Disusun Oleh
Maryati
202207010
II. Definisi
Berdasarkan pendapat dari (Gunarso, n.d, 2008) dalam (Wahyudi, Bahri,
and Handayani 2019), kecemasan atau anxietas adalah rasa khawatir, takut yang
tidak jelas sebabnya. Pengaruh kecemasan terhadap tercapainya kedewasaan,
merupakan masalah penting dalam perkembangan kepribadian. Kecemasan
merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakan. Baik tingkah laku normal
maupun tingkah laku yang menyimpang, yang terganggu, kedua-duanya
merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan dari pertahanan terhadap
kecemasan itu. Jelaslah bahwa pada gangguan emosi dan gangguan tingkah laku,
kecemasan merupakan masalah pelik.
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor prespitasi kecemasan
dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Ancaman terhadap integritas kulit ketegangan yang mengancam integritas
fisik yang meliputi:
a. Sumber internal meliputi kegagalan mekanisme fisisologis sistem
imun,regulasi suhu tubuh, perubhan biologis normal
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polusi lingkunag, kecelakaan, kekuranagan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tingga
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal :
a. Sumber internal kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah
tempatkerja, penyesuaian terhadap peran baru
b. Sumber eksternal orang yang dicinta berperan, perubahan status
pekerjaan tekanan kelompok social
D. Fase-Fase
a. Fase I (Kecemasan Ringan)
Tingkat kecemasan ringan adalah cemas yang normal yang biasa menjadi
bagian sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan perhatian, tetapi individu masih mampu memecahkan
masalah. Cemas ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreatifitas yang ditandai dengan terlihat tenang, percaya
diri, waspada, memperhatikan banyak hal, sedikit tidak sabar, ketegangan
otot ringan, sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit gelisah.
b. Fase II (Kecemasan Sedang)
Tingkat kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan
pada hal-hal yang penting dan mengesampingkan yang tidak penting atau
bukan menjadi prioritas yang ditandai dengan perhatian menurun,
penyelesaian masalah menurun, tidak sabar, mudah tersinggung,
ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital meningkat, mulai berkeringat,
sering mondar-mandir, sering berkemih dan sakit kepala.
c. Fase III (Kecemasan Berat)
Tingkat kecemasan berat sangat mengurangi persepsi individu, dimana
individu cenderung untuk memusatkan perhatian pada sesuatu yang terinci
dan spesifik, dan tidak dapat berfikir tentang hal yang lain.
d. Fase IV (Panik)
Tingkat panik dari suatu kecemasan berhubungan dengan ketakutan dan
teror, karena individu mengalami kehilangan kendali. Orang yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
pengarahan, panik melibatkan disorganisasi kepribadian, dengan panik
terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan
kehilangan pemikiran yang tidak dapat rasional.
E. Rentang Respon
Rentang respon individu terhadap cemas berflutuasi antara respon adaptif
danmaladaptif. Rentang respon yang paling adaptif adalah antisispasi dimana
individu siap siaga untuk beradaptasi dengan cemas yang mungkin muncul.
Sedangkan rentang yang paling maladaptive adalah panic dimana individu
sudah tidak mampulagi berespon terhadap cemas yang dihadapi sehingga
mengalami gangguan fisisk, perilaku maupun kognitif. Respons adaptif
Antisipasi- Ringan- Sedang- Berat- Panik
F. Mekanisme Koping
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping
yaitu sebagai berikut.
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan situasi
stres, misalnya perilaku menyerang untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemnuhan kebutuhan. Menarik diri untuk memindahkan dari
sumber stres. Kompromi untuk mengganti tujuan atau mengorbankan
kebutuhan personal.
b. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan
sedang,tetapi berlangsung tidak sadar, melibatkan penipuan diri, distorsi,
dan bersifat maladaptive
V. Diagnosa Keperawatan
Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap diri sendiri
1. Proses keperawatan
Kondisi pasien
1) Melamun
2) Pasien sering mondar-mandir
3) Menanyakan hal-hal yang tidak penting
4) Pasien merasa khawatir
Diagnosa keperawatan
Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap diri sendiri
Tujuan khusus
Klien mampu mengenal ansietasnya
Klien dapat menggunakan teknik relaksasi
Tindakan keperawatan
a) Sapa pasien dengan nama baik verbal dan non verbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanya nama lengkap pasien dan nama panggilan yang disukai
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukan sikap empati dan menerima keadaan
g) Berikan perhatian kepada klien
c. Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan kepeawatan
a) Evaluasi klien (subjektif) :
Nah, sekarang bagaimana perasaan ibu? Apakah perasaan cemas
sudah berkurang bu? apakah sudah merasa lebih baik sekarang?
b) Evaluasi perawat (objektif dan reinforcement):
sekarang coba ibu lakukan lagi tahapan-tahapan melakukan
relaksasi seperti yang saya contohkan tadi ya ?
Isolasi social :
Yang Mempengaruhi
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi Klien
1) Klien mengatakan malu dan tidak berguna
2) Klien menunjukkan ekspresi malu
3) Klien tampak kurang bergairah
b. Diagnose Keperawatan
Harga diri rendah situasional berhubungan dengan koping individu tidak
efektif
c. Tujuan Khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
d. Tindakan Keperawatan
I. Kasus
Ketidak Berdayaan
II. Proses Terjadinya Masalah
A. Definisi
Ketidakberdayaan merupakan persepsi individu bahwa segala tindakannya
tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang dapat
mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan.
Ketidakberdayaan adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa perilaku atau
tindakan yang sudah dilakukannya tidak akan membawa hasil yang diharapkan
atau tidak akan membawa perubahan hasil seperti yang diharapkan, sehingga
klien sulit mengendalikan situasi yang terjadi atau mengendalikan situasi yang
akan terjadi (NANDA, 2011). Ketidakberdayaan merupakan persepsi seseorang
bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna, kurang
penggendalian yang dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang baru saja
terjadi. Ketidakberdayaan merupakan keadaan ketika seseorang individu atau
kelompok merasa kurang kontrol terhadap kejadian atau situasi tertentu.
B. Penyebab
Faktor terkait ketidakberdayaan menurut Doenges, Townsend, M, yaitu:
1) Kesehatan lingkungan: hilangnya privasi, milik pribadi dan kontrol terhadap
terapi.
2) Hubungan interpersonal: penyalahgunaan kekuasaan, hubungan yang kasar.
3) Penyakit yang berhubungan dengan rejimen: penyakit kronis atau yang
melemahkan kondisi.
4) Gaya hidup ketidakberdayaan: mengulangi kegagalan dan ketergantungan
C. Fase-fase
1. Rendah
Klien mengungkapkan ketidakpastian tentang fluktasi tingkat energi dan
bersikap pasif
2. Sedang
Klien mengalami ketergantugan pada orang lain yang dapat mengakibatkan
iritabilitas, ketidaksukaan, marah, dan rasa bersalah. Klien tidak melakukan
praktir perawatan sendiri ketika ditantang. Klien tidak ikut memantau kemajuan
pengobatan. Klien menunjukan ekspresi ketidakpuasan terhadap
ketidakmampuan melakukan aktivitas atau tugas sebelumnya. Klien menunjukan
ekspirasi keraguan tentang perfoma peran.
3. Berat
Klien menunkukan sikap apatis, depresi terhadap perburukan fisik yang terjadi
dengan mengabaikan kepatuhan pasien terhadap program pengobatan dan
menyatakan tidak memiliki kendali ( terhadap perawatan diri, situasi, dan hasil).
D. Proses terjadinya Masalah
Kebanyakan individu secara subyektif mengalami perasaan
ketidakberdayaan dalam berbagai tingkat dalam bermacam-macam situasi.
Individu sering menunjukkan respon apatis, marah atau depresi terhadap
kehilangan kontrol. Pada ketidakberdayaan, klien mungkin mengetahui solusi
terhadap masalahnya, tetapi percaya bahwa hal tersebut di luar kendalinya untuk
mencapai solusi tersebut. Jika ketidakberdayaan berlangsung lama, dapat
mengarah ke keputusasaan. Perawat harus hati-hati untuk mendiagnosis
ketidakberdayaan yang berasal dari perspektif pasien bukan dari asumsi.
Perbedaan budaya dan individu terlihat pada kebutuhan pribadi, untuk merasa
mempunyai kendali terhadap situasi (misalnya untuk diberitahukan bahwa orang
tersebut mempunyai penyakit yang fatal).
1. Faktor predisposisi
a. Biologis
1) Tidak ada riwayat keturunan
2) Gaya hidup (merokok, alkohol, obat, dan zat adiktif) dan pengalaman
menggunaan zat terlarang
3) Menderita penyakit kronis ( riwayat melakukan general checkup, tanggal
terakhir periksa)
4) Ada riwayat menderita penyakit jantung, paru-paru yang mengganggu
aktivitas harian pasien
5) Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan balita sampai
kejang- kejang atau pernah mengalami riwayat trauma kepala yang
menimbulkan lesi pada lobus frontal, temporal dan limbic
6) Riwayat menderita penyakit yang secara progresif menimbulkan
ketidakmampuan, misalnya : sklerosis multipel, kanker terminal atau
AIDS
b. Psikologis
1) Pengalaman erubahan gaya hidup akibat lingkungan tempat tinggal
2) Ketidakmampuan mengambil keputusan dan mempunyai kemampuan
komunikasi verbal yang kurang atau kuang dapat mengekspresikan
perasaan terkait dengan penyakitnya atau kondisi diriya
3) Ketidak mampuan menjalankan peran akibat penyakit yangsecara
progresif menimbulkan ketidakmampuan, misalnya : sklerosis multipel,
kanker terminal atau AIDS
4) Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang sidah dicapai)
5) Merasa frustasi dengan kondisi kesehatannya dan kehidupannya yang
sekarang
6) Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja yang terlalu
otoriter / terlalu melindungi atau menyayangi.
7) Motivasi : penerimaan umpan balik negatif yang konsisten selama taha
perkembangan balita hingga remaja, kurang minat dalam
pengembangkan hobi dan aktivitas sehati-hari
8) Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban maupun sebagai
saksi
9) Self kontrol : tidak mampu mengontrol perasaan dan emosi, mudah
cemas, rasa takut,akan tidak diakui, gaya hidup tidak berdaya.
10) Kepribadian : mudah marah, pasif dan cenderung tertutup.
c. Sosial budaya
1) Usia 30-meninggal berpotensi mengalami ketidakberdayaan
2) Jenis kelamin laki-laki ataupen perempuan mempunyai kecenderungan
yang sama untuk mngalami ketidakberdayaan tergantung dari peran yang
dijalankan dalam kehidupannya.
3) Pendidikan rendah
4) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan
( misalnya : pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau
orang terdekat yang berlangsung lebih dari 6 bulan)
5) Adanya normal individu ataumasyarakat yang menghargai kontrol
( kontrol lokus internal)
6) Dalam ketidupan sosial, cenderung ketergantungan dengan orang lain,
tidak mampu berpartisipasi dalam sosial kemasyarrakatan secara aktif,
enggan bergaul dan Kadang menghindar dari orang lain
7) Pengalaman sosial, kurang aktif dalam kegiatas di masyarakat
8) Kurang terlibat dalam kegiatan politik baik secara aktif maupun pasif
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat menstimulasi klien jatuh pada kondisi ketidakberdayaan
dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi eksternal dimana pasien
kurang dapat menerima perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kondisi
eksternal biasanya keluarga dan masyarakat kurang mendukung atau mengakui
keberadaannya yang sekarang terkait dengan perubahan fisik dan perannya.
Faktor –faktor lain yang berhubungan dengan faktor presipitasi timbulnya
ketidakberdayaan adalah sebagai berikut :
a. Biologis
1) Menderita suatu penyakit dan harus dilakukan terapi tertentu, program
pengobatan yang terkait dengan penyakit (misalnya jangka panjang, sulit
dan kompleks) (proses intoksifikasi rehabilitasi).
2) Kambuh dari penyakit kronis dalam 6 bulan terakhir
3) Dalam enam bulan terakhir mengalami infeksi otak yang menimbulkan
kejang atau trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus frontal,
temporal dan limbic
4) Terdapat gangguan sistem endokrin
5) Penggunaan alkohol, obat-obatan, kafein dan tembakau
6) Mengalami ganggguan tidur atau istirahat
7) Kurang mampu menyesuaikan diri terhadap budaya, ras,etnik dan gender
8) Adanya perubahan gaya berjalan, koordinasi dan keseimbangan
b. Psikologis
1) Perubahan gaya hidup akibat menderita penyakit kronis
2) Tidak dapat menjalankan pekerjaan, hobi, kesenangan dan aktivitas
sosial yang berdampak pada keputusasaan.
3) Perasaan malu dan rendah diri karena ketidakmampuan melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari akibat tremor, nyeri, kehilangan
pekerjaan.
4) Konsep diri: gangguan pelaksanaan peran karena ketidakmampuan
melakukan tanggungjawab peran.
5) Kehilangan kemandirian atau perasaan ketergantungan dengan orang
lain.
c. Sosial budaya
1) Kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat kondisi kesehatan atau
kehidupannya yang sekarang.
2) Tinggal di pelayanan kesehatan dan pisah dengan keluarga (berada
dalam lingkungan perawatan kesehatan).
3) Hambatan interaksi interpersonal akibat penyakitnya maupun penyebab
yang lain
4) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan
(misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau
orang terdekat yang berlangsung dalam 6 bulan terakhir)
5) Adanya perubahan dari status kuratif menjadi status paliatif.
6). Kurang dapat menjalankan kegiatan agama dan keyakinannya dan
ketidakmampuan berpartisipasi dalam kegiatan sosial dimasyarakat.
E. Faktor Sumber Koping
a. Personal ability
1) Keterampilan pemecahan masalah: kemampuan mencari sumber informasi,
kemampuan mengidentifikasi masalah yang berhubungan
ketidakberdayaan, kekuatan dan factor pendukung serta keberhasilan yang
pernah dicapai. Kemampuan mempertimbangkan alternative aktivitas yang
realistik. Kemampuan melaksanakan rencana kegiatan dan memantau
kemajuan dari kondisi pengobatannya.
2) Kesehatan secara umum: mempunyai keterbatasan mobilitas yang dapat
dikendalikan oleh pasien.
3) Keterampilan sosial: kemampuan dalam berkomunikasi secara efektif
terutama dalam pencarian sumber informasi untuk mengatasi
ketidakberdayaannya.
4) Pengetahuan : Kemampuan memahami perubahan fisik dan peran atau
kondisi kesehatan dan kehidupannya.
5) Integritas ego: pasien mempunyai pedoman hidup yang realistis, mengerti
arah dan tujuan hidup yang diinginkan secara matang.
b. Sosial support
1) Kualitas hubungan antara pasien dengan keluarga dan anggota masyarakat
di sekitarnya.
2) Kualitas dukungan social yang diberikan keluarga, anggota masyarakat
tentang keberadaan pasien saat ini.
3) Komitmen masyarakat dan keluarga dalam menjalankan kegiatan atau
perkumpulan di masyarakat.
4) Tinggal di lingkungan keluarga dan masyarakat yang mempunyai norma
tidak bertentangan dengan nilai budaya yang ada.
a. Material Asset
1) Pasien atau keluarga mempunyai penghasilan yang cukup dan stabil untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2) Pasien mempunyai fasilitas ansuransi kesehatan, jamkesmas.
3) Mempunyai asset keluarga: tabungan, tanah, rumah untuk mengantisipasi
kebutuhan hidup.
4) Terdapat pelayanan kesehatan, dan mampu mengakses pelayanan kesehatan
yang ada.
d. Positive belief
1) Keyakinan dan nilai: Pasien mempunyai keyakinan bahwa penyakitnya
akan dapat disembuhkan dan menyadari adanya perubahan fisik akibatnya
penyakitnya akan berdampak pada kehidupannya.
2) Motivasi: dengan perubahan gaya hidup yang terjadi klien dapat menjalani
hidup dengan semangat.
Orientasi terhadap pencegahan: pasien berfikir bahwa lebih baik mencegah
daripada mengobati.
F. Faktor Mekanisme Koping
a. Konstruktif
1) Menilai pencapaian hidup yang realistis
2) Mempunyai penilaian yang yang nyaman dengan perubahan fisik dan peran
yang dialami akibat penyakitnya
3) Dapat menjalankan tugas perkembangannya sesuai dengan keterbatasan
yang terjadi akibat perubahan status kesehatannya
4) Kreatif: pasien secara kreaktif mencari informasi terkait perubahan status
kesehatannya sehingga dapat beradaptasi secara normal
5) Di tengah keterbatasan akibat perubahan status kesehatan dan peran dalam
kehidupan sehari-hari, pasien amsih tetap produktif menghasilkan sesuatu
6) Mampu mengembangkan minat dan hobi baru sesuai dengan perubahan
status kesehatan dan peran yang telah dialami
7) Peduli terhadap orang lain disekitarnya walaupun mengalami perubahan
kondisi kesehatan.
b. Destruktif
1) Tidak kreatif/kurang memiliki keinginan dan minat melakukan aktivitas
harian (pasif)
2) Perasaan menolak kondisi perubahan fisik dan status kesehatan yang
dialami dan marah-marah dengan situasi tersebut
3) Tidak mampu mengekspresikan perasaan terkait dengan perubahan kondisi
kesehatannya dan menjadi merasa tertekan atau depresi
4) Kurang atau tidak mempunyai hubungan akrab dengan orang lain, kurang
minat dalam interaksi sosial sehingga mengalami menarik diri dan isolasi
sosial
5) Tidak mampu mencari informasi kesehatan dan kurang mampu
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang dapat berakhir pada
penyerangan terhadap orang lain
6) Ketergantungan terhadap orang lain (regresi)
7) Enggan mengungkapkan perasaan yang sebenarnya (represi/supresi).
III. Pohon Masalah
Ketidakberdayaan
I. KASUS
Kehilangan
II. Proses Terjadinya Masalah
A. Devinisi
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan
adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal
yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap
atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisipasi, atau tidak
diharapkan, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan (Lambert dan Lambert, 1985, h. 35). Kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya.
Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalmi suatu
kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau tidak pernah
ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau
seluruhnya.
B. Faktor Predisposisi
1. Genetik
Seorang individu yang memiliki anggota keluarga atau dibesarkan dalam
keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan mengalami kesulitan dalam
bersikap optimis dan menghadapi kehilangan.
2. Kesehatan fisik
Individu dengan kesehatan fisik prima dan hidup yang teratur mempunyai
kemampuan dalam menghadapi stress dengan lebih baik dibandingkan
dengan individu yang mengalami gangguan fisik.
3. Kesehatan mental
Individu dengan riwayat gangguan kesehatan mental memiliki tingkat
kepekaan yang tinggi terhadap suatu kehilangan dan beresiko untuk kambuh
kembali.
4. Pengalaman kehilangan sebelumnya
HARGA DIRI
RENDAH
KEHILANGAN
KEHILANGAN
SUAMI
Adatif Maladaftif
Keterangan :
Respons emosional : tingkatan perasaann diri mengenai cara berperilaku, bisa
diutarakan baik lisan ataupun tulisan mengenai keadaan diri sendiri.
Reaksi berduka : perasaan sedih yang mendalam dan sulit maju ketahap
berikutnya.
Supresi emosi : secara sadar tindakan yang dapat dipilih guna menutupi pikiran,
perasaan ataupun dukungan dengan adanya perasaan marah, kecewa dan kesal.
Reaksi berduka tertunda : upaya untuk menghindari distress hebat yang
berkaitan dengan berduka terkait pada peggambaran dalam penggunaan
mekanisme pertahanan penyangkalan dan supresi yang berlebihaan.
Depresi : suasana hati yang terganggu atau perasaan sedih yang mendalam dan
rasa tidak perduli.
F. Mekanisme Koping
1.Kemampuan dan keterampilan individu,teknik-teknik
pertahanan,dukungan social dan dorongan motivasi
1) Faktor internal :
Umur dimana semakin tinggi umur koping individu yaitu dengan
menyerahkan diri atas apa yang akan terjadi,kesehatan dan
energy,komitmen atau tujuan hidup,jenis kelamin perempuan lebih
sensitive dari laki-laki dan perasaan seseorang seperti harga diri
2) Faktor eksternal
Dukungan social,dukungan harga diri, dan dukungan emosi dimana
seorang merasa dicintai
2. Mekanisme koping
a)Mekanisme koping yang konstrukstif
b)Melakukan perubahan perilaku yang menurunkan keputusaasaan
c)Beradaptasi dengan lingkunganya
d)Membangun kepercayaan diri dan bersikap optimis
e)Memanfaatkan dukungan keluarga /orang terdekat (struart,2011
f) Fokus pada masalah
IV. Keperawatan
A. Pohon Masalah
Ketidakberdayaan Efek
Do:
Klien menghindari
interaksi dengan perawat
Klien tampak sering
mengangkat bahu setiap
diberi pertanyaan
Klien tampak lesu
V. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah Kronis b.d Kegagalan berulang
VI. Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan I. 12463 (Manajemen Perilaku)
keperawatan keputusasaan klien tampak 1. Observasi:
berkurang dan klien mampu mengenal Identifikasi harapan untuk
kegagalan tersebut mengendalikan perilaku
2. Terapeutik:
Diskusikan tanggung jawab
terhadap perilaku
Jadwalkan kegiatan terstruktur
Ciptakan dan pertahankan
lingkungan dan kegiatan
perawatan konsisten setiap dinas
Tingkatkan aktivitas fisik sesuai
kemampuan
Bicara dengan nada dan tenang
3. Edukasi
Informasikan keluarga bahwa keluarga
sebagai dasar kognitif
STRATEGI PELAKSANAAN KEPUTUS ASAAN
Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
a) Data Subjektif
Klien mengatakan sudah bosan dengan hidupnya
Klien mengatakan sudah tidak kuat lagi dengan cobaan hidup karena
penyakitnya tidak kunjung sembuh
Klien mengatakan sulit tidur karena khawatir akan penyakitnya
Klien mengatakan tidak nafsu makan
b) Data Objektif
Klien menghindari interaksi dengan perawat
Klien tampak sering mengangkat bahu setiap diberi pertanyaan
Klien tampak lesu
2. Diganosa Keperawatan
3. Tujuan Tindakan Keperawatan
a. Tujuan Umum Klien
mampu mengatasi keputusasaan (harapan meningkat)
b. Tujuan Khusus
o Klien mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat
o Klien mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
o Klien mampu merasakan manfaat latihan yang dilakukan
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien
o Mengucapkan salam setiap ingin berinteraksi
o Perkenalkan diri dengan klien, serta tanyakan nama dan nama panggilan
yang klien senangi
o Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan
o Membuat kontrak waktu, topik, dan tempat dengan jelas
o Menunjukkan sikap jujur, empati, dan menepati janji
o Perhatikan dan penuhi kebutuhan dasar klien
b. Bantu klien mengenal kemampuan diri
Bantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
B. Jenis
C. Fase-fase
D. Rentang Respon
A. Rasa percaya
a) Adaptif
a) Adaptif
1) Rasa percaya terhadap diri sendiri dan kesabaran.
2) Rasa percaya terhadap kehidupan walaupun terasa berat.
3) Keterbukaan terhadap Tuhan.
b) Maladaptif
b) Maladaptif
1) Merasa tidak nyaman dengan kesadaran diri.
2) Ketidakmampuan untuk terbuka terhadap orang lain.
3) Merasa bahwa hanya orang tertentu dan tempat tertentu yang aman.
4) Ingin kebutuhan dipenuhi segera, tidak dapat menunggu.
4) Ingin kebutuhan dipenuhi segera, tidak dapat menunggu.
4) Ingin kebutuhan dipenuhi segera, tidak dapat menunggu.
4) Ingin kebutuhan dipenuhi segera, tidak dapat menunggu.
5) Tidak terbuka kepada Tuhan.
6) Takut terhadap maksud Tuhan.
B. Kemauan memberi maaf
a) Adaptif
1) Menerima diri sendiri dan orang lain dapat berbuat salah.
2) Tidak berprasangka buruk.
3) Memandang penyakit sebagai sesuatu yang nyata.
4) Memaafkan diri sendiri.
5) Memberi maaf orang lain.
6) Menerima pengampunan Tuhan.
7) Pandangan yang realistik terhadap masa lalu.
b) Maladaptif
1) Merasakan penyakit sebagai hukuman.
2) Merasa Tuhan sebagai penghukum.
3) Merasa bahwa Maaf hanya diberikan berdasarkan perilaku.
4) Tidak mampu menerima diri sendiri.
5) Menyalahkan diri sendiri atau menyalahkan orang lain.
C. Mencintai dan Keterikatan
a) Adaptif
1) Mengekspresikan perasaan dicintai oleh orang lain atau Tuhan.
2) Mampu menerima bantuan.
3) Menerima diri sendiri.
4) Mencari kebaikan dari orang lain.
b) Maladaptif
1) Takut bergantung pada orang lain.
2) Menolak bekerja sama dengan tenaga kesehatan.
3) Cemas berpisah dengan keluarga.
4) Menolak diri atau angkuh dan mementingkan diri sendiri.
5) Tidak mampu untuk mempercayai diri sendiri Oleh Tuhan dan tidak
mempunyai hubungan rasa cinta dengan Tuhan.
6) Merasa jauh dari Tuhan.
D. Keyakinan
a) Adaptif
1) Ketergantungan pada anugerah Tuhan
2) Termotivasi untuk tumbuh
3) Mengekspresikan Kepuasan dengan menjelaskan kehidupan setelah
kematian.
4) Mengekspresikan kebutuhan untuk memasukin kehidupan dan/atau
memahari wawasan yang lebih luas.
5) Mengekspresikan kebutuhan ritual.
b) Maladaptif
1) Tidak percaya pada kekuasaan Tuhan.
2) Takut kematian/kehidupan setelah kematian.
3) Merasa terisolasi dari kepercayaan masyarakat sekitar.
4) Merasa pahit, frustasi dan marah terhadap Tuhan.
S) Nilai Keyakinan dan tujuan hidup yang tidak jelas.
6) 'Tidak mempunyai komitmen.
E. Kreativitas dan Harapan
a) Adaptif
1 Meminta informast tentang Kondist
2) Membicarakan kondisinya secara realistic.
3) Menggunakan waktu selama dirawat inap/sakit secara konstruktif
4) Mencari kenyamanan bat in daripada fisik.
S) Mengekspresikan harapan tentang masa depan
b) Maladaptif
I) Mengekspresikan perasaan takut kehilangan kendali.
2) Mengekspresikan Kebosanan.
3) Tidak mempunyai visi alternative yang memungkinkan
4) Takut terhadap terapi.
S) Patus asa.
6) Tidak dapat menolong atau menerima diri sendiri.
7) Tidak dapat menikmatt apapun
F. Arti dan tujuan
a) Adaptif
1) Mengekspresikan kepuasan hidup.
2) Menerima dan
menggunakan penderitaan sebagai car untuk
memahami diri sendiri.
3) Mengekspresikan arti kehidupan/kematian.
4) Mengekspresikan komitmen dari orientasi hidup.
5) Jelas tentang apa yang penting
b) Maladaptif
1) Mengekspresikan tidak ada alasan untuk bertahan.
2) Tidak dapat menerima arti penderitaan yang dialami.
3) Tidak dapat merumuskan tujuan atau tidak mencapai tujuan.
G. Bersyukur
a) Adaptif
1 Merasa bersyukur
2) Merasakan anugerah yang dilimpahkan Tuhan
3) Merasa harmoni yang utuh.
b) Maladaptif
1. Mencemaskan masa lalu dan yang akan datang.
2. Terpusat pada penyesalan.
Proses Keperwatan
Kondisi Klien : Kondisi klien pada pertemuan pertama menunjukkan sikap sedih dan
kecewa pada kondisi hidupnya serta marah pada Tuhan sehingga tidak mau beribadah.
Pertemuan kedua sudah mulai menunjukkan perasaan tentang spiritual yang
diyakininya. Namun, ia masih terlihat kecewa dan belum menerima nasibnya.
Diagnosa Keperawatan : Distress spiritual b.d Kejadian hidup yang tidak diharapkan
Tujuan Khusus :
a. Klien mampu melakukan aktivitas spiritualnya secara mandiri.
b. Klien memahami hal penting tentang spiritual yang diyakininya.
c. Klien dapat aktif mengikuti kegiatan keagamaan.
d. Klien merasa lebih tenang
Tindakan Keperawatan :
a. Fasilitasi pasien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan atau agama yang dianut
oleh pasien.
b. Fasilitasi klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain.
ORIENTASI
1. Salam Terapeutik : " Assalamualaikum bu, nama saya suster Nabila dari
Universitas Ichsan, Nama ibu siapa?"
2. Evaluasi/validasi : "Bagaimana ibu semalam tidurnya? Bagaimana perasaan ibu
hari ini?"
3. Kontrak : Topik : "Bagaimana kalau kita berbicara tentang masalah-
masalah yang ibu alami ?"
Waktu : "Kita ngobrol selama 30 menit ya?"
Tempat : "Dimana menurut ibu tempat yang cocok untuk kita
ngobrol ?"
Tujuan Interaksi : "Agar ibu merasa lebih lega dan ibu mendapat
solusi dari masalah yg dialami."
Tempat : " menurut ibu dimana tempat yang cocok untuk kita mengobrol kembal