Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

HIPERILIRUBINEMIA DI RS CINTA KASIH CIPUTAT

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Manajemen

Dosen Pembimbing :
Ns. Beata Rivani, M. Kep

Oleh:

DESYANA
20227060

UNIVERSITAS ICHSAN SATYA


STASE MANAJEMEN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2023
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBINEMIA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Hiperbilirubin merupakan keadaan bayi baru lahir, dimana kadar bilirubin total
lebih dari 10 mg/dl pada minggu pertama yang ditandai berupa warna kekuningan pada
bayi atau disebut dengan ikterus. Keadaan ini terjadi pada bayi baru lahir sering disebut
ikterus neonatarum yang bersifat psikologis atau yang lebih dikenal dengan
hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan meningkatnya kadar
bilirubin dalam jaringan ekstravaskuler sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa akan
berwarna kuning. Keadaan tersebut yang berpotensi menyebabkan kern ikterus yang
merupakan kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek diotak. (Hidayat, 2017)
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin darah yang
nilainya lebih dari normal. Nilai normal indirek 0,3-1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1-0,4
mg/dl (Suriadi, 2019)
Hiperbilirubin merupakan salah satu fenomena klinis tersering ditemukan pada
bayi baru lahir, dapat disebabkan oleh proses fisiologis atau patologis atau kombinasi
keduanya. (Lubis, 2022)
2. Klasifikasi Hiperbilirubin
a. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah
merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada
disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati
maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta
gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam
doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan
bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah
peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak
didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7.
penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin.
e. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang
tinggi dan berat badan tidak bertambah.
f. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak
terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus,
Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

3. Etiologi
a. Peningkatan produksi :
 Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
 Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
 Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
 Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
 Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol
(steroid).
 Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek
meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
 Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

4. Tanda dan Gejala


a. Kulit berwarna kuning sampai jingga
b. Pasien tampak lemah
c. Nafsu makan berkurang
d. Reflek hisap kurang
e. Urine pekat
f. Perut buncit
g. Pembesaran lien dan hati
h. Gangguan neurologic
i. Feses seperti dempul
j. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
k. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
l. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru
lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
m. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3 -4
dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.

Tabel 1. Rumus Kramer

Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin


1 Kepala dan leher 5 mg %
2 Daerah 1 + badan bagian atas 9 mg %
3 Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan tungkai 11 mg %
4 Daerah 1,2,3 + lengan dan kaki di bawah lutut 12 mg%
5 Daeraha 1,2,3,4 + tangan dan kaki 16 g %

5. Fatofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat
menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada saraf pusa tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin
indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.
Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar otak apabila bayi terdapat keadaan berat
badan lahir rendah (BBLR), hipoksia dan hipoglikemia. (Markum, 1991)
6. Pathway Obat-obatan : Gangguan fungsi
Penyakit Hemolitik salisilat hepar

Hemolisis Defisiensi Jumlah bilirubin yang Jaundice ASI


akan diangkut ke hati
berkurang
Pembentukan bilirubin Defisiensi G-6-PD
bertambah

Konjugasi bilirubin
indirek menjadi bilirubin
direk lebih rendah

Bilirubin indirek
meningkat

Hiperbiliruinemia

Dalam jaringan Otak


ekstravaskuler (kulit,
konjungtiva, mukosa,
alat tubuh lain Kern Ikterus

MK : Kecemasan MK : Ikterik Kurang informasi


orangtua/keluarga ke orangtua

Fototerapi

Persepsi yang
MK : Resiko Gg.
salah
Integritas Kulit

MK : Kurang pengetahuan
orangtua/keluarga
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
 Test Coomb pada tali pusat BBL
 Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-
A, anti-B dalam darah ibu.
 Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-positif,
anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
 Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
 Bilirubin total.
 Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang mungkin
dihubungkan dengan sepsis.
 Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam
atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada
bayi praterm tegantung pada berat badan.
 Protein serum total
 Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama
pada bayi praterm.
 Hitung darah lengkap
 Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
 Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%)
dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
 Glukosa
 Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test
glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai
menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
 Daya ikat karbon dioksida
 Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .
 Meter ikterik transkutan
 Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
 Pemeriksaan bilirubin serum
 Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari
setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
 Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7
hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis
 Smear darah perifer
 Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit RH
atau sperositis pada incompabilitas ABO
 Test Betke-Kleihauer
 Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma
kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra
hepatic.
d. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti
untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

8. Penatalaksanaan
Tindakan umum meliputi :
1) Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah truma
lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan
ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
2) Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir.
3) Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan hiperbilirubinemia
diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia.
Pengobatan mempunyai tujuan :
1) Menghilangkan Anemia
2) Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3) Meningkatkan Badan Serum Albumin
4) Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
a. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan
intensitas yang tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi
menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin
tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin
bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah
Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian
bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama
feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin,
tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat
menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg /
dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di
Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan
untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko
tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
b. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4) Tes Coombs Positif.
5) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8) Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :


1) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel
darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3) Menghilangkan Serum Bilirubin
4) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan
Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang
dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A
dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek.
Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

9. Komplikasi
a. Retardasi mental : kerusakan neurologist
b. Gangguan pendengaran dan penglihatan
c. Kematian.
d. Kernikterus.

10. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa
kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
e. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
f. Pemberian makanan yang dini.
g. Pencegahan infeksi
BKONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1 Pengkajian
a Identitas

Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I, Kejadian ikterus : 60 %
bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan. Perhatian utama : ikterus
pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin > 5mg/dl dalam 24 jam.
b Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
2) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif : lahir
prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia.
3) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak
kuning.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia,
gangguan saluran cerna dan hati ( hepatitis )
5) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang
ikterus.

2) Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional


1) Aktivitas / Istirahat
 Letargi, malas.
2) Sirkulasi
 Mungkin pucat menandakan anemia.
3) Eliminasi
 Bising usus hipoaktif.
 Pasase mekonium mungkin lambat.
 Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin.
 Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
4) Makanan / Cairan
 Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui
daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum
( reflek menghisap dan menelan lemah, sehingga BB bayi
mengalami penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan
pembesaran limfa, hepar.

5) Neuro sensori
 Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua
tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran /
kelahiran ekstraksi vakum.
 Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin
ada dengan inkompatibilitas Rh berat.
 Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat opistotonus dengan
kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih,
aktivitas kejang (tahap krisis).
6) Pernafasan
 Riwayat asfiksia
7) Keamanan
 Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus
 Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan
intracranial.
 Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan
berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan
(sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
8) Seksualitas
 Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi
dengan retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi
dengan ibu diabetes.
 Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin,
asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia.
 Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
9) Penyuluhan / Pembelajaran
 Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis
kistik.
 Faktor keluarga : missal riwayat hiperbilirubinemia pada
kehamilan sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan
metabolisme saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah
(sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
 Faktor ibu, seperti diabetes ; mencerna obat-obatan (missal,
salisilat, sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau
nitrofurantoin (Furadantin),

inkompatibilitas Rh/ABO, penyakit infeksi (misal, rubella,


sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
 Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm,
kelahiran dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan
pengkleman tali pusat, atau trauma kelahiran.

2 Diagnosa Keperawatan (SDKI)


a Ikterik Neonatorum (D.0024)
b Ansietas (D.0080)
c Defisit Pengetahuan (D.0111)
d Resiko Gangguan integritas kulit (D.0139)
3 Luaran Keperawatan dan Intervensi Keperawatan (SLKI dan SIKI)
Dalam buku standar intervensi keperawtaan (SIKI) tahun 2019, intervensi
keperawtan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan
pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan,
dan pemukihan kesehatan klien individu, keluarga, dan komunitas. Intervensi
keperawatan terdiri dari intervensi utama dan pendukung.
NO SLKI SIKI
1. Adaptasi neonatus (L.10098) Foto Terapi Neonatus (I.03091)
membaik dengan kriteria Observasi
hasil :  Monitor ikterik pada sklera dan kulit
 Berat badan meningkat bayi
 Kulit kuning menurun  Identifikasi kebutuhan cairn sesuai usia
 Sklera kuning menurun gestasi dan berat badan
 Monitor suhu dan tanda vital setiap 4
jam sekali
 Monitor efek samping fototerapi
Terapeutik
 Siapkan lampu terapi dan box bayi
 Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
 Berikan penutup mata pada bayi
 Ukur jarak antar lampu dan dan
permukaan kulit bayi (jarak 30 cm dari
bayi)
Kolaborasi
 Kolaborasi pemeriksaan Bilirubin vena
bilirubin direk dan indirek melalui
darah vena setelah 2 x 24 jam fototerapi

2. Tingkat Ansietas (L. 090933) Reduksi Ansietas (I.09314)


membaik dengan kriteria
Observasi :
hasil :
 Verbalisasi kebingungan,
1 Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
verbalisasi khawatir
2 Identifikasi kemampuan pengambilan
akibat kondisi yang
keputusan
dihadapi, perilaku
3 Monitor tanda-tanda ansietas
gelisah, perilaku tegang,
keluan pusing, anoreksia, Terapeutik :
palpitasi, frekuensi
1 Ciptakan suasana terapeutik untuk
napas, rekuensi nadi,
menumbukan kepercayaan
tekanan darah, tremor
2 Temani pasien untuk mengurangi
dan pucat menurun
kecemasan
3 Pahami situasi yang membuat ansietas
 Konsentrasi, pola tidur,
4 Dengarkan dengan penu perahatian
perasaan keberdayaan,
DAFTAR PUSTAKA

http://www.docstoc.com/docs/159606809/Anak---Hiperbilirubin
http://growupclinic.com/2012/05/07/penanganan-terkini-hiperbilirubinemia-atau

penyakit- kuning-pada-bayi-baru-lahir/
Tim Prokja SDKI PPNI.2018.Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan.DPP PPNI
Tim Prokja SDKI PPNI.2018.Standar Luar Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan.DPP PPNI Tim Prokja SDKI PPNI.2018.Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan.DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai