Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBENIMIA NEONATUS
DI RUANG BAYI
RSUD ANSARI SALEH

Oleh:

Nama : Yazid Fahmi

NIM : P17212215120

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS MALANG JURUSAN


KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN AKADEMIK 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Hiperbilirubenimia di Ruang Bayi RSUD Ansari Saleh


Periode tanggal 1 November 2021- 27 November 2021 Tahun Akademik 2021.
Telah disetujui dan disahkan pada tanggal November 2021

Banjarmasin, November 2021

Preceptor Lahan RS Preceptor Akademik


A. Definisi
Peningkatan kadar bilirubin serum dihubungkan dengan hemolisis sel
darah merah dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus kecil, yang ditandai
dengan joundice pada kulit, sklera mukosa, dan urine. (Mitayani, 2012 : 191)
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum
yang menjurus kearah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin, bila
kadar bilirubin tidak dikendalikan. (Mansjoer,2008)
Hiperbiliruin adalah istilah yang dipakai untuk icterus neonatorum
setelah ada hasil laboratorium yang menunjukan peningkatan kadar serum
bilirubin
B. Etiologi
Meurut Haws Paulette (2007) penyebab hiperbilirubin yaitu:
1. Hemolysis pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidak sesuaian
golongan darah ibu dan anak pada golongan rhesus dan ABO
2. Gangguan konjugasi bilirubin
3. Rusaknya sel-sel hepar, obstruksi hepar
4. Pebentukan bilirubin yang berlebihan
5. Keracunan obat (hemolysis kimia : salsilat, kortiko steroid, kloramfenikol)
6. Bayi dari ibu diabetes, jaundice ASI
7. Penyakit hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah
merah. Disebut juga icterus hemolitik
8. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya
hiperbilirubin atau karena pengaruh obat-obatan.
9. Bayi prematur, hipoksia, BBLR dan kelainan system syaraf pusat akibat
trauma ifeksi
10. Gangguan fungsi hati (infeksi) yang dissebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel
darah merah seperti : infeksi toxoplasma,shypilis.
C. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari
pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan
masuk sirkulasi, diimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Gloobin
{protein} digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan diruah menjadi
bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan
bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia,
memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber
lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan
protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau
dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim
glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya
penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan
jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat
indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini
disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui
sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin
tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan
mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas.
Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan
saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan
Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh.
Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi
hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu
Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas
terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air
tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis
pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan
yang terjadi pada otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa
kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin
Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar
darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin
Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan
BBLR, hipoksia, dan hipoglikemia.
Hemoglobin

Hem
globin

Biliverdin Fe co

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/ gg transport


bilirubin/peningkatan siklus entero hepatik ) Hb dan eritrosit abnormal

Pemecahan berlebihan / bilirubin yang tidak diberikan dengan


albumin

Suplay bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus entero


hepatik

Peningkatan bilirubin unconjugasi dalam darah pengeluarana


meconium terlambat / obstruksi usus tinja berwarna pucat

ikterik neonatus Ikterus pada sklera , leher dan badan . peningkatan bilirubin
indirect > 12 mg dl

Indikasi fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Resiko mata Kering


D. Tanda dan gejala
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada bayi dengan hiperbilirubinemia
diantaranya :
1. Ikterus pada kulit dan konjungtiva, mukosa, dan alat-alat tubuh lainnya. Bila
ditekan akan timbul kuning.
2. Bilirubin direk ditandai dengan kulit kuning kehijauan dan keruh pada
ikterus berat.
3. Bilirubin indirek ditandai dengan kulit kuning terang pada ikterus berat.
4. Bayi menjadi lesu.
5. Bayi menjadi malas minum.
6. Tanda-tanda klinis ikterus jarang muncul.
7. Letargi.
8. Tonus otot meningkat.
9. Leher kaku.
10. Opistotonus.
11. Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.
(Mitayani, 2012 : 192)
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-
positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb
direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM
dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.

c. Bilirubin total.
- Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin -dihubungkan dengan sepsis.
- Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam
24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau
1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
d. Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan
terutama pada bayi praterm.
e. Hitung darah lengkap
- Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
- Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (<
45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl
atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan
mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
g. Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis
h. Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
i. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara
2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak
fisiologis.
j. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl
antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl
tidak fisiologis
k. Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada
penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
2. Pemeriksaan Radiologi
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra
hepatic.
4. Biopsy Hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic
selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,
hepatoma.
5. Skala kremer

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah
truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang
dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
b. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir.
c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi
efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
 Menghilangkan Anemia
 Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
 Meningkatkan Badan Serum Albumin
 Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
1. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan
neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan
menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar
Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan
mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke
pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah
Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh
Hati Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan
kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan
dan hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin
Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang
dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubin 5
mg/dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi
Propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan Berat
Badan Lahir Rendah.
2. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
d. Tes Coombs Positif.
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
- Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
- Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
- Menghilangkan Serum Bilirubin
- Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin
- Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O
segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang
dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek.
setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus
diperiksa setiap hari sampai stabil.
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengakjian Fokus
a. Identitas pasien dan keluarga
b. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
2) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif ;
lahir prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan
asfiksia
3) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak
kuning.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan
saluran cerna dan hati (hepatitis)
5) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang
tua
6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi
yang ikterus.
c. Pengkajian Kebutuhan Dasar manusia
1) Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
2) Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
3) Eliminasi
Bising usus hipoaktif. Pasase mekonium mungkin lambat. Feses
mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin. Urin
gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
4) Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui
daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum (reflek
menghisap dan menelan lemah sehingga BB bayi mengalami
penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa,
hepar
5) Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang
parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran
ekstraksi vakum. Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops
fetalis mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh berat. Kehilangan
refleks Moro mungkin terlihat. Opistotonus dengan kekakuan
lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas
kejang (tahap krisis)
6) Pernafasan
Riwayat asfiksia
7) Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonates. Dapat mengalami ekimosis
berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial. Dapat tampak ikterik
pada awalnya pada daerah wajah dan berlanjut pada bagian distal
tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai
efek samping fototerapi.
8) Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan
retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu
diabetes. Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress
dingin, asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia. Terjadi lebih
sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
9) Penyuluhan / Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis
kistik. Faktor keluarga; missal riwayat hiperbilirubinemia pada
kehamilan sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan
metabolisme saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis,
defisiensi gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
Faktor ibu, seperti diabetes; mencerna obat-obatan (missal, salisilat,
sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin
(Furadantin); inkompatibilitas Rh/ABO; penyakit infeksi (misal,
rubella, sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran
dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman
tali pusat, atau trauma kelahiran.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ikterik Neonatus (D.0024)
b. Resiko mata kering
3. Rencana Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1 Ikterik Neonatus Integritas Kulit Dan Jaringan FISIOTERAPI NEONATUS (I.03091)
(D.0024) meningkat (L.14125) dengan Observasi
Kriteria Hasil:  Monitor ikterik pada skelera dan kulit
 Integritas kulit yang bayi
baik bisa dipertahankan  Identifikasi kebutuhan cairan sesuai
 Tidak ada luka / dengan usia gestasi dan berat badan
lesipada kulit  Monitor efek samping fisioterapi
 Perfusi jaringan baik Terapeutik
 Menunjukkan  Siapkan lampu fototerapi dan incubator
pemahaman dalam atau kotak bayi
proses perbaikan kulit  Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
dan mencegah  Berikan penutup mata (eye protector/
terjadinya cedera billiband) pada bayi.
berulang
 Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
PERAWATAN BAYI (I.10338)
Observasi
 Monitor tanda tanda vital bayi
Terapeutik
 Mandikan bayi dengan suhu ruangan 21-
24 oC
 Mandikan bayi dalam waktu 5-10 menit
dan 2 kali dalam sehari Rawat tali pusat
secara terbuka (tali pusat tidak di bungkus
apapun)
 Bersihkan pangkal tali pusat lidi kapas
yang telah diberi air matang Kenakan
popok bayi di bawah umbilicus jika tali
pusat belum terlepas
 Lakukan pemijatan bayi
 Ganti popok bayi jika basah Kenakan
pakaian bayi dari bahan katun

2 Resiko Mata kering Sensory Function: Vision Eyes Care


Kriteria Hasil:  Monitor tanda-tanda kemerahan, cairan,
atau ulserasi
 Ketajaman pusat  Monitor reflek kornea
penglihatan kanan dan  Gunakan pelindung mata (kaca mata)
kiri jika diperlukan
 Ketajaman menglihat  Lakukan Perawatan mata jika perlu
sekeliling mata kanan  Lakukan alternative perbaikan
dan kiri  Gunakan tetes mata untuk melembabkan
 Dapat menangkap  Gunakan salep mata untuk melembabkan
penglihatan terpusat  Medication Administrasion : Eyes
kanan dan kiri  Ikuti administrasi lima benar dalam
 Menangkap penglihatan pemberian obat
penifer kanan dan kiri  Catat riwayat pengobatan pasien dan
 Respon stimulus riwayat alergi
penglihatan adekuat  Monitor efek lokal sistemik yang
 Tidak ada penglihatan berlawanan dari pengobatan
ganda
 Tidak ada penglihatan
kabur
 Tidak ada sakit kepala
 Ketegangan mata
berkurang
 Tidak ada pusing
 Mata lembab ·
 Tidak terdapat benda
asing dimata
DAFTAR PUSTAKA
Haws, Paulette S. (2007). Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta: EGC
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing
Diagnoses: Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.
Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical
surgical Nursing. Mosby: ELSIVER
Mansjoer, Arif, dkk. (2008). Kapita Selekta Kedokteran (Edisi 3). Jakarta :
Media Aesculap
Mitayani.(2012).Asuhan Keperawatan Maternitas.Jakarta:Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai