Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN

1. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian
. Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin
dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek
patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit,
membrane mukosa dan cairan tubuh.
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat
menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Jadi dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin adalah suatu keadaan
dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal
bilirubin serum. Untuk bayi yang baru lahir cukup bulan batas aman
kadar bilirubinnya adalah 12,5 mg/dl, sedangkan bayi yang lahir kurang
bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 10 mg/dl. Jika kemudian
kadar bilirubin diketahui melebihi angka-angka tersebut, maka ia
dikategorikan hiperbilirubin.

B. Klasifikasi Hiperbilirubin
1. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat
hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan
konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga
menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
2. Ikterus hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati.
Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak
terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi
bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus
karena terjadi retensi dan regurgitasi.
3. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga
empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus
halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam
serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin
dalam tinja dan urin.
4. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh
pada hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam
memproses bilirubin.
5. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai
suhu badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
6. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin
Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus,
Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus
pada dasar Ventrikulus IV.

C. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan
Rhesus dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan
metabolic yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d. Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa),
20 (beta) , diol (steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar
Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir
rendah.
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati
dan darah merah seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

D. Tanda dan Gejala


1. Kulit berwarna kuning sampai jingga
2. Pasien tampak lemah
3. Nafsu makan berkurang
4. Reflek hisap kurang
5. Urine pekat
6. Perut buncit
7. Pembesaran lien dan hati
8. Gangguan neurologic
9. Feses seperti dempul
10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
12. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
13. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak
pada hari ke 3 -4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan
jaundice fisiologi.
Tabel 1. Rumus Kramer
Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin
1 Kepala dan leher 5 mg %
2 Daerah 1 + badan bagian atas 9 mg %
3 Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan 11 mg %
tungkai
4 Daerah 1,2,3 + lengan dan kaki di 12 mg%
bawah lutut
5 Daeraha 1,2,3,4 + tangan dan kaki 16 g %

E. Fatofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan
lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat
tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada
umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusa tersebut mungkin
akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah
tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui
sawar otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah
(BBLR), hipoksia dan hipoglikemia.
F. Pathway
Hemoglobin

Globin Hema

Bilivirdin Feco

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/gangguan transport


bilirubin/peningkatan siklus entero hepatik), Hb dan eritrosit abnormal

Pemecahan bilirubin berlebih / bilirubin yang tidak berikatan dengan


albumin meningkat

Suplai bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus enterohepatik

Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah, pengeluaran meconeum terlambat,


obstruksi usus, tinja berwarna pucat

Gangguan integritas kulit Icterus pada sklera, leher dan badan


peningkatan bilirubin indirek > 12 mg/dl

Indikasi Fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Resiko tinggi injuri Kekurangan volume Gangguan suhu tubuh


cairan tubuh
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
a. Test Coomb pada tali pusat BBL
 Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody
Rh-positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu.
 Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya
sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas
ABO.
c. Bilirubin total.
 Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl
yang mungkin dihubungkan dengan sepsis.
 Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl
dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi
cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada
berat badan.
d. Protein serum total
 Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan terutama pada bayi praterm.
e. Hitung darah lengkap
 Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
 Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia,
penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30
mg/dl atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir
hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan
melepaskan asam lemak.
g. Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .
h. Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin
serum.
j. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl
antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl
tidak fisiologis.
k. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12
mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari
14mg/dl tidak fisiologis
l. Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada
penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
m. Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau
peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses
hati atau hepatoma.
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra
hepatic dengan ekstra hepatic.
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus
yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic
dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan
seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

H. Penatalaksanaan
Tindakan umum meliputi :
1. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil,
mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru
lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
2. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir.
3. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi
efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1) Menghilangkan Anemia
2) Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3) Meningkatkan Badan Serum Albumin
4) Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi,
Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
a. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan
neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan
menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar
Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan
mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut
Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan
dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak
ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang
bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan
kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan
dan hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin
Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang
dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5
mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan
Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi
dan Berat Badan Lahir Rendah.
b. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor faktor :
1) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
4) Tes Coombs Positif.
5) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu
pertama.
6) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam
pertama.
7) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8) Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
3) Menghilangkan Serum Bilirubin
4) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan
O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang
dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek.
setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus
diperiksa setiap hari sampai stabil.

I. Komplikasi
1. Retardasi mental : kerusakan neurologist
2. Gangguan pendengaran dan penglihatan
3. Kematian.
4. Kernikterus.
J. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
1. Pengawasan antenatal yang baik
2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan
masa kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin,
oksitosin.
3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
5. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
6. Pemberian makanan yang dini.
7. Pencegahan infeksi

2. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I, Kejadian
ikterus : 60 % bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan.
Perhatian utama : ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar
bilirubin > 5mg/dl dalam 24 jam.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat
yang meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang
dapat mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
b. Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif
: lahir prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia
dan asfiksia.
c. Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak
kuning.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan
saluran cerna dan hati ( hepatitis )
4. Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran
orang tua.
5. Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap
bayi yang ikterus.

B. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional


1) Aktivitas / Istirahat
 Letargi, malas.
2) Sirkulasi
 Mungkin pucat menandakan anemia.
3) Eliminasi
 Bising usus hipoaktif.
 Pasase mekonium mungkin lambat.
 Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin.
 Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
4) Makanan / Cairan
 Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih
disusui daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas
minum ( reflek menghisap dan menelan lemah, sehingga BB
bayi mengalami penurunan). Palpasi abdomen dapat
menunjukkan pembesaran limfa, hepar.
5) Neuro sensori
 Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua
tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran /
kelahiran ekstraksi vakum.
 Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis
mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh berat.
 Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat opistotonus dengan
kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis
lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
6) Pernafasan
 Riwayat asfiksia
7) Keamanan
 Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus
 Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan
intracranial.
 Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan
berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan
(sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
8) Seksualitas
 Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi
dengan retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi
dengan ibu diabetes.
 Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress
dingin, asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia.
 Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
9) Penyuluhan / Pembelajaran
 Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier,
fibrosis kistik.
 Faktor keluarga : missal riwayat hiperbilirubinemia pada
kehamilan sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik,
kesalahan metabolisme saat lahir (galaktosemia), diskrasias
darah (sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
 Faktor ibu, seperti diabetes ; mencerna obat-obatan (missal,
salisilat, sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau
nitrofurantoin (Furadantin), inkompatibilitas Rh/ABO, penyakit
infeksi (misal, rubella, sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
 Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm,
kelahiran dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin,
perlambatan pengkleman tali pusat, atau trauma kelahiran.
C. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
1) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar
bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera, leher dan badan.
2) Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan
kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurangnya paparan
informasi
3) Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan SSP berhubungan dengan
peningkatan bilirubin indirek dalam darah yang bersifat toksik
tehhadap otak.
4) Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping
fototerapi berhubungan dengan pemaparan sinar dengan intensitas
tinggi.
5) Risiko terjadi gangguan suhu tubuh akibat efek samping
fototerapi berhubungan dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
6) Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar
berhubungan dengan prosdur invasif, profil darah abnormal.
7) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan hospitalisasi anak
D. Intervensi keperawatan

Diagnosis Keperawatan Tujuan Intervensi

Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ......x24 1. Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4-8
berhubungan dengan jam, diharapkan integritas kulit kembali baik/ normal jam
peningkatan kadar dengan 2. Monitor keadaan bilirubin direk dan indirek (
bilirubin indirek dalam kriteria hasil : kolaborasi dengan dokter dan analis )
darah, ikterus pada  Kadar bilirubin dalam batas normal ( 0,2 – 1,0 mg/dl ) 3. Ubah posisi miring atau tengkurap.
sclera leher dan badan.  Kulit tidak berwarna kuning/ warna kuning mulai Perubahan posisi setiap 2 jam berbarengan
berkurang dengan perubahan posisi lakukan massage
 Tidak timbul lecet akibat penekanan kulit yang terlalu dan monitor keadaan kulit
lama 4. Jaga kebersihan kulit dan kelembaban
kulit/ Memandikan dan pemijatan bayi

Kurang pengetahuan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ......x 24 1. Berikan informasi tentang
keluarga mengenai jam, diharapkan pengetahuan keluarga bertambah penyebab,penanganan dan implikasi masa
kondisi, prognosis dan dengan kriteria hasil : datang dari hiperbilirubinemia. Tegaskan
kebutuhan tindakan  Mengungkapkan pemahaman tentang penyebab, atau jelaskan informasi sesuai kebutuhan.
berhubungan dengan tindakan, dan kemungkinan hasil hiperbilirubinemia 2. Tinjau ulang maksud dari mengkaji bayi
kurangnya paparan  Melatih orang tua bayi memandikan, merawat tali terhadap peningkatan kadar bilirubin ( mis.,
informasi pusat dan pijat bayi . mengobservasi pemucatan kulit di atas
tonjolan tulang atau perubahan perilaku )
khususnya bila bayi pulang dini.
3. Diskusikan penatalaksanaan di rumah dari
ikterik fisiologi ringan atau sedang, termasuk
peningkatan pemberian makan, pemajanan
langsung pada sinar matahari dan program
tindak lanjut tes serum.
4. Berikan informasi tentang mempertahankan
suplai ASI melalui penggunaan pompa
payudara dan tentang kembali menyusui ASI
bila ikterik memerlukan pemutusan
menyusui.
5. Kaji situasi keluarga dan system
pendukung.berikan orangtua penjelasan
tertulis yang tepat tentang fototerapi di
rumah, daftarkan teknik dan potensial
masalah.
6. Buat pengaturan yang tepat untuk tes tindak
lanjut dari bilirubin serum pada fasilitas
laboratorium.
7. Diskusikan kemungkinan efek-efek jangka
panjang dari hiperbilirubinemia dan
kebutuhan terhadap pengkajian lanjut dan
intervensi dini

Risiko tinggi cedera Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Periksa resus darah ABO
terhadap keterlibatan selama...........x24 jam, diharapkan kadar bilirubin 2. Tinjau catatan intrapartum terhadap factor
SSP berhubungan menurun dengan kriteria hasi l: resiko yg khusus, seperti berat badan lahir
dengan peningkatan  Kadar bilirubin indirek dibawah 12 mg/dl pada bayi rendah (BBLR) atau IUGR, prematuritas,
bilirubin indirek dalam cukup bulan pada usia 3 hari proses metabolic abnormal, cedera vaskuler,
darah yang bersifat toksik  Resolusi ikterik pada akhir minggu pertama sirkulasi abnormal, sepsis, atau polisitemia
terhadap otak. kehidupan 3. Perhatikan penggunaan ekstrator vakum
 SSP berfungsi dengan normal untuk kelahiran. Kaji bayi terhadap adanya
sefalohematoma dan ekimosis atau petekie
yang berlebihan
4. Tinjau ulang kondisi bayi pada kelahiran,
perhatikan kebutuhan terhadap resusitasi
atau petunjuk adanya ekimosis atau petekie
yang berlebihan, stress dingin, asfiksia, atau
asidosis
5. Pertahankan bayi tetap hangat dan kering,
pantau kulit dan suhu inti dengan sering
6. Mulai memberikan minum oral awal dengan
4 sampai 6 jam setelah kelahiran, khusus
bila bayi diberi ASI. Kaji bayi terhadap tanda-
tanda hipoglikemia. Dapatkan kadar
Dextrostix, sesuai indikasi
7. Evaluasi tingkat nutrisi ibu dan prenatal;
perhatikan kemungkinan hipoproteinemia
neonates, khususnya pada bayi praterm.
8. Perhatikan usia bayi pada awitan ikterik;
bedakan tipe ikterik (mis, fisiologis, akibat
ASI, atau patologis)
9. Gunakan meter ikterik transkutaneus.
10. Kaji bayi terhadap kemajuan tanda-tanda
dan perubahan perilaku; tahap I meliputi
neurodepresan (mis., letargi, hipotonia, atau
penurunan/tidak adanya reflek). Tahap II
meliputi neurohiperefleksia (mis,.
Kedutan,kacau mental, opistotonus, atau
demam). Tahap III ditandai dengan tidak
adanya manifestasi klinis. Tahap IV meliputi
gejala sisa seperti palsi serebra atau
retardasi mental
11. Pantau pemeriksaan laboratorium,
sesuai indikasi :
a. Bilirubin direk dan indirek.
b. Tes Coombs darah tali pusat
direk/indirek
c. Kekuatan combinasi karbondioksida
(CO2)
d. Jumlah retikulosit dan smear perifer.
e. Hb/Ht
f. Protein serum total
g. Hitung kapasitas ikatan plasma bilirubin-
albumin
h. Hentikan menyusui ASI selama 24-48
jam, sesuai indikasi. Bantu ibu sesuai
kebutuhan dengan pemompaan
panyudara dan memulai lagi menyusui
12. Berikan agens indikasi enzim
(fenobarbital, etanol) bila dibutuhkan.

Risiko tinggi kekurangan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .....x 24 1. Pantau masukan dan haluan cairan; timbang
volume cairan akibat efek jam, cairan tubuh neonatus adekuat dengan kriteria hasil berat badan bayi 2 kali sehari.
samping : 2. Perhatikan tanda- tanda dehidrasi (mis:
fototerapi berhubungan  Tugor kulit baik penurunan haluaran urine, fontanel tertekan,
dengan pemaparan sinar  Membran mukosa lembab kulit hangat atau kering dengan turgor buruk,
dengan intensitas tinggi.  Intake dan output cairan seimbang dan mata cekung).
 Nadi, respirasi dalam batas normal (N: 120-160 3. Perhatikan warna dan frekuensi defekasi dan
x/menit, RR : 35 x/menit ), suhu ( 36,5-37,5 C ) urine.
4. Tingkatkan masukan cairan per oral
sedikitnya 25%. Beri air diantara menyusui
atau memberi susu botol.
5. Pantau turgor kulit
6. Berikan cairan per parenteral sesuai indikasi
Risiko terjadi Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Pantau kulit neonates dan suhu inti setiap 2
gangguan suhu tubuh selama ......x 24 jam, diharapkan tidak terjadi gangguan jam atau lebih sering sampai setabil( mis;
akibat efek samping suhu tubuh dengan kriteria hasil : suhu aksila) dan Atur suhu incubator dengan
fototerapi berhubungan  Suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C-370C ) tepat
dengan efek mekanisme  Nadi dan respirasi dalam batas normal ( N : 120-160 2. Monitor nadi, dan respirasi
regulasi tubuh. x/menit, RR : 35 x/menit ) 3. Monitor intake dan output
 Membran mukosa lembab 4. Pertahankan suhu tubuh 36,50C-370C jika
demam lakukan kompres/ axilia
5. Cek tanda-tanda vital setiap 2-4 jam sesuai
yang dibutuhkan
6. Kolaborasi pemberian antipiretik jika demam.
Risiko tinggi cedera Setelah diberikan asuhan keperawatan, selama ......x 24 1. Perhatikan kondisi tali pusat bayi sebelum
akibat komplikasi jam, diharapkan tidak terjadi komplikasi dari transfusi transfuse bila vena umbilical digunakan. Bila
tindakan transfusi tukar tukar dengan kriteria hasil : tali pusat kering, berikan pencucian salin
berhubungan dengan  Menyelesaikan transfusi tukar tanpa komplikasi selama 30-60 menit sebelum prosedur
prosedur invasif, profil  Menunjukkan penurunan kadar bilirubin serum. 2. Pertahankan puasa selama 4 jam sebelum
darah abnormal. prosedur atau aspirat isi lambung
3. Jamin ketersediaan alat resusitatif.
4. Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama
dan setelah prosedur. Tempatkan bayi di
bawah penyebar hangat dengan
servomekanisme. Hangatkan darah sebelum
penginfusan dengan menempatkan di dalam
incubator, hangatkan baskom berisi air ataau
penghangat darah.
5. Pastikan golongan darah serta faktor Rh bayi
dan ibu. Perhatkan golongan darah dan
factor Rh darah untuk ditukar.
6. Jamin kesegaran darah. Darah yang diberi
heparin lebih disukai.
7. Pantau nadi, warna dan frekuensi
pernapasan/kemudahan sebelum, selama
dan setelah transfuse.Lakukan pengisapan
jika diperlukan.
8. Catat tanda-tanda atau kejadian selama
transfuse, pencatatan jumlah darah yang
diambil dan diinjeksikan.
9. Pantau tanda-tanda keseimbangan elektrolit
( mis; gugup, aktivitas kejang, dan apnea;
hiperefleksia,; bradikardia; atau diare )
10. Kaji bayi terhadap perdarahan
bedlebihan dari lokasi I V setelah transfuse.

11. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai


indikasi :
a. Kadar Hb/Ht sebelum dan setelah
transfuse
b. Kadar bilirubin serum segera setelah
prosedur, kemudian setiap 4 jam
c. Protein serum total

d. Kalsium dan kalium serum


e. Glukosa
f. Kadar pH serum
12. Berikan albumin sebelum transfuse bila
diindikasika
13. Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
 Kalsium glukonat 5 %
 Natrium bikarbonat
 Protamin sulfat

Perubahan proses Setelah dilakukan tindakan perawatan selama .........x24 1. Kenali kekhawatiran dan kebutuhan orang
keluarga berhubungan jam, terjadi pengurangan ansietas keluarga, dengan tua untuk informasi dan dukungan
dengan hospitalisasi kriteria hasil : 2. Gali perasaan dan masalah seputar
anak  Kecemasan keluarga berkurang hospitalisasi dan penyakit anak
 Secara verbal keluarga mengatakan cemas berkurang 3. Berikan informasi seputar kesehatan anak
4. Berikan dukungan sesuai kebutuhan
5. Anjurkan perawatan yang berpusat pada
keluarga dan anjurkan anggota keluarga
agar terlibat dalam perawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi I. Jakarta : Perpustakaan
Nasional.

Lia Dewi, Vivian Nanny, 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak balita. Jakarta : Salemba
Medika.

Mansyoer, Arid dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.

Muslihatum, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya.

Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : JNPKKR/POGI dan Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai