HIPERBILIRUBINEMIA
OLEH:
P07120120030
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
JURUSAN KEPERAWATAN
2. Epidemiologi
a. Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I
b. Kejadian ikterus : 60 % bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan.
c. Perhatian utama : ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin
> 5mg/dl dalam 24 jam.
d. Keadaan yang menunjukkan ikterus patologik :
Proses hemolisis darah
Infeksi berat
3. Klasifikasi Hiperbilirubin
a. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel
darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas
terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang
tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan
hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati
serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke
dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan
bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya
adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam
urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari
ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin.
e. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan
yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
f. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada
otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus,
Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
4. Etiologi
a. Peningkatan produksi :
Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan
ABO.
Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) ,
diol (steroid).
Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek
meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
6. Fatofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada saraf pusa tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati
sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.
Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar otak apabila bayi terdapat keadaan
berat badan lahir rendah (BBLR), hipoksia dan hipoglikemia. (Markum, 1991)
Hemoglobin
Globin Hema
Bilivirdin Feco
Indikasi Fototerapi
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif,
anti-A, anti-B dalam darah ibu.
Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-
positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
Bilirubin total.
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis.
Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24
jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5
mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan
terutama pada bayi praterm.
Hitung darah lengkap
Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (<
45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau
test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai
menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .
Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4
hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara
5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak
fisiologis
Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit
RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
d. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain
itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
8. Penatalaksanaan
Tindakan umum meliputi :
1) Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah
truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
2) Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir.
3) Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1) Menghilangkan Anemia
2) Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3) Meningkatkan Badan Serum Albumin
4) Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
a. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut
Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui
mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan
dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke
dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh
Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis
dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -
5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram
harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan
mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama
pada bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
b. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4) Tes Coombs Positif.
5) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8) Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
9. Komplikasi
a. Retardasi mental : kerusakan neurologist
b. Gangguan pendengaran dan penglihatan
c. Kematian.
d. Kernikterus.
10. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa
kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
e. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
f. Pemberian makanan yang dini.
g. Pencegahan infeksi
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I, Kejadian
ikterus : 60 % bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan. Perhatian
utama : ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin > 5mg/dl dalam 24
jam.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
2) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif : lahir
prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia.
3) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran
cerna dan hati ( hepatitis )
5) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang
ikterus.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1) Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
2) Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
3) Eliminasi
Bising usus hipoaktif.
Pasase mekonium mungkin lambat.
Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.
Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
4) Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui
daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum ( reflek
menghisap dan menelan lemah, sehingga BB bayi mengalami
penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa,
hepar.
5) Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang
parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran
ekstraksi vakum.
Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada
dengan inkompatibilitas Rh berat.
Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat opistotonus dengan
kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih,
aktivitas kejang (tahap krisis).
6) Pernafasan
Riwayat asfiksia
7) Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus
Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial.
Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan berlanjut
pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze)
sebagai efek samping fototerapi.
8) Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan
retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu
diabetes.
Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia,
hipoksia, asidosis, hipoglikemia.
Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
9) Penyuluhan / Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis
kistik.
Faktor keluarga : missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan
sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme
saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis, defisiensi
gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
Faktor ibu, seperti diabetes ; mencerna obat-obatan (missal, salisilat,
sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin),
inkompatibilitas Rh/ABO, penyakit infeksi (misal, rubella,
sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran
dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali
pusat, atau trauma kelahiran.
Kurang pengetahuan Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Berikan informasi tentang 1. Memperbaiki kesalahan konsep,
keluarga mengenai selama ......x 24 jam, diharapkan penyebab,penanganan dan implikasi meningkatkan pemahaman, dan
kondisi, prognosis dan pengetahuan keluarga bertambah masa datang dari hiperbilirubinemia. menurunkan rasa takut dan perasaan
kebutuhan tindakan dengan kriteria hasil : Tegaskan atau jelaskan informasi bersalah. Ikterik neonates mungkin
berhubungan dengan Mengungkapkan pemahaman sesuai kebutuhan. fisiologis, akibat ASI, atau patologis dan
kurangnya paparan tentang penyebab, tindakan, dan protocol perawatan tergantung pada
informasi kemungkinan hasil penyebab dan factor pemberat.
hiperbilirubinemia 2. Tinjau ulang maksud dari mengkaji 2. Memungkinkan orangtua mengenali tanda-
Melatih orang tua bayi bayi terhadap peningkatan kadar tanda peningkatan kadar bilirubin dan
memandikan, merawat tali pusat bilirubin ( mis., mengobservasi mencari evaluasi medis tepat waktu.
dan pijat bayi . pemucatan kulit di atas tonjolan
tulang atau perubahan perilaku )
khususnya bila bayi pulang dini.
3. Diskusikan penatalaksanaan di 3. Pemahaman orangtua membantu
rumah dari ikterik fisiologi ringan mengembangkan kerja sama mereka bila
atau sedang, termasuk peningkatan bila bayi dipulangkan. Informasi membantu
pemberian makan, pemajanan orangtua melaksanakan penatalaksanaan
langsung pada sinar matahari dan dengan aman dan dengan tepat serta
program tindak lanjut tes serum. mengenali pentingnya aspek program
penatalaksanaan.
4. Berikan informasi tentang 4. Membantu ibu untuk mempertahankan
mempertahankan suplai ASI melalui pemahaman pentingnya terapi.
penggunaan pompa payudara dan Mempertahankan supaya orangtua tetap
tentang kembali menyusui ASI bila mendapatkan informasi tentang keadaan
ikterik memerlukan pemutusan bayi. Meningkatkan keputusan berdasarkan
menyusui. informasi.
5. Kaji situasi keluarga dan system 5. Fototerapi di rumah dianjurkan hanya untuk
pendukung.berikan orangtua bayi cukup bulan setelah 48 jam pertama
penjelasan tertulis yang tepat tentang kehidupan, dimana kadar bilirubin serum
fototerapi di rumah, daftarkan teknik antara 14 – 18 mg/dl tanpa peningkatan
dan potensial masalah. konsentrasi bilirubin reaksi langsung.
6. Buat pengaturan yang tepat untuk tes 6. Tindakan dihentikan bila konsentrasi
tindak lanjut dari bilirubin serum bilirubin serum turun di bawah 14 mg/dl,
pada fasilitas laboratorium. tetapi kadar serum harus diperiksa ulang
dalam 12-24 jam untuk mendeteksi
kemungkinan hiperbilirubinemia berbalik.
7. Diskusikan kemungkinan efek-efek 7. Kerusakan neurologis dihubungkan dengan
jangka panjang dari kernikterus meliputi kematian, palsi
hiperbilirubinemia dan kebutuhan serebral, retardasi mental, kesulitan sensori,
terhadap pengkajian lanjut dan pelambatan bicara, koordinasi buruk,
intervensi dini kesulitan pembelajaran, dan hipoplasiaemail
atau warna gigi hijau kekuningan
Risiko tinggi cedera Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Periksa resus darah ABO 1. Inkompatibilitas ABO mempengaruhi
terhadap keterlibatan selama...........x24 jam, diharapkan 20% dari semua kehamilan dan paling
SSP berhubungan kadar bilirubin menurun dengan umum terjadi pada ibu dengan golongan
dengan peningkatan kriteria hasi l: darah O, yang antibodinya anti-A dan anti-B
bilirubin indirek dalam Kadar bilirubin indirek dibawah 12 melewati sirkulasi janin, menyebabkan
darah yang bersifat mg/dl pada bayi cukup bulan pada aglutinasi dan hemolisis SDM. Serupa
toksik terhadap otak. usia 3 hari dengan itu, bila ibu Rh-positif, antibody ibu
Resolusi ikterik pada akhir minggu melewati plasenta dan bergabung pada
pertama kehidupan SDM janin, menyebabkan hemolisis lambat
SSP berfungsi dengan normal atau segera
2. Kondisi klinis tertentu dapat menyebabkan
2. Tinjau catatan intrapartum terhadap pembalikan barier darah-otak,
factor resiko yg khusus, seperti berat memungkinkan ikatan bilirubin terpisah
badan lahir rendah (BBLR) atau pada tingkat membrane sel atau dalam sel
IUGR, prematuritas, proses itu sendiri, meningkatkan resiko terhadap
metabolic abnormal, cedera vaskuler, keterlibatan SSP
sirkulasi abnormal, sepsis, atau
polisitemia 3. Resorpsi darah yang terjebak pada jaringan
3. Perhatikan penggunaan ekstrator kulit kepala janin dan hemolisis yang
vakum untuk kelahiran. Kaji bayi berlebihan dapat meningkatkan jumlah
terhadap adanya sefalohematoma dan bilirubin yang dilepaskan dan menyebabkan
ekimosis atau petekie yang ikterik
berlebihan 4. Asfiksia dan siadosis menurunkan afinitas
4. Tinjau ulang kondisi bayi pada bilirubin terhadap albumin.
kelahiran, perhatikan kebutuhan
terhadap resusitasi atau petunjuk
adanya ekimosis atau petekie yang
berlebihan, stress dingin, asfiksia,
atau asidosis 5. Stress dingin berpotensi melepaskan asam
5. Pertahankan bayi tetap hangat dan lemak. Yang bersaing pada sisi ikatan pada
kering, pantau kulit dan suhu inti albumin, sehingga meningkatkan kadar
dengan sering bilirubin yang bersirkulasi dengan bebas
(tidak berikatan)
6. Keberadaan flora usus yang sesuai untuk
6. Mulai memberikan minum oral awal pengurangan bilirubin terhadap
dengan 4 sampai 6 jam setelah urobilinogen; turunkan sirkulasi
kelahiran, khusus bila bayi diberi enterohepatik bilirubin Hipoglikemia
ASI. Kaji bayi terhadap tanda-tanda memerlukan penggunaan simpanan lemak
hipoglikemia. Dapatkan kadar untuk asam lemak pelepas-energi, yang
Dextrostix, sesuai indikasi. bersaing dengan bilirubin untuk bagian
ikatan pada albumin.
7. Hipopoteinemia pada bayi baru lahir dapa
7. Evaluasi tingkat nutrisi ibu dan mengakibatkan ikterik. Satu gram albumin
prenatal; perhatikan kemungkinan membawa 16 mg bilirubin tidak
hipoproteinemia neonates, khususnya terkonjugasi. Kekurangan albumin yang
pada bayi praterm. cukup meningkatkan jumlah sirkulasi
bilirubin tidak terikat (indirek), yang dapat
melewati barier darah otak.
8. Ikterik fisiologis biasanya tampak antara
8. Perhatikan usia bayi pada awitan hari pertama dan kedua dari kehidupan,
ikterik; bedakan tipe ikterik (mis, ikterik karena ASI biasanya tampak antara
fisiologis, akibat ASI, atau patologis) hari keempat dan keenam kehidupan,
mempengaruhi hanya 1%-2% bayi
menyusui.
9. Ikterik patologis tampak dalam 24 jam
pertama kehidupan dan lebih mungkin
9. Gunakan meter ikterik transkutaneus. menimbulkan perkembangan
kernikterus/ensefalopati bilirubin.
Memberikan skrining noninvasif terhadap
ikterik, menghitung warna kulit dalam
hubungannya dengan bilirubin serum total.
10. Bilirubin tidak terkonjugasi yang berlebihan
(dihubungkan dengan ikterik patologis)
10. Kaji bayi terhadap kemajuan tanda- mempunyai afinitas terhadap jaringan
tanda dan perubahan perilaku; tahap ekxtravaskuler, meliputi ganglia basal
I meliputi neurodepresan (mis., jaringan otak. Perubahan prilaku
letargi, hipotonia, atau berhubungan dengan kernikterus biasanya
penurunan/tidak adanya reflek). terjadi antara hari ke-3 dan ke-10 kehidupan
Tahap II meliputi neurohiperefleksia dan jarang terjadi sebelum 36 jam
(mis,. Kedutan,kacau mental, kehidupan.
opistotonus, atau demam). Tahap III
ditandai dengan tidak adanya
manifestasi klinis. Tahap IV meliputi
gejala sisa seperti palsi serebra atau 11. Memantau kemajuan penanganan
retardasi mental
11. Pantau pemeriksaan laboratorium, a. Bilirubin tampak dalam 2 bentuk:
sesuai indikasi : bilirubin direk; yang di konjugasi oleh
a. Bilirubin direk dan indirek. enzim hepar glukoronil transferase, dan
bilirubin indirek, yang di konjugasi dan
tampak dalam bentuk bebas dalam
darah atau terikat pada albumin. Bayi
potensial terhadap kernikterus
diprediksi paling baik melalui
peningkatan kadar bilirubin indirek.
Peningkatan kadar bilirubin indirek 18-
20 mg/dl pada bayi cupup bulan, atau
lebih besar dari 13-15 mg/dl pada bayi
praterm atau bayi sakit, adalah
bermakna
b. Hasil positif dari tes Coombs indirek
menandakan adanya antibody (Rh-
positif atau anti-A atau anti-B) pada
b. Tes Coombs darah tali pusat darah ibu dan bayi baru lahir; hasil
direk/indirek positif tes Coombs indirek
menandakan adanya sensitisasi (Rh-
positif, Anti-A, atau Anti-B) SDM
pada neonates
c. Penurunan konsisten dengan hemolisis
Risiko tinggi Setelah diberikan asuhan 1. Pantau masukan dan haluan cairan; 1. Peningkatan kehilangan air melalui feses
kekurangan volume keperawatan selama .....x 24 jam, timbang berat badan bayi 2 kali dan evaporasi dapt menyebabkan dehidrasi.
cairan akibat efek cairan tubuh neonatus adekuat dengan sehari.
samping kriteria hasil : 2. Perhatikan tanda- tanda dehidrasi 2. Bayi dapat tidur lebih lama dalam
fototerapi berhubungan Tugor kulit baik (mis: penurunan haluaran urine, hubungannya dengan fototerapi,
dengan pemaparan sinar Membran mukosa lembab fontanel tertekan, kulit hangat atau meningkatkan resiko dehidrasi bila jadwal
dengan intensitas tinggi. kering dengan turgor buruk, dan pemberian makan yang sering tidak di
Intake dan output cairan seimbang
mata cekung). pertahankan.)
Nadi, respirasi dalam batas normal 3. Perhatikan warna dan frekuensi 3. Defeksi encer, sering dan kehijauan serta
(N: 120-160 x/menit, RR : 35 defekasi dan urine. urine kehijauan menandakan keefektifan
x/menit ), suhu ( 36,5-37,5 C ) fototerapi dengan pemecahan dan ekskresi
bilirubin. Feces yang encer
meningkatkatkan risiko kekurangan volume
cairan akibat pengeluaran cairan berlebih.
4. Tingkatkan masukan cairan per oral 4. Meningkatkan input cairan sebagai
sedikitnya 25%. Beri air diantara kompensasi pengeluaran feces yang encer
menyusui atau memberi susu botol. sehingga mengurangi risiko bayi
kekurangan cairan.
5. Turgor kult yang buruk, tidak elastis
5. Pantau turgor kulit
merupakan indikator adanya kekurangan
volume cairan dalam tubuh bayi.
6. Mungkin perlu untuk memperbaiki atau
6. Berikan cairan per parenteral sesuai mencegah dehidrasi berat.
indikasi
Risiko terjadi Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Pantau kulit neonates dan suhu inti 1. Fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi
gangguan suhu tubuh selama ......x 24 jam, diharapkan tidak setiap 2 jam atau lebih sering sampai sebagai respon terhadap pemajanan sinar,
akibat efek samping terjadi gangguan suhu tubuh dengan setabil( mis; suhu aksila) dan Atur radiasi dan konveksi.
fototerapi berhubungan kriteria hasil : suhu incubator dengan tepat
dengan efek mekanisme Suhu tubuh dalam rentang normal 2. Monitor nadi, dan respirasi 2. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena
regulasi tubuh. (36,50C-370C ) dehidrasi akibat paparan sinar dengan
Nadi dan respirasi dalam batas intensitas tinggi sehingga akan
normal ( N : 120-160 x/menit, RR : mempengaruhi nadi dan respirasi, sehingga
35 x/menit ) peningkatan nadi dan respirasi merupakan
Membran mukosa lembab aspek penting yang harus di waspadai.
3. Monitor intake dan output 3. Intake yang cukup dan output yang
seimbang dengan intake cairan dapat
membantu mempertahankan suhu tubuh
dalam batas normal.
4. Suhu dalam batas normal mencegah
4. Pertahankan suhu tubuh 36,50C-370C terjadinya cold/ heat stress
jika demam lakukan kompres/ axilia 5. Untuk mengetahui keadaan umum bayi
5. Cek tanda-tanda vital setiap 2-4 jam sehingga memungkinkan pengambilan
sesuai yang dibutuhkan tindakan yang cepat ketika terjadi suatu
keabnormalan dalam tanda-tanda vital.
6. Antipiretik cepat membantu menurunkan
6. Kolaborasi pemberian antipiretik jika demam bayi.
demam.
Risiko tinggi cedera Setelah diberikan asuhan keperawatan, 1. Perhatikan kondisi tali pusat bayi 1. Pencucian mungkin perlu untuk melunakkan
akibat komplikasi selama ......x 24 jam, diharapkan tidak sebelum transfuse bila vena tali pusat dan vena umbilicus sebelum
tindakan transfusi tukar terjadi komplikasi dari transfusi tukar umbilical digunakan. Bila tali pusat transfuse untuk akses I. V dan memudahkan
berhubungan dengan dengan kriteria hasil : kering, berikan pencucian salin pasase kateter umbilical.
prosedur invasif, profil Menyelesaikan transfusi tukar selama 30-60 menit sebelum
darah abnormal. tanpa komplikasi prosedur
Menunjukkan penurunan kadar 2. Pertahankan puasa selama 4 jam 2. Menurunkan risiko kemungkinan regurgitasi
bilirubin serum. sebelum prosedur atau aspirat isi dan aspirasi selama prosedur.
lambung
3. Jamin ketersediaan alat resusitatif. 3. Untuk memberikan dukungan segera bila
perlu
4. Pertahankan suhu tubuh sebelum, 4. Membantu mencegah hipotermia dan
selama dan setelah prosedur. vasospasme, menurunkan risiko fibrilasi
Tempatkan bayi di bawah penyebar ventrikel, dan menurunkan vikositas darah.
hangat dengan servomekanisme.
Hangatkan darah sebelum
penginfusan dengan menempatkan di
dalam incubator, hangatkan baskom
berisi air ataau penghangat darah.
5. Pastikan golongan darah serta faktor
Rh bayi dan ibu. Perhatkan golongan 5. Transfuse tukar paling sering dihubungkan
darah dan factor Rh darah untuk dengan masalah inkompatibilitas Rh.
ditukar.
6. Jamin kesegaran darah. Darah yang
diberi heparin lebih disukai. 6. Darah yang lama lebih mungkin mengalami
hemolisis, karenanya meningkatkan kadar
bilirubin. Darah yang diberikan heparin
selalu baru, tetapi harus dibuang bila tidak
7. Pantau nadi, warna dan frekuensi digunakan dalam 24 jam.
pernapasan/kemudahan sebelum, 7. Membuat nilai data dasar, mengidentifikasi
selama dan setelah potensial kondisi tidak stabil ( mis; apnea
transfuse.Lakukan pengisapan jika atau disritmia/henti jantung ) dan
diperlukan. mempertahankan jalan napas.
8. Catat tanda-tanda atau kejadian
selama transfuse, pencatatan jumlah 8. Membantu mencegah kesalahan dalam
darah yang diambil dan diinjeksikan. penggantian cairan. Jumlah darah ditukar
kira-kira 170 ml/kg BB. Volume ganda
tukar transfuse menjamin bahwa antara 75
9. Pantau tanda-tanda keseimbangan % dan 90 % sirkulasi SDM digantikan.
elektrolit ( mis; gugup, aktivitas 9. Hipokalsemia dan hiperkalemia dapat
kejang, dan apnea; hiperefleksia,; terjadi selama dan setelah transfuse tukar.
bradikardia; atau diare )
10. Kaji bayi terhadap perdarahan
bedlebihan dari lokasi I V setelah 10. Penginfusan darah yang diberi heparin
transfuse. mengubah koagulasi selama 4-6 jam setelah
transfuse tukar dan dapat mengakibatkan
11. Pantau pemeriksaan laboratorium perdarahan.
sesuai indikasi : 11. Memantau kemajuan penanganan
a. Kadar Hb/Ht sebelum dan setelah
transfuse a. Bila Ht kurang dari 40 % sebelum
transfuse, pertukaran sebagian SDM
kemasan dapat mendahului pertukaran
penuh. Penurunan kadar setelah
transfusi menadakan kebutuhan
terhadap transfuse kedua.
b. Kadar bilirubin serum segera
b. Kadar bilirubin dapat menurun sampai
setelah prosedur, kemudian setiap
setengah segera setelah prosedur, tetapi
4 jam
dapat meningkat dengan cepat
setelahnya, memerlukan pengulangan
transfuse.
c. Protein serum total c. Mengalikan kadar dengan 3,7
menetukan derajat peningkatan
bilirubin yang memerlukan transfuse
tukar
d. Kalsium dan kalium serum d. Darah mengandung sitrat sebagai anti
koagulan yang mengikat kalsium,
sehingga menurunkan kadar kalsium
serum. Selain itu, bila darah lebih dari
2 hari, destruksi SDM melepaskan
kalium, menciptakan risiko
hiperkalemia dan henti jantung.
e. Kadar glukosa rendah mungkin
e. Glukosa dihubungkan dengan glikolisis
anaerobik kontinu dalam SDM donor.
Tindakan segera perlu untuk mencegah
efek buruk/kerusakan SSP.
f. PH serum dari darah donor secara khas
f. Kadar pH serum 6,8 atau kurang. Asidosis dapat tejadi
jika darah segar tidak digunakan dan
hepar bayi tidak dapat memetabolisme
sitrat yang digunakan antikoagulan,
atau bila darah donor melanjutkan
glikolisis anaerobik dengan produksi
asam metabolit.
12. Meskipun masih kontroversial, pemberian
albumin dapat meningkatkan ketersediaan
12. Berikan albumin sebelum transfuse albumin untuk berikatan dengan bilirubin,
bila diindikasikan karenanya menurunkan kadar bilirubin
serum sikulasi yang bebas. Dari 2 sampai
4 ml kalsium glukonat dapat diberikan
setelah setiap 100 ml penginfusan darah
untuk memperbaiki hipokalsemia dan
meminimalkan kemungkinan iritabilitas
jantung.
13. Memperbaiki asidosis dan mengimbangi
efek-efek antikoagulan dari darah yang
13. Berikan obat-obatan sesuai indikasi : diberi heparin.
Kalsium glukonat 5 %
Natrium bikarbonat
Protamin sulfat
Perubahan proses Setelah dilakukan tindakan perawatan 1. Kenali kekhawatiran dan kebutuhan 1. Dapat menurunkan stress
keluarga berhubungan selama .........x24 jam, terjadi orang tua untuk informasi dan
dengan hospitalisasi pengurangan ansietas keluarga, dengan dukungan
anak kriteria hasil : 2. Gali perasaan dan masalah seputar 2. Memudahkan dalam pemilihan intervensi
Kecemasan keluarga berkurang hospitalisasi dan penyakit anak
Secara verbal keluarga mengatakan 3. Berikan informasi seputar kesehatan 3. Untuk menurunkan ansietas yang dialami
cemas berkurang anak keluarga
4. Berikan dukungan sesuai kebutuhan 4. Meningkatkan kemampuan koping
5. Anjurkan perawatan yang berpusat 5. Meningkatkan pemahaman keluarga
pada keluarga dan anjurkan anggota
keluarga agar terlibat dalam
perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi I. Jakarta : Perpustakaan
Nasional.
Lia Dewi, Vivian Nanny, 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak balita. Jakarta : Salemba
Medika.
Mansyoer, Arid dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.
Muslihatum, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya.
Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : JNPKKR/POGI dan Yayasan Bina Pustaka.