Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN NEONATAL PADA BAYI. R USIA 5 HARI

DENGAN HIPERBILIRUBIN

Nama : Friska Catur Wulandari

NIM : CKR0170185

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KAMPUS 2 STIKKU
2019
A. KONSEP PENYAKIT
I. Definisi Hiperbilirubin
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam
darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus. (Dorothy R.
Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam
darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada
neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan
tubuh. (Adi Smith, G, 1988)
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat
menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Jadi dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana
kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Untuk
bayi yang baru lahir cukup bulan batas aman kadar bilirubinnya adalah 12,5 mg/dl,
sedangkan bayi yang lahir kurang bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 10
mg/dl. Jika kemudian kadar bilirubin diketahui melebihi angka-angka tersebut,
maka ia dikategorikan hiperbilirubin.

II. Etiologi
a. Peningkatan produksi :
- Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan
ABO.
- Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
- Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis.
- Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
- Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta) , diol (steroid).
- Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
- Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif.

III. Patofisiologi dan Pathway


Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusa tersebut mungkin akan timbul apabila
kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin
melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.
Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar otak apabila bayi terdapat keadaan
berat badan lahir rendah (BBLR), hipoksia dan hipoglikemia. (Markum, 1991)

Hemoglobin

Globin Hema

Bilivirdin Feco

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/gangguan transport


bilirubin/peningkatan siklus entero hepatik), Hb dan eritrosit abnormal

Pemecahan bilirubin berlebih / bilirubin yang tidak berikatan dengan


albumin meningkat

Suplai bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus enterohepatik

Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah, pengeluaran meconeum terlambat,


obstruksi usus, tinja berwarna pucat

Gangguan integritas kulit Icterus pada sklera, leher dan badan


peningkatan bilirubin indirek > 12 mg/dl

Indikasi Fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Resiko tinggi injuri Kekurangan volume Gangguan suhu tubuh


cairan tubuh
IV. Manifestasi Klinis
- Kulit berwarna kuning sampai jingga
- Pasien tampak lemah
- Nafsu makan berkurang
- Reflek hisap kurang
- Urine pekat
- Perut buncit
- Pembesaran lien dan hati
- Gangguan neurologic
- Feses seperti dempul
- Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
- Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
- Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
- Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke
3 -4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.

V. Klasifikasi
1. Ikterus Prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah
merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada
disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak
terkonjugasi.
2. Ikterus Hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati
maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta
gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam
doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
3. Ikterus Kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan
bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya
adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam
urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
4. Ikterus Neonatus Fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7.
penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin.
5. Ikterus Neonatus Patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang
tinggi dan berat badan tidak bertambah.
6. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak
terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus,
Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

VI. Penatalaksanaan
Tindakan umum meliputi :
1. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah truma
lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
2. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir.
3. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
- Menghilangkan anemia
- Menghilangkan antibodi maternal dan eritrosit tersensitisasi
- Meningkatkan badan serum albumin
- Menurunkan serum bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi :
a. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi
eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang
diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer
yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh
darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan
dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke
Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses
tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis
dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4
-5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram
harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan
mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama
pada bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.

b. Tranfusi Pengganti / Tukar


Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
- Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu
- Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir
- Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama
- Tes Coombs Positif
- Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama
- Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama
- Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl
- Bayi dengan Hidrops saat lahir
- Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :


1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap
sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang
dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A
dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin
harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

VII. Komplikasi
a. Retardasi mental : kerusakan neurologist
b. Gangguan pendengaran dan penglihatan
c. Kematian
d. Kernikterus

VIII. Diagnosa Banding


-

B. PENGKAJIAN
I. Wawancara / Anamnesa

a. Identitas
Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I, Kejadian ikterus : 60
% bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan. Perhatian utama : ikterus
pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin > 5mg/dl dalam 24 jam.
b. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
2. Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh bidan dan dokter. Data obyektif lahir
prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia.
3. Riwayat Post Natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak
kuning.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran
cerna dan hati ( hepatitis )
5. Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
6. Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang
ikterus.

II. Pemeriksaan Fisik


a. Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
b. Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
c. Eliminasi
- Bising usus hipoaktif
- Pasase mekonium mungkin lambat
- Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin
- Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
d. Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui daripada
menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan
menelan lemah, sehingga BB bayi mengalami penurunan). Palpasi abdomen
dapat menunjukkan pembesaran limfa, hepar.
e. Neuro sensori
- Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang
parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi
vakum.
- Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada
dengan inkompatibilitas Rh berat.
- Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat opistotonus dengan kekakuan
lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang
(tahap krisis).
f. Pernafasan
Riwayat asfiksia
g. Keamanan
- Riwayat positif infeksi / sepsis neonates
- Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial.
- Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan berlanjut pada
bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai
efek samping fototerapi.
h. Seksualitas
- Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan
retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes.
- Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia,
hipoksia, asidosis, hipoglikemia.
- Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
III. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Test Coomb pada tali pusat BBL
- Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-
positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu.
- Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-
positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
c. Bilirubin total.
- Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis.
- Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24
jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5
mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
d. Protein serum total
- Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan
terutama pada bayi praterm.
e. Hitung darah lengkap
- Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
- Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (<
45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test
glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai
menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
g. Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .
h. Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
i. Pemeriksaan bilirubin serum
- Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-
4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
- Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl
antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl
tidak fisiologis
j. Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit
RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
k. Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
2. Pemeriksaan Radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra
hepatic.
4. Biopsy Hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti
untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga
untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

IV. Analisa Data


Data yang telah dikumpulkan selanjutnya di kelompokkan meliputi data
subyektif dan obyektif. Untuk menentukan masalah data yang telah di
kelompokkan kemudian bisa ditentukan masalah keperawatannya dan ditentukan
penyebabnya serta dirumuskan ke dalam diagnosa keperawatan.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping fototerapi berhubungan
dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.
2. Resiko terjadi gangguan suhu tubuh akibat efek samping fototerapi berhubungan
dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin indirek
dalam darah, ikterus pada sclera, leher dan badan.

D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Diagnosa
No. Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Resiko tinggi Setelah diberikan 1. Pantau masukan 1. Peningkatan
kekurangan volume asuhan keperawatan dan haluan kehilangan air
cairan akibat efek selama 2x24 jam, cairan cairan: timbang melalui feces
samping fototerapi tubuh neonates adekuat berat badan bayi dan evaporasi
berhubungan dengan kriteria hasil : 2 kali sehari. dapat
dengan pemaparan 1. Tugor kulit baik 2. Perhatikan menyebabkan
sinar dengan 2. Membran tanda-tanda dehidrasi.
intensitas tinggi. mukosa lembab dehidrasi 2. Bayi dapat tidur
3. Intake dan (mis:penurunan lebih lama
output cairan haluaran urine, dalam
seimbang fontanel hubungannya
4. Nadi, respirasi tertekan, kulit dengan
dalam batas hangat atau fototerapi,
normal (N:120- kering dengan meningkatkan
160 x/menit, turgor buruk, resiko dehidrasi
RR: 35 x/menit), dan mata bila jadwal
suhu (36,5°C- cekung). pemberian
37°C) 3. Perhatikan makan yang
warna dan sering tidak
frekuensi dipertahankan.
defekasi dan 3. Defeksi encer,
urine. sering dan
4. Tingkatkan kehijauan serta
masukan cairan urine kehijauan
per oral menandakan
sedikitnya 25%. keefektifan
Beri air diantara fototerapi
menyusui atau dengan
memberi suhu pemecahan dan
botol. ekskresi
bilirubin. Feces
yang encer
meningkatkan
resiko
kekurangan
volume cairan
akibat
pengeluaran
cairan
berlebihan.
4. Meningkatkan
input cairan
sebagai
kompensasi
pengeluaran
feces yang encer
sehingga
mengurangi
resiko bayi
kekurangan
cairan.
2. Resiko terjadi Setelah diberikan 1. Pantau kulit 1. Fluktuasi pada
gangguan suhu asuhan keperawatan monates dan suhu tubuh
tubuh akibat efek selama 2x24 jam, suhu inti setiap dapat terjadi
samping fototerapi diharapkan tidak terjadi 2jam atau lebih sebagai respon
berhubungan gangguan suhu tubuh sering sampai terhadap
dengan efek dengan kriteria hasil: setabil ( pemajanan sinar
mekanisme 1. Suhu tubuh misalkan suhu radiasi dan
regulasi tubuh. dalam rentang aksila) dan atur konveksi.
normal (36,5 °C suhu incubator 2. Peningkatan
sampai 37 °C) dengan tepat. suhu tubuh
2. Nadi dan 2. Monitor nadi dapat terjadi
respirasi dalam dan respirasi karena dehidrasi
batas normal 3. Monitor intake akibat paparan
(N:120-160 dan output sinar dengan
x/menit, RR:35 intensitas tinggi
x/menit) sehingga akan
3. Membran mempengaruhi
mukosa lembab nadi dan
respirasi,
sehingga
peningkatan
nadi dan
respirasi
merupakan
aspek penting
yang harus di
waspadai.
3. Intake yang
cukup dan
output yang
seimbang
dengan intake
cairan dapat
membantu
mempertahanka
n suhu tubuh
dalam batas
normal.
3. Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor warna 1. Warna
integritas kulit tindakan keperawatan dan keadaan kulit kekuninga
berhubungan selama 2x24 jam kulit setiap 4-8 n sampai jingga
dengan diharapkan integritas jam yang semakin
peningkatan kadar kulit kembali baik / 2. Monitor pekat
bilirubin indirek normal dengan kriteria keadaan menandakan
dalam darah, hasil : bilirubin direk konsentrasi
ikterus pada sclera, 1. Kadar bilirubin dan indirek ( bilirubin indirek
leher dan badan. dalam batas kolaborasi dalam darah
normal ( 0,2 – dengan dokter tinggi.
1,0 mg/dl ) dan analis ) 2. Kadar bilirubin
2. Kulit tidak 3. Ubah posisi indirek
berwarna miring atau merupakan indi
kuning/ warna tengkurap. kator berat
kuning mulai Perubahan ringan joundice
berkurang posisi setiap 2 yang diderita.
3. Tidak timbul jam 3. Menghindari
lecet akibat berbarengan adanya
penekanan kulit dengan penekanan pada
yang terlalu perubahan kulit yang
lama posisi lakukan terlalu lama
massage dan sehingga
monitor mencegah
keadaan kulit terjadinya
4. Jaga dekubitus atau
kebersihan irtasi pada kuit
kulit dan bayi.
kelembaban 4. Kulit yang
kulit/ memand bersih dan
ikan dan lembab
pemijatan bayi membantu
memberi rasa
nyaman.
E. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan sebagai pengukuran
dari keberhasilan rencana tindakan keperawatan. Hasil evaluasi dapat berupa :
a. Tujuan Tercapai
Jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
b. Tujuan Tercapai Sebagian
Jika pasien menunjukkan perubahan sebagian dari standar yang telah ditetapkan.
c. Tujuan Tidak Tercapai
Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali bahkan timbul
masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA

Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi I.


Jakarta : Perpustakaan Nasional.

Lia Dewi, Vivian Nanny. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.
Jakarta : Salemba Medika.

Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak Buku I.


Jakarta : FKUI.

Mansyoer, Arid dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.


Jakarta : Media Aesculapius.

Muslihatum, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita.


Yogyakarta : Fitramaya.

Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan Edisi 3.


Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.
Jakarta : JNPKKR/POGI dan Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai