c. Sosial budaya
1) Usia 30-meninggal berpotensi mengalami ketidakberdayaan
2) Jenis kelamin laki-laki ataupen perempuan mempunyai kecenderungan
yang sama untuk mngalami ketidakberdayaan tergantung dari peran yang
dijalankan dalam kehidupannya.
3) Pendidikan rendah
4) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan
( misalnya : pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau
orang terdekat yang berlangsung lebih dari 6 bulan)
5) Adanya normal individu ataumasyarakat yang menghargai kontrol
( kontrol lokus internal)
6) Dalam ketidupan sosial, cenderung ketergantungan dengan orang lain,
tidak mampu berpartisipasi dalam sosial kemasyarrakatan secara aktif,
enggan bergaul dan Kadang menghindar dari orang lain
7) Pengalaman sosial, kurang aktif dalam kegiatas di masyarakat
8) Kurang terlibat dalam kegiatan politik baik secara aktif maupun pasif
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat menstimulasi klien jatuh pada kondisi ketidakberdayaan
dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi eksternal dimana pasien
kurang dapat menerima perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kondisi
eksternal biasanya keluarga dan masyarakat kurang mendukung atau mengakui
keberadaannya yang sekarang terkait dengan perubahan fisik dan perannya.
Faktor –faktor lain yang berhubungan dengan faktor presipitasi timbulnya
ketidakberdayaan adalah sebagai berikut :
a. Biologis
1) Menderita suatu penyakit dan harus dilakukan terapi tertentu, program
pengobatan yang terkait dengan penyakit (misalnya jangka panjang, sulit
dan kompleks) (proses intoksifikasi rehabilitasi).
2) Kambuh dari penyakit kronis dalam 6 bulan terakhir
3) Dalam enam bulan terakhir mengalami infeksi otak yang menimbulkan
kejang atau trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus frontal,
temporal dan limbic
4) Terdapat gangguan sistem endokrin
5) Penggunaan alkohol, obat-obatan, kafein dan tembakau
6) Mengalami ganggguan tidur atau istirahat
7) Kurang mampu menyesuaikan diri terhadap budaya, ras,etnik dan gender
8) Adanya perubahan gaya berjalan, koordinasi dan keseimbangan
b. Psikologis
1) Perubahan gaya hidup akibat menderita penyakit kronis
2) Tidak dapat menjalankan pekerjaan, hobi, kesenangan dan aktivitas
sosial yang berdampak pada keputusasaan.
3) Perasaan malu dan rendah diri karena ketidakmampuan melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari akibat tremor, nyeri, kehilangan
pekerjaan.
4) Konsep diri: gangguan pelaksanaan peran karena ketidakmampuan
melakukan tanggungjawab peran.
5) Kehilangan kemandirian atau perasaan ketergantungan dengan orang
lain.
c. Sosial budaya
1) Kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat kondisi kesehatan atau
kehidupannya yang sekarang.
2) Tinggal di pelayanan kesehatan dan pisah dengan keluarga (berada
dalam lingkungan perawatan kesehatan).
3) Hambatan interaksi interpersonal akibat penyakitnya maupun penyebab
yang lain
4) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan
(misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau
orang terdekat yang berlangsung dalam 6 bulan terakhir)
5) Adanya perubahan dari status kuratif menjadi status paliatif.
6). Kurang dapat menjalankan kegiatan agama dan keyakinannya dan
ketidakmampuan berpartisipasi dalam kegiatan sosial dimasyarakat.
E. Faktor Sumber Koping
a. Personal ability
1) Keterampilan pemecahan masalah: kemampuan mencari sumber informasi,
kemampuan mengidentifikasi masalah yang berhubungan
ketidakberdayaan, kekuatan dan factor pendukung serta keberhasilan yang
pernah dicapai. Kemampuan mempertimbangkan alternative aktivitas yang
realistik. Kemampuan melaksanakan rencana kegiatan dan memantau
kemajuan dari kondisi pengobatannya.
2) Kesehatan secara umum: mempunyai keterbatasan mobilitas yang dapat
dikendalikan oleh pasien.
3) Keterampilan sosial: kemampuan dalam berkomunikasi secara efektif
terutama dalam pencarian sumber informasi untuk mengatasi
ketidakberdayaannya.
4) Pengetahuan : Kemampuan memahami perubahan fisik dan peran atau
kondisi kesehatan dan kehidupannya.
5) Integritas ego: pasien mempunyai pedoman hidup yang realistis, mengerti
arah dan tujuan hidup yang diinginkan secara matang.
b. Sosial support
1) Kualitas hubungan antara pasien dengan keluarga dan anggota masyarakat
di sekitarnya.
2) Kualitas dukungan social yang diberikan keluarga, anggota masyarakat
tentang keberadaan pasien saat ini.
3) Komitmen masyarakat dan keluarga dalam menjalankan kegiatan atau
perkumpulan di masyarakat.
4) Tinggal di lingkungan keluarga dan masyarakat yang mempunyai norma
tidak bertentangan dengan nilai budaya yang ada.
a. Material Asset
1) Pasien atau keluarga mempunyai penghasilan yang cukup dan stabil untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2) Pasien mempunyai fasilitas ansuransi kesehatan, jamkesmas.
3) Mempunyai asset keluarga: tabungan, tanah, rumah untuk mengantisipasi
kebutuhan hidup.
4) Terdapat pelayanan kesehatan, dan mampu mengakses pelayanan kesehatan
yang ada.
d. Positive belief
1) Keyakinan dan nilai: Pasien mempunyai keyakinan bahwa penyakitnya
akan dapat disembuhkan dan menyadari adanya perubahan fisik akibatnya
penyakitnya akan berdampak pada kehidupannya.
2) Motivasi: dengan perubahan gaya hidup yang terjadi klien dapat menjalani
hidup dengan semangat.
Orientasi terhadap pencegahan: pasien berfikir bahwa lebih baik mencegah
daripada mengobati.
F. Faktor Mekanisme Koping
a. Konstruktif
1) Menilai pencapaian hidup yang realistis
2) Mempunyai penilaian yang yang nyaman dengan perubahan fisik dan peran
yang dialami akibat penyakitnya
3) Dapat menjalankan tugas perkembangannya sesuai dengan keterbatasan
yang terjadi akibat perubahan status kesehatannya
4) Kreatif: pasien secara kreaktif mencari informasi terkait perubahan status
kesehatannya sehingga dapat beradaptasi secara normal
5) Di tengah keterbatasan akibat perubahan status kesehatan dan peran dalam
kehidupan sehari-hari, pasien amsih tetap produktif menghasilkan sesuatu
6) Mampu mengembangkan minat dan hobi baru sesuai dengan perubahan
status kesehatan dan peran yang telah dialami
7) Peduli terhadap orang lain disekitarnya walaupun mengalami perubahan
kondisi kesehatan.

b. Destruktif
1) Tidak kreatif/kurang memiliki keinginan dan minat melakukan aktivitas
harian (pasif)
2) Perasaan menolak kondisi perubahan fisik dan status kesehatan yang
dialami dan marah-marah dengan situasi tersebut
3) Tidak mampu mengekspresikan perasaan terkait dengan perubahan kondisi
kesehatannya dan menjadi merasa tertekan atau depresi
4) Kurang atau tidak mempunyai hubungan akrab dengan orang lain, kurang
minat dalam interaksi sosial sehingga mengalami menarik diri dan isolasi
sosial
5) Tidak mampu mencari informasi kesehatan dan kurang mampu
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang dapat berakhir pada
penyerangan terhadap orang lain
6) Ketergantungan terhadap orang lain (regresi)
7) Enggan mengungkapkan perasaan yang sebenarnya (represi/supresi).
III. Pohon Masalah

Harga diri rendah Kecemasan Risiko tinggi perilaku kekerasan

Ketidakberdayaan

Mekanisme koping efektif

IV. Diagnosa Keperawatan


Ketidak Berdayaan
V. Rencana Keperawatan
Tujuan Khusus Rencana Tindakan Keperawatan
Klien menunjukan partisipasi: - Bantu pasien untuk mengidentifikasi factor-faktor
keputusan perawatan ksehatan yang dapat berpengaruh pada ketidakberdayaan
ditandai dengan: (misalnya: pekerjaan, aktivitas hiburan, tanggung
- Mengungkapkan dengan jawab peran, hubungan antar pribadi). Rasional:
kata-kata tentang segala mengidentifikasi situasi/hal-hal yang berpotensi
perasaan dapat dikendalikan dan dapat digunakan sebagai
ketidakberdayaan sumber kekuatan/power bagi pasien.
- Mengidentifikasi tindakan - Diskusikan dengan pasien pilihan yang realistis
yang berada dalam dalam perawatan, berikan penjelasan untuk
kendalinya pilihan tersebut. Rasional: Memberikan
- Menghubungkan tidak kesempatan pada klien untuk berperan dalam
adanya penghalang untuk proses perawatan, termasuk untuk meningkatkan
bertindak pemikiran positif pasien, dan meningkatkan
- Mengungkapkan dengan tanggung jawab pasien.
kata-kata kemampuan - Libatkan pasien dalam pembuatan keputusan
untuk melakukan tentang rutinitas perawatan/rencana terapi.
tindakan yang diperlukan Rasional: Pelibatan pasien dalam proses
- Melaporkan dukungan pembuatan keputusan, mampu meningkatkan rasa
yang adekuat dari orang percaya diri.
terdekat, termasuk teman - Jelaskan alasan setiap perubahan perencanaan
dan tetangga perawatan kepada pasien (jelaskan semua
- Melaporkan waktu, prosedur, peraturan dan pilihan untuk pasien,
keuangan pribadi dan berikan waktu untuk menjawab pertanyaan dan
asuransi kesehatan yang minta individu untuk menuliskan pertanyaan
memadai sehingga tidak terlupakan).
- Melaporkan ketersediaan Rasional: Meningkatkan kemampuan berpikir
alat, bahan, pelayanan, positif terhadap proses perawatan yang sedang
dan transportasi dijalani oleh pasien, pelibatan klien dalam setiap
pengambilan keputusan menjadi hal penting.
- Bantu pasien mengidentifikasi situasi
kehidupannya yang dapat dikendalikan (perasaan
cemas, gelisah, ketakutan).
Rasional: Kondisi emosi pasien mengganggu
kemampuannya untuk memecahkan masalah.
Bantuan diperlukan agar dapat menyadari secara
akurat keuntungan dan konsekuensi dari
alternative yang ada.
- Bantu pasien mengidentifikasi situasi kehidupan
yang tidak dapat ia kendalikan (adiksi),
Disukusikan dan ajarkan cara melakukan
manipulasi menghadapi kondisikondisi yang sulit
dikendalikan, misalnya afirmasi.
Rasional: Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan yang berhubungan dengan
ketidakmampuan sebagai upaya mengatasi
masalah yang tidak terselesaikan dan menerima
hal-hal yang tidak dapat diubah.
- Bantu pasien mengidentifikasi faktor pendukung,
kekuatankekuatan diri (misalnya kekuat an baik
itu berasal dari diri sendiri, keluarga, orang
terdekat, atau teman).
Rasional: Pada pasien dengan ketidakberdayaan
dibutuhkan faktor pendukung yang mampu
mensupport pasien, dari dalam sendiri dapat
berupa penguatan nilai-nilai spiritual, Jika dalam
proses perawatan kekuatan lain tidak adekuat.
- Sampaikan kepercayaan diri terhadap kemampuan
pasien untuk menangani keadaan dan sampaikan
perubahan positif dan kemajuan yang dialami
pasien setiap hari.
Rasional: Meningkatkan rasa percaya diri
terhadap kemampuan atas upaya dan usaha yang
sudah dilakukan oleh pasien.
- Biarkan pasien mengemban tanggung jawab
sebanyak mungkin atas praktik perawatan dirinya.
Dorong kemandirian pasien, tetapi bantu pasien
jika tidak dapat melakukannya.
Rasional: memberikan pilihan kepada pasien akan
meningkatkan perasaannya dalam mengendalikan
hidupnya.
- Berikan umpan balik positif untuk keputusan yang
telah dibuatnya.
STRATEGI PELAKSANAAN: KETIDAKBERDAYAAN
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien terlihat berdiam diri dikamarnya
2. Diagnosa Keperawatan
Ketidakberdayaan
3. Tujuan Khusus
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengenal masalah yang dialami
c. Mengidentifikasi kemampuan/aspek positif
d. Melakukan kegiatan aspek positif yang telah disetujui
e. Memasukan dalam jadwal kegiatan
4. Tindakan Keperawatan
a. Membantu klien mengidentifikasi factor-faktor yang dapat menimbulkan
ketidakberdayaan
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien, serta
memperluas kesadaran diri
c. Membantu klien menilai kemampuan klien yang dapat dilakukan saat ini
d. Membantu klien memilih kegiatan saat ini yang akan dilatih sesuai dengan
kemamouan klien
e. Melatih kegiatan yang dipilih
f. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
B. Proses Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi pak. Perkenalkan mana saya Tika Ambarwati Boleh dipanggil
Tika Kalau pak namanya siapa? Lebih seneng dipanggil bagaimana? Saya
mahasiwa Stikes IMC Bintaro prodi keperawatan yang sedang praktik di
kelurahan ini pak.”
b. Evaluasi validasi
“Bagaimana perasaan pak hari ini?”
c. Kontrak
“ Baiklah selama 30 menit ke depan kita akan berbincang-bincang tentang
apa yang dirasakan pak agar kita saling mengenal. Bagaimana pak bersedia?
Tempatnya mau dimana pak?”
2. Fase Kerja
“ Saya perhatikan tadi Bapak terlihat sedih dan merenung, memangnya apa yang
dirasakan bapak saat ini? O gitu jadi bapak merasa tidak mampu. Pada saat apa
biasanya bapak merasa tidak mampu dengan diri sendiri? Bagaimana dengan
lingkungan sekitar bapak, misalnya dari keluarga bapak, adakah hal-hal yang
bapak sukai dari mereka? Baiklah kalau begitu, sekarang bisakah bapak
sebutkan kapada saya hal apa saja yang bapak sukai dalam diri bapak? Coba
ingat-ingat kembali kemampuan apa saja yang dapat bapak lakukan? Sekerang
bagaiman kalau saya membantu bapak membuat daftar hal-hal positif dan
kemampuan apa saja yang bapak miliki. Baiklah, tadi bapak sudah menuliskan
dan menyebutkan hal positif dan kemampuan yang dimiliki. Disini, bapak dapat
melihat sendiri bapak memiliki kelebihan seperti orang lain tapi tergantung
bapak juga apakah ingin mengembangkan kemampuan tersebut atau tidak.
Menurut bapak kemampuan-kemampuan tersebut perlu dikembangkan atau
tidak?
Nah setelah tadi kita menuliskan hal positif dan kemampuan yang bapak miliki,
menurut bapak kemampuan yang mana yang mampu untuk bapak lakukan saat
ini?. Wah iya bagus sekali merapihkan taman.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
Pasien mengatakan setelah berbincang-bincang merasa lebih tenang dan
merasa lebih percaya diri. Pasien mampu menjawab semua pertanyaan dari
perawat Pasien juga mau melakukan kegiatan yang sudah ia buat bersama
perawat.
b. Rencana Tindak Lanjut
“Nanti bapak dapat mempraktekan kembali kemampuan positif yang sudah
bapak tulis. Bagaimana kalau kita masukan dalam jadwal kegiatan harian ya
pak?”
c. Kontrak Yang Akan Datang
“Nah bapak sekarang waktunya kan sudah 30 menit, jadi untuk hari ini
sampai disini dulu. Besok kita akan bertemu lagi dan membicarakan tentang
kemampuan positif lain yang bapak miliki, saya pamit dulu.
Assallamuallaikum”
LAPORAN PENDAHULUAN KEHILANGAN

I. KASUS
Kehilangan
II. Proses Terjadinya Masalah
A. Devinisi
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan
adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal
yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap
atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisipasi, atau tidak
diharapkan, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan (Lambert dan Lambert, 1985, h. 35). Kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya.
Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalmi suatu
kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau tidak pernah
ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau
seluruhnya.
B. Faktor Predisposisi
1. Genetik
Seorang individu yang memiliki anggota keluarga atau dibesarkan dalam
keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan mengalami kesulitan dalam
bersikap optimis dan menghadapi kehilangan.
2. Kesehatan fisik
Individu dengan kesehatan fisik prima dan hidup yang teratur mempunyai
kemampuan dalam menghadapi stress dengan lebih baik dibandingkan
dengan individu yang mengalami gangguan fisik.
3. Kesehatan mental
Individu dengan riwayat gangguan kesehatan mental memiliki tingkat
kepekaan yang tinggi terhadap suatu kehilangan dan beresiko untuk kambuh
kembali.
4. Pengalaman kehilangan sebelumnya

Kehilangan dan perpisahan dengan orang berarti di masa kanak-kanak akan


memengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi di masa dewasa.
C. Faktor Presipitasi
Perasaan stress nyata atau imajinasi individu dan kehilangan yang bersifat bio-
psiko-sosial, seperti kondisi sakit, kehilangan fungsi seksual, kehilangan harga
diri, kehilangan pekerjaan, kehilangan peran, dan kehilangan posisi di
masyarakat.
D. Jenis
1. Kehilangan seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang
berarti adalah salah satu faktor pembuat stress dan mengganggu dari tipe
kehilangan. Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang
dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan yang
ada, kematian pasangan suami/istri, anak, orang tua, biasanya membawa
dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri
Kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini
meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan
mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek lain
yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan,
usia muda, fungsi tubuh.
3. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-
sama, perhiasan, uang, pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan
seseorang terhadap benda yang bergantung pada arti dan kegunaan benda
tersebut.
4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal
termasuk dari kehdupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode
atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah ke kota lain, maka akan
memiliki tetangga baru dan proses penyesuaian baru.
5. Kehilangan kehidupan/meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada
kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya.
Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.
E. Fase
1. Menyangkal (denial)
Pada tahap ini, seseorang cenderung akan meragukan atau menyagkal
bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Misalnya terdiagnosis
penyakit berat mungkin akan berfikir bahwa terjadi kesalahan.
2. Marah (anger)
Marah dan tidak terima bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Hal ini
dapat membuat frustasi, lebih sensitif, tidak sabaran dan mengalami
perubahan mood. Pada fase ini, ia mungkin juga akan mulai mengajukan
pertanyaan seperti “mengapa harus saya?” atau “apa salah saya, sehingga
hal ini harus terjadi pada hidup saya?”. Amarah ini bisa ditujukan kepada
siapa saja, baik pada diri sendiri, orang lain, benda di sekitar, bahkan Tuhan.
3. Tawar-menawar (bargaining)
Fase ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan emosional seseorang
agar bisa mengambil kontrol kembali atas hidupnya. Ditandai dengan rasa
bersalah, baik pada diri sendiri atau orang lain. Pada fase ini juga mereka
akan mencari cara untuk mencegah terjadinya peristiwa buruk yang sedang
dialami di kemudian hari.
4. Depresi (depression)
Setelah upaya menolak dan mengubah kenyataan pahit yang dialami tidak
berhasil, orang yang berduka kemudian akan merasa sedih, kecewa, putus
asa yang teramat dalam. Ini merupakan bagian dari proses terbentuknya
luka batin yang normal terjadi. Fase ini ditandai dengan rasa lelah, sering
menangis, sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau makan berlebihan, dan
tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Fase ini dikatakan
fase terberat dan perlu diwaspadai. Pasalnya, rasa duka dan luka emosional
yang dirasakan bisa saja menimbulkan ide atau percobaan atau bunuh diri.
5. Menerima (acceptance)
Pemerimaan adalah tahapan akhir dari berduka. Pada fase ini, seseorang
sudah bisa menerima kenyataan bahwa peristiwa buruk yang ia alami benar-
benar terjadi dan tidak dapat diubah. Perasaan sedih, kecewa, dan
penyesalan masih ada, tetapi pada fase ini seseorang sudah mulai bisa
belajar dan menyesuaikan diri untuk hidup bersama kenyataan yang baru
dan menerima hal tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidupnya. Bahkan
jika orang tersebut bisa berfikir positif, mereka akan menjadikan
pengalaman pahit yang dialami sebagai pembelajaran untuk bisa
berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.
F. Rentang Respon
1. Respon Spiritual
1) Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2) Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3) Tidak memilki harapan; kehilangan makna
2. Respon Fisiologis
1) Sakit kepala, insomnia
2) Gangguan nafsu makan
3) Berat badan turun
4) Tidak bertenaga
5) Palpitasi, gangguan pencernaan
6) Perubahan sistem imune dan endokrin
3. Respon Emosional
1) Merasa sedih, cemas
2) Kebencian
3) Merasa bersalah
4) Perasaan mati rasa
5) Emosi yang berubah-ubah
6) Penderitaan dan kesepian yang berat
7) Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau
benda yang hilang
8) Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusan
9) Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan peraya diri
4. Respon Kognitif
1) Gangguan asumsi dan keyakinan
2) Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3) Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yangmeninggal
adalah pembimbing.
5. Perilaku
1) Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
2) Menangis tidak terkontrol
3) Sangat gelisah; perilaku mencari
4) Iritabilitas dan sikap bermusuhan
5) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukanbersama
orang yang meninggal..
6) Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahalingin
membuangnya.
7) Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
8) Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri ataupembunuh.
9) Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi
G. Mekanisme Koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain:
Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang
digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat
menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang
dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai
secara berlebihan dan tidak tepat
III. Pohon Masalah
A. Pohon Masalah

HARGA DIRI
RENDAH

KEHILANGAN

KEHILANGAN
SUAMI

B. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji


I. Identitas Pasien
Nama : M
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 46 tahun
Agama : Islam
Status : Janda
Tanggal Pengkajian : 29 Desemberber 2022
IV. Diagnosa keperawatan
1) Duka cita
2) Duka cita terganggu
3) Resiko duka cita terganggu

V. Rencana Tindakan keperawatan

Tujuan Khusus Kriteria Intervensi


Pasien dapat membina Pasien dapat Bina hubungan saling
hubungan saling percaya menunjukkan eskpresi percaya dengan perawat
dengan keluarga dan wajah yang ramah dan dengan bersikap ramah
perawat bersahabat, pasien dapat pada pasien,
menjawab pertanyaan dari memperkenalkan diri,
perawat dengan baik, menjelaskan tujuan
pasien mau menerima tindakan yang akan
kehadiran perawat, kontak dilakukan, jujur dan
mata dengan perawat, dan menepati janji. Selain itu
dapat mengutarakan juga membuat suasana
masalah yang terjadi. nyaman, menunjukkan
empati dan simpati.
Mendengarkan cerita
pasien dengan seksama,
terlihat tertarik dengan
pasien, beri ruang pada
pasien untuk meluapkan
semua emosi dan masalah
yang dirasakan.
Pasien dapat besosialisasi Pasien mau melakukan Menemani kegiatan
dengan orang lain secara kegiatan yang bersifat pasien, memotivasi klien
bertahap social atau umum, seperti untuk berosialisasi dengan
senam, membuat orang lain, menjelasakan
kerajinan tangan Bersama pada klien keuntungan jika
pasien lain, dan kegiatan bersosialisasi, dan
lainnya. Pasien mampu menjelaskan kerugian jika
berkomunikasi dengan tidak behubungan dengan
perawat, ataupun dengan orang lain. Dorong pasien
pasien lain dengan baik. untuk behubungan denan
orang lain secara
bertahap :
- Perawat
- Klien
- Perawat
- Klien
- Klien lain

STRATEGI PELAKSANAAN KEHILANGAN

3.1 Proses Keperawatan


1. Kondisi klien
Ibu M sering melamun dan selalu mengatakan jika suaminya belum
meninggal. Selain itu, Ibu M juga tidak mau berinteraksi dengan orang
lain dan merasa gelisah sehingga susah tidur
2. Diagnose keperawatan
Ansietas berhubungan dengan koping individu tidak efektif terhadap
respon kehilangan pasangan
3. Tujuan khusus
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
4. Tindakan keperawatan
a. BHSP: Salam terapiutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan,
lingkungan yang terapiutik, kontrak yang jelas
b. Dorong dan beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaanya
c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati
d. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien
mengungkapkan perasaanya
3.2 Proses pelaksanaan tindakan
A. ORIENTASI
1. Salam terapeutik
“Selamat pagi Ibu.” “Perkenalkan saya perawat yang bertugas hari
ini, nama saya Luhtu Eka, saya biasa di panggil Eka, nama ibu
siapa?” “Ibu senang di panggil siapa?
2. Evaluasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini, apa yang Ibu rasakan saat ini?
3. Kontrak
“Ibu, saya bertugas di sini untuk merawat ibu dari hari Kamis
sampai Minggu mulai dari jam 07.00 sampai dengan 14.00 WITA
saya harap selama saya merawat bapak saya dapat memberikan
pelayanan yang terbaik bagi bapak. Ibu sekarang saya ingin
berbincangbincang dengan Ibu untuk mengetahui keadaan Ibu saat
ini, apakah bapak bersedia? Bapak ingin kita bicara di mana? Hmm,,
bagaimana kalau di taman ? baiklah Buk. Berapa lama ingin
bincang-bincangnya Buk? Bagaimana kalau kita berbincang selama
15 menit?
B. KERJA
1. Ibu, tadi Ibu sudah menyebutkan nama Ibu, lalu boleh saya tahu
berapa umur Ibu sekarang?
2. Ibu sudah berapa lama di rawat di sini?
3. Boleh saya tahu Ibu berasal dari mana?
4. Bapak masih ingat, kapan Ibu di bawa kesini?
5. Siapa yang membawa Ibu kesini?
6. Bagaimana perasaan Ibu saat di bawa kesini?
7. Menurut Ibu, Ibu di bawa kesini karena apa?
8. Selama di rawat di sini hal apa saja yang sudah Ibu dapatkan?
9. Bagaimana perasaan Ibu saat melakukan kegiatan tersebut?
10. Boleh saya tahu apakah hobi Ibu? Bagaimana kalau sekarang Ibu
bercerita tentang hobi Ibu?
11. Wah….ternyata bagus sekali hobi Ibu. Boleh saya tahu apa
pekerjaan Ibu sebelum disini? Bisa Ibu ceritakan tentang pekerjaan
Ibu?
12. Wah, ternyata pekerjaan Ibu bagus sekali.
C. TERMINASI
1. Evaluasi
(Subyektif) : Setelah kita ngobrol tadi,bagaimana perasaan Ibu saat
ini?
(obyektif) : Klien mau menjawab pertanyaan perawat dan sesekali
melihat perawat.
2. Tindak lanjut
Nah pak, ini sudah 15 menit. Jadi kita cukupkan saja dulu
perbincangan kita. Sekarang Ibu istirahat dulu. Kalau nanti ada yang
ingin Ibu ceritakan atau tanyakan kepada saya, Ibu bisa sampaikan
saat pertemuan kita berikutnya.
3. Kontrak yang akan datang
Bagaimana kalau nanti siang sesudah makan siang kita ngobrol-
ngobrol lagi sekitar pukul 14.00 wita? Dan bagaimana kalau nanti
kita membicarakan tentang kondisi Ibu? Apakah Ibu bersedia? Ibu
nanti ingin mengobrol dimana? Apakah di tempat ini lagi? Baik bu
nanti kita berbincang-bincang lagi, kalau begitu saya permisi dulu
Bu, terima kasih karena Ibu sudah mau berbincang-bincang dengan
saya.
LAPORAN PENDAHULUAN KEPUTUSASAAN

I. Kasus (Masalah Utama)


Keputusasaan merupakan pernyataan subjektif dimana individu memandang
adanya keterbatasan, tidak ada jalan ataupun pilihan yang bisa dipilih, serta tidak
mampu menyelesaikan masalahnya secara mandiri, dengan tanda-tanda antara lain pola
tidur yang tidak efektif, tidak berekspresif, penurunan kontak mata, nafsu makan
berkurang, tidak berinisiatif, respon stimulus yang diakibatan stres kronis, menjaga
jarak dengan lawan bicara, kepasifan, mengangkat bahu sebagai respon bicara,
mengungkapkan “tidak bisa”, serta sering mengeluh (Herdman, (2018).
Dampak masalah psikososial keputusasaan yang dikemukakan olehKhan et al.,
(2019) dalam hasil penelitianya menyebutkan sebanyak 87% penderita diabetes
mengalami depresi. Gangguan depresi bisa terjadi pada berbagai macam usia.
Riskesdas, (2018) menunjukkan hasil bahwa masalah depresi bisa terjadi pada usia
remaja yakni 15 sampai 24 tahun dengan pravelensi 6,2%. Pola pravelensi depresi terus
mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya usia. Pravelensi tertinggi terjadi
pada umur 75 tahun keatas 8,9%, usia 65-74 tahun sekitar 8,0% serta 55-64 tahun
sekitar 6,5%.
Sebagai tenaga kesehatan, perawat perlu memberikan perhatian penuh terhadap
kondisi kliennya, meliputi kondisi fisiologis, spiritualitas,sosialitas, budaya serta sosio-
psikologis. Perawat berkewajiban untukmemberi asuhan keperawatan psikososial pada
penderita diabetes. Hal tersebut berupaya sebagai pengurangan terjadinya risiko
komplikasi pada penderita diabetes. Strategi komunikasi dan promosi kesehatan pada
penderita diabetes diterapkan sesuai dengan problem psikososial yang dialami oleh
klien yang menderita keputusasaan (Julyarni, 2016).Sehingga perawat perlu berperan
dalam memberikan asuhan keperawatan jiiwa pada penderita keputusasaan terhadap
masyarakat ataupun komunitas (Keliat, 2011).
II. Definisi Keputusasaan
Keputusasaan adalah situasi emosional dimana seseorang memandang adanya
keterbatasan atau tidak tersedianya alternatif pemecahan pada masalah yang di hadapi
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Keputusasaan yaitu kondisi subyektif dimana individu melihat keterbatasan atau
tidak adanya alternatif sebagai penyelesaian masalah dan ketidakmampuan
memobilisasi energi demi kepentingannya sendiri (Herdman, (2018).
Kondisi subjektif ketika individu melihat keterbatasan atau ketiadaan
alternatifatau pilihan pribadi yang tersedia dan tidak dapat memobilisasi energi
untukkepentingan individu (Wilkinson & Ahern, 2011)
III. Proses Terjadinya Masalah
Sedangkan faktor yang mempengaruhi keputusasaan menurut Stuart, (2007) yaitu
faktor predisposisi dan faktor presipitasi, faktor predisposisi dalam kurun waktu itu
lebih dari enam bulan, sedangkan presipitasi kurang dari enam bulan :
A. Faktor Predisposisi
Faktor Genetik : sikap optimisme terhadap masalah akan sulit
dikembangkan pada individu yang terlahir dan besar dalam keluarga
yang mempunyai riwayat depresi.
Kesehatan Mental : seseorang dengan gangguan kejiwaan terutama pada
riwayat depresi yang ditandai dengan ketidakberdayaan dan pesimisme,
akan selalu dibayangi masa depan yang suram, biasanya sangat sensitif
terhadap masalah dan sering merasa putus asa.
Kesehatan Jasmani : Individu dengan kondisi fisik yang sehat dan gaya
hidup yang baik akan memiliki kemampuan yang lebih tinggi untuk
mengatasi stres dibandingkan orang yang berpenyakit fisik.
Struktur Kepribadian : seseorang dengan konsep negatif dan harga diri
yang rendah akan menimbulkan rasa kepercayaaan diri yang rendah dan
tidak obyektif pada tekanan yang dihadapinya.
B. Faktor Presipitasi
 Faktor kehilangan
 Terus menerus mengalami kegagalan
 Faktor lingkungan
 Keluarga atau orang terdekat
 Status kesehatan ( penyakit diderita yang dapat mengancam jiwa)
C. Jenis – Jenis Keputusasaan
D. Fase – Fase Keputusasaan
E. Rentang Respon
Respon individu terhadap konsep diri dimulai dari respon adaptif
dan maladaptif. Menurut (Stuart, 2013) rentang respon keputusasaan
digambarkan sebagai berikut :

Adatif Maladaftif

Respon Reaksi Supresi Reaksi Depresi


Emosional Berduka Emosi Berduka
Rumit Tertunda

Keterangan :
 Respons emosional : tingkatan perasaann diri mengenai cara berperilaku, bisa
diutarakan baik lisan ataupun tulisan mengenai keadaan diri sendiri.
 Reaksi berduka : perasaan sedih yang mendalam dan sulit maju ketahap
berikutnya.
 Supresi emosi : secara sadar tindakan yang dapat dipilih guna menutupi pikiran,
perasaan ataupun dukungan dengan adanya perasaan marah, kecewa dan kesal.
 Reaksi berduka tertunda : upaya untuk menghindari distress hebat yang
berkaitan dengan berduka terkait pada peggambaran dalam penggunaan
mekanisme pertahanan penyangkalan dan supresi yang berlebihaan.
 Depresi : suasana hati yang terganggu atau perasaan sedih yang mendalam dan
rasa tidak perduli.

F. Mekanisme Koping
1.Kemampuan dan keterampilan individu,teknik-teknik
pertahanan,dukungan social dan dorongan motivasi
1) Faktor internal :
Umur dimana semakin tinggi umur koping individu yaitu dengan
menyerahkan diri atas apa yang akan terjadi,kesehatan dan
energy,komitmen atau tujuan hidup,jenis kelamin perempuan lebih
sensitive dari laki-laki dan perasaan seseorang seperti harga diri
2) Faktor eksternal
Dukungan social,dukungan harga diri, dan dukungan emosi dimana
seorang merasa dicintai
2. Mekanisme koping
a)Mekanisme koping yang konstrukstif
b)Melakukan perubahan perilaku yang menurunkan keputusaasaan
c)Beradaptasi dengan lingkunganya
d)Membangun kepercayaan diri dan bersikap optimis
e)Memanfaatkan dukungan keluarga /orang terdekat (struart,2011
f) Fokus pada masalah

IV. Keperawatan
A. Pohon Masalah

Ketidakberdayaan Efek

Keputusasaan Masalah Inti

Gangguan konsep diri :harga diri


rendah kronis Penyebab
B. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji

Tanggal/Waktu Data Fokus Masalah


1 November Ds: Keputusasaan
2022  Klien mengatakan sudah
09.00 WIB bosan dengan hidupnya
 Klien mengatakan
sudah tidak kuat lagi
dengan cobaan hidup
karena penyakitnya tidak
kunjung sembuh
 Klien mengatakan sulit
tidur karena khawatir
akan penyakitnya
 Klien mengatakan tidak
nafsu makan

Do:
 Klien menghindari
interaksi dengan perawat
 Klien tampak sering
mengangkat bahu setiap
diberi pertanyaan
 Klien tampak lesu

V. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah Kronis b.d Kegagalan berulang
VI. Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan I. 12463 (Manajemen Perilaku)
keperawatan keputusasaan klien tampak 1. Observasi:
berkurang dan klien mampu mengenal Identifikasi harapan untuk
kegagalan tersebut mengendalikan perilaku
2. Terapeutik:
 Diskusikan tanggung jawab
terhadap perilaku
 Jadwalkan kegiatan terstruktur
 Ciptakan dan pertahankan
lingkungan dan kegiatan
perawatan konsisten setiap dinas
 Tingkatkan aktivitas fisik sesuai
kemampuan
 Bicara dengan nada dan tenang

3. Edukasi
Informasikan keluarga bahwa keluarga
sebagai dasar kognitif
STRATEGI PELAKSANAAN KEPUTUS ASAAN

Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien

a) Data Subjektif
 Klien mengatakan sudah bosan dengan hidupnya
 Klien mengatakan sudah tidak kuat lagi dengan cobaan hidup karena
penyakitnya tidak kunjung sembuh
 Klien mengatakan sulit tidur karena khawatir akan penyakitnya
 Klien mengatakan tidak nafsu makan
b) Data Objektif
 Klien menghindari interaksi dengan perawat
 Klien tampak sering mengangkat bahu setiap diberi pertanyaan
 Klien tampak lesu
2. Diganosa Keperawatan
3. Tujuan Tindakan Keperawatan
a. Tujuan Umum Klien
mampu mengatasi keputusasaan (harapan meningkat)
b. Tujuan Khusus
o Klien mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat
o Klien mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
o Klien mampu merasakan manfaat latihan yang dilakukan
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien
o Mengucapkan salam setiap ingin berinteraksi
o Perkenalkan diri dengan klien, serta tanyakan nama dan nama panggilan
yang klien senangi
o Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan
o Membuat kontrak waktu, topik, dan tempat dengan jelas
o Menunjukkan sikap jujur, empati, dan menepati janji
o Perhatikan dan penuhi kebutuhan dasar klien
b. Bantu klien mengenal kemampuan diri
Bantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki

Proses Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan


A. Fase Orientasi
1. Salam Terapeautik
 Assalamualaikum Ibu, selamat pagi
 Perkenalkan nama saya Wilda ibu bisa panggil saya Perawat Wilda. Saya
perawat yang bertugas pagi ini dari pukul 07.00 – 13.00 WIB
 Kalau boleh tau nama lengkap Ibu siapa? Dan lebih senang dipanggil
apa?
 Baik, kalo begitu saya panggil Ibu Putri?
2. Evaluasi
 Bagaimana perasaan ibu hari ini?
 Apa yang menyebabkan ibu merasa pesimis dengan penyakit ibu?
 Oh begitu bu, jadi ibu merasa pesimis karena penyakit ibu
masih belum sembuh juga ya bu
 Sudah berapa lama ibu merasakan perasaan ini bu?
3. Validasi
 Jika sedang pesimis, apa saja yang ibu lakukan untuk
mengatasi perasaan tersebut?
 Bagaimana hasilnya? Apakah membantu ibu lebih tenang?
4. Kontak
a) Topik
Kalau begitu, bagaimana jika kita berbincang-bincang sebentar tentang
keadaan ibu? Tujuannya supaya ibu bisa lebih tenang bu dalam
menghadapi keadaan ini, dengan ibu mau berbagi cerita dengan saya,
rasa pesimis ibu mungkin bisa berkurang
b) Waktu
 Alhamdulillah jika ibu bersedia, untuk waktunya ibu ingin
berapa lama?
 Oh begitu, baiklah 15 menit dimulai dari sekarang ya bu
 Dan setelah berbincang-bincang, nanti saya juga akan
memberikan terapi agar ibu lebih tenang
c) Tempat
 Untuk tempatnya ibu ingin melakukan di mana? Ruangan ini atau di
luar ruangan?
 Ohiya baik bu, kita akan melakukan di ruangan tamu ini saja ya bu
B. Fase Kerja
1. Pengkajian
 Baiklah Ibu Putri, apa yang menyebabkan ibu merasa pesimis
seperti ini?
 Oh jadi ibu pesimis karena khawatir akan penyakit ibu yang
belum sembuh, dan merasa beban yang ibu tanggung terlalu berat
 Apakah perasaan ini menganggu aktivitas sehari-hari bu?
 Oh, untuk kebiasaan tidurnya apakah berubah bu?
 Bagaimana dengan kebiasaan makan bu?
 Selanjutnya apakah ibu selalu menjaga kebersihan diri secara
mandiri bu?
 Bagaimana dengan kebiasaan ibu dalam beribahada?
 Apakah ibu selalu rutin mengerjakan amalan-amalan seperti
berdzikir dan solat bu?
2. Diagnosa Keperawatan
 Baik berdasarkan yang sudah ibu sampaikan, saya akan
beri kesimpulan terkait kondisi ibu. Ibu Putri merasa pesimis
akan penyakit ibu. Selain itu, ibu beban terlalu berat.
Disertai kondisi sulit tidur dan nafsu makan berkurang.
 Gejala yang ibu alami ini merupakan kondisi yang disebut
keputusasaan
3. Tindakan keperawatan
Bantu klien mengenal kemampuan diri
 Baik ibu, seperti yang ibu sebutkan tadi merupakan gejala
pada keputusasaan bu.
 Nah sekarang coba ibu pikirkan kegiatan apa yang saat ini bisa
ibu lakukan?
 Oh baik bu, ibu bisa membaca buku ya.
 Apakah dengan membaca buku ini perasaan keputusasaan yang
ibu rasakan berkurang bu?
 Oh baik bu, lalu bagaimana jika sekarang kita melakukan
membaca buku suntuk membuat ibu lebih tenang bu?
 Buku apa yang ingin ibu baca?
 Baik kalau begitu, ini sudah saya siapkan buku ceritanya ya bu,
ibu bisa membacanya ibu
 Bagaimana bu apakah ibu sudah lebih tenang?
 Alhamdulillah ya bu, selama ini yang menjadi pendukung
ibu siapa?
 Oh baik, suami dan anak-anak ya bu, nah karena suami dan ank-
anak ibu sangat mendukung, maka mulai sekarang mari ibu
berpikiran optimis untuk sembuh, selalu berusaha dengan
mengikuti segala pengobatan dan rutin minum obatnya ya bu
C. Fase Teriminasi
a) Evaluasi
Subyektif : Bagaimana perasaan Ibu sekarang ? Apa Ibu sudah memahami
dengan kemampuan ibu untuk membantu mengurangi rasa pesimis bu?
Obyektif : <Kalau begitu, coba Ibu jelaskan lagi, hal-hal yang Ibu
dapatkan dari perbincangan kita saat ini dan kembangkan kemampuan yang
ibu miliki ya bu.
b) Rencana Tindak Lanjut
 Ya, bagus sekali Bu. Nah, setiap kali Ibu merasa pesimis akan penyakit
ibu, Ibu dapat mengingat perbincangan ini dan Ibu bisa membaca
buku ya bu.
 Untuk selanjutnya bagaimana jika membaca buku ini ibu masukkan
kedalam jadwal kegiatan ibu? Apakah setuju?
 Kira-kira ibu ingin melakukan berapa kali dalam 1 hari dan jam berapa
saja ibu akan melakukanya?
 Baik, 2x sehari ya bu pada pukul 09.00 dan 16.00 WIB
 Nanti ibu bisa memberi tanda, jika melakukan secara mandiri bisa
tulis di kertasnya dengan keterangan (M), dibantu (B), dan lupa
melakukan (T)
c) Kontrak yang akan datang
 Topik
Baik kalau begitu, karena sudah pergantian shift, saya izin untuk
pamit untuk berdinas kembali ya bu
 Waktu
Besok saya akan kembali pukul 16.00 WIB ya bu
 Tempat
Kemudian dilakukan di ruang tamu ya bu
LAPORAN PENDAHULUAN DISTRES SPIRITUAL

I. Kasus (masalah utama)


Distress Spiritual
Pengertian Distress Spiritual
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni,
musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besar dari dirinya (EGC, 2008).
Gangguan pada keyakinan atau sistem nilai berupa kesulitan merasakan makna
dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri, orang lain, lingkungan atau
tuhan (sdki).
Distres spiritual adalah kemampuan dalam mengalami dan
mengintergrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri sendiri,orang lain,
seni musik, literatur, alam dan kekuatan yang lebih besar dari dirinya ( Nanda,
2005)

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor Predisposisi
Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif seseorang
sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam prosesinteraksi ini
akan terjadi transfer pengalaman yang penting bagi perkembangan spiritual
seseorang. Faktor predisposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan,
pendapatan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik,
pengalaman sosial, tingkatan sosial.
B. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi a) Kejadian Stressfull Mempengaruhi perkembangan spiritual
seseorang dapat terjadi karena perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan
dengan orang yang terdekat karena kematian, kegagalan dalam menjalin
hubungan baik dengan dirisendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha
tinggi. b) Ketegangan Hidup Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi
terhadap terjadinya distres spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual
keagamaan, perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran
spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun komunitas.

B. Jenis
C. Fase-fase
D. Rentang Respon

A. Rasa percaya
a) Adaptif
a) Adaptif
1) Rasa percaya terhadap diri sendiri dan kesabaran.
2) Rasa percaya terhadap kehidupan walaupun terasa berat.
3) Keterbukaan terhadap Tuhan.
b) Maladaptif
b) Maladaptif
1) Merasa tidak nyaman dengan kesadaran diri.
2) Ketidakmampuan untuk terbuka terhadap orang lain.
3) Merasa bahwa hanya orang tertentu dan tempat tertentu yang aman.
4) Ingin kebutuhan dipenuhi segera, tidak dapat menunggu.
4) Ingin kebutuhan dipenuhi segera, tidak dapat menunggu.
4) Ingin kebutuhan dipenuhi segera, tidak dapat menunggu.
4) Ingin kebutuhan dipenuhi segera, tidak dapat menunggu.
5) Tidak terbuka kepada Tuhan.
6) Takut terhadap maksud Tuhan.
B. Kemauan memberi maaf
a) Adaptif
1) Menerima diri sendiri dan orang lain dapat berbuat salah.
2) Tidak berprasangka buruk.
3) Memandang penyakit sebagai sesuatu yang nyata.
4) Memaafkan diri sendiri.
5) Memberi maaf orang lain.
6) Menerima pengampunan Tuhan.
7) Pandangan yang realistik terhadap masa lalu.
b) Maladaptif
1) Merasakan penyakit sebagai hukuman.
2) Merasa Tuhan sebagai penghukum.
3) Merasa bahwa Maaf hanya diberikan berdasarkan perilaku.
4) Tidak mampu menerima diri sendiri.
5) Menyalahkan diri sendiri atau menyalahkan orang lain.
C. Mencintai dan Keterikatan
a) Adaptif
1) Mengekspresikan perasaan dicintai oleh orang lain atau Tuhan.
2) Mampu menerima bantuan.
3) Menerima diri sendiri.
4) Mencari kebaikan dari orang lain.
b) Maladaptif
1) Takut bergantung pada orang lain.
2) Menolak bekerja sama dengan tenaga kesehatan.
3) Cemas berpisah dengan keluarga.
4) Menolak diri atau angkuh dan mementingkan diri sendiri.
5) Tidak mampu untuk mempercayai diri sendiri Oleh Tuhan dan tidak
mempunyai hubungan rasa cinta dengan Tuhan.
6) Merasa jauh dari Tuhan.
D. Keyakinan
a) Adaptif
1) Ketergantungan pada anugerah Tuhan
2) Termotivasi untuk tumbuh
3) Mengekspresikan Kepuasan dengan menjelaskan kehidupan setelah
kematian.
4) Mengekspresikan kebutuhan untuk memasukin kehidupan dan/atau
memahari wawasan yang lebih luas.
5) Mengekspresikan kebutuhan ritual.
b) Maladaptif
1) Tidak percaya pada kekuasaan Tuhan.
2) Takut kematian/kehidupan setelah kematian.
3) Merasa terisolasi dari kepercayaan masyarakat sekitar.
4) Merasa pahit, frustasi dan marah terhadap Tuhan.
S) Nilai Keyakinan dan tujuan hidup yang tidak jelas.
6) 'Tidak mempunyai komitmen.
E. Kreativitas dan Harapan
a) Adaptif
1 Meminta informast tentang Kondist
2) Membicarakan kondisinya secara realistic.
3) Menggunakan waktu selama dirawat inap/sakit secara konstruktif
4) Mencari kenyamanan bat in daripada fisik.
S) Mengekspresikan harapan tentang masa depan
b) Maladaptif
I) Mengekspresikan perasaan takut kehilangan kendali.
2) Mengekspresikan Kebosanan.
3) Tidak mempunyai visi alternative yang memungkinkan
4) Takut terhadap terapi.
S) Patus asa.
6) Tidak dapat menolong atau menerima diri sendiri.
7) Tidak dapat menikmatt apapun
F. Arti dan tujuan
a) Adaptif
1) Mengekspresikan kepuasan hidup.
2) Menerima dan
menggunakan penderitaan sebagai car untuk
memahami diri sendiri.
3) Mengekspresikan arti kehidupan/kematian.
4) Mengekspresikan komitmen dari orientasi hidup.
5) Jelas tentang apa yang penting
b) Maladaptif
1) Mengekspresikan tidak ada alasan untuk bertahan.
2) Tidak dapat menerima arti penderitaan yang dialami.
3) Tidak dapat merumuskan tujuan atau tidak mencapai tujuan.
G. Bersyukur
a) Adaptif
1 Merasa bersyukur
2) Merasakan anugerah yang dilimpahkan Tuhan
3) Merasa harmoni yang utuh.
b) Maladaptif
1. Mencemaskan masa lalu dan yang akan datang.
2. Terpusat pada penyesalan.

III. A. Pohon Masalah

B. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji


Ds :
•Pasien mengatakan sedih dan tidak berdaya
•Pasien mengatakan marah pada Tuhan
•Pasie mengatakan tidak mau beribadah
Do :
•Pasien terlihat murung, sedih dan sering melamun.
•Pasien terlihat tidak beribadah

IV. Diagnosa Keperawatan


D.0082 Distress spiritual b.d kejadian hidup yang tidak diharapkan

V. Rencana Tindakan Keperawatan


I.09276 Dukungan spiritual
Observasi :
•Identifikasi perasaan khawatir, kesepian, dan ketidakberdayaan
Terapeutik :
•Berikan kesempatan mengekspresikan dan meredakan marah secara tepat
•Fasilitasi melakukan kegiatan ibadah
Edukasi :
•Ajarkan metode relaksasi, meditasi, dan imajinasi terbimbing
Kolaborasi :
•Atur kunjungan dengan rohaniawan

I.09312 Promosi koping


Observasi :
•Identifikasi metode penyelesaian masalah
Terapeutik :
•Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
•Hindari mengambil keputusan saat pasien berada dibawah tekanan
•Motivasi terlibat dalam kegiatan sosial
Edukasi :
•Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
• Latihan penggunaan teknik relaksasi
Sumber : SDKI
STRATEGI PELAKSANAAN DISTRES SPIRITUAL

Proses Keperwatan
Kondisi Klien : Kondisi klien pada pertemuan pertama menunjukkan sikap sedih dan
kecewa pada kondisi hidupnya serta marah pada Tuhan sehingga tidak mau beribadah.
Pertemuan kedua sudah mulai menunjukkan perasaan tentang spiritual yang
diyakininya. Namun, ia masih terlihat kecewa dan belum menerima nasibnya. 
Diagnosa Keperawatan : Distress spiritual b.d Kejadian hidup yang tidak diharapkan
Tujuan Khusus :
a. Klien mampu melakukan aktivitas spiritualnya secara mandiri. 
b. Klien memahami hal penting tentang spiritual yang diyakininya. 
c. Klien dapat aktif mengikuti kegiatan keagamaan. 
d. Klien merasa lebih tenang
Tindakan Keperawatan :
a. Fasilitasi pasien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan atau agama yang dianut
oleh pasien.
b. Fasilitasi klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain.

Proses Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan

ORIENTASI
1. Salam Terapeutik : " Assalamualaikum bu, nama saya suster Nabila dari
Universitas Ichsan, Nama ibu siapa?"
2. Evaluasi/validasi : "Bagaimana ibu semalam tidurnya? Bagaimana perasaan ibu
hari ini?"
3. Kontrak : Topik : "Bagaimana kalau kita berbicara tentang masalah-
masalah yang ibu alami ?"
Waktu : "Kita ngobrol selama 30 menit ya?"
Tempat : "Dimana menurut ibu tempat yang cocok untuk kita
ngobrol ?"
Tujuan Interaksi : "Agar ibu merasa lebih lega dan ibu mendapat
solusi dari masalah yg dialami."

KERJA (langkah-langkah tindakan keperawatan)


"Apa masalah yang ibu rasakan saat ini? "
"Coba ibu sampaikan mengapa tidak mau sholat dan mengaji seperti dulu?"
"Oh, ya! selain itu faktor apa lagi yang menyebabkan ibu tidak sholat dan mengaji"
"Coba ibu sampaikan pendapat tentang agama atau keyakinan yang ibu anut selama
ini?"
"Menurut ibu apakah agama yang ibu anut bisa membawa kedamaian dan ketenangan
dalam kehidupan ibu saat ini?"
" Apakah hal tersebut yang mempengaruhi ibu sehingga kurang aktif melakukan sholat
dan mengaji?"
"Apa saja kegiatan ibadah yang ibu jalankan?"
"Yang mana kira-kira yang ingin ibu jalankan?"
"Mari ibu coba misalnya zikir dan sholawat"
TERMINASI
1. Evaluasi respons klien berharap tindakkan keperawatan
"Bagaimana perasaan ibu setelah mencoba zikir dan Sholawat?"
•Evaluasi klien (Subjektif)
Klien mengatakan lebih lega danerasa tenang
•Evaluasi perawat (objektif dan reinforcement)
Klien tampak semangat menjawab pertanyaan perawat
2. Rencana tindak lanjut (apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil tindakan yang
telah dilakukan)
"Nah sekarang ibadah mana yang ibu coba lakukan? Jangan lupaya bu"Besok lagi
kita bertemu untuk mengetahui manfaat kegiatanibadah yang bapak lakukan serta
belajar cara ibadah lain.Pasien : Iya suster
3. Kontrak Topik yang akan datang :
Topik : "Besok kita bertemu lagi untuk mengetahui manfaat kegiatanu ibadah
yang ibu lakukan serta belajar cara ibadah lain."
Waktu : " Kita besok mengobrol selama 30 menit lagi ya bu"

Tempat : " menurut ibu dimana tempat yang cocok untuk kita mengobrol kembal

Anda mungkin juga menyukai