HIPERBILIRUBIN
B. Etiologi
Menurut Nabiel Ridha,2014. Peningkatan kadar bilirubin dalam darah
tersebut dapat terjadi karena keadaan sebagai berikut;
1. Peningkatan produksi :
a) Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah ibu dan anak seperti Rhesus
antagonis, dan ABO.
b) Hematoma, polisitemia, pendarahan tertutup misalnya pada trauma
kelahiran.
c) Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d) Kelainan dalam sel darah merah pada defisiensi G-6-PD ( Glukosa 6
Phospat Dehidrogenase ), dan talasemia .
e) Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta) , diol (steroid).
f) Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
g) Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah
seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif.
C. Patofisiologi
1. Metabolisme bilirubin
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%)
terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari
senyawa lain seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks
haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah
merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai
cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk
menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang
tidak larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena
ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk
diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan
melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan
menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam
glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk). Dalam bentuk glukoronida
terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem empedu untuk
diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan oleh bakteri
kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi
sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen
direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta
membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya
diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi
sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini
diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin. (Suriadi dan Rita,
2006).
Pada neonatus, segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi
Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin
yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah
konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta
jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site).
Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah
matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai
sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
2. Patofisiologi hiperbilirubin
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit,
Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan
lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada ikterus neonatorum, Pada periode neonatal, metabolisme
bilirubin berada pada transisi dari masa fetus, dimana pengeluaran
bilirubin tidak terkonjugasi yang larut dalam lemak, terjadi melalui
plasenta.
Jaringan hati pada masa tersebut belum sempurna sehingga
penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh sel hati berjalan lebih lambat,
sedangkan jumlah bilirubin mungkin lebih banyak, karena umur sel darah
merah masa fetus lebih pendek dari pada sel darah merah normal.
Akibatnya kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam plasma biasanya
lebih tinggi pada bayi baru lahir. Sejumlah bilirubin terkonjugasi yang
dikeluarkan dalam empedu dan dihidrolisa kembali menjadi bilirubin
tidak terkonjugasi, tidak dapat diubah menjadi urobilinogen, karena pada
bayi baru lahir tidak terdapat kuman dalam saluran cerna.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek
yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat
ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila
Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi
pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan
pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin
Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata
tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan
mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat
Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia
PATHWAYS
Hemoglobin
Hemo Globin
Pemecahan bilirubin
Fe,Co Biliverdin berlebih, bilirubin yg
tdk berikatan dengan
Peningkatan destruksi albumin meningkat
eritrosit (ggn konjugasi
bilirubin / ggn Suplai bilirubin melebihi
transport bilirubin / kemampuan hepar
peningkatan siklus
enteropetik) Hb dan
Hepar tidak mampu
eritrosit abnormal.
melakukan konjugasi
Ikterus Neonatus Peningkatan bilirubin
unjongned dalam darah
Sebagian masuk
pengeluaran meconium
Ikterus pada sclera kembali ke siklus
terlambat / obstruksi usus,
leher dan badan , emerohepatik
peningkatan biklirubin tinja berwarna pucat
indirect > 12,5 mg/dl
Defisit volume cairan
Sinar dg intensitas tinggi
Indikasi Fototerapi
Hipertermi
Ggn Suhu Tubuh
Diare
Risiko Kerusakan
Integritas Kulit
D. Klasifikasi
Berikut ini klasifikasi ikterus menurut Nabiel Ridha,2014 adalah :
1. Ikterus Fisiologis.
Ikterus fisiologis adalah ikterus yang terjadi karena metabolisme
normal bilirubin pada bayi baru lahir usia minggu pertama. Peninggian
kadar bilirubin timbul pada hari kedua dan ketiga dan tampak jelas pada
hari kelima dan keenam dan menghilang sampai hari kesepuluh sampai
keempatbelas. Pada neonatus cukup bulan, kadar bilirubin tidak melebihi
10 mg/dL dan pada bayi kurang bulan, kurang dari 12 mg/dL. Kecepatan
peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari dan kadar
bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%. Ikterus fisiologis tidak
mempunyai dasar patologis (tidak terbukti mempunyai hubungan dengan
keadaan patologis tertentu). Ikterus fisiologi baru dapat dinyatakan
sesudah observasi dalam minggu pertama setelah kelahiran
2. Ikterus Patologis
Ikterus patologis adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi
untuk menimbulkan kern ikterus jika tidak ditanggulangi dengan baik,
atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Ikterus
patologis timbul dalam 24 jam pertama dimana kadar bilirubin pada
neonatus cukup bulan melebihi 10 mg/dL dan pada bayi kurang bulan
melebihi 12,5 mg/dL. Peningkatan kadar bilirubin lebih dari 5 mg% per
hari. Ikterus menetap setelah sesudah dua minggu pertama. Kadar
bilirubin direk melebihi 1 mg%. Ikterus yang disertai berat badan lahir
kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, afiksia,
hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia. Ikterus
yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim
G6PD dan sepsis)
3. Kern Ikterus.
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus,
hipokampus, nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan
pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20
mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan
bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan
syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin menurut
Suriadi dan Rita, 2006 adalah;
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau
infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai
puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke
lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
(bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh.
Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti
dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap dan tidak mau minum,
tonus otot meninggi, leher kaku.
9. Dapat terjadi ketulian, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
F. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh ( hipotermi/
hipertemi ).Reflek hisap pada bayi masih lemah
2. Warna Kulit
Warna Kulit kuning di bagian kaki, namun keseluruhan warna kulit bayi
kemerahan, tidak terdapat pengelupasan kulit.
Derajat ikterus berdasarkan Kramer :
G. Pemeriksaan Diagnostik
Secara umum pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada bayi
hiperbilirubin menurut Suriadi dan Rita, 2006 adalah sebagai berikut :
1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin
lebih dari 10 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 12,5 mg/dl
merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
b. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c. Protein serum total.
2. Ultrasound, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan
hapatitis dan atresia billiari.
J. Komplikasi
1. Bilirubin Encephalopathy ( komplikasi serius )
Ikterus neonatorum yang berat dan tidak ditata laksana dengan benar
dapat menimbulkan komplikasi ensefalopati bilirubin. Hal ini terjadi
akibat terikatnya asam bilirubin bebas dengan lipid dinding sel neuron di
ganglia basal, batang otak dan serebelum yang menyebabkan kematian
sel. Pada bayi dengan sepsis, hipoksia dan asfiksia bisa menyebabkan
kerusakan pada sawar darah otak. Dengan adanya ikterus,
bilirubin yang terikat ke albumin plasma bisa masuk ke dalam cairan
ekstraselular.
2. Gangguan pendengaran dan penglihatan
3. Asfiksia
4. Hipotermi
5. Hipoglikemi
6. Kernikterus
7. Kematian
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat Penyakit
Perlunya ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang sama,
apakah sebelumnya pernah mengkonsumsi obat-obat atau jamu tertentu
baik dari dokter maupun yang di beli sendiri, apakah ada riwayat kontak
dengan penderiata sakit kuning, adakah riwayat operasi empedu, adakah
riwayat mendapatkan suntikan atau transfuse darah. Ditemukan adanya
riwayat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rhesus
atau darah ABO), polisitemia, infeksi, hematoma, gangguan
metabolisme hepar, obstruksi saluran pencernaan dan ASI, ibu menderita
DM.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus, ikterus
terlihat pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema
palmaris, jari tubuh (clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan termasuk
pemeriksaan organ hati (tentang ukuran, tepi dan permukaan); ditemukan
adanya pembesaran limpa (splenomegali), pelebaran kandung empedu,
dan masa abdominal, selaput lendir, kulit nerwarna merah tua, urine
pekat warna teh, letargi, hipotonus, reflek menghisap kurang/lemah, peka
rangsang, tremor, kejang, dan tangisan melengking
3. Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial antara lain dampak sakit pada anak hubungan
dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, merasa bonding,
perpisahan dengan anak.
4. Laboratorium
Pada bayi dengan hiperbilirubinemia pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan adanya Rhesus darah ibu dan janin berlainan, kadar bilirubin
bayi aterm lebih dari 12,5 mg/dL premature lebih dari 10 mg/dL
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Devisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
volume cairan (evavorasi), diare.
2. Hipertermi berhubungan dengan paparan lingkungan panas (efek
fototerapi)
3. Diare berhubungan dengan efek foto terapi
4. Ikterus neonatus berhubungan dengan bilirubin tak terkonjugasi di dalam
sirkulasi
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pigmentasi
(jaundice), perubahan tugor kulit, efek fototerapi.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Astrining S, Siti H& Heni N.2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC
Nanda NIC-NOC.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis Edisi Revisi Jilid 2. Jakarta : ECG
NANDA Internasional. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta : EGC
Ngastiah. 2006. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Ridha,Nabiel.2014.Buku Ajar Keperawatan Anak.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Suriadi, dan Rita Y. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi 2. Jakarta :
Sagung Seto
Wong and Whaley. 1995 , Clinical Manual of Pediatric Nursing, Mosby,
Philadelphia