Anda di halaman 1dari 18

UNIVERSITAS FALETEHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERBILIRUBIN

SRI RIZKI EVITASARI


5022031110

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS FALETEHAN
TAHUN 2022/2023
HIPERBILIRUBIN

1. Definisi
Hiperbilirubinemia atau penyakit kuning adalah penyakit yang disebabkan karena
tingginya kadar bilirubin pada darah sehingga menyebabkan bayi baru lahir berwarna
kuning pada kulit dan pada bagian putih mata (Mendri dan Prayogi, 2017). Hiperbilirubin
pada bayi baru lahir merupakan masalah yang disebabkan oleh penimbunan bilirubin
dalam jaringan tubuh sehingga mengakibatkan kulit, mukosa, dan sklera berubah warna
menjadi kuning (Nike,2014).
Hiperbilirubin, jaundice atau “sakit kuning” adalah warna kuning pada Jadi
dapat disimpulkan sclera mata, mukosa, dan kulit oleh karena peningkatan kadar
bilirubin dalam darah (Hiperbilirubinnemia) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan
kadar bilirubin dalam cairan luar sel. Jadi dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin adalah
suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal
bilirubin serum. Untuk bayi yang baru lahir cukup bulan batas aman kadar bilirubinnya
adalah 12,5 mg/dl, sedangkan bayi yang lahir kurang bulan, batas aman kadar
bilirubinnya adalah 10 mg/dl.

2. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan sebagai

berikut;

a. Polychetemia

b. Isoimmun Hemolytic Disease

c. Kelainan struktur dan enzim sel darah merah

d. Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)

e. Hemolisis ekstravaskuler

f. Cephalhematoma

g. Ecchymosis
h. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia

biliary), infeksi, masalah metabolic galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI

i. Adanya komplikasi asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin;

lahir premature, asidosis.

1) Peningkatan produksi:

 Hemolisis, misalnya pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat

ketidaksesuain golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan

ABO.

 Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.

 Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic

yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis.

 Defisiensi G6PD/Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.

 Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20

(beta), diol (steroid).

 Kurangnya enzim Glukoronil Transferase, sehingga kadar Bilirubin

indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.

 Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.

2) Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya

pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentumisalnya

Sulfadiasine.

3) Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau

toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti

infeksi, toksoplamosis, syphilis.


4) Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra hepatik.

5) Peningkatan sirkulasi enterohepatik misalnya pada ileus obstruktif.

3. Tanda Gejala Hiperbilirubin


a. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
b. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetic atau infeksi.
c. Jaundice tampak pada hari ke dua atau ke tiga, dan mencapai puncak pada hari ke
tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang
biasanya merupakan jaundice fisiologis.
d. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit
tampak bewarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada
ikterus yang berat.
e. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul.
f. Perut membuncit, pembesaran pada lien dan hati
g. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar.
h. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap.
i. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental.
j. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis, yang disertai ketegangan otot.
k. Nafsu makan berkurang
l. Reflek hisap hilang
m. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.

4. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan
sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi,
diimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Gloobin {protein} digunakan
kembali oleh tubuh sedangkan heme akan diruah menjadi bilirubin unkonjugata dan
berikatan dengan albumin. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai
cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan
tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air. Karena
ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terkait ke albumin untuk di angkat dalam
medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobus hati. Hepatosit
melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin
ke asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi). Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi,
bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem empedu untuk di ekskresi. Saat masuk ke
dalam usus, bilirubin diurai oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat
diubah menjadi sterkobilin dan di ekskresi menjadi feses. Sebagian urobilinogen
direabsorbsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawa kembali ke
hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya di ekskresikan ke dalam empedu untuk
kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat
zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut dalam urine. Bilirubin akan tertimbun di
dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2-2,5mg/dL),
senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning.

5. Komplikasi
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir apabila tidak segera diatasi dapat
mengakibatkan bilirubin encephalopathy(komplikasi serius). Pada keadaan lebih fatal,
hiperbilirubinemia pada neonatus 20 dapat menyebabkan kern ikterus, yaitu kerusakan
neurologis, cerebral palsy, dan dapat menyebabkan retardasi mental, hiperaktivitas,
bicara lambat, tidak dapat mengoordinasikan otot dengan baik, serta tangisan yang
melengking (Suriadi dan Yuliani, 2010).
Menurut American Academy of Pediatrics (2004) manifestasi klinis kern ikterus
pada tahap kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa
berupa bentuk atheoid cerebral palsy yang berat, gangguan pendengaran, paralisis upward
gaze, dan dysplasia dental enamel. Kern ikterus merupakan perubahan neuropatologi
yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah otak terutama di
ganglia basalis, pons, dan cerebellum.
Bilirubin ensefalopati akut menurut American Academy of Pediatrics (2004) terdiri dari
tiga fase, yaitu :
a. Fase inisial, ditandai dengan letargis, hipotonik, berkurangnya gerakan bayi, dan
reflek hisap yang buruk.
b. Fase intermediate, ditandai dengan moderate stupor, iritabilitas, dan peningkatan
tonus (retrocollis dan opisthotonus) yang disertai demam.
c. Fase lanjut, ditandai dengan stupor yang dalam atau koma, peningkatan tonus, tidak
mampu makan, high-pitch cry, dan kadang kejang

6. Penatalaksanaan
a. Tindakan umum

1) Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah trauma

lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan

ikterus, infeksi dan dehidrasi.

2) Pemberian ASI atau makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai

dengan kebutuhan bayi baru lahir.

3) Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.

Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubin

diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubin.

Pengobatan mempunyai tujuan :

 Menghilangkan Anemia

 Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi

 Meningkatkan Badan Serum Albumin

 Menurunkan Serum Bilirubin


Metode therapi pada Hiperbilirubin meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus

Albumin dan Therapi Obat.

 Fototherapi

Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi

Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan

intensitas yang tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi

menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak

terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin

tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin

bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam

darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin

kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang

bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati Fototherapi mempunyai peranan

dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah

penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan Anemia.

Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5

mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di

Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg/dl. Beberapa ilmuan mengarahkan

untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko

tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.


b. Tranfusi Pengganti / Tukar

Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :

1) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.

2) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.

3) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.

4) Tes Coombs Positif.

5) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.

6) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.

7) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.

8) Bayi dengan Hidrops saat lahir.

9) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :

 Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap

sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.

 Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)

 Menghilangkan Serum Bilirubin

 Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan

dengan Bilirubin

 Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang

dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung

antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus

dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.


7. Analisa Data

No Data Analisa Data & Patoflow Diagnosa


Keperawatan
1. DO : - Hiperbilirubin Ikterik neonatus
DS :
 Profil darah abnormal
( bilirubin direk 0.05 Sklera, mukosa bibir dan kulit
mg/dL, bilirubin kuning
indirek 10.9 mg/dL,
bilirubin total
11.4mg/dL Ikterik neonatus
 Membran mukosa
kuning
 Kulit kuning
 Sklera kuning
2. DS : - Hiperbilirubin Gangguan integritas
DO : kulit
 Kerusakan jaringan
atau lapisan kulit Suplay bilirubin melebihi
 Nyeri kemampuan hepar
 Perdarahan
 Kemerahan
 Hematoma Hepar tdk mampu melakukan
konjugasi

Sebagian masuk kembali ke


siklus emerohepatik
Peningkatan bilirubin
unconjugned dlm darah
menyebabkan pengeluaran
meconium
terlambat/obstruksi usus.
Menyebabkan tinja berwarna
pucat

Ikterus pada sclera leher dan


badan, peningkatan bilirubin
indirect > 12 mg/dl

Gangguan integritas kulit


3. DS : - Hiperbilirubin Hipertermi
DO :
 Suhu tubuh diatas
normal Suplay bilirubin melebihi
 Kulit merah kemampuan hepar
 Kejang
 Takikardia
 Takipnea Hepar tdk mampu melakukan

 Kulit terasa hangat konjugasi

Sebagian masuk kembali ke


siklus emerohepatik
Peningkatan bilirubin
unconjugned dlm darah
menyebabkan pengeluaran
meconium
terlambat/obstruksi usus.
Menyebabkan tinja berwarna
pucat

Ikterus pada sclera leher dan


badan, peningkatan bilirubin
indirect > 12 mg/dl

Indikasi fisioterapi

Sinar dgn intensitas tinggi

Hipertermi
4. Faktor resiko : Hiperbilirubin Resiko cedera
 ketidaknormalan
profil darah (Fungsi
hati : Bilirubin indirek
dan bilirubin total) fisioterapi

beresiko cedera pada kornea


Resiko cedera

8. Masalah Keperawatan
a. Ikterik neonatus berhubungan dengan usia kurang dari 7 hari
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
c. Hipertermia berhubungan dengan terpapar lingkungan panas
d. Risiko cedera dihubungkan dengan ketidaknormalan profil darah (Fungsi hati :
Bilirubin indirek dan bilirubin total)
9. ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa Kriteria Hasil/Tujuan INTERVENSI AKTIVITAS
Keperawatan (SLKI) (SIKI) (SIKI)
Ikterik neonatus Setelah dilakukan intervensi Fototerapi neonatus Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24
 Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi
usia kurang dari 7 jam maka tercapai “Adaptasi
 Identifikasi kebutuhan cairan sesuai
hari ditandai oleh : neonatus membaik “ dengan
dengan usia gestasi dan berat badan
kriteria hasil :
 Profil darah  Monitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam
abnormal (  Berat badan meningkat sekali
bilirubin direk 2700-4000gram  Monitor efek samping fototerapi (rush
0.05 mg/dL,  Membran mukosa kuning pada kulit, penurunan berat badan lebih
bilirubin indirek menurun dari 8-10%
10.9 mg/dL,  Kulit kuning menurun Teraupetik
bilirubin total  Sklera kuning menurun
 Sediakan lampu fototerapi dan inkubator
11.4mg/dL
atau kotak bayi
 Membran
 Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
mukosa kuning
 Berikan penutup mata
 Kulit kuning
 Ukur jarak antara lampu dan permukaan
 Sklera kuning
kulit bayi
 Biarkan tubuh bayi terpapar sinar
fototerapi secara berkelanjutan
 Ganti segera alas dan popok bayi jika
BAB/BAK
 Gunakan linen berwarna putih agar
memantulkan cahaya sebanyak mungkin
Edukasi

 Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30


menit
 Anjurkan ibu menyususi sesering mungkin
Kolaborasi
 Kolaborasi pemeriksaan darah vena
bilirubin direk dan indirek
Gangguan integritas Setelah dilakukan intervensi Perawatan integritas kulit Observasi:
kulit b.d perubahan keperawatan selama 3x24  Identifikasi penyebab gangguan integritas
sirkulasi ditandai jam maka tercapai kulit (mis, perubahan sirkulasi, perubahan
oleh: “Penyembuhan luka status nutrisi, penurunan kelembaban,
ditandai oleh : meningkat” dengan kriteria suhu lingkungan ekstrem, penurunan
hasil: mobilitas)
 Kerusakan
 Pembentukan Terapeutik:
jaringan atau
jaringan parut  Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
lapisan kulit
meningkat  Lakukan pemijatan pada area penonjolan
 Nyeri
 Peradangan luka tulang, jika perlu
 Perdarahan
 Kemerahan menurun  Bersihkan perineal dengan air hangat,
 Hematoma  Nekrosis menurun terutama selama periode diare
 Nyeri menurun  Gunakan produk berbahan petrolium atau
 Infeksi menurun minyak pada kulit kering
 Gunakan produk berbahan/alami dan
hipoalergik pada kulit sensitive
 Hindari produk berbahan dasar alcohol
pada kulit kering
Edukasi:
 Anjurkan menggunakan pelembab
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan buah dan sayur
 Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrim
 Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya
Hipertermi b.d Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipertermia Observasi
terpapar lingkungan keperawatan selama 3x24
 Identifikasi penyebab hipertermia
panas di tandai oleh: jam maka ”termoregulasi
 Monitor suhu tubuh
 Suhu tubuh membaik” dengan kriteria
diatas normal
 Kulit merah hasil :  Monitor kadar elektrolit
 Kejang
 Menggigil menurun  Monitor haluaran urine
 Takikardia
 Kulit merah menurun  Monitor komplikasi akibat hipertermia
 Takipnea
 Kulit terasa  Kejang menurun Teraupetik

hangat
 Pucat menurun  Sediakan lingkungan yang dingin

 Takirkardia menurun  Longgarkan atau lepaskan pakaian

 Takipnea menurun  Berikan caidan oral

 Suhu tuuh membaik  Hindari pemberian antipiretik atau aspirin

 Tekanan darah membaik  Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

 Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian cairan dan


elektrolit intravena, jika perlu
Risiko cedera Setelah dilakukan intervensi Pencegahan cedera Observasi
dihubungkan dengan keperawatan selama 3x24
 Identifikasi area lingkungan yang
ketidaknormalan jam maka tercapai “Tingkat
berpotensi menyebabkan cedera
profil darah (Fungsi cedera menurun “ dengan
hati : Bilirubin kriteria hasil : Teraupetik
indirek dan bilirubin
 Toleransi aktivitas  Sediakan pencahayaan yang memadai
total)
meningkat  Gunakan pengaman tempat tidur sesuai
 kejadian cedera menurun dengan kebijakan fasilitas pelayanan
 Frekuensi nadi membaik kesehatan
120-160x/menit  Tingkatkan frekuensi observasi dan
 Denyut jantung apikal pengawasan pasien, sesuai kebutuhan
membaik
DAFTAR PUSTAKA

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI ((2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi I. Jakarta: Perpustakaan Nasional

Anda mungkin juga menyukai