Anda di halaman 1dari 9

Nama: Bayu Rizky Pratama

Nim: 201801096
Kelas: 2C/S1 Keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN IKTERUS NEONATORUM

TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Ikterus adalah warna kuning yang nampak pada kulit dan mukosa karena adanya
bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (Brooker,
2001).
Ikterus adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke 2-3 setelah
lahir, yang tidak mempumyai dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya
pada hari ke 10 (Nursalam, 2005).
B. Klasifikasi
Ikterus pada neonatorum dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Ikterus fisiologi : Ikterus yang muncul pada hari ke 2 atau 3 dan tampak jelas pada
hari ke 5 sampai 6 dan menghilang hari ke 10. Bayi tampak biasa, minum baik, BB
naik biasa. Kadar bilirubin pada bayi aterm tidak lebih dari 12 mg/dl, dan akan hilang
pada hari ke 14. Penyebab ikterus fisiologi diantaranya karena kekurangan protein Y
dan enzim glukoronil transferase yang cukup jumlahnya.
2. Ikterus Patologis : Ikterus yang muncul dalam 24 jam kehidupan, serum bilirubin total
lebih dari 12 mg/dl, peningkatan bilirubin 5 mg persen atau lebih dalam 24 jam,
merupakan ikterus yang disertai proses hemolisis. Ikterus menetap setelah bayi
berumur 10 hari pada bayi aterm dan 14 hari pada BBLR. Penyebab ikterus patologis
diantaranya penyakit hemolitik, kelainan sel darah merah, hemolisis : hematoma
polisitemia perdarahan karena trauma jalan lahir, Infeksi, Kelainan metabolik :
hipoglikemia dan galaktosemia.
C. Etiologi
1. Peningkatan produksi bilirubin dapat menyebabkan :
 Hemolisis misal pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat tidak
kesesuaian golongan darah ibu dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO
 Pendarahan tertutup misalnya trauma pada kelahiran
 Ikatan bilirubin dan protein terganggu seperti gangguan metabolik yamg
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis
 Kurangnya enzim glukoronil Transferase, sehingga kadar bilirubin inderek
meningkat misalnya pada berat lahir rendah
 Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misaalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu misalnya
Sulfadiasine.
3. Gangguan ekskresi yang terjadi intra ataau ekstra hepatik
4. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikrooorganisme atau
toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
toksoplasmosis, siphilis
5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik misaalnya pada ileus obstruktif.
D. Patofisiologi
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah bilirubin
yang larut dalam lemak menjadi bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati.
Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantungdari besarnya hemolisis dan kematangan hati,
serta jumlah tempat ikatan albumin (Albumin bindingsite). Pada bayi yang normal dan
sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil
Transferase yang memadai sehingga serum bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari
pengrusakan sel darah merah /RBCs.Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk
sirkulasi, dimana hemoglobin pecah menjadi heme danglobin. Globin (protein )
digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan dirubah menjadi bilirubin konjugata
dan berikatan dengan albumin.
Didalam liver bilirubin berikatan dengan protein plasma dan dengan bantuan
ensim glukoroniltransferase dirubah menjadi bilirubin konjugata yang akan dikeluarkan
lewat saluran empedu ke saluran intestinal. Di Intestinal dengan bantuan bakteri saluran
intestinal akan dirubah menjadi urobilinogen dan starcobiln yang akan memberi warna
pada feces. Umumnya bilirubin akan diekskresi lewat feces dalam bentuk stakobilin dan
sedikit melalui urine dalam bentuk urobilinogen. Pada BBL, bilirubin direct dapat
dirubah menjadi bilirubin in-direct didalam usus karena terdapat betaglukoronidase yang
berperan penting terhadap perubahan tersebut. Bilirubin in-direct diserap lagi oleh usus
kemudian masuk kembali ke hati.
E. Manifestasi Klinik
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu disertai
juga dengan gejala gejala:
1. Dehidrasi
2. Pucat
3. Trauma Lahir
4. Pletorik
5. Letargik daan gejala sepsis lainnya
6. Hepatosplenomegali
7. Omfalitis
8. Hipotiroidisme
9. Feses dempul diaertai urine warna coklat. Pikirkan ke arah ikterus obstruktif
selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.
F. Penatalaksanaan
a. Foto Therapi/ Light Therapi
Foto therapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfusi
pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya insensitas
tinggi akan menurunkan Bilirubin pada kulit. Foto therapi menurunkan kadar bilirubin
dengan cara meemfasilitasi ekskresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi
jika cahaya yang di absorbsi jaringan mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi
dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke
pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berkaitan
dengan Albumin dan dikirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan
diekskresi kedalam duodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi
oleh hati.
Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan Bilirubin,
tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis yang menyebabkan
anemia.
Secara umum fototerapi harua diberikan pada kadar bilirubin inderek 4-5 mg/dl ,
neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di foto terapi
dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberi
fototherapi propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan BBLR.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a) Anamnese orang tua/keluarga : Ibu dengan rhesus ( - ) atau golongan darah O dan
anak yang mengalami neonatal ikterus yang dini, kemungkinan adanya
erytrolastosisfetalis ( Rh, ABO, incompatibilitas lain golongan darah). Ada sudara
yang menderita penyakit hemolitik bawaan atau ikterus, kemungkinan suspec
spherochytosis herediter kelainan enzim darah merah. Minum air susu ibu , ikterus
kemungkinan kaena pengaruh pregnanediol
b) Riwayat kelahiran:
1) Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi berlebihan
merupakan predisposisi terjadinya infeksi.
2) Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan mengakibatkan
gangguan nafas (hypoksia), acidosis yang akan menghambat konjugasi
bilirubn.
3) Bayi dengan apgar score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia),
acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
4) Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ tubuh
(hepar).
c) Pemeriksaan fisik :
1) Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas menurun.
2) Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput/mukosa pada mulut.
Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan Tekanan langsung pada
daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih (kuning).
3) Dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia.
4) Dada : Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda
peningkatan frekuensi nafas.
5) Status kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, kususnya ikterus yang
disebabkan oleh adanya infeksi.
6) Perut : Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu dicermati. Hal
ni berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan photo terapi. Gangguan
Peristaltik tidak diindikasikan photo terapi. Perut membuncit, muntah ,
mencret merupakan akibat gangguan metabolisme bilirubun enterohepatik.
7) Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan Sepsis bacterial,
tixoplasmosis, rubella.
8) Urogenital : Urine kuning dan pekat, adanya faeces yang
pucat/acholis/seperti dempul atau kapur merupakan akibat dari
gangguan/atresia saluran empedu
9) Ekstremitas: Menunjukkan tonus otot yang lemah
10) Kulit : Tanda dehidrasi titunjukkan dengan turgor tang jelek. Elastisitas
menurun, perdarahan baah kulit ditunjukkan dengan ptechia, echimosis.
11) Pemeriksaan Neurologis adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain lain
menunjukkan adanya tanda tanda kern- ikterus
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan peningkatan Bilirubin
2. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake
cairan
3. Kerusakan Integritas Kulit
4. Resiko Terjadi Injuri
C. Rencana Asuhan Keperawatan

Dx : Resiko Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan peningkatan Bilirubin


Tujuan : Pertukaran Gas kembali adekuat
Kriteria hasil :
1) Bayi tidak sesak napas
2) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi TTV 1. Untuk mengetahui keadaan umum
2. Monitor kedalaman dan frekuensi klien
pernafasan 2. Untuk evaluasi derajat distress
3. Observasi kulit dan meembrane 3. Untuk mengetahui sianosis perifer
mukosa (pada kuku) dan sianosis sentral (pada
4. Pemberian O2 sekitar bibir)
5. Kolaborasi dngan tim medis dalam 4. Mencegah memburuknya hipoksia
pemberian Terapi 5. Menghilangkan /mengurangi keluhan
nyeri klien
Dx : Kekurangan Volume Cairan b.d. tidak adekuatnya intake cairan
Tujuan : Cairan Tubuh Neonatus adekuat
Kriteria hasil :
1. Turgor kulit baik
2. Mukosa lembab
3. Mata tidak cekung
INTERVENSI RASIONAL
1. Pemberian Cairan Elektrolit sesuai 1. Memenuhi kebutuhan cairan untuk
protokol menjamin keadekuatan
2. Kaji status hidrasi dan membran 2. Menentukan tanda tanda dehidrasi
mukosa dengan tepat
3. Kaji input dan output 3. Mengetahui keseimbangan antara
4. Observasi tanda-tanda vital. input dan output cairan pasien
5. Kaji hasil test elektrolit 4. Mengetahui perkembangan pasien
5. Perpindahan cairan atau elektrolit,
penurunan fungsi ginjal meluas dan
mempengaruhi penyembuhan pasien

Dx : Kerusakan integritas kulit


Tujuan : Klien tidak menunjukkan adanya gangguan integritas kulit
Kriteria hasil :
1. Kulit klien bersih
2. Kulit klien lembab dan tidak kering
3. Tidak adanya luka Tekan
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor adanya kerusakan integritas 1. Deteksi dini adanya kerusakan
kulit integritas kulit
2. Pertahankan suhu lingkungan netral 2. Suhu yang tinggi menyebabkan kulit
daan suhu aksila normal kering sehingga kulit mudah pecah
3. Bersihkan kulit bayi dari kotoran 3. Feses dan urin yang bersifat asam
setelah BAB dan BAK dapat mengiritasi kulit
4. Lakukan perubahan posisi setiap 6 4. Perubahan posisi mempertahankan
jam sirkulasi yang adekuat serta mencegah
penekanan yang berlebihan pada satu
sisi

Dx : Resiko Terjadi Injuri


Tujuan : Tidak Mengalami komplikasi
Kriteria hasil :
1. Tidak meemperlihatkan iritasi mata, dehidrasi, ketidakstabilan
temperatur dan kerusakan kulit
2. Bayi terlindung dari sumber cahaya
INTERVENSI RASIONAL
1. Lindungi mata bayi dengan 1. Menghindarkan mata kontak
penutup mata khusus langsung dengan sinar
2. Cek mata bayi setiap shift 2. Mencegah keterlambatan
3. Letakkan bayi telanjang dibawah penanganan
lampu dengan perlindungan pada 3. Pemcahayaan maksimum dan
mata dan kemaluan merata serta organ vital
4. Monitor temperatur aksila terlindungi dari kerusakan
5. Paatikan intake cairan adekuat 4. Pemaparan dengan sinar
6. Jaga bersihan perianal memungkinkan ketidakstabilan
suhu badan
5. Pemaparan panas meningkatakan
penguapan sehingga harus segera
diganti dengan intake cairam
6. Menekan resiko iritasi kulit
D. Implementasi
Menurut potter & perry (2009) merupakan tahap keempat dari proses
keperawatan yang di mulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan.
Dengan rencana keperawatan yang di buat berdasarkan diagnosis yang tepat,
intervensi di harapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang di inginkan untuk
mendukung mengingatkan status kesehatan klien . intervensi keperawatan
merupakan bentukm penanganan yang dilakuakn oleh perawata berdasarkan
pertimbangan dan pengetahuan klinis yang bertujuan untuk menungkatkan hasil
perawatan klien.
Proses implementasi keperawatan meliputi:
1. Pengkajian ulang terhadap klien
2. Meninjau dan merevisi rencana asuhan keperawatan yang ada
3. Mengorganisasikan sumber daya dan penyamapaian layanan dan
pencegahan komplikasi implementasi.
E. Evaluasi

Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan


nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan
merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah
dibuat pada tahap perencanaan (Hidayat, 2002). Menurut Rohman dan Walid (2009),
evaluasi keperawatan ada 2 yaitu:

1. Evaluasi proses (formatif) yaitu valuasi yang dilakukan setiap selesai tindakan.
Berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan
yang telah ditentukan tercapai.
2. Evaluasi hasil (sumatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan
keperawatan secara paripurna. Berorientasi pada masalah keperawatan dan
menjelaskan keberhasilan atau ketidakberhasilan. Rekapitulasi dan kesimpulan
status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai