Disusun oleh :
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Bilirubin merupakan suatu produk urutan dalam pemecahan sel darah merah padda sistem
retikuloendotelial. Pada konsentrasi yang berlebihan kurang lebih 5 mg/dL bilirubin menunjukan
gejala klinis berupa perubahan warna kulit dan membrane mukosa menjadi kuning yang disebut
denga icterus. Icterus dapat bersifat fisiologis atau patologis (hiperbilirubinemia)
Hiperbilirubinemia adalah keadaan patologis yang timbul pada saat lahir atau pada hari pertama
kelahiran dengan kenaikan kadar bilirubin yang berlangsung cepat yaitu sebanyak 5 mg/dL per
hari (Maulida et al., 21)
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana menguningnya sklera, kulit atau jaringan
lain akibat perlekatan bilirubuin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari
5mg/ml dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari liper, sistem
biliary, atau sistem hematologi ( Atikah & Jaya, 2016 ). Hiperbilirubinemia adalah kondisi
dimana tingginya kadar bilirubin yang terakumulasi dalam darah dan akan menyebabkan
timbulnya ikterus, yang mana ditandai dengan timbulnya warna kuning pada kulit, sklera dan
kuku. Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi baru lahir. Pasien
dengan hiperbilirubinemia neonatal diberi perawatan dengan fototerapi dan transfusi tukar
(Kristianti ,dkk, 2015)
B. ETIOLOGI
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang sering
ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkopatibilitas golongan darah ABO atau
defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat pula timbul karna adanya perdarahan tertutup
(hematoma cepal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompatibilitas golongan darah Rh. Infeksi
juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia; keadaaan ini terutama
terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Faktor lain yaitu hipoksia atau asfiksia,
dehidrasi dan asiosis, hipoglikemia, dan polisitemia (Atikah & Jaya, 2016).
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan sebagai berikut;
1. Polychetemia
2. Isoimmun Hemolytic Disease
3. Kelainan struktur dan enzim sel darah merah
4. Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)
5. Hemolisis ekstravaskuler
6. Cephalhematoma
7. Ecchymosis
8. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia
biliary), infeksi, masalah metabolic galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI
9. Adanya komplikasi asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin;
lahir premature, asidosis.
1. Peningkatan produksi:
a. Hemolisis, misalnya pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuain golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan
ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic
yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis.
d. Defisiensi G6PD/Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta), diol (steroid).
f. Kurangnya enzim Glukoronil Transferase, sehingga kadar Bilirubin
indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentumisalnya
Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti
infeksi, toksoplamosis, syphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik misalnya pada ileus obstruktif.
C. KLASIFIKASI
Hiperbilirubin atau ikterus terbagi atas :
1. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah
merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada
disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
2. Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati
maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan
akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus
karena terjadi retensi dan regurgitasi.
3. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan
bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah
peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak
didapatkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
4. Ikterus fisiologis.
Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang
tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan
atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu
morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis
atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin. Ikterus pada
neonatus tidak selamanya patologis.
5. Ikterus patologis/hiperbilirubinemia
Disebabkan oleh suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau
tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang
patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinenia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg%
pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg%
dan 15 mg%.
6. Kern ikterus
Disebabkan oleh kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak
terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus. Hipokampus, nucleus
merah, dan nucleus pada dasar ventrikulus IV. Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin
yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin
lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan
bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis
yang terjadi secara kronik.
D. MANIFESTASI KLINIS
a. Sistem Eliminasi
Pada bayi normal, feses akan berwarna kuning kehijauan, sementara pada bayi
dengan hiperbilirubin biasanya akan berwarna pucat. Hal ini disebabkan oleh
bilirubin tak larut dalam lemak akibat dari kerja hepar yang mengalami gangguan.
b. Sistem Pencernaan
Bayi dengan hiperbilirubin mengalami gangguan pada nutrisi, karena biasanya bayi
akan lebih malas dan tampak latergi, dan juga reflek sucking yang kurang, sehingga
nutrisi yang akan dicerna hanya sedikit. Dengan nutrisi yang kurang, bayi bisa
berisiko infeksi karena daya tahan tubuh yang lemah.
c. Sistem Integumen
Pada bayi normal, kulit bayi akan tambah merah muda, akan tetapi pada bayi yang
mengalami hiperbilirubin, kulit bayi akan tampak berwarna kekuningan. Ini
disebabkan karena fungsi hepar yang belum sempurna, defisiensi protein “Y”, dan
juga tidak terdapat bakteri pemecah bilirubin dalam usus akibat dari imaturitas usus,
sehingga bilirubin indirek terus bersirkulasi keseluruh tubuh.
d. Sistem Kerja Hepar (Ekskresi Hepar)
Pada bayi yang mengalami hiperbilirubin biasanya disebabkan oleh sistem kerja
hepar yang imatur, akibatnya hepar mengalami gangguan dalam pemecah bilirubin,
sehingga bilirubin tetap bersirkulasi dengan pembuluh darah untuk menyebar ke
seluruh tubuh.
e. Sistem Persyarafan
Bilirubin indirek yang berlebihan serta kurangnya penanganan akan terus menyebar
hingga ke jaringan otak dan syaraf, hal ini sangat membahayakan bagi bayi, dan akan
menyebabkan kern ikterus, dengan tanda dan gejala yaitu kejang-kejang, penurunan
kesadaran, hingga bisa menyebabkan kematian. (Ihsan, 2017)
E. ANATOMI FISIOLOGI
Hati, yang merupakan organ terbesar tubuh dapat dianggap sebagai sebuah pabrik
kimia yang membuat, menyimpan, mengubah, dan mengekskresikan sejumlah besar
substansi yang terlibat dalam metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam
pelaksanaan fungsi ini karena hati menerima darah yang kaya nutrien langsung dari
traktus gastrointestinal; kemudian hati akan menyimpan atau mentransformasikan semua
nutrien ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan di bagian lain dalam tubuh untuk
keperluan metabolik. Hati merupakan organ yang penting khususnya dalam pengaturan
metabolisme glukosa dan protein. Hati membuat dan mengeksresikan empedu yang
memegang peranan utama dalam proses pencernaan serta penyerapan lemak dalam
traktus gastrointestinal. Organ ini mengeluarkan limbah produk dari dalam aliran darah
dan mengeksresikannya ke dalam empedu. Empedu yang dihasilkan oleh hati akan
disimpan untuk sementara waktu dalam kandung empedu (vesika velea) sampai
kemudian dibutuhkan untuk proses pencernaan; pada saat ini, kandung empedu akan
mengosongkan isinya dan empedu memasuki intestinum (usus). (Brunner Suddart, 2001
: 1150 dalam .
Ekskresi Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh sel-sel
pada sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel Kupffer dari hati. Hepatosit
mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya lewat
konjugasi menjadi asam glukuronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut di dalam
larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi disekresikan oleh hepatosit ke dalam
kanalikulus empedu di dekatnya dan akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum.
(Brunner & Suddart, 2001 : 1152).
Dalam usus halus, bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen yang sebagian
akan diekskresikan ke dalam feses dan sebagian lagi diabsorpsi lewat mukosa intestinal
ke dalam darah portal. Sebagian besar dari urobilinogen yang diserap kembali ini
dikeluarkan oleh hepatosit dan disekresikan sekali lagi ke dalam empedu (sirkulasi
enterohepatik). Sebagian urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik dan dieksresikan
oleh ginjal ke dalam urin. Eliminasi bilirubin dalam empedu menggambarkan jalur
utama ekskresi bagi senyawa ini.(Brunner & Suddart, 2001 : 1152).
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati,
bila aliran empedu terhalang (yaitu, oleh batu empedu dalam saluran empedu) atau bila
terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi saluran
empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen tidak
terdapat dalam urin. (Brunner & Suddart, 2001 : 1152).
Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi bilirubin (merubah bilirubin yang
larut dalam lemak menjadi bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati.
Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan
hati, serta jumlah tempat ikatan albumin (albumin binding site). Pada bayi yang normal
dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan enzim glukoronil
transferase yang memadai sehingga serum bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus,
perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus. Bilirubin merupakan
produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin
tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau
eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses
oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.
Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau
bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya
mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik
seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa
dengan albumin dan dibawa ke hepar.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian
menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada
kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang
terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan
selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam
usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi
enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-
hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada
neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa
hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar.
Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada
hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun
biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada
bayi kurang bulan.
Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya
disebut ikterus fisiologik. Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu
berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan
kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misal
kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.
Organ hati
F. PATOFISIOLOGI
Bilirubin diproduksi dalamsistem retikuloendotelial sebagai produk akhir dari
katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Karena sifat
hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam plasma, terikat erat pada
albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin diangkut ke dalam hepatosit, terikat dengan
ligandin. Setelah diekskresikan kedalam usus melalui empedu, bilirubin direduksi
menjadi tetrapirol tak berwarna oleh mikroba di usus besar. Bilirubin tak terkonjugasi ini
dapat diserap kembali ke dalam sirkulasi, sehingga meningkatkan bilirubin plasma total
(Mathindas, dkk, 2013). Bilirubin mengalami peningkatan pada beberapa keadaan.
Kondisi yang sering ditemukan ialah meningkatnya beban berlebih pada sel hepar, yang
mana sering ditemukan bahwa sel hepar tersebut belum berfungsi sempurna. Hal ini
dapat ditemukan apabila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia,
pendeknya umur eritrosit pada janin atau bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain
dan atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik (Atikah & Jaya, 2016).
Bilirubin diproduksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak.
Kemudian bilirubin indirek ( tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara berikatan
dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian diekskresikan melalui traktus
gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang belum sempurna, karena belum terdapat bakteri
pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang
kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi (Atikah &
Jaya, 2016).
G. PATHWAY
HIPERBILIRUBIN
Fototerapi
Peningkatan
Hiperbilirubin
pemecahan bilirubin
indirek Perubahan suhu Pemisahan bayi
lingkungan dengan orang tua
Peristaltic usus
Toksik bagi jaringan Gangguan peran
Ketidakefektifan
termoregulasi orang tua
Diare
Merusak integritas
H. PENATALAKSANAAN
I. TERAPI OBAT
J. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
K. FAKTOR TERJADINYA PENYAKIT
American Academic of Pediatric (AAP) mengelompokkan faktor resiko menjadi 3
kelompok :
2. Resiko Mayor
Kadar TSB/TCB pada zona resiko tinggi
Icterus pada 24 jam pertama
Usia kehamilan 35-36 minggu
Saudara sebelumnya mendapat terapi sama
Sefalhematom/memar hebat
ASI eksklusif, terutama bila perawatan tak baik dan terjadi penurunan berat
badan
Ras Asia Timur
3. Resiko Minor
Bayi laki-laki
Usia ibu >/25 tahun
Bayi macrosomia dari ibu DM
Saudara sekandung sebelumnya icterus
Usia kehamilan 37-38 minggu
Kadar TSB/TCB pada “area high intermediate risk”
4. Faktor resiko yang rendah
Kadar TSB/TCB pada tingkat area zona low risk
Kehamilan >=41 minggu
PASI/formula
Ras kulit hitam
Pulang dari RS setelah usia 3 hari
L. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan bilirubin serum bilirubin pada bayi cukup bulan mencapai puncak
kira-kira 6 mg/dl, antara 2 dam 4 hari kehidupan. Jika nilainya diatas 10 mg/dl
yang berarti tifak fisiologis, sedangkan bilirubin pada bayi prematur mencapai
puncaknya 10-12 mg/dl, antara 5 dan 7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang
lebih dari 14 mg/dl yaitu tidak fisiologis. Ikterus fisiologis pada bayi cukup
bulan bilirubin indirek munculnya ikterus 2 sampai 3 hari dan hilang pada hari
ke 4 dan ke 5 dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 10-12 mg/dl,
sedangkan pada bayi dengan prematur bilirubin indirek munculnya sampai 3-4
hari dan hilang 7-9 hari dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 15
mg/dl/hari. Pada ikterus patologis meningkatnya bilirubin lebih dari 5 mg/dl
perhari.
b. Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
c. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dan
atresia bilary. (Ihsan, 2017)
DAFTAR PUSTAKA
Maulida, M., Ps, R. D., & Mustofa, S. (2021). Hubungan Kejadian Hiperbilirubinemia dengan
Inkompatibilitas ABO pada Bayi Baru Lahir di RSUD Abdul Moeloek Provinsi
Lampung. Medical Profession Journal of Lampung, 11(1), Article 1.
https://doi.org/10.53089/medula.v11i1.205
Atikah,M,V & Jaya,P. 2015 Buku Ajar Kebidanan Pada Neonatus, Bayi, dan Balita. Jakarta.
CV.Trans Info Media
Ihsan,Z.(2017).Asuhan Keperawatan pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia di Ruang
Perinatologi IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang Tahun 2017.
Kristanti ,H,M. Etika,R. Lestari,P .. Hyperbilirubinemia Treatment Of Neonatus. Folia Medica
Indonesian Vol. 51
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Identitas pasien berupa: nama, tanggal lahir, usia, jenis kelamin, agama,
Identitas orang tua berupa: nama ayah dan ibu, usia ayah dan ibu, pendidikan
ayah dan ibu, pekerjaan/sumber penghasilan ayah dan ibu, agama ayah dan
2. Keluhan utama
tenaga professional.
a. Munculnya keluhan
b. Karakteristik
yang berhubungan.
a. Prenatal
Keluhan saat hamil, tempat ANC, kebutuhan nutrisi saat hamil, usia
kehamilan (preterm, aterm, post term), kesehatan saat hamil dan obat yang
diminum.
b. Natal
yang digunakan.
c. Post natal
Kondisi kesehatan, apgar score, Berat badan lahir, Panjang badan lahir,
anomaly kongenital.
e. Allergi
f. Imunisasi
frekuensinya.
5. Riwayat keluarga
Penyakit yang pernah atau sedang diderita oleh keluarga (baik berhubungan /
6. Riwayat sosial
obatan,ddl).
b. Nutrisi metabolik
a. Pola eliminasi
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
a. Icterus neonates b.d usia kurang dari 7 hari d.d sklera
kuning (D.0024)
b. Ketidakefektifan termoregulasi b.d peningkatan suhu
lingkungan d.d kulit hangat (D.0130)
Rencana Keperawatan
a. Icterus neonates b.d usia kurang dari 7 hari d.d sklera
kuning
Observasi :
1. Monitor ikterik pada sclera dan kulit bayi
2. Monitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam sekali
3. Monitor efek samping fototerapi
Terapeutik :
Edukasi :
Kolaborasi :
Observasi :
Edukasi :
Kolaborasi :
B. Implementasi Keperawatan
keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry,
2010)
C. Evaluasi
keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan tindakan yang telah dibuat
D. Perencanaan
dalam membuta tujuan dan intervensi keperawatan untuk mencegah, menurunkan dan
petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang
keperawatan.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Ruang : Dahlia
a. Identitas Pasien
a. Nama : By.Ny.A
b. Umur : 2 hari
e. Agama : Islam
f. Alamat : Kramat Utara, Magelang
A. Ayah
a. Nama : Tn. B
b. Usia : 36 tahun
c. Agama : Islam
e. Pekerjaan : Guru
B. Ibu
a. Nama : Ny. A
b. Usia : 35 tahun
c. Agama : Islam
B. KELUHAN UTAMA
1. Prenatal
Jumlah kunjungan : 1 bulan sekali control
2. Natal
3. Post Natal
Kondisi bayi : Bayi lahir dengan berat BB lahir 2,8 kg, saat dirawat 2,8 kg dan PB
lahir 46 cm, saat dirawat 46 cm.
Apakah anak mengalami : penyakit kuning (✓), kebiruan (-), kemerahan (-)
D. RIWAYAT KESEHATAN
E. RIWAYAT IMUNISASI
2. DPT Belum -
3. Polio Belum -
4. Campak Belum -
a. Pertumbuhan Fisik
G. RIWAYAT NUTRISI
a. Pemberian ASI
1. Pertama kali disusui : Setelah lahir
2. Jenis : Belum
Pola perubahan nutrisi tiap tahapan usia sampai nutrisi saat ini.
1. Motorik kasar
By.Ny.A baru bisa menggerakkan kaki dan tangannya
2. Motorik halus
By.Ny.A baru bisa mengikuti ke garis tengah
3. Bahasa
By.Ny.A baru bisa menangis saja
4. Personal sosial
By.Ny.A baru bisa menatap muka orang didepannya
J. TEST DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
( hasil labor tanggal 13 Mai 2019 )
Hasil pemeriksaan Nilai normal
Hemoglobin : 12 mg/dL (12,0-16,0 mg/dL)
Bilirubin total : 14,70 mg/dL (0,3-1 mg/dL)
Bilirubin direk : 0,41 mg/dL ( <0,20 mg/dL)
K. TERAPI
1. Fototherapy 2 x sehari
2. Inj. Neo 1 mg
3. Gentamycin 1 tetes
4. Tetes mata
L. ANALISA DATA
hingga pusar
Hasil laboratorium
menunjukkan kadar
DO :
: suhu: 37,3 ºC
Bayi berkeringat.
Kulit teraba hangat
menangis
2.
M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ikterus neonatus b.d Usia kurang dari 7 hari d.d sklera kuning. (D0024)
N. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1. (L.10098) (I.03091)
Setelah dilakukan intervensi Observasi :
selama 2x24 jam diharapkan 1. Monitor ikterik pada sklera dan 1.Memantau keadaan/batas
adaptasi neonastus membaik kulit bayi ikterik pada bayi
dengan kriteria hasil: Terapeutik : 2.Persiapan pelaksanaan
1. Kulit kuning menurun 1. Siapkan lampu fototerapi dan fototerapi
2. Sklera kuning menurun ikubator 3.Memaksimalkan
2. Lepaskan pakaian kecuali popok pelaksanaan fototerapi
3. Berikan penutup mata pada bayi 4. Mencegah radiasi pada
4. Ukur jarak antara lampu dan mata
permukaan kulit bayi (30cm atau 5. Mencegah kerusakan
tergantung spesifikasi lampu jaringan kulit
fototerapi) 6. Memberikan efek
5. Biarkan tubuh bayi terpapar sinar maksimal fottoterapi
fototerapi secara berkelanjutan
6. Gunakan lien berwarna putih
agar mementulan cahaya
sebanyak mungkin
2 L.14134 (I.14578)
Setelah dilakukan intervensi Observasi :
2x24 jam diharapkan 1. Monitor suhu bayi sampai 1. Memonitor suhu bayi
termoregulasi neonatus stabil (36,5-37,5) 2. Memantau suhu tubuh
membaik dengan kriteria hasil: 2. Monitor suhu tubuh anak tiap bayi
1. Suhu tubuh membaik dua jam, jika perlu 3. Memantau warna kulit